• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor Penghambat dalam Penyelesaian Sengketa Pembagian Waris Poligami yang Dihadapi oleh Mediator

Mediasi dalam literatur islam disamakan dengan Tahkim. Tahkim dalam terminolgi fiqh ialah adanya dua orang atau lebih yang meminta orang lain agar diputuskan perselisihan yang terjadi diantara mereka dengan hukum syar’i.116

Konsep penyelesaian sengketa win-win solution seperti dalam mediasi, juga dikenal dalam sistem Hukum Islam. Walaupun disebut dengan mediasi, namun penyelesaian sengketa yang digunakan menyerupai pola yang digunakan dalam mediasi. Dalam sistem hukum Islam dikenal apa yang disebut istilah islah dan hakam.

Tahkim yakni berlindungnya dua pihak yang bersengketa kepada orang yang mereka sepakati dan setujui serta rela menerima keputusannya untuk meyelesaiakan persengketaan mereka, berlindungnya dua pihak yang bersengketa kepada orang yang mereka tunjuk (sebagai penengah) untuk memutuskan/menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara mereka.117

Lembaga Tahkim telah dikenal sejak sebelum masa islam. Orang-orang Nasrani apabila mengalami perselisihan di antara mereka mengajukan perselisihan

116Samir Aliyah, Sistem Pemerintahan Peradilan dan Adat Dalam Islam (Jakarta:Khalifa, 2004), hal 328

kepada Paus untuk diselesaikan secara damai. Hakam atau juru damai dalam tahkim dapat terdiri dari satu oarng atau lebih. Ulama berbeda pendapat tentang siapa yang mengankat dan mengutus hakam atau mediator dalam sengketa syiqoq. Mazhab Hanafi, Syafi’I dan Hambali berpendapat bahwa berdasarkan zhahir ayat 35 surat an-Nisa’ bahwa hakam atau mediator diangkat oleh pihak keluarga suami atau istri, dan bukan suami atau istri secara langsung.118Pandangan ini berbeda dengan dengan pandangan Wahbah Zuhaili dan Sayyid Sabiq bahwa hakam dapat diangkat oleh suami istri yang disetujui oleh mereka.

Islah adalah ajaran Islam yang bermakna lebih menonjolkan metode penyelesaian atau konflik secara damai dengan mengesampingkan perbedaan-perbedaan yang menjadi akar perselisihan. Intinya bahwa para pihak yang berselisih diperintahkan untuk mengiklaskan “kesalahan” masing-masing dan diamalkan untuk saling memaafkan.

Pengertian islah juga sangat berkembang penggunaanya di kalangan masyarakat Islam secara luas, baik untuk menyelesaikan kasus-kasus perselisihan ekonomi, bisnis maupun non ekonomi bisnis.Konteks islah dapat diidentikkan dengan mediasi atau konsiliasi.119

Selain islah dikenal juga istilah hakam, hakam mempunyai pengertian yang sama dengan mediasi. Dalam sistem Hukum Islam biasanya berfungsi untuk

118Kholis Firmansyah, Pandangan Hakim Pengadilan Agama Kota Malang Terhadap PERMA No.01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi, skripsi (Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2008)

119 Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata (Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 1993), hal 62

menyelesaikan perselisihan perkawinan yang disebut dengan syiqaq. Mengenai pengertian hukum, para ahli Hukum Islam memberikan pengertian yang berbeda-beda. Namun dari pengertian yang berbeda-beda tersebut dapat disimpulkan bahwa hakam merupakan pihak ketiga yang mengikatkan diri ke dalam yang terjadi di antara suami/istri sebagai pihak yang akan menengahi atau menyelesaikan sengketa di antara mereka.120

Sebagai pedoman, pengertian hakam dapat diambil dari penjelasan Pasal 76 ayat (2) Undang-Undang No. 2 Tahun 2006 jo Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama. Dikatakan bahwa hakam adalah orang yang ditetapkan pengadilan dari pihak keluarga suami atau pihak keluarga istri atau pihak lain untuk mencari upaya penyelesaian perselisihan terhadap syiqaq. Dari bunyi penjelasan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi hakam hanyalah untuk mencari upaya penyelesaian perselisihan, bukan untuk menjatuhkan putusan.

Dari definisi di atas menunjukkan bahwa pemilihan dan pengangkatan seorang juru damai (hakam) dilakukan secara sukarela oleh kedua belah pihak yang terlibat persengketaaan.

Setelah hakam berusaha sekuat tenaga untuk mencari upaya perdamaian di antara suami-istri, maka kewajiban dari hakam berakhir. Hakam kemudian melaporkan kepada hakim tentang usaha yang mereka ambil terhadap para pihak

120Nailul Sukri,Kedudukan Mediasi dan Tahkim di Indonesia, Skripsi Fakultas Syariah IAIN Syarif Hidayatullah, 1992, hal 30

(suami-istri). Selanjutnya, keputusan akan diambil oleh hakim dengan mempertimbangkan masukan dari hakam.

