• Tidak ada hasil yang ditemukan

c. 0 50 100 150 200 250 300 350

a. Curah Hujan

mm 24 24,5 25 25,5 26 26,5 27 27,5 28 28,5

b. Suhu

oC 80 81 82 83 84 85 86 87 88

c. Kelembapan

%

24

Berdasarkan data suhu dan kelembaban relatif pada tapak dapat diketahui Derajat Kenyamanan atau Thermal Humidity Index (THI) yaitu sebesar 24.8. Nilai derajat kenyamanan menunjukkan bahwa Pulau Lelei dikategorikan nyaman bagi manusia untuk beraktivitas terlebih letak Pulau Lelei terletak pada daerah tropis dimana nilai derajat kenyamanan lebih rendah daripada 27. Penambahan vegetasi berupa pepohonan mampu memperbaiki nilai derajat kenyamanan karena dapat mengurangi suhu udara dan mengontrol intensitas sinar matahari. Selain mengurangi suhu udara, pepohonan juga dapat untuk menghambat pergerakan angin. Angin yang kencang sering terjadi pada daerah disekitar pantai terutama pada malam hari. Pemilihan jenis pepohonan harus yang ditanam berfungsi sebagai pemecah angin.

a.

b.

Lokasi penelitian juga memiliki intensitas penyinaran matahari yang tinggi. Tingkat penyinaran matahari maksimum biasa terjadi 100% setiap harinya ketika musim kemarau. Ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik terlebih tidak ada sumber listrik pada lokasi penelitian. Pada malam hari kondisi pulau sangat gelap karena tidak adanya listrik. Hanya beberapa rumah yang memiliki sumber listrik seperti genset. Pemanfaatan sinar matahari dapat dilakukan dengan pemasangan panel surya untuk lampu jalan. Meskipun biaya untuk pemasangan panel surya sangat mahal, keberadaaan listrik merupakan hal yang sangat fundamental untuk untuk pengembangan sebuah wilayah atau kawasan.

Gambar 10. Pengaruh Tanaman Terhadap Iklim (a) suhu dan kelembaban (b) Radiasi Matahari (Brooks, 1988)

25

Hidro-Oseanografi

Arus adalah gerakan air yang mengakibatkan perpindahan massa air secara horisontal. Arus permukaan merupakan salah satu faktor yang penting untuk zona pesisir karena arus tersebut dapat membawa detritus, plankton, larva fauna, makanan-makanan untuk organisme yang menetap, dan lain-lain dari atau antara daerah pesisir. Ombak yang kuat bersamaan dengan pergerakan arus yang kuat dapat mengakibatkan pengangkutan sedimen memasuki atau keluar suatu pantai, sehingga mengakibatkan perubahan bentuk pantai tersebut. Arus di perairan Kepulauan Guraici bergerak sepanjang tahun dari Selatan ke arah Utara (Wyrtki dalam Whitten, dkk. 1987). Kecepatan arus di perairan Kepulauan Guraici pada waktu pengamatan adalah 10 cm/detik dengan arah dari Selatan ke Utara.

Pasang-surut (pasut) merupakan proses naik turunnya muka laut secara periodik selama suatu interval waktu tertentu, dibangkitkan oleh interaksi gaya gravitasi matahari dan bulan terhadap bumi serta gaya sentrifugal yang ditimbulkan oleh rotasi bumi dan sistem bulan. Karena posisi bulan dan matahari terhadap bumi berubah hampir secara teratur, maka besaran kisaran pasut juga berubah mengikuti perubahan posisi-posisi tersebut. Kisaran pasut yang besar terjadi pada bulan purnama dan bulan baru, sedangkan kisaran pasut yang kecil terjadi pada bulan perbani. Berdasarkan ramalan menurut Daftar Pasang Surut Kepulauan Indonesia (Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL, 2002), perairan di sekitar Kepulauan Guraici rata-rata mengalami dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari (semi diurnal). Pada bulan purnama atau bulan baru, kisaran pasut rata-rata sekitar 110 cm sedangkan pada umur bulan perbani kisaran pasut hanya sekitar 80 cm. Data pasang surut pada kawasan penelitian dapat dilihat pada tabel 8. Data pasang surut selama satu tahun (Juli 2012 – Juni 2013) dapat dilihat pada lampiran 4 - 15.

