• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adapun kasus yang diangkat dalam penulisan tesis ini adalah Putusan Pengadilan Negri Medan Nomor: 124/Pdt.G/2009/PN-Mdn juncto Putusan Pengadilan Tingi Medan Nomor: 423/Pdt/2009/PT-Mdn, yang pada akhirnya diselesaikan melalui jalur mediasi (luar pengadilan) yang dilakukan oleh seorang mediator yang ditunjuk sendiri oleh kedua belah pihak yang juga merupakan seorang notaris yang berkedudukan di Deli Tua, Sumatera Utara. Putusan mediator tersebut dituangkan dalam akta perdamaian Nomor 40 tanggal 23 Juni 2011.

Berdasarkan Salinan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 124/Pdt.G/2009/PN-Mdn, diatas, dijelaskan Almarhum semasa hidupnya telah melangsungkan perkawinan dengan 5 (lima) orang perempuan (istri) dan dari perkawinan tersebut dikarunaikan 13 (tiga belas) orang anak.106Pada saat Almarhum meninggal, istri pertama sampai dengan istri ketiga sudah meninggal terlebih dahulu dari Almarhum. Jadi, ahli waris Almarhum terdiri dari 13 (tiga belas) orang anak dari 5 (lima) orang istri yang pernah dinikahinya tersebut, dan 2 (dua) orang istri yang masih hidup, yaitu istri keempat dan istri kelima.

Almarhum semasa hidupnya ada mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang Pemborongan Bangunan Niaga dan Industri sebut saja PT. ABCD. Para pihak yang bersengketa yaitu ahli waris Almarhum memperebutkan 20 lembar saham yang ditinggalkan untuk mereka.

106

Salinan Putusan Perkara Pengadilan Nomor 124/Pdt.G/2009/PN-Mdn, Pengadilan Negeri Medan, Halaman 4 dari 80.

Perkara tersebut timbul akibat adanya gugatan ahli waris dari istri pertama dan kedua yaitu 4 (empat) orang anak dari istri pertama dan seorang anak dari istri kedua sebagai penggugat, terhadap ahli waris lainnya yaitu 4 (empat) orang anak dari istri ketiga, dua anak dari istri keempat dan dua anak dari istri kelima sebagai tergugat.

Dalam akta perdamaian Nomor 40 tanggal tanggal 23 Juni 2011 yang dibuat dihadapan Notaris yang berkedudukan di Deli Tua, Dana Barus, SH, dijelaskan:

Bahwa antara pihak pertama (penggugat) dengan pihak kedua (tergugat) telah terjadi perselisihan hukum yang menyangkut saham-saham dan asset-asset perusahaan PT. ABCD tersebut berkedudukan di Medan.

Bahwa pihak pertama (penggugat) telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 18 Maret 2009 yang putusannya diberikan/dikeluarkan pada tanggal 9 Oktober 2009 sebagaimana tersebut dalam perkara Nomor: 124/Pdt.G/2009/PN-Mdn, untuk kemenangan Pihak Pertama.

Bahwa pihak kedua (tergugat) telah mengajukan banding Pengadilan Tinggi Medan, dan atas banding tersebut telah pula dikeluarkan putusan oleh Pengadilan Tinggi pada tanggal 20 Januari 2010 sebagaimana tersebut dalam putusan perkara Nomor: 423/Pdt/2009/PT-Mdn, juga untuk kemenangan pihak pertama (terbanding) yang mana perkara tersebut saat akta ini dibuat sedang dalam proses Kasasi padan Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Setelah mencapai kesepakatan dari semua pihak melalui jalur mediasi ini, akhirnya dicapai kesepakatan dengan perhitungan masing masing ahli waris:

- Ahli waris anak perempuan dari istri pertama sampai isteri kelima yaitu sebanyak 7 (tujuh) orang ahli waris masing-masing mendapatkan 0,95 lembar saham.

- Sementara masing-masing ahli waris anak laki-laki (semua anak laki-laki dari semua istri) yaitu sebanyak 6 (enam) orang ahli waris masing-masing mendapatkan 2,22 lembar saham.

