• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.3 Corporate Governance

Untuk mengurangi perilaku manajemen laba dan meningkatkan kualitas laporan kuangan perusahaan, maka perlu dilakukan tata pengelolaan perusahaan

yang baik (good corporate governance /GCG). Karena sistem corporate governance yang baik memberikan perlingungan efektif kepada para pemegang saham dan kreditor, sehingga mereka bisa meyakinkan dirinya akan perolehan kembali investasinya dengan wajar dan bernilai tinggi (Sutedi, 2012:7).

Menurut Sutedi (2012:7) corporate governance (tata kelola perusahaan) adalah “seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan”. Tujuan corporate governance adalah menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan. Menurut Siswantaya, (2007:18) sasaran utama corporate governance adalah:

1) Secara internal yaitu adanya sistem dan struktur yang menjamin berjalannya fungsi dari organ-organ perusahaan (RUPS, komisaris dan direksi) secara seimbang. Hal ini berkaitan dengan masalah tersebut antara lain adanya pemenuhan hak-hak pemegang saham secara adil, pengendalian yang efektif oleh dewan komisaris, serta pengelolaan perusahaan yang transparan dan bertanggung jawab oleh direksi.

2) Secara eksternal menyangkut pemenuhan tanggung jawab perusahaan kepada para pihak yang berkepentingan dengan perusahaan. Hal ini terkait dengan bagaimana perusahaan mengakomodasi kepentingan pihak-pihak tersebut termasuk pemenuhan kewajiban perusahaan untuk taat kepada peraturan yang ada.

Ada beberapa dasar yang harus diperhatikan dalam corporate governance. Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari good corporate governance yaitu (Kaihatu, 2006:2):

1) Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.

2) Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.

3) Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.

4) Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

5) Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hakhak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.

Adanya penerapan corporate governance, tidak hanya kepentingan para investor saja yang dilindungi, melainkan juga akan dapat mendatangkan banyak manfaat dan keuntungan bagi perusahaan terkait dan juga pihak-pihak lain yang mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan (Maksum, 2005:8). Berbagai keuntungan yang diperoleh dengan penerapan corporate governance yaitu (Maksum, 2005:8-9):

1) Proses pengambilan keputusan akan berlangsung secara lebih baik sehingga akan menghasilkan keputusan yang optimal, dapat meningkatkan efisiensi serta terciptanya budaya kerja yang lebih sehat. 2) Dihindarinya atau sekurang-kurangnya dapat diminimalkannya

tindakan penyalahgunaan wewenang oleh pihak direksi dalam pengelolaan perusahaan.

3) Nilai perusahaan di mata investor akan meningkat sebagai akibat dari meningkatnya kepercayaan mereka kepada pengelolaan perusahaan tempat mereka berinvestasi.

4) Bagi para pemegang saham adanya peningkatan kinerja, dengan sendirinya juga akan menaikkan nilai saham mereka dan juga nilai dividen yang akan mereka terima. Bagi negara, hal ini juga akan menaikkan jumlah pajak yang akan dibayarkan oleh perusahaan yang berarti akan terjadi peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak. 5) Dalam praktik good corporate governance karyawan ditempatkan

sebagai salah satu stakeholder yang seharusnya dikelola dengan baik oleh perusahaan, maka motivasi dan kepuasan kerja karyawan juga diperkirakan akan meningkat. Peningkatan ini dalam tahapan

selanjutnya tentu akan dapat pula meningkatkan produktivitas dan rasa memiliki (sense of belonging) terhadap perusahaan.

6) Tingkat kepercayaan para stakeholders kepada perusahaan akan meningkat sehingga citra positif perusahaan akan naik. Hal ini tentu saja akan dapat menekan biaya (cost) yang timbul sebagai akibat tuntutan para stakeholders kepada perusahaan.

7) Penerapan corporate governance yang konsisten juga akan meningkatkan kualitas laporan keuangan perusahaan. Manajemen akan cendrung untuk tidak melakukan rekayasa terhadap laporan keuangan, karena adanya kewajiban untuk mematuhi berbagai aturan dan prinsip akuntansi yang berlaku dan penyajian informasi secara transparan.

2.1.3.1 Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan oleh institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, dan investment banking (Siregar dan Utama, 2006). Adanya kepemilikan institusional disuatu perusahaan memiliki peran yang sangat penting untuk meminimalisir konflik keagenan yang terjadi antara prinsipal dengan agen. Karena keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional dianggap sebagai sophiscated investor sehingga dapat melakukan fungsi monitoring secara lebih efektif dan tidak mudah mempercayai tindakan manipulasi yang dilakukan oleh manajer seperti manajemen laba.