Dengan demikian, bahwa hakam dalam Hukum Islam ini mempunyai kesamaan dengan mediator keduanya (baik mediator maupun hakam) tidak mempunyai kewenangan untuk memutus. Keduanya merupakan mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dilakukan oleh pihak ketiga.

Bahwa pola penyelesaian sengketa melalui mediasi telah dikenal pula dengan sistem Hukum Islam. Islah dan hakam dapat dikembangkan untuk menjadi metode penyelesaian berbagai jenis sengketa, termasuk sengketa perdata dan bisnis sebagai mana ajaran Islam yang memerintahkan agar menyelesaikan setiap perselisihan yang terjadi antara manusia dengan cara perdamaian (islah) sesuai firman Allah swt. Dalam Al-Qur’an Surah Al-Hujurat (49) : 9 yang berbunyi “jika ada dua golongan orang beriman bertengkar maka damaikanlah mereka, perdamaian itu hendaklah dilakukan dengan adil dan benar sebab Allah sangat mencintai orang yang berlaku adil”. Walaupun pranata hakam dalam system Hukum Islam digunakan untuk menyelesaikan masalah perceraian, hal ini dapat diterapkan juga pada bidang-bidang sengketa yang lainnya.

Mengingat peranan mediator sangat menentukan efektivitas proses penyelesaian sengketa pembagian waris poligami, maka seorang mediator harus memiliki persyaratan dan kualifikasi tertentu. Kualifikasi seorang mediator dapat dilihat dari 2 (dua) sisi, yaitu dari sisi eksternal mediator tersebut dan juga dari sisi internal mediator tersebut.

Ketrampilan seorang mediator sangatlah diperlukan demi keberhasilan mediasi yang dilakukannya. Mediator dalam menjalankan mediasi harus memiliki sejumlah ketrampilan, yaitu ketrampilan mendengarkan, ketrampilan membangun rasa memiliki bersama, ketrampilan memecahkan masalah, ketrampilan meredam ketegangan, dan ketrampilan merumuskan kesepakatan.121

Ketrampilan dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan mediasi. Ketrampilan harus diasah dan dipraktekkan secara terus menerus, sehingga memiliki ketajaman dalam menganalisis, menyususn langkah kerja, dan menyiapkan solusi dalam rangka penyelesaian sengketa para pihak antara lain :

1. Ketrampilan mendengarkan

Ketrampilan mendengarkan sangat penting bagi mediator dan dariketrampilan mendengar ini akan memunculkan kepercayaan dari para pihakbahwa mediator benar-benar memahami dan mendalami persoalan mereka.Mediator akan diterima para pihak sebagai juru damai. Dengan diterimanyamediator oleh para pihak akan memudahkan membangun kekuasaansebagai mediator. Kekuasaan ini bukan untuk mendominasi dan menekanpara pihak akan tetapi menerima tawaran solusi, tetapi menciptakan ruangaman dalam membangun komunikasi konstruktif.122

Ketrampilan mendengar disebut juga dengan pendengar aktif. Konsep pendengar aktif ini menegaskan bahwa menjadi pendengar yang baik buka suatu kegiatan yang pasif. Namun berkaitan dengan kerja keras.Pendengar harus secara

121SyahrizalOp,cit., hal 91

fisik menunjukkan perhatiannya, dapat berkonsentrasi penuh, mampu mendorong para pihak untuk berkomunikasi dapat menunjukkan suatu sikap keprihatinan dengan tidak berpihak, tidak bersifat mengadili orang lain, tidak disibukkan untuk melakukan berbagai tanggapan dan tidak terganggu oleh hal-hal yang tidak relevan.123

2. Ketrampilan Membangun rasa memiliki bersama

Ketrampilan membangun rasa memilki bersama dimulai dengan sikap empati yang ditunjukkan mediator terhadap persoalan para pihak.Mediator harus mengetahui, mengidentifikasi dan memahami perasaan yang dialami para pihak yang bersengketa.Mediator juga harus membantu menumbuhkan rasa memilki bersama dengan para pihak, guna merumuskan berbagai solusi atas berbagai persoalan mereka. Membangun rasa memiliki bersama dapat dilakukan mediator dengan menjernihkan berbagai persoalan, mengidentifikasikan keprihatinan bersama dan menitikberatkkan pada kepentingankedua belah pihak.

3. Ketrampilan memecahkan masalah

Ketrampilan yang sangat esensial di antara ketrampilan lainnya adalah ketrampilan memecahkan masalah, karena inti dari mediasi adalah menyelesaikan persengketaan yang terjadi antara para pihak. Dalam memecahkan masalah, mediator melakukan beberapa langkah penting yaitu; mengajak para pihak untuk fokus pada hal-hal positif, fokus pada persmaan kepentingan dan kebutuhan, fokus pada penyelesaian masalah untuk masa depan, memperlunak tuntutan, ancman dan

penawaran terakhir, dan mengubah suatu permintaan atau posisi absolut menjadi suatu bentuk penyelesaian.