Dalam pembagian bagian warisan tersebut di atas, yang berhak menjadi ahli waris hanyalah 13 (tiga belas) orang anaknya dari istri pertama sampai istri kelima itu saja, sebagaimana yang dinyatakan dalam Akte Wasiat Nomor 25 tertanggal 22 November 1997 yang dibuat dihadapan Notaris Syahril Sofyan, SH. Akte wasiat tersebut dinyatakan sah dan mengikat dalam amar putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi tersebut.

Hasil dari perhitungan pembagian waris tersebut diatas, dimana anak perempuan masing-masing mendapatkan 0.95 lembar saham, dan anak laki-laki mendapatkan masing-masing 2.22 lembar saham, dengan total keseluruhan jika dijumlahkan berjumlah 19,97 lembar saham. Hasil pembagian tersebut merupakan hasil pembagian yang diperoleh dari kesepakatan para pihak yang bersengketa yaitu 13 orang anak-anak almarhum tersebut.

Dalam penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi ini, mediator bersifat mendengarkan para pihak dan memberikan solusi hingga tercapainya kesepakatan bersama. Dengan adanya akta perdamaian yang dikeluarkan oleh mediator sendiri yang juga merupakan seorang notaris, dalam Pasal 1 akta perdamaian tersebut disebutkan "Pihak Pertama (ahli waris yaitu anak-anak dari istri pertama dan kedua)

dan Pihak Kedua (ahli waris yaitu anak-anak dari istri ketiga sampai kelima) dengan akte ini saling menyetujui dan menerima baik diantara para penghadap untuk mengakhiri perkara perdata maupun pidana yang sudah berlangsung diantara para penghadap dan tidak akan melaksanakan isi putusan Pengadilan khusus perkara perdata Nomor 124/Pdt.G/2009/PN-Mdn juncto (jo) perkara Nomor: 423/PDT/2009/PT-Mdn, yang sekarang dalam proses kasasi di Mahkamah Agung, sehingga diantara Pihak Pertama dan Pihak Kedua tidak ada lagi gugatan perdata/pidana maupun Tata Usaha Negara apapun juga belakang hari prihal hak atas saham-saham dan asset-asset perseroan yang disebutkan di atas."

Perdamaian yang dicapai menurut akte ini meliputi pula persetujuan dari para penghadap untuk tidak mengajukan tuntutan pidana kepada para pihak yang bersengketa dengan dalih apapun juga berdasarkan hal-hal dan materi pokok yang sudah didamaikan dan diselesaikan menurut akte ini.

Melalui mediasi ini, para pihak berkomunikasi secara bermusyawarah hingga akhirnya tercapainya kesepakatan diantara mereka yang bersengketa sehingga mengakhiri perkara diantara mereka yang sedang berlangsung dan menghapuskan putusan Pengadian Tinggi yang sudah diputuskan sebelumnya, seperti yang dijelaskan pada Pasal 3 akte perdamaian tersebut yang berbunyi:

Para penghadap yang bersengketa menyatakan dan menyetujui, bahwa apa yang disengketakan tersebut oleh karena ada terjadi kesalah pahaman dan kurang komunikasi antar sesama pihak dan sekarang setelah diadakan pertemuan dan penjelasan tentang permasalahan maka masing-masing pihak telah dapat memahami, menerima dan menyetujui apa yang dipermasalahkan dalam gugatan perkara Nomor: 124/Pdt.G/2009/PN.Mdn, juncto putusan perkara

pengadilan tinggi tanggal duapuluh Januari dua ribu sepuluh (20-01-2010), Nomor: 423/PDT/2009/PT.Mdn yang sekarang dalam proses kasasi di Mahkamah Agung Republik Indonesia diakhiri dan perkara tersebut dicabut atau dianggap selesai.

Berdasarkan kasus di atas, maka mediator dalam hal menjalankan perannya untuk menyelesaikan sengketa pembagian waris poligami, sudah melakukan perannya sesuai Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Meski mediasi di luar pengadilan tidak diatur secara khusus dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tersebut, ada beberapa pasal yang menyinggung tentang mediasi di luar pengadilan.

