• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B. Corporate Social Responsibility

1. Pengertian Corporate Social Responsibility

Ada banyak pihak dan lembaga di seluruh dunia yang mendefinisikan

Corporate Social Responsibility (CSR). Dewasa ini, definisi Corporate Social

Responsibility (CSR) masih belum ada satupun yang disetujui secara global,

karena definisi CSR dan komponen CSR dapat berbeda-beda antar negara satu

dengan yang lainnya. Namun pada umumnya CSR berbicara mengenai

hubungan antara perusahaan dan stakeholders yang di dalamnya terdapat

nilai-nilai pemenuhan ketentuan hukum, maupun penghargaan terhadap masyarakat

dan lingkungan (Mardikanto, 2014). World Business Council for Sustainable

Development (2002) mendefinisikan CSR sebagai komitmen bisnis untuk

berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, bekerja

dengan karyawan, keluarga mereka, masyarakat setempat dan masyarakat pada

umumnya untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.

Secara umum CSR ini berbicara tentang hubungan antara perusahaan

dengan stakeholder untuk menjalin hubungan baik dengan stakeholder,

perusahaan harus memperhatikan keinginan semua stakeholder, seperti

kepedulian terhadap masyarakat dan kegiatan lain yang menarik perhatian

stakeholder. Negara-negara maju sangat memperhatikan isu mengenai

lingkunagan dan sosial seperti Hak Asasi Manusia (HAM), pendidikan, tenaga

kerja, efek rumah kaca, perubahan iklim, penipisan ozon, hujan asam, limbah

bahan berbahaya dan beracun, pembalakan liar, pencemaran air dan udara serta

rusaknya keanekaragaman hayati di dunia (Angela, 2015).

Menjelang akhir 2010, tepatnya pada tanggal 1 November 2010, telah

dirilis ISO 26000 tentang International Guidance for Social Responsibility.

Menurut Mardikanto (2014) dirilisnya ISO 26000 pada tahun 2010 (guidance

on Social Responsibility) telah menyadarkan para pihak, bahwa tanggung

jawab sosial bukan semata-mata menjadi kewajiban korporat, tetapi telah

menjelma sebagai tanggung jawab kita semua, baik lembaga private maupun

lembaga publik, indvidu maupun entitas, organisasi yang mengejar laba atau

yang menamakan dirinya nir-laba. Lebih lanjut, ISO 26000, memberikan

definisi yang jelas tentang tanggung jawab sosial sebagai tanggung jawab

organisasi terkait dengan dampak, keputusan dan kegiatan di masyarakat dan

lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan etis yang memberikan

kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan, kesehatan dan kesejahteraan

masyarakat; memperhitungkan harapan pemangku kepentingan, adalah sesuai

dengan hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma perilaku

internasional dan terintegrasi di seluruh organisasi dan dipraktikkan dalam

2. Prinsip-Prinsip Corporate Social Responsibility

Menurut Golodets (2006) dalam Mardikanto (2014), mengemukakan

prinsip-prinsip Corporate Social Responsibility (CSR) yang meliputi:

a. Mengembangkan mutu produk dan layanan bagi konsumen.

b. Menciptakan keselamatan kerja, melalui pengembangan produk dan

sumberdaya manusia.

c. Mengatasi keluhan masyarakat berdasarkan hukum, baik yang

menyangkut pajak, ketenagakerjaan, lingkungan dan yang lainnya.

d. Integritas dan hubungan timbal balik dengan semua stakeholder.

e. Melakukan bisnis yang efisien, menciptakan nilai tambah ekonomi dan

mengembangkan keunggulan bersaing guna memperoleh manfaat bagi

pemilik/pemegang saham dan masyarakat.

f. Berkomitmen terhadap evolusi masyarakat sipil melalui kemitraan dan

pengembangan proyek-proyek sosial.

