HASIL DAN PEMBAHASAN
ERM 3: Event Identification
Identifikasi risiko yang ada di BMT As Salam dilakukan melalui pengamatan di lapangan dan wawancara dengan pihak internal BMT. Risiko yang akan diteliti dalam penelitian ini secara garis besar dibagi menjadi dua kelompok, yaitu risiko internal dan risiko eksternal. Risiko internal mencakup risiko yang ada pada proses pembiayaan dan operasional BMT, sedangkan risiko eksternal mencakup risiko umum yang dipengaruhi oleh pihak di luar BMT.
Risiko pembiayaan dapat muncul akibat kegagalan pihak ketiga dalam memenuhi kewajibannya. Risiko utama dalam pembiayaan adalah timbulnya pembiayaan bermasalah atau macet. Pembiayaan bermasalah dapat menimbulkan kerugian bagi pihak BMT, seperti turun atau hilangnya perolehan pendapatan, hilangnya bagi hasil dan saldo pokok pembiayaan, menimbulkan reputasi negatif bagi BMT dan lain sebagainya. Potensi-potensi risiko pada tahapan proses pembiayaan di BMT As Salam dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengajuan Pembiayaan
Pada tahap pengajuan pembiayaan oleh nasabah, terdapat tiga risiko yang mungkin terjadi. Pertama, terjadi pemalsuan data diri dan ketidakjujuran informasi yang diberikan oleh nasabah. Kedua, kurangnya pengetahuan nasabah tentang akad yang akan digunakan.
2. Analisis Pembiayaan
Pada tahap ini risiko yang mungkin terjadi adalah pihak BMT melakukan kesalahan dalam menganalisis karakter, kapasitas, kapital, kondisi dan jaminan yang dimiliki nasabah, adanya pemalsuan jaminan oleh nasabah, dan rendahnya nilai jual jaminan.
3. Penilaian Dokumen
Pada tahap ini tidak ditemukan risiko yang mungkin terjadi. Dikarenakan penilaian dokumen dilakukan oleh AO yang telah melakukan survei ke lapangan secara objektif.
4. Persetujuan dan Pengikatan
Pada tahap ini risiko yang mungkin terjadi adalah adanya kekeliruan antara nasabah dan pihak BMT dalam penetapan akad.
5. Pencairan
Terdapat dua risiko yang mungkin terjadi pada tahap ini. Risiko tersebut adalah terjadi kesalahan prosedur dalam proses pembiayaan serta lambatnya pihak BMT dalam memproses permohonan pembiayaan.
6. Pengawasan
Risiko yang berpotensi terjadi pada tahap ini adalah kurangnya pengawasan terhadap usaha nasabah, kurangnya follow-up oleh pihak BMT serta keterlambatan pihak BMT dalam menangani pembiayaan bermasalah. 7. Pelunasan
Pada tahap pelunasan ini terdapat risiko terlambatnya nasabah mengembalikan pembiayaan. Selain keterlambatan, terdapat juga risiko
30
gagal bayar. Gagal bayar oleh nasabah dapat dikarenakan itikad nasabah yang buruk, usaha nasabah mengalami kerugian atau usaha nasabah mengalami gagal panen/bencana alam.
Risiko-risiko yang telah dijelakan dapat digolongkan ke dalam risiko pembiayaan untuk pertanian, mengingat tidak ada perbedaan proses pembiayaan antara sektor pertanian dan sektor lain serta sebagian besar nasabah BMT As Salam melakukan pembiayaan untuk mengembangkan usaha pertaniannya.
Kedua, risiko operasional. Risiko operasional dapat berasal dari sumber daya manusia, kegagalan sistem, dan kegagalan sarana dan infrastruktur BMT. 1. Sumber Daya Manusia (SDM)
Risiko SDM yang terdapat di BMT As Salam meliputi penyebaran informasi yang tidak merata di kalangan staf, terdapat pandangan negatif oleh masyarakat sekitar mengenai BMT, serta kurangnya jumlah SDM yang dimiliki BMT. Risiko SDM juga dapat terjadi karena adanya human error
seperti kurangnya pengetahuan SDM mengenai akad-akad dalam pembiayaan syariah, kurangny pengetahuan SDM mengenai teknologi informasi, terjadi kesalahan pencatatan transaksi, hilangnya berkas dan arsip, kurangnya komunikasi antar staf serta adanya tindakan moral hazard seperti KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme).