Seperti yang disebutkan di atas, kasus tersebut sebelumnya sudah memiliki keputusan hakim yang tetap pada tingkat Pengadilan Tinggi dan sedang diproses pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung, sebelum akhirnya para pihak memutuskan untuk melakukan mediasi di luar pengadilan. Hal tersebut diperbolehkan dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, dengan prosedur sebagai berikut:

Pertama, para pihak wajib menyampaikan keinginan berdamai secara tertulis kepada Pengadilan Tingkat Pertama yang mengadili. Kedua, Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang bersangkutan segera memberi tahu Ketua Pengadilan Tingkat Banding, atau Ketua Mahkamah Agung tentang kehendak para pihak. Ketiga, jika perkara itu sedang diperiksa, pada tingkat banding atau kasasi atau peninjauan kembali, hakim majelis pemeriksa perkara itu wajib menunda pemeriksaan perkara selama 14 (empat belas) hari kerja sejak menerima pemberitahuan tentang kehendak

para pihak untuk berdamai. Keempat, jika berkas atau memore banding, kasasi, peninjauan kembali belum dikirim, Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang bersangkutan wajib menunda pengiriman berkas atau memori banding, kasasi dan peninjauan kembali untuk memberikan kesempatan kepada para pihak mengupayakan perdamaian.107

Lebih lanjut dijelaskan mengenai kesepakatan di luar pengadilan:108

(1) Para pihak dengan bantuan mediator yang bersertifikat yang berhasil menyelesaikan sengketa di luar pengadian, dengan kesepakatan perdamaian dapat mengajukan perdamaian tersebut ke pengadilan yang berwenang untuk memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan.

(2) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disertai atau dilampiri dengan kesepakatan perdamaian dan dokumen-dokumen yang membuktikan ada hubungan hukum para pihak dengan objek sengketa.

(3) Hakim dihadapan para pihak hanya akan menguatkan kesepakatan dalam bentuk akta perdamaian apabila kesepakatan perdamaian tersebut memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Sesuai kehendak para pihak; b. tidak bertentangan dengan hukum; c. tidak merugikan pihak ketiga; d. tidak dieksekusi;

107

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Pasal 21 ayat(2), (3),(4) dan (5) serta Pasal 22 ayat (1).

e. dengan itikad baik.

Dalam kasus ini, mediator yang juga seorang notaris, membuat langsung kesepakatan perdamaian yang dituangkan ke dalam akte perdamaian setelah tercapainya kesepakatan para pihak. Mediator yang juga merupakan seorang notaris memiliki wewenang dalam membuat akta perdamaian otentik secara langsung.

Akta perdamaian yang memuat isi kesepakatan perdamaian dan putusan hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian tersebut mempunyai beberapa kekuatan hukum, sepanjang telah memenuhi persyaratan formal sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya di atas. Kekuatan hukum dari akta perdamaian dimaksud selengkapnya akan dijelaskan lebih lanjut berikut ini.109

1. Mempunyai Kekuatan seperti Putusan Pengadilan yang Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap.

Kekuatan hukum yang demikian disebutkan dalam ketentuan Pasal 1858 ayat (1) KUH Perdata yang menentukan bahwa: "Segala perdamaian di antara para pihak mempunyai suatu kekuatan seperti suatu putusan hakim dalam tingkat yang penghabisan atau final."

Hal yang sama dikemukakan pula pada Pasal 130 ayat (2) HIR/Pasal 154 ayat (2) RBg dengan bunyi : "Akta perdamaian itu berkekuatan sebagaimana putusan yang biasa."

Artinya, akta perdamaian tersebut disamakan dengan kekuatan hukumnya seperti putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde).

109

Sifat kekuatan yang demikian merupakan penyimpangan dari ketentuan konvensional. Secara umum suatu putusan baru memiliki kekuatan hukum tetap apabila terhadapnya sudah tertutup upaya hukum. Biasanya suatu putusan memiliki kekuatan hukum tetap apabila telah ditempuh upaya banding dan kasasi. Namun, terhadap putusan akta perdamaian, undang-undang sendiri melekatkan kekuatan itu secara langsung kepadanya. Segera setelah putusan diucapkan, langsung secara inheren pada dirinya berkekuatan hukum tetap sehingga akta perdamaian itu mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.110

2. Akta Perdamaian Mempunyai Kekuatan Eksekutorial.

Karena disamakan dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dengan sendirinya akta perdamaian yang telah mempunyai kekuatan hukum mengikat, juga mempunyai kekuatan eksekutorial.

