• Tidak ada hasil yang ditemukan

7 Cordyceps mencapai 6.5 cm dalam waktu

hari masa inkubasi, diameter miselium spesimen Isaria RA 19 mencapai 3.3 cm dalam waktu 10 hari masa inkubasi, diameter miselium spesimen ? Isaria RA 20 mencapai 1.4 cm dalam waktu 13 hari masa inkubasi, dan diameter miselium spesimen Beauveria RA 23 mencapai 4.1 cm dalam waktu 15 hari masa inkubasi. Spesimen yang miseliumnya tumbuh cepat bukan merupakan isolat cendawan entomopatogen.

PEMBAHASAN

Cendawan entomopatogen menyerang hampir semua jenis serangga. Cendawan ini dapat menyerang stadium telur, larva (nimfa), pupa maupun stadia dewasa dari serangga (Wikardi 2000). Berdasarkan struktur repro- duksinya, cendawan entomopatogen memiliki dua fase siklus hidup, yaitu fase teleomorf dan anamorf. Teleomorf merupakan fase repro- duksi yang menghasilkan spora (seksual), sedangkan anamorf merupakan fase repro- duksi yang menghasilkan konidium (asek- sual). Sebanyak 6 genus cendawan entomo- patogen diperoleh dari kawasan CA Telaga Warna, yaitu Cordyceps dan Hypocrella (teleomorf), Aschersonia, Beauveria,

Gibelulla, dan Isaria (anamorf). Yanto (2007) melaporkan 8 genus cendawan entomo- patogen di kawasan yang sama (Tabel 2). Tabel 2 Cendawan entomopatogen yang didapat di

CA Telaga Warna pada tahun 2007 & 2008

Fase Yanto ( 2007) Tahun 2008 Teleomorf Torubiella -

Cordyceps Cordyceps Hypocrella Hypocrella Anamorf Aschersonia Aschersonia Beauveria Beauveria - Gibelulla Isaria Isaria Akanthomyces - Paecilomyces - Total 8 6

Dalam penelitian ini ditemukan 6 genus cendawan entomopatogen dan 5 diantaranya dijumpai kembali pada tahun 2008. Perbedaan genus cendawan entomopatogen tersebut terjadi karena jalur penelusuran kawasan yang dilalui berbeda, kejelian dalam pengamatan

atau kondisi alam seperti curah hujan dan suhu.

Cordyceps dipterigena merupakan cendawan entomopatogen yang berasosiasi spesifik dengan Diptera. Cendawan ini menghasilkan fase teleomorf dan anamorf secara bersamaan. Cordyceps dipterigena merupakan fase teleomorf, tetapi dari per- mukaan tubuh inangnya terdapat sinema. Sinema yang muncul dari inang (Diptera) sama dengan anamorf Hymenostilbe

(Luangsa-ard et al. 2006). Stroma Cordyceps dipterigena yang ditemukan pada penelitian ini memiliki stroma jauh lebih kecil daripada yang dilaporkan oleh Petch (1929) dan Yanto (2007) (Tabel 3). Spesimen yang dikoleksi pada tahun 2008 kemungkinan masih terlalu muda, hal ini dapat terlihat dari ukuran stromanya dan spesimen ini belum menghasil- kan askospora. Spesimen Cordyceps

dipterigena pernah dilaporkan Kalshoven (1930) dari Semeru dan spesimennya di- simpan di Herbarium Bogoriense. Tabel 3 Ukuran stroma Cordyceps dipterigena Stroma (mm) Sumber

6.0 x 2.5 Petch (1929) 2.5-3.0 x 1.0-2.0 Yanto (2007) 2.0-2.5 x 1.0-1.5 Penelitian ini

Cordyceps cf. militaris yang ditemukan pada penelitian ini memiliki ukuran perite- sium dan askus yang lebih besar dibandingkan dengan yang ditemukan Yanto (2007) (Tabel 4). Kedua spesimen cendawan yang ditemu- kan masih muda karena belum dibentuknya askospora. Spesimen Cordyceps militaris dilaporkan Wabst (1899) dari Sachsen dan telah tercatat di Herbarium Bogoriense. Tabel 4 Ukuran struktur reproduksi seksual

Cordyceps militaris Struktur reproduksi (µm) Sumber Peritesium 371.8-529.1 x 414.7-529.1 Penelitian ini 192.0-240.0 x 86.4-134.4 Yanto (2007) Askus 81-120 x 2.4-4.8 Penelitian ini 9.6-144.0 x 1.6-2.7 Yanto (2007)

Hypocrella merupakan genus yang mudah dikenali karena warna stroma yang mencolok. Hypocrella ditemukan berasosiasi dengan Homoptera (Aleyrodidae dan Coccidae) pada daun maupun pada batang tanaman hutan.

