• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lampiran 2. Indikator dan Parameter Faktor Eksternal

6.2. Contoh Penggunaan Analisis Binomial Logit

Judul : Willingness to Pay Petani Sawit untuk Sertifikasi RSPO (Studi kasus di Riau dan Jambi, Indonesia)

Penulis : Diana Chalil

Sumber : Laporan Penelitian Strategis Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2013

Abstrak

Minyak sawit merupakan salah satu komoditi penting di pasar dunia, dan dituntut untuk dikelola secara berkesinambungan (sustainable). Produsen yang telah mendapatkan sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) diakui telah melaksanakan pengelolaan yang sustainable. Sebagai salah satu kelompok produsen sawit, petani juga diharapkan mendapatkan sertifikasi tersebut. Banyak pihak yang memberi bantuan pendanaan, namun ternyata jumlahnya belum cukup untuk menutupi seluruh biaya sertifikasi. Dengan demikian, petani perlu berkontribusi. Besarnya tergantung pada Willingness to Pay (WTP) petani untuk memperoleh sertifikasi. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis WTP petani sawit tersebut. Data dikumpulkan dari 142 petani swadaya di Riau dan Jambi dan dianalisis dengan Model Binary Logit. Hasil estimasi menunjukkan bahwa secara rata-rata nilai WTP petani masih lebih rendah dibandingkan biaya sertifikasi. Nilai tersebut dipengaruhi oleh manfaat yang dirasakan petani seperti kontinuitas penjualan dan peningkatan produksi, pemahaman petani terhadap best practices, dan umur petani.

Kata kunci: minyak sawit, petani, sertifikasi, willingness to pay, Indonesia

PENDAHULUAN

Peningkatan luas area perkebunan sawit yang signifkan menimbulkan kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap masalah lingkungan dan sosial; Deforestrasi, dampak penggunaan bahan kimia terhadap lingkungan, biodiversitas dan konflik sosial merupakan beberapa isu terkait yang sering diperdebatkan. Untuk mengatasi masalah tersebut, banyak pihak menyarankan agar perkebunan sawit dikelola secara sustainable. Konsep pengelolaan tersebut selanjutnya diformulasi dalam Prinsip dan Kriteria (P dan K) RSPO. Produsen yang telah mendapatkan sertifikat RSPO diakui telah memenuhi pengelolaan yang sustainable. Sejumlah negara konsumen, terutama negara-negara Uni Eropa, mendukung sertifikasi tersebut dan menyatakan dukungan mereka untuk membeli minyak sawit yang telah terserfikasi (certified sustainable palm oil/ CSPO) dengan harga premium.

Sampai tahun 2013 tercatat 44 produsen minyak sawit telah mendapatkan srtifikat RSPO, tetapi kurang 5% diantaranya yang merupakan kelompok petani sawit (RSPO (a), 2013). Menurut Elbehri et al. (2013) sertifikasi dapat menjadi hambatan bagi petani jika tidak dikelola dengan benar. Sertifikasi membutuhkan dokumentasi yang baik, sementara hampir semua petani tidak memiliki catatan usaha, bahkan untuk catatan yang sederhana seperti tingkat produksi atau penggunaan input. Apalagi untuk pencatatan yang lebih kompleks seperti analisis dampak lingkungan dan sosial. Sebagai tambahan, biaya sertifikasi masih relatif mahal untuk petani. Biaya tersebut tidak hanya mencakup biaya transaksi (transaction cost) untuk pembayaran auditor, perbaikan administratif yang sesuai dengan persyaratan P dan K RSPO, tetapi juga mencakupcompliance costs danopportunity costs. Compliance costs termasuk biaya-biaya yang terkait dengan biaya implementasi pengendalian hama terpadu, menggantikan tenaga kerja anak-anak dengan tenaga kerja dewasa atau