Tabel 8. Data pasang bulan Juni 2013

Tgl Pasang 1 Pasang 2 Pasang 3 Pasang 4 Tgl Pasang 1 Pasang 2 Pasang 3 Pasang 4 ---meter--- ---meter--- 1 0,6 1 0,5 - 16 0,5 1 0,4 0,8 2 0,8 0,7 0,8 0,5 17 0,6 0,9 0,5 - 3 0,9 0,7 0,7 0,5 18 0,8 0,7 0,8 0,5 4 1 0,6 0,7 0,5 19 1 0,6 0,7 0,5 5 1,1 0,5 0,7 0,5 20 1,1 0,5 0,6 0,4 6 1,2 0,4 0,7 0,4 21 1,2 0,4 0,6 0,4 7 1,2 0,4 0,7 0,4 22 1,4 0,3 0,7 0,3 8 1,3 0,3 0,7 0,4 23 1,4 0,3 0,7 0,3 9 1,3 0,3 0,7 0,4 24 1,5 0,3 0,7 0,3 10 1,3 0,3 0,7 - 25 1,5 0,3 0,8 - 11 0,4 1,3 0,3 0,7 26 0,3 1,4 0,3 0,8 12 0,4 1,3 0,4 0,7 27 0,3 1,3 0,3 0,8 13 0,4 1,2 0,4 0,7 28 0,4 1,2 0,3 0,8 14 0,4 1,2 0,4 0,7 29 0,5 1,1 0,3 0,9 15 0,5 1,1 0,4 0,8 30 0,6 0,9 0,4 0,9 Sumber: Tidecomp, 2013

26

Gelombang yang terjadi di atas permukaan laut umumnya terjadi karena adanya tekanan angin. Tinggi gelombang adalah jarak antara puncak gelombang dan lembah gelombang. Panjang gelombang adalah jarak horisontal antara dua puncak gelombang yang berurutan, sedangkan periode gelombang adalah waktu yang dibutuhkan oleh dua puncak gelombang yang berurutan melalui satu titik yang sama. Tinggi gelombang sangat bervariasi tergantung kekuatan angin, jarak dari sumber angin dan lamanya angin bertiup. Sekali terbentuk, gelombang bergerak menjauhi pusat asal gelombang. Ketika gelombang memasuki perairan dangkal, gelombang mengalami hambatan gesek dari dasar perairan sehingga gerakan maju gelombang berkurang dan panjang gelombang juga berkurang. Akibatnya ketinggian gelombang meningkat dan akhirnya pecah serta melepaskan energi ke pantai. Gelombang atau ombak yang kuat dapat menghancurkan bangunan buatan manusia di zona intertidal dan dapat berpengaruh pada perubahan geomorfologi yang cepat daerah pantai. Pada waktu pengamatan, tinggi gelombang hanya sekitar 20 cm tetapi pada Musim Selatan dapat mencapai 1 meter atau lebih.

Salinitas adalah banyaknya zat atau senyawa terlarut yang disebut garam dalam 1000 gram air laut. Pada umumnya salinitas air laut sekitar 35 PSU. Salinitas di lain pihak menunjukkan adanya pengenceran akibat curah hujan yang tinggi. Nilai salinitas yang diperoleh yaitu 34,5 PSU, menunjukkan karakteristik massa air laut lepas yang mempengaruhi perairan di sekitar Kepulauan Guraici. Salinitas perairan bervariasi menurut musim. Menurut Tomascik dkk (1997), salinitas berkisar antara 34,5 – 34,8 PSU pada bulan Juni-Agustus atau bertepatan dengan masuknya massa air dari Pasifik, sedangkan pada bulan Desember-Februari, salinitas lebih rendah yaitu 31,1 PSU akibat tingginya curah hujan pada bulan-bulan tersebut.