Hal ini ditegaskan dalam ketentuan Pasal 130 ayat (2) HIR/Pasal 154 ayat (2) RBg dengan bunyi : "akta perdamaian itu dijalankan sebagai putusan biasa."

Kata-kata "dijelaskan" di sini berarti bahwa akta perdamaian itu selain mempunyai kekuatan hukum mengikat, juga dapat dieksekusi. Karenanya, akta perdamaian mempunyai kekuatan eksekutorial.111

Dikatakan mempunyai kekuatan hukum mengikat karena putusan perdamaian itu mengikat para pihak yang membuatnya, juga mengikat pihak luar atau

orang-110

Buku II Mahkamah Agung Republik Indonesia, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan,sebagaimana dikutip dari M. Yahya Harahap,Op.Cit.Hal 279-280.

111

orang yang mendapat hak dan manfaat dari padanya. Putusan perdamaian juga mempunyai kekuatan eksekusi apabila pihak-pihak yang membuat persetujuan perdamaian itu tidak mau melaksanakan persetujuan yang disepakati secara sukarela. Bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan karena tidak ditaati persetujuan perdamaian itu dapat meminta pengadilan yang membuat putusan perdamaian untuk melaksanakan eksekusi.112

Eksekusi atas akta perdamaian ini sejalan dengan amar putusannya yang menghukum para pihak untuk menaati perjanjian perdamaian yang mereka sepakati. Dalam putusan akta perdamaian tercantum amar kondemnasi (condemnation) sehingga apabila putusan tidak ditaati dan dipenuhi secara sukarela, dapat dilaksanakan pemenuhannya melalui eksekusi oleh pengadilan.113

3. Akta Perdamaian Tidak Dapat Dimintakan Banding.

Berhubung akta perdamaian mempunyai kekuatan sama seperti putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, maka dengan sendirinya tidak dapat dilakukan upaya hukum atas akta perdamaian. Artinya, akta perdamaian tidak dapat dibanding atau bahkan dikasasikan oleh pihak yang merasa dirugikan dengan adanya akta perdamaian tersebut. Penegasan ini dapat ditemukan dalam Pasal 130 ayat (3) HIR/Pasal 154 ayat (2) RBg yang menyatakan bahwa: "Terhadap putusan sedemikian itu tidak dapat dimohonkan banding."

112

Abdul Manan.Op.Cit.Hal. 162. 113

Jadi, berdasarkan ketentuan ini jelas bahwa akta perdamaian tidak dapat dimintakan banding karena akta perdamaian merupakan putusan terakhir atau final. Sebaliknya, karena tidak dapat dimintakan banding, dengan sendirinya putusan perdamaian dianggap telah mempunyai kekuatan hukum tetap layaknya sebagai suatu putusan pengadilan yang dapat dieksekusi.114

Satu-satunya upaya hukum yang dapat dilakukan oleh para pihak yang merasa dirugikan dengan adanya putusan perdamaian itu adalah dengan mengadakan perlawanan terhadap putusan tersebut. Perlawanan itu bisa berbentuk derden verset atau bisa berbentuk partai verset. Apabila yang menjadi objek putusan perdamaian itu bukan menjadi milik para pihak yang membuat persetujuan perdamaian, melainkan milik orang lain, dalam hal seperti itu bagi pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan derden verset karena barang yang dicantumkan dalam putusan perdamaian itu miliknya. Mengajukan derden verset ini dapat juga dilaksanakan dengan alasan barang yang menjadi objek putusan perdamaian telah digunakan kepadanya oleh salah satu pihak atau juga atas alasan di atas barang yang menjadi objek putusan perdamaian telah diletakkan conservatoir beslag atau sita eksekusi untuk kepentingan pelawan.115

114

Rachmadi Usman. Pilihan Penyelesaian Sengketa...Op.Cit. Hal 274. 115

A. Faktor-faktor Penghambat dalam Penyelesaian Sengketa Pembagian Waris

Dokumen terkait