A. Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)
Konsep CSR semakin populer, namun konsep CSR ini belum memiliki definisi yang baku, sehingga CSR memiliki arti yang sangat luas dan beragam.
Berikut beberapa pengertian CSR dari beberapa sumber yaitu :
1. Menurut Santoso (2017) secara etimologis CSR dapat diartikan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan atau korporasi.
2. Menurut The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), CSR didefinisikan sebagai komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi. Bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan maasyarakat secara lebih luas (Lako, 2011: 27).
32
3. Menurut World Bank, CSR sebagai komitmen bisnis untuk berkontribusi pada pembangunan ekonomi berkelanjutan yang bekerja dengan karyawan dan perwakilan mereka masyarakat setempat dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kualitas hidup, dengan cara-cara yang baik untuk bisnis dan pengembangannya (Wibisono, 2007: 7). 4. Sedangkan menurut Undang-Undang Perseroan
Terbatas No. 40 Tahun 2007 pasal satu butir tiga adalah sebagai berikut: “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.”
Beberapa pengertian CSR diatas masih memerlukan kajian tersendiri untuk mencari pengertian secara baku. Meskipun CSR belum memiliki definisi tunggal, konsep ini menawarkan sebuah kesamaan yaitu keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis dan perhatian terhadap aspek sosial serta lingkungan.
33
B. Manfaat Corporate Sosial Responsibility (CSR)
CSR yang di jalankan perusahaan diharapkan tidak hanya mengejar keuntungan jangka pendek. Namun juga harus memiliki manfaat bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat serta lingkungan jangka panjang. Ada beberapa manfaat CSR menurut Lako (2011: 90) yaitu sebagai berikut :
1. Sebagai investasi sosial yang akan menjadi sumber keunggulan kompetitif untuk mencapai profitabilitas dan kinerja keuangan perusahaan yang baik dalam jangka panjang.
2. Meningkatkan akuntabilitas dan apresiasi positif dari Stake holder atau pemangku kepentingan serta meningkatnya komitmen, etos kerja, efisiensi, dan produktivitas karyawan.
3. Menurunnya tingkat gejolak sosial dari masyarakat sekitarnya karena merasa diperhatikan dan dihargai perusahaan.
4. Meningkatnya reputasi, kepercayaan dan nilai perusahaan dalam jangka panjang.
34
C. Faktor - Faktor Peyebab Pentingnya CSR
CSR sangat penting kaitannya dengan perusahaan atau organisasi bisnis karena setiap perusahaan harus mempunyai tanggung jawab terhadap lingkungan ataupun masyarakat. Melalui berbagai kegiatan yang tujuannya untuk mengembangkan lingkungan serta memperbaiki kehidupan masyarakat. Menurut Sulistyaningtyas (2017) menyampaikan berbagai macam faktor yang menjadi penyebab pentingnya CSR dalam lingkup organisasi, diantaranya yaitu:
1. Konsumen dan investor membutuhkan gambaran mengenai tanggung jawab organisasi terhadap isu sosial dan lingkungannya,
2. Sebagai bagian dalam etika berorganisasi, maka dibutuhkan tanggung jawab organisasi untuk dapat mengelola organisasi dengan baik (lebih layak dikenal dengan good corporate governance),
3. Perusahaan dianggap memenuhi standard etika berorganisasi, ketika organisasi tersebut peduli pada lingkungan dan masalah sosial;
35 4. Tanggung jawab sosial dianggap menaikkan reputasi perusahaan sehingga mengurangi kerugian yang berpotensi terjadi pada perusahaan.
CSR bukan saja upaya menunjukkan kepedulian sebuah organiasasi pada persoalan sosial dan lingkungan, namun juga dapat menjadi pendukung terwujudnya pembangunan yang berkesinambungan dengan menyeimbangan aspek ekonomi dan pembangunan sosial yang didukung dengan perlindungan lingkungan hidup.
D. Teori Corporate Sosial Responsibility (CSR)
Ada beberapa teori yang digunakan dalam CSR diantaranya yaitu:
1. Teori Stakeholder
Konsep pertanggung jawaban sosial perusahaan telah mulai dikenal sejak awal 1970an, yang secara umum di kenal dengan teori stakeholder artinya sebagai kumpulan kebijakan dan praktik yang berhubungan dengan stakeholder. Nilai-nilai pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyarakat dan lingkungan, serta komitmen dunia usaha untuk
36
berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan (Mantaputri & Widodo, 2016).
Perusahaan cenderung aktif untuk mengutamakan kepentingan sebagian kecil stakeholder, sehingga kepentingan dari stakeholder lainya terabaikan. (Ghozali & Chairiri, 2007) menulis artikel di New York Times Magazine yang Mengklaim tentang perusahaan-perusahaan hanya berikir bagaimana memperoleh keuntungan. Sedangkan masalah lainya seperti halnya peningkatan kemakmuran masyarakat itu lebih baik di serahkan kepada pemerintah saja. Hal ini memunculkan gagasan yang dinamakan teori stakeholder.
Menurut Ghozali et al (2007) Stakeholder theory adalah teori yang menyatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri, tetapi juga harus memberikan manfaat kepada seluruh stakeholders-nya. Stakeholder pada dasarnya dapat mengendalikan atau memiliki kemampuan untuk mempengaruhi pemakaian
37 sumber-sumber ekonomi yang di gunakan perusahaan. Oleh karena itu menurut Ghozali et al (2007) ”ketika stakeholder mengendalikan sumber ekonomi yang penting bagi perusahaan, maka perusahaan akan bereaksi dengan cara-cara yang memuaskan stakeholder”.