Nilai-nilai parameter fisika-kimia oseanografis yang diukur secara ‘insitu’ dapat dilihat pada tabel 9.

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 meter

27 Tabel 9. Rata-rata nilai parameter fisika-kimia oseanografis disekitar perairan

Kepulauan Guraici

No. Parameter Nilai

1. 2. 3. 4. 5. 6. Kecerahan (meter) Kecepatan arus (cm/det.) Suhu (° C)

Salinitas (PSU atau ‰)

pH

Oksigen terlarut (mg/liter)

27 11 29 32,5 8 5,1

Sumber : Kajian Kelayakan Laut Dalam Kabupaten Halmahera Selatan 2009 Berdasarkan pengukuran kecerahan air laut dengan pinggan Secci, diperoleh nilai lebih besar 20 m. Nilai ini menunjukkan bahwa perairan di sekitar Kepulauan Guraici cukup jernih. Air laut mempunyai kisaran pH antara 7,5 dan 8,4 karena kehadiran CO2 dan sifat basa yang kuat dari ion natrium, kalium, dan kalsium dalam air. Dari tabel di atas terlihat bahwa pH di perairan Kepulauan Guraici termasuk normal. Tidak seperti kelarutan karbondioksida yang berlimpah dalam air laut, kelarutan oksigen dalam air laut tidak begitu besar dan sering tergantung suhu perairan, pengadukan massa air, fotosintesa tumbuhan air serta respirasi organisme air. Pada suhu air laut yang sangat dingin kelarutan oksigen biasanya sangat tinggi dan bisa mencapai sekitar 8 mg/liter. Di daerah tropis dengan suhu sekitar 28C, kelarutan oksigen hanya sekitar 4 mg/liter. Dilihat dari konsentrasi oksigen terlarut (DO) dalam air maka nilai hasil pengukuran dapat dikatakan cukup tinggi, yakni antara 5,1 – 5,2 mg/l. Pada daerah tropis, suhu jarang menunjukkan perubahan atau variasi yang signifikan. Jika dilihat dari data di atas, hasil pengukuran kualitas air laut perairan Kepulauan Guraici masih tergolong memenuhi syarat baku mutu untuk kegiatan konservasi, pariwisata, dan rekreasi maupun untuk tujuan lain seperti budidaya perikanan dan biota laut.

Topografi bawah air juga mempengaruhi keadaan biota laut seperti terumbu karang. Terumbu karang yang berada di tapak kebanyakan hidup mengikuti keadaan topografi dasar laut. Terumbu karang jarang terlihat di pinggir pantai dimana topografinya datar. Kondisi batimetri yang hampir sama disetiap tempatnya menyebabkan kemiripin-kemiripan dari koloni terumbu karang yang ada. Menurut data dari Dinas Perikanan dan Kelautan menyebutkan bahwa ada tiga pulau di Kepulauan Guraici yang memiliki kemiripan koloni terumbu karang. Penghitungan nilai kemiripan didasarkan pada indeks keragaman, indeks dominasi, dan indeks kemerataan serta melihat genus terumbu karang yang dominan. Kondisi batimetri dan terumbu karang dapat dilihat pada gambar 12.

28

Keadaan batimetri pada area penelitian kebanyakan berbentuk palung atau jurang yang terjal di dalam air. Jarak palung dari garis pantai berisar antara 20-25 m. Jarak garis isobath dari 0-25 meter tidak memiliki rentang yang cukup panjang dan hanya berkisar antar 25-30 meter. Keadaan batimetri seperti ini hanya memungkinkan untuk membuat dermaga untuk mengakomodir kapal berukuran kecil hingga sedang karena panjang dermaga yang dapat dibuat tidak lebih dari 50 meter. Tergolong kecil untuk ukuran suatu dermaga yang diperuntukan untuk mengakomodir kegiatan wisata. Hal ini dapat diatasi dengan membuat dermaga di lokasi lain yang masih dalam satu pulau yang diperuntukan untuk tujuan transportasi baik yang kecil maupun massal. Dermaga yang dibangun di area penelitian hanya berfungsi untuk mengakomodasi kegiatan berwisata para pengunjung. Peta Batimetri di sekitar perairan dapat dilihat pada gambar 13.