3. Manfaat Corporate Social Responsibility

Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) dapat dilihat dari dua

sudut pandang yang berbeda. Konsep yang pertama menyatakan bahwa tujuan

perusahaan adalah mencar profit, sehingga CSR merupakan bagian dari opersai

bisnis, sedangkan konsep yang kedua menyatakan bahwa tujuan perusahaan

adalah mencari laba (profit), menyejahterakan orang (people) dan menjamin

keberlanjutan hidup dari bumi (planet). Kedua konsep ini sangat berbeda

Melalui konsep tersebut maka manfaat CSR dapat dirincikan sebagai

berikut (Mardikanto, 2014):

a. Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR) bagi Masyarakat

Dengan memperhatikan masyarakat, perusahaan dapat berkontribusi

terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat. Perhatian terhadap

masyarakat ini dapat dilakukan dengan cara perusahaan melakukan

aktivitas-aktivitas serta pembuatan kebijakan-kebijakan yang dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kualitas hidup dan kompetensi

masyarakat diberbagai bidang.

b. Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR) bagi Lingkungan

Dengan memperhatikan lingkungan, perusahaan dapat ikut berpartisipasi

dalam usaha pelestarian lingkungan demi terpeliharanya kualitas hidup

umat manusia dalam jangka panjang. Keterlibatan perusahaan dalam

pemeliharaan dan pelestarian lingkungan berarti perusahaan berpartisipasi

dalam usaha mencegah terjadinya bencana serta meminimalkan dampak

bencana yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan.

c. Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR) bagi Pemerintah

Pelaksanaan CSR juga memberikan manfaat bagi pemerintah. Melaui CSR

akan tercipta hubungan antara pemerintah dan perusahaan dalam

mengatasi berbagai masalah sosial, seperti kemiskinan rendahnya kualitas

pendidikan, minimnya akses kesehatan dan lain sebagainya. Tugas

ringan dengan adanya partisipasi dari pihak swasta (perusahaan) melalui

kegiatan CSR.

d. Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR) bagi Korporasi

Dengan melakukan CSR maka perusahaan mendapatkan banyak manfaat.

Beberapa manfaat yang langsung didapatkan oleh perusahaan apabila

melakukan CSR yaitu; dapat mempertahankan dan mendongkrak reputasi

serta citra merek perusahaan, mendapatkan pengakuan serta ijin

operasional secara sosial dari masyarakat, melebarkan akses sumberdaya

bagi operasi sosial dan membuka peluang pasar yang lebih luas.

4. Pengukuran Corporate Social Responsibility dengan GRI G4

Pengukuran yang digunakan untuk mengungkapkan Corporate Social

Responsibility pada penelitian ini mengacu pada standar khusus pengungkapan

yang dinyatakan dalam Global Reporting Initiative (GRI) G4. GRI adalah

jaringan organisasi non-pemerintah yang bertujuan mendorong keberlanjutan

dan pelaporan lingkungan, sosial, dan tata kelola. GRI mengeluarkan kerangka

kerja pelaporan keberlanjutan yang paling banyak dipergunakan didunia dalam

rangka mendorong transparansi yang lebih besar. Dengan menggunakan

standar khusus GRI G4 maka memungkinkan perusahaan memberikan

informasi sebanding tentang dampak serta kinerja ekonomi, lingkungan, dan

sosial. GRI G4 memuat Indikator untuk berbagai masalah keberlanjutan.

Misalnya, Indikator ini bisa mencakup pemakaian air, kesehatan dan

Berikut ini adalah tabel yang membahas secara rinci kategori serta aspek dalam

pedoman yang terdapat pada standar khusus Global Reporting Initiative (GRI)

G4;

Tabel 2.1

Kategori dan Aspek dalam Pedoman GRI G4

Kategori Ekonomi Lingkungan

Aspek Kinerja Ekonomi

Keberadaan di Pasar

Dampak Ekonomi Tidak

Langsung Praktik Pengadaan Bahan Energi Air Keanekaragaman hayati Emisi

Efluen dan Limbah

Produk dan Jasa

Kepatuhan

Transportasi

Lain-lain

Asesmen Pemasok atas Lingkungan

Mekanisme Pengaduan Masalah

Lingkungan Kategori Sosial Sub-Kategori Praktik Ketenagakerjaan dan Kenyamanan Bekerja Hak Asasi Manusia Masyarakat Tanggung Jawab atas Produk Aspek Kepegawaian Hubungan Industrial Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pelatihan dan Pendidikan Keberagaman dan Kesetaraan peluang Kesetaraan Remunerasi Perempuan dan laki-laki