2. Teori Legitimasi
Teori lain yang melandasi CSR adalah teori legitimasi, menurut Dipraja (2015) teori legitimasi merupakan hal yang penting dalam perkembangan perusahaan kedepanya. Perlunya perusahaan memperoleh legitimasi dari seluruh stakeholders dikarenakan adanya batasan-batasan yang di buat dan di tekankan oleh norma-norma dan nilai-nilai social. Reaksi terhadap batasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku organisasi dengan memperlihatkan lingkungan.
Teori legitimasi memfokuskan pada kewajiban perusahaan untuk memastikan bahwa mereka beroperasi dalam bingkai dan norma yang sesuai dalam lingkungan masyarakat
38
dimana perusahaan itu berdiri. Perusahaan memastikan aktifitas yang dilakukan di terima sebagai sesuatu yang “sah” (Dipraja, 2015).
Praktek CSR yang dilakukan perusahaan bertujuan untuk menyelaraskan diri dengan norma masyarakat. Dengan adanya pengungkapan CSR yang baik, maka di harapkan perusahaan akan mendapat legitimasi dari masyarakat sehingga dapat meningkatkan kinerja yang bertujuan untuk pencapaian keuntungan perusahaan (Dipraja, 2015).
Namun teori legitimasi menurut Mantaputri & Widodo (2016) menyatakan bahwa jika profitability suatu perusahaan memperoleh laba yang tinggi, maka perusahaan tidak perlu melaporkan informasi keuangan sehingga dapat menimbulkan atau mengganggu sistematika pelaporan keuangan suatu perusahaan tersebut.
3. Teori Agensi
Menurut Rokhlinasari (2007) teori agensi menggambarkan perusahaan sebagai suatu titik
39 temu antara pemilik perusahaan (principal) dengan manajemen (agent). Jensen dan Meckling 1976, dalam Theory of firm: managerial behaviour, agency cost and ownership structure menyatakan bahwa hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak yang terjadi antara manajer dengan pemilik perusahaan.
Terjadinya konflik kepentingan antara pemilik dan agen karena kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan prinsipal sehingga memicu biaya keagenan (agency cost). Teori agensi menjelaskan potensi konflik kepentingan diantara berbagai pihak yang berkepentingan dalam perusahaan tersebut. Konflik kepentingan ini terjadi dikarenakan perbedaan tujuan dari masing-masing pihak berdasarkan posisi dan kepentingan terhadap perusahaan. Sebagai agen, manajer bertanggungjawab secara moral untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik.
40
Manajer juga menginginkan untuk selalu memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak.
Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan di mana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki. Asimetri informasi antara manajemen dengan pemilik perusahaan dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan tindakan oportunis. Seperti manajemen laba (earnings management) mengenai kinerja ekonomi perusahaan sehingga dapat merugikan pemilik (pemegang saham). Dengan adanya masalah agensi yang disebabkan karena konflik kepentingan dan asimetri informasi ini, maka perusahaan harus menanggung biaya keagenan (agency cost).
(Rokhlinasari, 2007) juga menyampaikan bahwa Agency cost merupakan biaya yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk biaya pengawasan terhadap agen, pengeluaran yang
41 mengikat oleh agen, dan adanya residual loss. Adanya penyimpangan antara keputusan yang diambil agen dan keputusan yang akan meningkatkan kesejahteraan prinsipal akan menimbulkan kerugian atau pengurangan kesejahteraan prinsipal. Nilai uang yang timbul dari adanya penyimpangan tersebut disebut residual loss. Perusahaan yang melakukan pengungkapan informasi tanggung jawab sosial dalam hal ini adalah corporate environmental disclosure memiliki tujuan untuk membangun image positif terhadap perusahaan dan mendapatkan perhatian dari masyarakat.
Dalam rangka memberikan informasi pertanggungjawaban sosial perusahaan memerlukan biaya, sehingga laba yang dilaporkan dalam tahun berjalan menjadi lebih rendah. Ketika perusahaan menghadapi biaya pengawasan dan biaya kontrak yang rendah dan visibilitas politis yang tinggi akan cenderung
untuk mengungkapkan informasi
42
informasi pertanggungjawaban sosial berhubungan positif dengan kinerja sosial, kinerja ekonomi dan visibilitas politis dan berhubungan negatif dengan biaya pengawasan dan biaya kontrak (biaya keagenan) (Rokhlinasari, 2007).
Menurut (Rokhlinasari, 2007), Berdasarkan teori agensi, perusahaan yang menghadapi biaya pengawasan dan biaya kontrak yang rendah cenderung akan melaporkan laba bersih rendah. Perusahaan akan mengeluarkan biaya-biaya untuk kepentingan manajemen salah satunya biaya yang dapat meningkatkan reputasi perusahaan di mata masyarakat. Kemudian sebagai wujud pertanggungjawaban, manajer sebagai agen akan berusaha memenuhi seluruh keinginan pihak prinsipal dengan melakukan corporate environmental disclosure sebagai tindakan CSR.
Corporate environmental disclosure merupakan sinyal yang dapat mengalihkan perhatian pemegang saham dari pengawasan
43 manipulasi laba atau isu-isu lainnya. Hasilnya harga saham di pasar modal akan meningkat seiring meningkatnya kepercayaan pemegang saham terhadap transparansi informasi yang diungkapkan oleh perusahaan.
44