4. Ketrampilan meredam ketegangan

Mediator dapat mengambil sejumlah tindakan yang merupakan ketrampilan dalam mengelola dan meredam kemarahan dari dua belah pihak yang bersengketa.Mediator harus memposisikan diri sebagai penengah dan tempat para pihak menumpahkan kemrahannya.Mediator harus bisa mencegah pengungkapan kemarahan tidak secara langsung ditujukan kepada masing-masing pihak, tetapi mereka harus menyatakan kemarahannya dihadapan mediator. Jadi pengungkapan kemarahan para pihak harus ditanggapi positif dan tenang oleh seorang mediator, karena melalui pengungkapan kemarahan akan dapat ditemukan esensi atau penyebab utama terjadi sengketa di antara para pihak.

5. Ketrampilan Merumuskan Kesepakatan

Ketika para pihak sudah mencapai kesepakatan dalam mediasi, maka tugas mediator harus merumuskan kesepakatan tersebut dalam bentuk tulisan.Mediator juga mengajak para pihak secara bersama-sama memberikan tanggapan, apakah kesepakatan tersebut sudah berlangsung, apakah sudah mencakup hal-hal yang esensial ataukah mereka bersedia melaksanakannya. Bila para pihak telah memahami rumusan kesepakatan dengan baik dan mereka akan melaksanakannya, maka para pihak dapat membubuhkan tandatangannya. Dengan penandatangan kesepakatan tersebut, maka secara forma proses mediasi sudah selesai.

Apabila suatu perkara diajukan ke persidangan, maka berdasarkan Pasal 130 HIR dan Pasal 154 Rbg, Hakim Pengadilan Negeri wajib lebih dahulu berusaha mendamaikan pihak yang bersengketa melalui. Namun, dalam hal mediasi di luar pengadilan para pihak memilih sendiri mediator yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa di antara mereka.

Dalam kasus yang diangkat dalam tesis ini, para pihak sebelumnya sudah berusaha menempuh jalur hukum terlebih dahulu, seperti yang dijelaskan dalam contoh kasus pada Bab III huruf C sebelumnya, tentu sebelumnya mereka sudah melalui tahap mediasi dari Pengadilan Negeri, namun belum juga mencapai kepuasan masing-masing pihak hingga kasus yang sudah diputuskan pada tingkat Pengadilan Tinggi, kemudian berlanjut ke jalur kasasi dan sedang diproses di Mahkamah Agung Republik Indonesia, sebelum akhirnya para pihak sepakat untuk melakukan mediasi di luar pengadilan.

Pada pelaksanaan pembagian harta warisan tidaklah semudah yang tertuang dalam kertas atau sebatas teori, dalam pembagian waris adanya faktor penghambat atau kendala yang dihadapi dalam penyelesaiannya. Terutama dalam hal pembagian yang mana harta peninggalan terbatas namun ahli warisnya banyak sehingga banyak pula keinginan yang timbul dari ahli waris tersebut terhadap pembagian harta peninggalan. Kendala yang timbul dari pelaksanaan pembagian waris kebanyakan kendala tersebut timbul dari dalam keluarga sendiri.

Salah satu kendala yang sering dihadapi adalah hal ketidakpuasan ahli waris dalam mendapatkan bagian masing-masing, sehingga timbulnya ketamakan untuk

menguasai keseluruhan atau bagian yang menguntungkan saja bagi ahli waris. Dalam hal ini kendala pembagian warisan terdapat pada faktor ketidak inginan membagi warisan namun penguasaan sepihak terhadap harta warisan tersebut. Penjelasan mengenai kendala atau faktor penghambat di atas merupakan hal menjelang pelaksanaan penentuan pembagian, namun jika penentuan pembagian telah dilaksanakan melalui akta perdamaian yang mana kesepakatan mengenai bagian masing-masing ahli waris, maka kendala yang timbul merupakan cara untuk membagi langsung kepada individu ahli waris itu sendiri. Seperti contoh jika harta peninggalan berupa tanah dan bangunan hanya ada 2, sedangkan ahli waris ada tujuh dan bagian untuk masing-masing mendapat 1/7 (sepertujuh) bagian. Dalam hal itu untuk mudahnya dapat ditempuh dengan menjual harta peninggalan dan hasil penjualan dibagi sama rata kepada keseluruhan ahli waris.

Faktor lainnya yang menghambat mediator dalam penyelesaian sengketa pembagian waris poligami dalam kasus yang diangkat dalam tesis ini, yaitu tidak hadirnya para pihak yang bersengketa yang hanya diwakilkan kepada orang lain dengan memakai surat kuasa, sehingga mediator tidak dapat langsung mendengarkan keinginan para pihak yang bersengketa, meskipun sudah cukup jelas mendengarkan keinginan mereka dari kuasa masing-masing pihak, tetapi tetap saja sulit untuk mencapai kesepakatan karena pihak yang bersengketa tidak hadir dan kesepakatan disampaikan hanya melalui kuasa masing-masing pihak.

B. Upaya yang Dilakukan Mediator dalam Menangani Penyelesaian Pembagian

Dokumen terkait