Modul 10: Game Theory
10.5 Contoh Nash Bargaining
Layanan E-toll Card
Apakah e-toll akan sukses? Apa yang seharusnya pengelola jalan tol harus lakukan agar e- toll sukses?
Situasi yang dihadapi adalah dengan arus mobil di tol, antrian yang terjadi untuk bayar tol menjadi sangat panjang, apalagi ketika jam berangkat sekolah atau kantor dan juga jam pulangnya. Dengan keadaan seperti ini arus lalu lintas tidak akan maksimal dan juga menimbulkan tekanan stress ke pengguna tol.
Kenyataannya adalah, transaksi dengan etoll dibandingkan manual tentunya lebih cepat, logikanya simple, dibandingkan tol manual, e-toll tidak perlu memberikan kembalian kepada pengendara, kecuali seluruh pengguna tol membayar dengan uang pas maka toll manual tidak akan pernah lebih cepat dari e-toll. Akhirnya bila semua gerbang pakai e-toll arus kendaraan lebih cepat, kapasitas toll jadi lebih optimal, ujung-ujungnya pendapatan pengelola bertambah.
Lalu apa lagi keuntungan e-toll? simple, tidak perlu bayar gaji, tidak perlu bayar THR, tiap tahun tidak ada kenaikan gaji, dan tidak akan ada demo pekerja, karena e-toll adalah mesin yang hanya butuh investasi awal dan biaya perawatan saja.
Kembali ke Nash Equilibrium, bayangkan jika ada pengguna tol bernama Agus, saat dia masuk gerbang untuk bayar antriannya sangat panjang. Sebelum ada e-toll keadaan ini harus dihadapi dalam arti lain mau tidak mau ia harus mengantri.
Tiba-tiba suatu hari ada gerbang e-toll dibuka, yang hanya bisa melayani pelanggan dengan kartu e-toll dan tanpa antrian sama sekali! Tentu si Agus berpikir, “gimana caranya ya supaya bisa masuk ke gerbang itu dan sampe rumah lebih cepet?” dan voila! Di depan gerbang e-toll ada petugas yang menjual kartunya, secara logis pasti lebih untung langsung beli dan masuk ke gerbang e-toll, kan lumayan tidak perlu ngantri! Dan si Agus membelokan mobilnya ke gerbang e-toll dan bisa langsung masuk jalan tol tanpa mengantri.
Apakah keadaan ini akan bertahan? Ya mungkin sehari atau seminggu atau sebulan, si gerbang etoll akan selalu lebih kosong lancar dan lebih cepat, tapi apa yang terjadi? Disinilah si Nash Equilibrium akan beraksi, karena semua orang berpikir hal yang sama dengan si Agus, tiap hari akan semakin banyak orang yang beli kartu e-toll dan tiap hari pula antrian di e-toll makin bertambah, hingga di satu titik antrian e-toll akan sama dengan antrian manual. Di titik ini tidak ada insentif untuk pengguna tol membeli atau mengisi kartu e-toll tersebut, tapi apa yang terjadi? Kemarin gerbang e-toll cuman 1 gerbang saja, sekarang dibuka menjadi 3 gerbang e-toll? Efeknya? Bagi mereka yang tidak punya kartu, antrian menjadi semakin panjang, karena yang gerbang yang biasa melayani mereka berkurang 2 buah (dan dirubah menjadi gerbang e-toll) dan ceritanya akan kembali berulang si nash equilibrium kembali bekerja, semakin banyak orang lagi yang mempunyai e-toll sehingga dalam waktu sehari, seminggu atau sebulan antrian e-toll makin bertambah dan sama dengan antrian gerbang tol manual.
Ketika hal ini terjadi, apa yang mesti dilakukan oleh pengelola jalan tol? Lagi-lagi perlu ditambah gerbang e-toll, gerbang manual berkurang dan cerita diatas tadi berulang. Hingga suatu titik tertentu semua gerbang yang bisa di rubah menjadi gerbang e-toll.
Contoh lain Nash Equilbrium
Misalkan dalam suatu seminar, semua orang menyadari bahwa seminar membosankan dan mereka ingin keluar. Namun ternyata tidak ada yang mau keluar hingga ada yang berani memulai. Jika ada satu yang keluar, mereka akan segera keluar. Namun saat tidak ada yang mencoba, semuanya berada dalam keadaan stagnan (dimana semua pemain saling mengunci satu sama lain/interdependensi yang ketat)
Dalam kasus di Indonesia, tindakan penyesuaian digunakan KPPU sebagai alasan untuk memutus, seperti dalam Perkara No. 26/KPPU/-L/2007 Tentang Kartel SMS. Majelis Komisi KPPU memberikan pendapatnya sebagai berikut:
“Dalam hukum persaingan, perjanjian tidak tertulis mengenai harga dapat disimpulkan apabila terpenuhinya dua syarat: 1) adanya harga yang sama atau paralel; 2) adanya komunikasi antar pelaku mengenai harga tersebut.”
Ditambahkan lagi oleh KPPU dalam perkara yang sama:
“Namun demikian, dalam literatur hukum persaingan, kesamaan harga antar pesaing tidak serta merta menunjukkan adanya kartel. Kartel baru dianggap terjadi apabila terdapat kesamaan harga ditambah dengan adanya komunikasi antar pesaing untuk menetapkan harga yang sama tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung.”
Dari ketentuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa KPPU menafsirkan perjanjian tidak hanya sebagai perjanjian tertulis atau tidak tertulis yang memperlihatkan adanya meeting of minds antara para pelaku usaha yang dilaporkan, namun juga menggunakan adanya tindakan penyesuaian sebagai dasar memutus.
Depot Air Isi Ulang VS Air Minum Branded
Air minum kemasan bermerk memang berkualitas, tapi banyak masyarakat tak terjangkau membelinya. Kemudian muncul Depot Air Isi Ulang. Dengan harga murah rata rata 3500 rupiah dan biaya kirim rata rata 500rupiah/gallon, membuat air minum jenis ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat kurang mampu.
Di teliti dan di komparasi dengan air minum kemasan bermerk saja sudah sangat jauh perbedaannya, dari mulai hargan sampai service antar jemput yang tidak akan didapatkan kecuali berlangganan langsung dengan distributor resminya.
Akhir akhir ini, air minum isi ulang menjadi pesaing tersendiri bagi pengusaha air minum kemasan bermerk, dilihat dari segi harga saja sudah merusak pasaran dan menimbulkan persaingan yang kurang sehat di antara para pengusaha air minum kemasan karena harga air minum isi ulang tersebut dibawah harga pasar.
Keadaan tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik Nash equilibrium. Karena, given
strategi yang dilakukan perusahaan Air Minum Branded, baik itu melalui mekanisme
Bundling , diskon, dan lain lain, Perusahaan Depot Air Minum Isi Ulang sudah memiliki strategi tersendiri untuk mendapatkan pangsa pasar tanpa dipengaruhi strategi perusahaan Air Minum Branded, yaitu dengan strategi penetapan harga di bawah harga pasar.