Asesmen Pemasok atas Praktik Ketenagakerjaan Mekanisme Pengaduan Masalah Ketenaga Kerjaan Investasi Non-diskriminasi Kebebasan berserikan dan Perjanjian Kerja Bersama Pekerja Anak Pekerja Paksa atau Wajib kerja

Praktik Pengamanan Hak Adat Asesmen Asesmen Pemasok atas HAM Mekanisme Pengaduan Masalah Hak Asasi Manusia Masyarakat Lokal Anti-korupsi Kebijakan Publik Anti Persaingan Kepatuhan Asesmen Pemasok atas Dampak pada Masyarakat Mekanisme Pengaduan Dampak terhadap Masyarakat Kesehatan dan Keselamatan Pelanggan Pelabelan Produk dan Jasa Komunikasi Pemasaran Privasi Pelanggan Kepatuhan

5. Pelaksanaan Program Corporate Social Responsibility

Solihin (2011:161) mengemukakan bahwa perkembangan pelaksanaan

CSR untuk konteks Indonesia dapat dilihat dari dua perspektif yang berbeda.

Pertama, pelaksanaan CSR memang merupakan praktik bisnis secara

sukarela/voluntary (discretionary business practice) artinya pelaksanaan CSR

lebih banyak berasal dari inisiatif perusahaan dan bukan merupakan aktivitas

yang dituntut untuk dilakukan perusahaan oleh peraturan perundang-undangan

yang berlaku di Indonesia. Kedua, pelaksanaan CSR bukan lagi merupakan

discretionary business practice, melainkan pelaksanaannya sudah diatur oleh

undang-undang (bersifat mandatory). Sebagai contoh, Badan Usaha Milik

Negara (BUMN) memiliki kewajiban untuk menyisihkan sebagian laba yang

diperoleh perusahaan untuk menunjang kegiatan sosial. Demikian halnya bagi

perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam

atau berkaitan dengan sumber daya alam, diwajibkan untuk melaksanakan CSR

sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 74.

Selain dilihat dari segi dasar hukum pelaksanaannya, CSR di Indonesia

secara konseptual masuh harus dipilih antara pelaksanaan CSR yang dilakukan

oleh perusahaan besar (misalnya, perusahaan berbentuk korporasi) dan

pelaksanaan CSR oleh perusahaan mikro, kecil dan menengah (small-madium

enterprise–SME). Selama ini terdapat anggapan yang keliru bahwa

pelaksanaan CSR hanya diperuntukkan bagi perusahaan besar, padahal tidak

masyarakat dan lingkungan melainkan perusahaan mikro, kecil dan menengah

pun bisa memberikan dampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan.

Berikut adalah gambar yang menjelaskan kategori pelaksanaan CSR oleh

pelaku usaha di Indonesia (Solihin, 2011:163).

Gambar 2.1

Kategori Pelaksanaan CSR oleh Pelaku Usaha di Indonesia

Sumber: Solihin, 2011:163

6. Pelaksanaan Corporate Social Responsibility pada UMKM

Pelaksanaan CSR oleh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah telah menjadi