2. Sistem
Risiko yang berpotensi terjadi adalah sistem teknologi informasi dan jaringan BMT mengalami offline atau error.
3. Sarana
Risiko yang mungkin terjadi adalah rusak atau matinya sarana kantor seperti sarana komunikasi, listri dan air. Hal ini dapat terjadi di luar perkiraan BMT dan dapat menghambat jalannya kegiatan di BMT As Salam.
Ketiga, risiko yang mungkin terjadi adalah risiko eksternal. Terdapat dua risiko yang berpotensi untuk terjadi. Pertama, terjadinya bencana alam seperti gempa bumi, banjir atau serangan hama. Kedua, adanya kebijakan mengikat yang dapat merugikan BMT. Identifikasi risiko yang telah diuraikan beserta kemungkinan kejadian dan besar dampaknya terjadinya dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Identifikasi risiko
Kelompok risiko
Nomor risiko
Identifikasi risiko Kejadian risiko Dampak terjadinya risiko A. Risiko Pembiayaan Pengajuan Pembiayaan
1 Pemalsuan data diri dan ketidakjujuran informasi dari nasabah
5-10 kali Proses pengajuan diberhentikan 2 Kurangnya pengetahuan nasabah
mengenai akad yang akan digunakan
> 50 kali Kesalahan pengajuan produk
Analisis Pembiayaan
3 Pihak BMT melakukan kesalahan dalam menganalisis nasabah (karakter, kapasitas, kapital, kondisi dan jaminan)
5-10 kali Kesalahan pemberian pembiayaan kepada nasabah
4 Pemalsuan jaminan oleh nasabah < 5 kali Pembiayaan tidak diberikan
5 Rendahnya harga jual jaminan < 5 kali Pembiayaan tidak diberikan
31
Kelompok risiko
Nomor risiko
Identifikasi risiko Kejadian risiko Dampak terjadinya risiko Persetujuan dan Pengikatan Akad
6 Adanya kekeliruan akad yang ditetapkan antara nasabah dan BMT
< 5 kali Tidak sahnya akad yang telah ditetapkan
Pencairan 7 Kesalahan prosedur dalam proses pembiayaan
< 5 kali Tidak menimbulkan masalah berarti 8 Keterlambatan BMT dalam memproses pembiayaan < 5 kali Ketidakpuasan nasabah akan pelayanan BMT Pengawasan 9 Kurangnya pengawasan terhadap
usaha nasabah
< 5 kali Terhambatnya proses pembiayaan
10 Kurangnya follow-up oleh pihak BMT
< 5 kali Terhambatnya proses pembiayaan
11 Keterlambatan pihak BMT dalam menangani pembiayaan bermasalah
< 5 kali Terhambatnya proses pembiayaan
Pelunasan 12 Nasabah terlambat mengembalikan pembiayaan
11-20 kali
Terganggunya likuiditas BMT 13 Nasabah gagal bayar karena itikad
yang buruk
5-10 kali Terganggunya likuiditas BMT 14 Nasabah gagal bayar karena
usahanya mengalami gagal panen/kerugian
5-10 kali Terganggunya likuiditas BMT 15 Nasabah gagal bayar karena
mengalami bencana alam
< 5 kali Terganggunya likuiditas BMT B. Risiko
Operasional
16 Penyebaran informasi yang tidak merata dikalangan staf
< 5 kali Pemahaman yang berbeda antar staf SDM 17 Pandangan negatif masyarakat
sekitar mengenai BMT
< 5 kali Menurunnya reputasi BMT
18 Kurangnya SDM 5-10 kali Operasional BMT tidak optimal 19 Kurangnya pengetahuan SDM
mengenai akad-akad pembiayaan syariah 11-20 kali Tidak menimbulkan masalah berarti 20 Kurangnya pengetahuan SDM
mengenai teknologi informasi
11-20 kali
Tidak menimbulkan masalah berarti 21 Kesalahan pencatatan transaksi < 5 kali Rusaknya sistem
pencatatan
22 Hilangnya berkas dan arsip < 5 kali Tidak menimbulkan masalah berarti 23 Kurangnya komunikasi antar staf < 5 kali Terjadi
kesalahpahaman dan konflik
24 Adanya tindakan KKN < 5 kali Kerugian finansial dan sistemik
Sistem 25 Sistem teknologi informasi dan jaringan mengalami offline atau
error
5-10 kali Terhambatnya kegiatan operasional dan akses data Sarana 26 Matinya sarana kantor (komunikasi,
listrik dan air)
5-10 kali Terhambatnya kegiatan operasional C. Risiko 27 Terjadinya bencana alam seperti
gempa bumi, tsunami dan banjir
< 5 kali Berhentinya kegiatan operasional
Eksternal 28 Adanya kebijakan yang memberatkan BMT
< 5 kali Terganggunya stabilitas BMT Sumber: Data primer (2015)
32
Hasil identifikasi risiko pada sektor petanian yang diteliti di BMT As Salam sejalan dengan penelitian yang dilakukan Tsabita (2013). Hal ini menjelaskan risiko pembiayaan syariah pada sektor pertanian di daerah yang berbeda memiliki risiko-risiko yang serupa. Meskipun serupa, terdapat perbedaan pada probabilitas dan dampak pada tiap risikonya.