Dalam penelitian ini hanya dijumpai stroma Hypocrella berwarna putih dan oranye, se- dangkan Yanto (2007) melaporkan ada juga yang merah muda dan kuning. Hypocrella dengan warna stroma kuning-oranye dilapor- kan dari Cangkuang (Palupi & Sinaga 2007). Dalam keadaan segar stroma Hypocrella dapat berwarna putih, kuning, oranye, merah (Hywel-Jones & Samuel 1998; Luangsa-ard et al. 2006). Spesimen Hypocrella pernah di- laporkan Cook (1894) dari Cibodas-Jawa Barat dan Samuel (1985) dari Sulawesi Utara, spesimen tersebut disimpan di koleksi Herbarium Bogoriense.

Karakteristik Aschersonia dapat dilihat dari stroma, piknidium, sel konidiogen dan konidum. Spesimen Aschersonia ditemukan berasosiasi dengan Homoptera di bawah permukaan daun. Warna stroma Aschersonia yang dijumpai pada penelitian ini hanya berwarna oranye dan kuning, sedangkan Yanto (2007) melaporkan ada juga yang berwarna putih. Herbarium Bogoriense mencatat spesimen Aschersonia yang dilapor- kan Hailler (1894) dari Ciampea-Jawa Barat dan Gruentart (1939) dari Malang-Jawa Timur.

Hypocrella dan Aschersonia memiliki hubungan teleomorf dan anamorf.Hypocrella merupakan bentuk teleomorf dari

Aschersonia. Hifa dari kedua cendawan ini tampak tumbuh di luar tubuh serangga dan menyelimuti tubuh inang bahkan sampai ke substrat dengan membentuk stroma sehingga inang tidak lagi terlihat dengan jelas, namun di dalam stroma Hypocrella terdapat struktur yang berbentuk seperti botol yang dinamakan peritesium, dan di dalam peritesium terdapat beberapa askus tempat spora diproduksi, sedangkan di dalam stroma Aschersonia berisi piknidium dengan sel konidiogen menghasil- kan konidium. Adanya askus mencirikan Hypocrella, sedangkan konidium sebagai Aschersonia.

Beauveria yang ditemukan berasosiasi dengan Hemiptera dijumpai kembali pada penelitian ini, namun spesimen ini memiliki ukuran konidium yang lebih kecil disbanding- kan dengan penemuan Yanto (2007).

Beauveria yang ditemukan pada penelitian ini memiliki ukuran konidium 0.75-1.05 µm, sedangkan yang ditemukan Yanto (2007) berukuran 1.1-2.2 µm. Cendawan ini telah diaplikasikan sebagai agens pengendalian hayati hama tanaman karena mampu meng- infeksi serangga dengan kisaran inang yang

luas serta memiliki persebaran geografi yang cukup luas (Bari 2006). Selain ditemukan di hutan tropik, Beauveria juga dapat ditemukan di lahan pertanian (Luangsa-ard et al. 2006).

Pada penelitian ini ditemukan spesimen Gibelulla namun pada penelitian Yanto (2007) spesimen ini tidak dilaporkan. Spesimen ini berasosiasi dengan Araneae (Laba-laba). Luangsa-ard et al. (2006) mengemukakan ordo serangga yang mudah terinfeksi oleh cendawan entomopatogen termasuk Diptera, Homoptera, Lepidoptera, Coleoptera dan Hymenoptera, namun cendawan entomo- patogen dapat berasosiasi dengan inang selain serangga, yaitu laba-laba.

Sinema spesimen Isaria RA 19 yang ditemukan pada penelitian ini berukuran lebih pendek dibandingkan dengan ukuran sinema spesimen Isaria yang ditemukan pada tahun sebelumnya (Tabel 5).

Tabel 5 Ukuran sinema Isaria Sinema Panjang (mm) Diameter (µ m) Sumber 3 300 Petch (1931) 8-20 137.0-219.2 Yanto (2007) 3-8 105.6-127.0 Penelitian ini

Spesimen RA 20 ditemukan berasosiasi dengan Lepidoptera, memiliki percabangan sinema yang tidak teratur, sinema ditutupi oleh massa konidium, ciri tersebut sama seperti yang dimiliki Isaria, namun spesimen RA 20 ini ditemukan di bawah permukaan daun tumbuhan dikotil. Luangsa-ard et al. (2006) mengemukakan pada umumnya Isaria ditemukan di serasah lantai hutan, pada ran- ting tumbuhan atau batang pohon.

Keberadaan cendawan entomopatogen di hutan tropik lebih mudah ditemukan di serasah lantai hutan dibandingkan dengan di tanah lantai hutan. Hal ini dikarenakan di tanah lantai hutan jarang ditemukan serangga kecuali rayap yang berada di dalam tanah pada kedalaman tertentu (Luangsa-ard et al. 2006). Di kawasan CA Telaga Warna diperoleh 2 spesimen yang ditemukan di serasah lantai hutan, yaitu Cordyceps cf. militaris (RA 18) dan Isaria RA 19 pada ketinggian 1500-1600 m dpl, dan jalur penelusuran merupakan jalur terjal. Yanto (2007) melaporkan spesies yang sama di kawasan yang sama. Luangsa-ard et al. (2006) mengemukakan bahwa cendawan entomo- patogen lebih sering ditemukan di tanah

9

Dokumen terkait