• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

ERM 6: Control Activities

Pengendalian dilakukan oleh BMT As Salam dengan tujuan meminimalisir risiko dan memastikan mitigasi risiko dilakukan secara efektif. Salah satu pengendalian risiko yang dilakukan BMT adalah penetapan SOP yang jelas mencakup kelembagaan, pengelolaan usaha dan keuangan. Penetapan SOP juga diikuti dengan pengawasan pelaksanaan SOP tersebut. Selain itu audit internal dilaksanakan secara berkala setiap bulan oleh pengawas internal. Hal ini dilakukan dengan tujuan meminimalisir risiko yang dapat terjadi di kemudian hari. ERM 7: Information and Communication

Tindakan mitigasi risiko tidak akan berjalan baik tanpa adanya dukungan komunikasi dan alur informasi yang efektif, efisien dan transparan. Komunikasi yang baik harus terjalin antara seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan operasional BMT, sehingga setiap pihak dapat mengetahui dan bertanggung jawab

38

atas perannya masing-masing. Pihak-pihak tersebut yaitu pihak internal BMT, nasabah, pengawas dan pihak eksternal lainnya.

Pihak internal BMT melakukan komunikasi dan penyebaran informasi dengan berbacai cara. Adanya rapat setiap minggu untuk para manajer kantor, baik kantor pusat maupun cabang dan rapat rutin untuk seluruh karyawan diadakan setiap bulan. Pertemuan rutin ini diadakan untuk dengan tujuan membahas kinerja dan perkembangan BMT. Selain rapat, diadakan pula acara

gathering dan pengajian rutin untuk meningkatkan kebersamaan dan kekompakan antar karyawan. Untuk penyebaran informasi, terdapat papan informasi di setiap kantor BMT As Salam yang dapat diakses oleh seluruh pihak. Dengan komunikasi dan alur informasi yang efektif, efisien serta transparan kinerja dapat meminimalisir kondisi imperfect information.

Hubungan komunikasi dan informasi dengan nasabah juga merupakan hal yang sangat penting. Komunikasi dan informasi yang baik akan membuat nasabah merasa menjadi bagian dari BMT. Hal ini tentu akan berpengaruh positif terhadap reputasi BMT di mata masyarakat. Terdapat beberapa tindakan yang dapat dilakukan BMT untuk meningkatkan komunikasi dan informasi dengan nasabah. Komunikasi dapat dilakukan melalui silaturahim petugas BMT ke rumah nasabah. Silaturahim dapat dilakukan guna mengetahui perkembangan usaha nasabah atau pun sekedar pemberian informasi mengenai pembiayaan di BMT. Selain itu, BMT juga dapat menyebar buletin sebagai media informasi mengenai BMT secara berkala.

Komunikasi dan alur informasi yang baik juga menjadi hal yang sangat penting bagi hubungan BMT dengan pengawas dan pihak eksternal lainnya, seperti para pemegang saham. Dibutuhkan transparansi dalam komunikasi untuk meningkatkan kepercayaan dan meminimalisir munculnya kecurigaan. Sehingga pengawas dapat memastikan jalannya operasional BMT sesuai dengan prinsip syariah ataupun tindakan yang perlu diambil apabila terdeteksi adanya ketidaksesuaian.

ERM 8: Monitoring

Kegiatan monitoring termasuk ke dalam bagian dari tindakan mitigasi risiko. Kegiatan tersebut dilakukan seiring dengan berjalannya kegiatan operasional BMT. Monitoring harus diikuti dengan evaluasi secara rutin. Hal ini dilakukan secara rutin guna memastikan seluruh proses operasional dan kinerja BMT berjalan dengan lancar dan sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan sehingga pencapaian tujuan BMT dapat terlaksana. Pihak yang berperan dalam monitoring

BMT As Salam adalah dewan pengawas syariah (DPS), pengawas internal dan manajer kantor baik pusat ataupun cabang. DPS bertugas melakukan pengawasan terhadap keseluruhan aspek organisasi sehingga benar-benar sesuai dengan prinsip syariah. Pengawas internal bertugas memonitor seluruh kegiatan transaksi operasional dan pembiayaan, memastikan tidak terjadinya penyimpangan SOP serta membuat laporan hasil kinerja pengawasan internal yang kemudian diserahkan kepada manajer. Manajer bertugas mengelola dan mengawasi kegiatan operasional kantor, pengeluaran dan pemasukan biaya-biaya harian dan pencapaian target yang telah ditetapkan. Selain mengawasi, manajer juga harus dapat mengevaluasi dan memberikan masukan. Tujuan dari monitoring yang dilakukan BMT As Salam adalah menghindari risiko yang dapat menghambat

39 pencapaian tujuan BMT. Secara umum, BMT As Salam telah melakukan kegiatan

monitoring dengan baik.

Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Pengembalian Pembiayaan

Tingkat pengembalian pembiayaan dinilai berdasarkan kolektibilitas pembiayaan, nilai 1 untuk nasabah lancar dalam mengembalikan pembiayaan dan nilai 0 untuk nasabah tidak lancar dalam mengembalikan pembiayaan. Model logit digunakan untuk mengetahui apakah probabilitas nasabah lancar dapat dipengaruhi oleh variabel-variabel penjelasnya. Hasil uji model menunjukkan nilai R Square 0.749. Hasil ini menunjukkan bahwa model dapat menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan syariah pada BMT As Salam sebesar 74.9 persen sedangkan sisanya dapat dijelaskan di luar model. Hasil uji Hosmer and Lemeshow Test menunjukkan nilai Chi Square

sebesar 2.521 dengan p-value 0.961 > 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel fit dengan model sehingga model logit secara keseluruhan dapat digunakan dalam penelitian ini. Pada Tabel 13 dapat diihat hasil pengolahan atas variabel-variabel independen menggunakan SPSS 16.

Tabel 13 Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan

Variable B Std. Error. Wald Statistic Df Sig. Odds Ratio Exp(B) Constant 28.909 18.596 2.417 1 0.120 3.588E12 Jenis Kelamin 1.368 1.204 1.292 1 0.256 3.929 Usia 0.139 0.098 2.001 1 0.157 1.149 Lama Pendidikan 0.053 0.236 0.051 1 0.821 1.055 Tanggungan Keluarga -1.898 0.760 6.241 1 0.012* 0.150 Jenis Usaha 6.517 2 0.038 Jenis Usaha (1) -4.078 1.676 5.921 1 0.015* 0.017 Jenis Usaha (2) -3.475 1.860 3.492 1 0.062** 0.031 Lama Usaha 0.003 0.086 0.001 1 0.976 1.003

Jarak tempat tinggal -0.002 0.001 6.245 1 0.012* 0.998

Aset -1.435 0.870 2.720 1 0.099** 0.238 Laba 1.063 0.854 1.550 1 0.213 2.896 Jumlah Pembiayaan -0.840 0.639 1.727 1 0.189 0.432 Frekuensi Pembiayaan 0.128 0.257 0.248 1 0.618 1.137 Ket: *Signifikan pada taraf 5%

**Signifikan pada taraf 10%

Hasil pendugaan model logit untuk faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan menunjukkan tiga variabel yang signifikan pada taraf nyata 5%, yaitu tanggungan keluarga, jenis usaha (1) dan jarak tempat tinggal

40

nasabah dengan BMT. Sedangkan variabel yang signifikan pada taraf 10% yaitu jenis usaha (2) aset.

Variabel jumlah tanggungan keluarga berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengembalian pembiayaan pada taraf nyata 5%, dengan odds ratio sebesar 0.150. Artinya, peluang nasabah yang memiliki jumlah tanggungan keluarga satu orang lebih banyak dalam mengembalikan pembiayaan dengan lancar adalah 0.150 kalinya dibandingkan dengan nasabah yang memiliki jumlah tanggungan keluarga satu orang lebih sedikit, ceteris paribus. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sari (2011) dimana jumlah tanggungan keluarga berpengaruh negatif pada tingkat pengembalian pembiayaan. Semakin banyak tanggungan dalam keluarga maka akan semakin besar biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari, sehingga menghabiskan sejumlah besar proporsi laba usaha nasabah. Pada umumnya, nasabah BMT As Salam tidak memiliki pendapatan rumah tangga dari pekerjaan lainnya, sehingga jika jumlah tanggungan keluarga semakin banyak maka peluang tunggakan semakin besar dikarenakan hasil usaha digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya terlebih dahulu dibandingkan dengan membayar cicilan pembiayaan. Dapat disimpulkan pada nasabah BMT As Salam jumlah tanggungan keluarga menjadi dasar yang harus diperhatikan dalam memberikan pembiayaan.

Variabel jenis usaha (1) atau perdagangan berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengembalian pembiayaan pada taraf nyata 5%, dengan odds ratio jenis usaha (1) atau perdagangan sebesar 0.017 yang artinya, peluang responden yang memiliki jenis usaha perdagangan dalam mengembalikan pembiayaan dengan lancar adalah 0.017 kalinya dibandingkan dengan nasabah yang memiliki jenis usaha pertanian, ceteris paribus. Jenis usaha (2) atau jenis usaha lainnya berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengembalian pembiayaan pada taraf nyata 10%, dengan odds ratio jenis usaha (2) atau perdagangan sebesar 0.031 yang artinya, peluang responden yang memiliki jenis usaha lainnya dalam mengembalikan pembiayaan dengan lancar adalah 0.031 kalinya dibandingkan dengan nasabah yang memiliki jenis usaha pertanian, ceteris paribus. Hasil ini menunjukan nasabah dengan jenis usaha pertanian cenderung lebih lancar dibandingkan perdagangan dan usaha lainnya yang didominasi sektor jasa. Hal ini tidak sesuai dengan pendugaan awal dimana sektor pertanian memiliki risiko yang sangat tinggi, yang dapat mengakibatkan ketidak lancaran pengembalian pembiayaan.