Pengukuran dan Pemetaan Risiko ERM 4: Risk Assessement
Penilaian risiko dilakukan melalui wawancara dengan pihak-pihak yang dirasa memiliki keahlian, pengalaman dan kompetensi yang dalam bidangnya.. Selanjutnya, hasil penilaian ditaksir dengan metode aproksimasi. Pada Tabel 9 dapat dilihat indikator mengenai kemungkinan terjadinya risiko.
Tabel 9 Indikator kemungkinan terjadinya risiko
Kategori Keterangan Probabilitas Skor
Improbable Hampir tidak mungkin terjadi < 5 kali per tahun 1
Remote Kadang terjadi 5-10 kali per tahun 2
Occasional Mungkin terjadi 11-20 kali per tahun 3 Probable Sangat mungkin terjadi 21-50 kali per tahun 4 Frequent Hampir pasti terjadi > 50 kali kali per tahun 5
Sumber: Goedfrey (1996)
Tabel 10 Indikator dampak terjadinya risiko
Kategori Keterangan Skor
Negligible Tidak menimbulkan masalah berarti bagi pihak bank 1 Marginal Menimbulkan masalah kecil yang dapat diatasi
dengan pengelolaan rutin 2
Serious Mencegah perusahaan memenuhi tujuannya untuk
periode tertentu saja 3
Critical
Mengakibatkan pihak bank tidak dapat mencapai sebagian tujuan jangka panjang, mengganggu likuiditas bank
4
Catastrophic
Mengakibatkan pihak bank tidak dapat mencapai seluruh tujuan jangka panjang, menyebabkan kebangkrutan, kematian, atau hukuman pidana
5
Sumber: Goedfrey (1996)
Pada Tabel 10 dapat dilihat indikator mengenai dampak terjadinya risiko. Kejadian risiko dan dampak risiko yang mungkin terjadi yang telah diuraikan pada Tabel 8 kemudian dikonversi ke dalam skor sesuai dengan indikator pada Tabel 9 dan Tabel 10. Skor kemungkinan terjadinya risiko kemudian dikalikan dengan skor dampak dari risiko tersebut. Hasil perkalian inilah yang nantinya akan menjadi dasar pengelompokan risiko sesuai dengan kategori tingkatan risiko. Hasil perkalian antara kemungkinan terjadinya risiko dengan dampak risiko tersebut dapat dilihat pada Tabel 11.