melaksanakan pelatihan-pelatihan yang terkait dengan P dan K sertifikasi, sementaraopportunity coststimbul jika pelaksanaan teknik-teknik produksi yang sesuai dengan manajemen yang sustanaible ternyata menurunkan produksi, marjin dan pendapatan (Huay Lee et al., 2011 in Elbehri et al., 2013). Akibatnya, petani sering menjadi kelompok yang termarjinalisasi dalam proses sertifikasi (Valkila and Nygren 2010). Sayangnya, dukungan finansial dari donor eksternal, baik secara langsung maupun melalui sertifikasi RSPO masih tidak mencukupi. Dengan demikian petani perlu meningkatkan kontribusi mereka, yang direfleksikan dalam nilai WTP.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini, sertifikasi dibatasi pada Sertifikasi Kelompok petani swadaya. Data dikumpulkan dari 142 petani yang ditentukan secara purposive cluster sampling. Cluster ditentukan berdasarkan lokasi dan tahapan sertifikasi. Semua petani sampel telah mendapatkan sosialisasi RSPO socialization, sehingga mereka dapat menentukan WTP mereka untuk mendapatkan sertifikat RSPO certificate (Brookshire and Norum, 2011; Alhassanet al., 2013). Lokasi penelitian dipilih di Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelelawan, Propinsi Riau dan Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Propinsi Jambi. Enam puluh dua (62) petani di Kecamatan Ukui mewakili kelompok yang telah tersertifikasi, sementara 80 petani di Kecamatan Tebing Tinggi mewakili kelompok yang sedang dalam proses mendapatkan sertifikat. Tidak semua petani telah merasakan menfaat dari sertifikasi, dengan demikian WTP yang mengakomodir situasi hipotetik dapat digunakan untuk menganalisis situasi yang demikian (Foreit and Foreit, 2003). Data dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur. Data tersebut mencakup informasi mengenai karakterikstik petani, kondisi

usaha perkebunan mereka, pemahaman petani mengenai P dan K RSPO dan WTP mereka untuk mendapatkan sertifikat.

WTP didefinisikan sebagai nilai uang yang bersedia dipotong dari pendapatan konsumen untuk menjaga tingkat kepuasannya (FAO, 2000), yang dapat diformulasikan dalam persamaan berikut.

( − , , ; ) = ( , ; )...(1) dimana V menunjukkanindirect utility function, y pendapatan (income), p vektor harga yang diterima konsumen secara individu, dan q0, q1 merupakan indeks kualitas (q1 > q0,

menunjukkan bahwa q1merupakan kondisi kualitas lingkungan

yang lebih baik). WTP sering diukur dengan Contingent Valuation Method(CVM). Dengan metode tersebut responden diberikan pertanyaan terbuka mengenai WTP nya untuk mendapatkan manfaat suatu barang atau jasa, atau untuk menghindari resiko/ ketidaknyamanan jika tidak menggunakan suatu barang atau jasa (Han et al., 2011; Moon and Balasubramanian, 2003; Hu, 2006; Lindhjem and Navrud, 2009). Marboan (1987 dalam Breidertet al., 2006) menyatakan bahwa data dapat dikumpulkan dengan meminta konsumen untuk memilih tingkat harga beli yang bersedia mereka bayar (willing to pay) untuk menikmati manfaat dari suatu barang. Dalam penelitian ini hal tersebut dilakukan dengan menanyakan kepada petani sejumlah uang yang bersedia keluarkan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi P dan K RSPO. Selanjutnya nilai rata-rata WTP petani di Kecamatan Ukui dan Tebing Tinggi dibandingkan denga uji beda rata-rata berikut

= ( ̅ ̅ )

/ /

1

x dan x2 adalah nilai rata-rata WTP petani di Ukui dan

Tebing Tinggi,

12 dan

22 adalah varian WTP petani di Ukui dan Tebing Tinggi, n1 dan n2 adalah besar sampel di

Kecamatan Ukui dan Tebing Tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi WTP diestimasi dengan menggunakan Model Binary Logit sebagai berikut.

( )

( )= ln = + ∑ ; = 1, … , 10...(3)

dimana P and (1-p) adalah peluang petani mempunyai WTP tinggi dan rendah. WTP ≥ Rp250.000,- per ha per bulan month merupakan WTP tinggi, dan sebaliknya. Menurut World Wide Fund (WWF) (2012), rata-rata biaya sertifikasi berkisar antara Rp86,000,- sampai Rp295,000,-. Nilai tersebut tergantung pada kondisi baseline petani dan usaha perkebunannya. Biaya tersebut terdiri dari biaya sertifikasi awal, pelatihan-pelatihan, kegiatan perbaikan (corrective actions) dan sertifikasi lanjutan (on-going certification) sebagai berikut.