Adanya pengawasan yang dilakukan investor institusional secara optimal terhadap kinerja manajer, maka manajer akan lebih berhati – hati dalam mengambil keputusan atau dengan kata lain pengawasan yang dilakukan investor institusional dapat mengurangi perilaku opportunistic manajer sehingga manajer dapat memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja. Oleh

karena itu, semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan institusi keuangan untuk mengawasi manajemen dan akibatnya akan memberikan dorongan yang lebih besar untuk mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga kinerja perusahaan juga meningkat (Sabrina, 2010).

2.1.3.2 Kepemilikan Manajemen

Kepemilikan manajemen adalah saham yang dimiliki oleh manajemen secara pribadi maupun saham yang dimiliki oleh anak cabang perusahaan bersangkutan beserta afiliasinya (Susiana dan Herawaty, 2005). Adanya kepemilikan manajemen dalam suatu perusahaan dapat mengurangi masalah keagenan dan menyelaraskan kepentingan antara manajer dan pemilik. Karena jika proporsi kepemilikan saham manajemen meningkat, maka kinerja perusahaan semakin baik. Hal ini disebabkan saat majemen memiliki saham didalam suatu perusahaan, mereka akan memiliki kepentingan yang sama dengan pemilik.

2.1.3.3 Komisaris Independen

Komisaris independen mempunyai peran penting dalam aktivitas pengawasan perusahaan. Defenisi komisaris independen menurut ketentuan Bapepam dan LK Nomor Kep-643/BL/2012 adalah:

Anggota Dewan Komisaris yang berasal dari luar Emiten atau Perusahaan Publik, tidak memepunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada perusahaan Emiten atau Perusahaan Publik, tidak mempunyai hubugan Afiliasi dengan Emiten atau Perusahaan Publik, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau pemegang saham utama Emiten atau Perusahaan Publik serta tidak memepunyai

hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten atau Perusahaan Publik.

Adanya komisaris independen dalam suatu perusahaan berfungsi sebagai penyeimbang dalam pengambilan keputusan, khususnya dalam rangka memberikan perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan pihak-pihak lainnya yang memiliki keterkaitan dengan perusahaan. Komisaris independen juga dapat bertindak menjadi penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal, mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasehat kepada manajemen (Ujiyantho dan Pramuka, 2007).

2.1.3.4 Komite Audit

Adanya komite audit memiliki peran yang sangat penting dalam pengelolaan perusahaan. Karena komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dengan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian (Nasution dan Setiawan, 2007:7). Defenisi komite audit menurut Surat Keputusan Bapepam dan LK Nomor Kep-643/BL/2012 adalah “ komite yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dalam membantu melaksanakan tugas dan fungsi Dewan Komisaris”.

Dalam menjalankan tugasnya, komite audit memiliki tugas-tugas dan tanggung jawab yang telah ditetapkan di dalam Surat Keputusan Bapepam dan LK Nomor Kep-643/BL/2012 adalah sebagai berikut:

1) Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan Emiten atau Perusahaan Publik kepada publik dan/atau pihak otoritas antara lain laporan keuangan, proyeksi, dan laporan

lainnya terkait dengan informasi keuangan Emiten atau Perusahaan Publik;

2) Melakukan penelaahan atas ketaatan tehadap peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan kegiatan Emiten atau Perusahaan Publik;

3) Memberikan pendapat independen dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara manajemen dan Akuntan atas jasa yang diberikannya;

4) Memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris mengenai penunjukan Akuntan yang didasarkan pada independensi, ruang lingkup penugasan, dan fee;

5) Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor internal dan mengawasi pelaksanaan tindak lanjut oleh Direksi atas temuan auditor internal;

6) Melakukan penelaahaan terhadap aktivitas pelaksanaan manajemen risiko yang dilakukan oleh Direksi, jika Emiten atau Perusahaan Publik tidak memiliki fungsi pemantau risiko dibawah Dewan Komisaris;

7) Menelaah pengaduan yang berkaitan dengan proses akuntansi dan pelaporan keuangan Emiten atau Perusahaan Publik;

8) Menelaah dan memberikan saran kepada Dewan Komisaris terkait dengan adanya potensi benturan kepentingan Emiten atau Perusahaan Publik; dan

9) Menjaga kerahasiaan dokumen, data dan informasi Emiten atau Perusahaan Publik.

Berdasarkan ketentuan Bapepam dan LK Nomor Kep-643/BL/2012, keanggotaan komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua komite audit. Anggota komite yang berasal dari komisaris hanya sebanyak satu orang, anggota komite yang berasal dari komisaris tersebut merupakan komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite audit. Anggota lain yang bukan merupakan komisaris independen harus berasal dari pihak eksternal yang independen.

Dokumen terkait