33 Tabel 11 Klasifikasi Risiko
No Risiko Sumber Informasi Skor Probabilitas Skor Dampak Skor Total 1. Pemalsuan data diri dan ketidakjujuran
informasi dari nasabah
AO 2 3 6
2. Kurangnya pengetahuan nasabah mengenai akad yang akan digunakan
Manajer 5 2 10
3 Pihak BMT melakukan kesalahan dalam menganalisis nasabah (karakter, kapasitas, kapital, kondisi dan jaminan)
Manajer 2 4 8
4 Pemalsuan jaminan oleh nasabah AO 1 1 1
5 Rendahnya harga jual jaminan Manajer 1 2 2
6 Adanya kekeliruan akad yang ditetapkan antara nasabah dan BMT
Manajer 1 2 2
7 Kesalahan prosedur dalam proses pembiayaan
Manajer 1 2 2
8 Keterlambatan BMT dalam memproses pembiayaan
Manajer 1 1 1
9 Kurangnya pengawasan terhadap usaha nasabah
AO 1 4 4
10 Kurangnya follow-up oleh pihak BMT AO 1 4 4
11 Keterlambatan pihak BMT dalam menangani pembiayaan bermasalah
Manajer 1 4 4
12 Nasabah terlambat mengembalikan pembiayaan
AO 3 4 12
13 Nasabah gagal bayar karena itikad yang buruk
Manajer 2 4 8
14 Nasabah gagal bayar karena usahanya mengalami gagal panen/kerugian
Manajer 2 4 8
15 Nasabah gagal bayar karena mengalami bencana alam
Manajer 1 4 4
16 Penyebaran informasi yang tidak merata dikalangan staf
Audit internal
1 2 2
17 Pandangan negatif masyarakat sekitar mengenai BMT
Manajer 1 3 3
18 Kurangnya SDM Manajer 2 3 6
19 Kurangnya pengetahuan SDM mengenai akad-akad pembiayaan syariah
Audit Internal
3 1 3
20 Kurangnya pengetahuan SDM mengenai teknologi informasi
Audit Internal
3 1 3
21 Kesalahan pencatatan transaksi Administrasi 1 2 2
22 Hilangnya berkas dan arsip Administrasi 1 2 2
23 Kurangnya komunikasi antar staf Manajer 1 2 2
24 Adanya tindakan KKN Direktur 1 4 4
25 Sistem teknologi informasi dan jaringan mengalami offline atau error
Kabid operasional
1 2 2
26 Matinya sarana kantor (komunikasi, listrik dan air)
Kabid operasional
2 2 4
27 Terjadinya bencana alam seperti gempa bumi, tsunami dan banjir
Direktur 1 4 4
28 Adanya kebijakan yang memberatkan BMT
Direktur 1 2 2
34
Tahap berikutnya dilakukan pemetaan risiko, dimana risiko yang telah diklasifikasi dikelompokan ke dalam 4 tingkatan risiko yg terdiri dr negligible, acceptable, undesirable dan unacceptable (Goedfrey 1998). Hasil pemetaan risiko dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 15 Pemetaan Risiko
Penjelasan mengenai risiko-risiko sesuai dengan tingkatannya adalah sebagai berikut:
1. Tingkat Negligible
Risiko-risiko yang termasuk ke dalam tingkatan ini adalah adanya pemalsuan jaminan oleh nasabah, rendahnya harga jual jaminan, adanya kekeliruan akad yang ditetapkan antara nasabah dan BMT, kesalahan prosedur dalam proses pembiayaan, keterlambatan BMT dalam memproses pembiayaan, penyebaran informasi yang tidak merata dikalangan staf, kesalahan pencatatan transaksi, hilangnya berkas dan arsip, kurangnya komunikasi antar staf, sistem teknologi informasi dan jaringan mengalami
offline atau error dan adanya kebijakan yang memberatkan BMT. Risiko- risiko pada tingkat ini merupakan risiko yang jarang terjadi dan apabila terjadi, tidak menimbulkan masalah yang besar bagi BMT dan masih dapat diatasi dengan pengelolaan dan evaluasi rutin oleh pihak BMT.
2. Tingkat Acceptable
Risiko-risiko yang termasuk ke dalam tingkatan ini adalah kurangnya, pengawasan terhadap usaha nasabah, kurangnya follow-up oleh pihak BMT, keterlambatan pihak BMT dalam menangani pembiayaan bermasalah, nasabah gagal bayar karena mengalami gagal panen/bencana alam, pandangan negatif masyarakat sekitar mengenai BMT, kurangnya pengetahuan SDM mengenai akad-akad pembiayaan syariah, kurangnya pengetahuan SDM mengenai teknologi informasi, adanya tindakan KKN,
4; 8 5; 6; 7; 16; 21; 22; 28 17 9; 10; 11; 15; 24; 27 19; 20 12 3; 13; 14 1; 18 26 23; 25 2 1 2 3 4 5 Impact Probabil it y 1 2 3 4 5
35 matinya sarana kantor (komunikasi, listrik dan air) dan terjadinya bencana alam seperti gempa bumi, tsunami dan banjir. Risiko-risiko pada tingkat ini mengakibatkan kegiatan operasional BMT menjadi agak terhambat, namun masih dapat berjalan seperti biasa walaupun tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
3. Tingkat Undesirable
Risiko-risiko yang termasuk ke dalam tingkatan ini adalah pemalsuan data diri dan ketidakjujuran informasi dari nasabah, kurangnya pengetahuan nasabah mengenai akad yang akan digunakan, kesalahan pihak BMT dalam menganalisis nasabah (karakter, kapasitas, kapital, kondisi dan jaminan), nasabah gagal bayar karena itikad yang buruk, nasabah terlambat mengembalikan pembiayaan, nasabah gagal bayar karena usahanya mengalami kerugian dan kurangnya SDM BMT. Risiko-risiko pada tingkat ini merupakan risiko yang perlu diwaspadai karena dapat menimbulkan kerugian yang signifikan bagi BMT yang nantinya akan mengganggu stabilitas BMT.