Tabel 1. Biaya Rata-Rata Sertifikasi RSPO secara Berkelompok bagi Petani

Deskripsi Rata-Rata Biaya

(Rp/ha)

Sertifikasi awal dan penyusunan pengelola (staffing)

20.000 – 40.000 Pelatihan staf dan petani 1.000 - 25.000 Kegiatan perbaikan 40.000 - 100.000 Sertifikasi lanjutan dan perawatan 25.000 - 130.000

Total 86.000 - 295.000

CVM sesuai digunakan untuk menganalisis non-market good dimana manfaat barang tersebut tidak hanya dinikmati olehbuyertetapi juga oleh komunitas, seperti yang terjadi pada sertifikasi manajemen yangsustainable. Implementasi P dan K sertifikasi diperkirakan akan meningkatkan kualitas lingkungan seperti kualitas air dan tanah, biodiversity, erosi, degradasi, dan kondisi sosial yang terkait dengan sarana umum (public services), pembayaran yang adil, atau diskriminasi. Namun sertifikasi tetap harus memberikan manfaat ekonomis bagi produsen (Mavsar, 2008) atau mengurangi kemungkinan rugi (probability of loss) (Jones dan Lee, 1974 dalam Courbage dan Ray, 2008), sehingga mereka bersedia membayar (willing to pay) sejumlah uang tertentu untuk mendapatkan sertifikat. Haltia et al. (2009) menyatakan bahwa respondent mungkin saja mempunyai WTP nol jika mereka merasa bahwa barang atau jasa yang ditawarkan tidak akan secara signifikan meningkatkan kesejahteraan mereka. Tetapi WTP tersebut akan berbeda-beda pada setiap individu, tergantung pada tingkat pendapatan (income), pendidikan, pengalaman, status lahan atau partisipasi dlam kelompok (Atreya, 2007; Aquah and Onumah, 2011; Alhassan et. al., 2013; Moon and Balasubramanian, 2003). Dengan pertimbangan tersebut, 10 variabel independen dimasukkan ke dalam Persamaan Binary Logit Equation, yang terdiri dari 6 variabel categorical variables dan 4 variabel kovariat. Variabel kategorikal tersebut adalah X1 = kontinuitas penjualan, X2 = peningkatan harga

jual, X3 = kepastian untuk mendapatkan pupuk, X4 =

peningkatan produksi, X5= partisipasi petani dalam kelompok

dan X6= pelatihan-pelatihan yang terkait denganbest practices

sawit. Tiap variabel kategorikal diukur dalam skor binary, dimana skor 1 menunjukkan petani menikmati kondisi yang disebutkan dalam variabel tersebut, dan 0 jika sebaliknya. Variabel kovariat yang dimasukkan adalah X7 = tingkat

pendidikan (tahun), X8= umur petani (tahun), X9= luas lahan

(hektar) dan X10= lamanya mengetahui RSPO (tahun).

Koefisien regresi dari seluruh variabel tersebut diperkirakan bernilai positif. Kontinuitas pernjualan, peningkatan harga jual, kepastian dalam mendapatkan pupuk dan peningkatan produksi merupakan potensi manfaat sertifikasi. Semakin besar potensi manfaat tersebut, maka diperkirakan semakin besar juga WTP petani. Partisipasi petani dalam kelompok, pelatihan-pelatihan, tingkat pendidikan dan lamanya mengetahui RSPO juga diasumsikan memberikan pengaruh yang positif terhadap persepsi petani mengenai sertifikasi, yang pada akhirnya akan meningkatkan WTP petani. Di samping variabel-variabel tersebut, umur dan luas lahan juga dimasukkan sebagai proxy pengalaman petani dan kemampuan finansialnya. Dengan menggunakan nilai dari masing-masing koefisien β, probabilitas untuk setiap variabel dihitung dengan formula berikut

= ...(4) dan dengan nilai probabilitas tersebut, nilai multiplier effect dihitung dengan

= (1 − )...(5)