sebuah hal yang penting. Hal tersebut dikarenakan banyaknya UMKM yang

bergerak dibidang industri dan manufaktur yang tidak sedikit dalam

menghasilkan dampak terhadap masyarakat dan lingkungan. Dengan

melaksanaan program CSR dinilai sebagai salah satu cara yang paling tepat

untuk mendapatkan pengakuan dan legitimasi dari masyarakat sekitar yang

berada di sekitar tempat usaha. Jangka panjangnya, para pelaku usaha akan

Pelaksanaan CSR

Voluntary Perusahaan/industri yang menghasilkan limbah Mandatory

Perusahaan yang mengolah atau terkait dengan SDA

BUMN

Voluntary

Perusahaan Domestik Perusahaan Multinasional

Perusahaan yang mengolah atau terkait dengan SDA

Mandatory Perusahaan

Besar

dapat menjalankan usahanya secara terus menerus (going concern). Sebagai

warga negara, para pelaku usaha yang tergolong pengusaha mikro, kecil dan

menengah harus tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang

diberlakukan di Indonesia. Namun realita yang terjadi tampaknya tidak

demikian. Tidak sedikit para pengusaha UMKM yang kedapatan terbukti

melanggar serta tidak taat terhadap hukum. Padahal ketaatan terhadap hukum

merupakan salah satu katagori kewajiban dalam CSR yakni legal

responsibilities. Beberapa literasi berikut memberikan gambaran dampak

negatif yang ditimbulkan industri kecil bagi lingkungan sekitarnya akibat

ketidakpatuhan pengusaha terhadap hukum.

a. Industri kecil yang bergerak dibidang pembuatan kaos atau sablon di kota

Bandung masih banyak yang membuang limbah sisa pewarna sablon

mereka ke selokan atau sungai di sekitarnya tanpa memperhatikan

dampaknya terhadap kualitas air sungai dan lingkungan hidup.

b. Industri kecil yang bergerak dalam bidang kerajinan emas masih banyak

yang membuang limbah logam berat (air raksa) ke suangai dimana limbah

ini dapat menimbulkan pencemaran lingkungan yang sangat besar.

c. Industri fotokopi yang sebagian besar berbentuk industri kecil, masih

melayani fotokopi buku textbook satu buku penuh tanpa mengindahkan

undang-undang hak cipta dan hak kekayaan intelektual.

d. Para pedagang pasar tumpah ruah berjualan di bahu-bahu jalan tanpa

mengindahkan hak para pejalan kaki. Selain itu masih jamak ditemukan

sayuran, ikan dan buah-buahan dan membuang sampah sisa-sisa hasil

jualannya kesungai.

Beberapa literasi di atas menunjukkan perlunya pelaksanaan CSR oleh

perusahaan-perusahaan skala mikro, kecil dan menengah agar mereka pun

dapat meminimalisasi dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan operasi

perusahaannya. Kegiatan CSR yang dilakukan oleh UMKM pada umumnya

masih berkisar pada pembukaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat di

sekitarnya. Kendati demikian masih terdapat variabilitas penetapan besaran

kompensasi bagi para karyawan, sehingga ada perusahaan UMKM yang sudah

memenuhi standar upah minimum namun banyak juga yang belum mampu

memenuhinya. Selain itu, UMKM pada umumnya belum menerapkan aturan

secara baku mengenai hak dan kewajiban karyawan sesuai dengan

undang-undang ketenagakerjaan. Selain penyedia lapangan kerja bagi komunitas lokal,

bentuk pelaksanaan CSR pada umumnya yang dilaksanakan UMKM adalah

pemberian charity. Pemberian ini dapat berbentuk sumbangan, infak dan zakat

pada masyarakat yang dianggap kurang mampu yang ada berdekatan dengan

tempat perusahaan beroperasi.

UMKM yang melakukan kegiatan usaha dibidang sumber daya alam dan

atau berkaitan dengan sumber daya alam, seperti usaha yang melakukan

penggalian pasir atau penambangan batu kapur, batu bintang (obsidian) dan

berbagai bahan tambang lainnya, berkewajiban untuk melaksanakan program

CSR. Bila diamati secara sepintas, berbagai industri UMKM yang bergerak

pencemaran lingkungan yang besar. Dengan adanya fenomena dampak yang

diakibatkan atas proses industri, sudah sepantasnya bila UMKM tersebut

menganggarkan biaya CSR untuk mengatasi dampak negatif operasi

perusahaan terhadap lingkungan di sekitarnya.

Dokumen terkait