4. Tingkat Unacceptable
Pada proses pembiayaan dan operasional BMT As Salam tidak ditemukan risiko yang termasuk ke dalam tingkatan unacceptable. Hal ini dikarenakan BMT As Salam jarang mengalami risiko dengan dampak yang besar.
Risiko yang perlu diwaspadai karena sering terjadi dan memiliki dampak yang cukup tinggi adalah risiko kurangnya pengetahuan nasabah mengenai akad yang akan digunakan serta nasabah terlambat mengembalikan pembiayaan. Kurangnya pengetahuan nasabah mengenai akad-akad syariah menandakan masih minimnya sosialisasi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan syariah. Salah satu faktor yang menyebabkan hal ini terjadi adalah karena kurangnya SDM syariah itu sendiri, sehinga penyebaran informasi mengenai akad-akad syariah kepada masyarakat masih terbatas, terutama masyarakat pedesaan seperti mayarakat di Desa Kramat.
Risiko nasabah terlambat mengembalikan pembiayaan harus diwaspadai karena berpengaruh kepada Non Performing Financing (NPF) BMT As Salam. Semakin tinggi NPF BMT As Salam menunjukan semakin buruk kualitas pembiayaan yang menyebabkan jumlah pembiayaan bermasalah semakin besar, sehingga mengganggu kinerja BMT As Salam. Keterlambatan nasabah dalam mengembalikan pembiayaan dapat terjadi karena beberapa faktor. Di BMT As Salam sendiri faktor keterlambatan karena moral hazard nasabah sangat jarang terjadi. Sebagian besar nasabah terlambat mengembalikan pembiayaan karena faktor keterlambatan masa panen. Risiko keterlambatan harus diminimalisir oleh BMT As Salam sehingga pembiayaan yang kurang lancar tidak berlanjut menjadi pembiayaan diragukan atau pembiayaan macet.
Tindakan Mitigasi Risiko ERM 5: Risk Response
BMT As Salam memahami bahwa pengelolaan risiko sangatlah penting. Walaupun tindakan mitigasi risiko BMT As Salam tidak tercantum secara tertulis, berdasarkan hasil wawancara dan observasi, tindakan mitigasi risiko tersebut adalah sebagai berikut:
36
2. Menetapkan limit pembiayaan yang sesuai dengan pengajuan pembiayaan. 3. Melakukan evaluasi dan monitoring pada setiap bagian organisasi secara
rutin.
4. Mengoptimalkan kinerja dan peran pengawas internal dalam pengawasan kegiatan transaksi pembiayaan dan operasional.
5. Membentuk cadangan pembentukan penyisihan aktiva produktif (PPAP). 6. Membuat Standard Operational Procedure (SOP) yang meningkatkan
kesadaran risiko seluruh staf BMT.
7. Membuat laporan nominatif pembiayaan setiap akhir bulan dalam rangka menginformasikan perkembangan pembiayaan.
Sikap BMT As Salam dalam menindaklanjuti keterlambatan pengembalian pembiayaan adalah dengan melakukan follow up secara berkala serta lebih menganalisis alasan nasabah tersebut terlambat atau bermasalah. Apabila alasan terjadinya pembiayaan bermasalah dikarenakan usaha nasabah yang mengalami kerugian tanpa adanya kesengajaan, maka pihak BMT akan melakukan
rescheduling pembiayaan. Selain itu, BMT juga melihat kondisi dari nasabah tersebut. Apabila kondisi nasabah tidak memungkinkan untuk pengembalian utang pokok dengan tambahan margin, maka pengembalian dengan margin ditiadakan. Sehingga nasabah hanya harus mengembalikan utang pokoknya saja. Namun apabila alasan nasabah bermasalah dikarenakan karena itikad yang buruk seperti tidak adanya niat untuk membayar, maka pihak BMT akan menahan jaminan dan mencairkannya untuk mengganti kerugian.