Dalam hal ini jenis usaha (1) dan jenis usaha (2) berpengaruh negatif pada tingkat pengembalian pembiayaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Yulita (2011) dimana jenis usaha pertanian atau usaha on farm memiliki kelancaran pengembalian pembiayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis usaha perdagangan dan jenis usaha lainnya yang didominasi oleh jasa atau usaha off farm. Hal ini disebabkan adanya perbedaan karakteristik petani dengan pedagang dan usaha lainnya. Bedasarkan pengalaman pihak BMT As Salam, nasabah pertanian di BMT As Salam merupakan nasabah yang telah beberapa kali menerima pembiayaan dan sudah dipercaya oleh pihak BMT, sedangkan nasabah dengan jenis usaha perdagangan dan lainnya cenderung memiliki karakteristik yang kurang baik jika dibandingkan dengan nasabah pertanian. Dikarenakan BMT As Salam tidak memberikan denda apabila nasabah terlambat membayar, para pedagang dan lainnya yang memiliki usaha dengan perputaran uang yang cepat

41 lebih memilih untuk memutarkan pembiayaan secara terus menerus untuk modal usaha selanjutnya dibandingkan mengembalikan pembiayaannya.

Dari kesamaan hasil penelitian ini dengan penelitian Yulita (2011), dapat ditarik kesimpulan bahwa anggapan sektor pertanian sebagai sektor yang memiliki risiko yang sangat tinggi dibandingkan dengan sektor lainnya tidak tepat, selain itu pembiayaan pertanian dengan sistem syariah merupakan solusi yang tepat. Oleh karena itu, lembaga keuangan terutama lembaga keuangan syariah yang selama ini memilih menyalurkan pembiayaan pada sektor dengan perputaran uang yang cepat seperti sektor perdagangan dan jasa, harus meningkatkan alokasi pembiayaannya pada sektor pertanian yang selama ini masih sangat minim. Peningkatan alokasi pembiayaan untuk sektor pertanian diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan para petani dan meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari pentingnya peran sektor pertanian, padahal sudah jelas dalam Islam dijelaskan bahwa pertanian merupakan pekerjaan yang hukumnya adalah fardhu kifayah, yang artinya usaha pertanian wajib untuk dilakukan, namun bila sudah dilakukan oleh muslim yang lain maka kewajiban tersebut gugur. Banyaknya ayat Al-Quran yang menyebutkan hasil tanaman dan buah-buahan menunjukan betapa pentingnya bidang pertanian dalam Islam, salah satunya terdapat pada Al-Quran Surah Al- An’am : 99

Dan Dialah yang menurunkan air dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau, Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang kurma, mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula), zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya pada waktu berbuah, dan menjadi masak, Sungguh, pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah)bagi orang-orang yang beriman.”

Variabel jarak tempat tinggal nasabah dengan BMT berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengembalian pembiayaan pada taraf nyata 5%, dengan odds ratio sebesar 0.998. Artinya, peluang nasabah yang memiliki rumah dengan jarak lebih jauh satu kilometer dalam mengembalikan pembiayaan dengan lancar adalah 0.998 kalinya dibandingkan dengan nasabah yang memiliki rumah dengan jarak lebih dekat satu kilometer, ceteris paribus. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Yulita (2011) dimana jarak tempat tinggal memiliki koefisien positif. Perbedaan hasil penelitian dipengaruhi oleh akses dan sarana transportasi umum yang berbeda. Baik akses dan sarana transportasi umum di Desa Kramat tempat BMT As Salam beroperasi masih sangat minim, sehingga semakin jauh jarak tempat tinggal nasabah dengan BMT menyebabkan nasabah harus menyediakan biaya transportasi yang lebih besar dan waktu yang lebih lama untuk melakukan pengembalian pembiayaan. Dalam penelitian ini, jarak tempat tinggal nasabah berpengaruh negatif pada tingkat pengembalian pembiayaan.

Variabel aset berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengembalian pembiayaan pada taraf nyata 10%, dengan odds ratio sebesar 0.238. Artinya, peluang nasabah yang aset lebih banyak 1% dalam mengembalikan pembiayaan dengan lancar adalah 0.238 kalinya dibandingkan dengan nasabah yang memiliki aset lebih sedikit 1%, ceteris paribus. Hal ini tidak sesuai penelitian sebelumnya oleh Haloho (2010), dimana aset tidak berpengaruh pada tingkat pengembalian

42

pembiayaan. Hal ini dikarenakan kebanyakan nasabah pembiayaan BMT As Salam yang berstatus lancar menggunakan sawah sewaan bukan milik sendiri, sehingga nasabah lebih termotivasi untuk mengembalikan pembiayaan dengan lancar agar memudahkan nasabah dalam memeroleh pembiayaan selanjutnya untuk menyewa sawah.

Dokumen terkait