Terdapat beberapa cara penanganan yang dapat dilakukan untuk menangani risiko-risiko yang telah dijelaskan sebelumnya. Beberapa respon risiko yaitu menerima risiko (accept), mengurangi risiko (reduce), berbagi risiko (transfer), menghindari risiko (avoid) dan menghilangkan risiko (avoid). Kemungkinan respon dan tindakan mitigasi risiko dianalisis berdasarkan peristiwa risiko yang mungkin terjadi dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Respon risiko yang dapat diambil oleh BMT As Salam
No Risiko Respon
risiko Tindakan mitigasi 1. Pemalsuan data diri dan ketidakjujuran
informasi dari nasabah
Menghindari Pendekatan nasabah secara personal melalui silaturahim 2. Kurangnya pengetahuan nasabah
mengenai akad yang akan digunakan
Mengurangi Penjelasan mengenai akad-akad pada saat pengajuan pembiayaan 3 Pihak BMT melakukan kesalahan dalam
menganalisis nasabah (karakter, kapasitas, kapital, kondisi dan jaminan)
Mengurangi Pelatihan SDM dalam penilaian karakter nasabah
4 Pemalsuan jaminan oleh nasabah Mengurangi Perekrutan SDM ahli hukum 5 Rendahnya harga jual jaminan Mengurangi Perekrutan SDM ahli hukum 6 Adanya kekeliruan akad yang
ditetapkan antara nasabah dan BMT
Menghindari Pelaksanaan prosedur yang jelas 7 Kesalahan prosedur dalam proses
pembiayaan
Menghindari Pengecekan ulang di setiap tahap pembiayaan dan evaluasi rutin 8 Keterlambatan BMT dalam memproses
pembiayaan
Mengurangi Penetapan SOP yang jelas 9 Kurangnya pengawasan terhadap usaha
nasabah
Mengurangi Pengawasan AO oleh pengawas internal
10 Kurangnya follow-up oleh pihak BMT Mengurangi Pengawasan AO oleh pengawas internal
37
No Risiko Respon
risiko Tindakan mitigasi 11 Keterlambatan pihak BMT dalam
menangani pembiayaan bermasalah
Menghindari Penetapan SOP yang jelas 12 Nasabah terlambat mengembalikan
pembiayaan
Mengurangi Pendekatan kepada nasabah melalui sistem jemput bola 13 Nasabah gagal bayar karena itikad yang
buruk
Mengurangi Pengenalan nasabah dengan sebaik-baiknya
14 Nasabah gagal bayar karena usahanya mengalami gagal panen/kerugian
Menerima Pengawasan dan pendampingan intensif, rescheduling
15 Nasabah gagal bayar karena mengalami bencana alam
Menerima Penggunaan PPAP dan restrukturisasi
16 Penyebaran informasi yang tidak merata dikalangan staf
Menghindari Pertemuan rutin seluruh karyawan dan pemasangan papan informasi 17 Pandangan negatif masyarakat sekitar
mengenai BMT
Menerima Pendekatan kepada masyarakat melalui promosi melalui event
tertentu dan pendekatan personal 18 Kurangnya SDM Mengurangi Perekrutan SDM yang handal 19 Kurangnya pengetahuan SDM
mengenai akad-akad pembiayaan syariah
Mengurangi Mengadakan pelatihan rutin setiap bulannya dan merekrut SDM handal
20 Kurangnya pengetahuan SDM mengenai teknologi informasi
Mengurangi Mengadakan pelatihan rutin setiap bulannya dan merekrut SDM handal
21 Kesalahan pencatatan transaksi Menghindari Pengecekan ulang setiap hari oleh manager kantor
22 Hilangnya berkas dan arsip Menghindari Penyimpanan salinan dokumen di kantor pusat dan kantor cabang 23 Kurangnya komunikasi antar staf Mengurangi Pertemuan rutin seluruh karyawan 24 Adanya tindakan KKN Mengurangi SOP yang jelas dan tegas meliputi perekrutan SDM, tugas dan sanksi 25 Sistem teknologi informasi dan jaringan
mengalami offline atau error
Mengurangi Perekrutan SDM ahli IT dan pemeliharaan rutin
26 Matinya sarana kantor (komunikasi, listrik dan air)
Menghindari Pengadaan genset dan pemeliharaan rutin
27 Terjadinya bencana alam seperti gempa bumi, tsunami dan banjir
Transfer Menjadi peserta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) 28 Adanya kebijakan yang memberatkan
BMT
Menerima Menyesuaikan dengan kebijakan yang berlaku
Sumber: Data primer (2015)