29

30

Vegetasi dan Satwa

Vegetasi pada Pulau Lelei terdiri dari vegetasi daratan dan vegetasi pantai. Pada dasarnya pertumbuhan vegetasi terjadi secara alami, hanya beberapa saja yang sengaja ditanami untuk keperluan berkebun dan pekarangan di depan rumah. Jenis vegetasi pantai dibagi menjadi dua yaitu vegetas pes-caprae dan vegetasi baringtonia dimana keberadaan vegetasi pes-caprae sangat sedikit bahkan dapat dikatakan hampir tidak ada. Vegetasi baringtonia masih dapat dijumpai di sekitar penginapan yang dijadikan sarana wisata.

Vegetasi daratan meliputi yang ditanam di pekarangan dan tumbuhan yang menjadi tutupan lahan yang sebagian juga dijadikan kebun oleh masyarakat. Tanaman yang paling sering dijumpai adalah mangga (Mangifera indica) dan jambu air (Eugenea aquea). Untuk tanaman perkebunan masyarakat lebih sering menanam atau memanfaatkan tanaman Pala (Myristica fragrans), cengkeh (Syzigium aromaticum), selain itu ada juga pohon sagu yang biasa dimanfaatkan untuk menjadi bahan pangan pokok oleh masyarakat. Jenis vegetasi daratan lainnya yang ada pada tapak dapat dilihat dalam tabel 10.

Tabel 10. Jenis vegetasi

No. Nama Tanaman Nama Latin Tempat

1. Jambu monyet Anacardium occidentale Pekarangan

2. Sukun Arthocarpus commune Pekarangan & Kebun 3. Belimbing Averrhoa carambola Pekarangan

4. Jeruk Citrus hystrix Pekarangan

5. Kelapa Cocos nucifera Pekarangan & Kebun

6. Jambu air Eugenea aques Pekarangan

7. Mangga Mangifera indica Pekarangan & Kebun

8. Sagu Metroxylon sagoo Kebun

9. Pisang Musa paradisiaca Kebun

10. Pala Myristica fragrans Kebun

11. Jambu biji Psidium guajava Pekarangan 12. Jamblang Syzigium cumini Pekarangan 13. Cengkeh Syzygium aromaticum Kebun 14. Ketapang Terminalia catappa Pekarangan

Satwa pada tapak meliputi satwa liar dan ternak yang dipelihara warga. Satwa liar yang berada pada tapak seperti, burung camar, elang laut, yang dilihat di pantai, sedangkan tupai, burung gagak. ular yang biasa ditemukan pada pepohonan dan semak yang lebat. Ternak yang dipelihara oleh penduduk meliputi ayam, kambing, dan sapi.

Visual

Visual pada tapak dikategorikan menjadi dua yaitu lokasi yang memiliki good view dan lokasi yang memiliki bad view. Good view merupakan lokasi memberikan penampakan yang indah dan baik untuk dipandang dan dapat menjadikan nilai tambah dari lokasi suatu tempat. Bad view memberikan kesan

31

Gambar 14. Keadaan Visual Tapak

sebaliknya dari good view. Pada tapak yang merupakan pulau kecil menjadikan tapak memiliki karakter yang khas. Good views pada tapak berada pada titik tertinggi dari tapak yang dapat lokasi untuk dapat memandang ke arah laut dan daratan lainnya. Selain itu dapat juga terlihat pulau-pulau kecil lainnya yang terletak tidak jauh dari pulau tersebut.

Good view lainnya yang berada pada tapak berada pada pantai bagian barat dari tapak yang memperlihatkan laut dan pulau-pulau kecil lainnya. Semua pulau yang ada di kawasan wisata ini selalu tampak hijau sehingga menambah memberikan nilai lebih dari segi estetis yang disajikan dari semua titik yang menjadi good view. Zona pandang dipengaruhi oleh jarak pandang dan potensi keindahan yang diberikan. Nilai tertinggi diberikan untuk spot yang memberikan ruang pandang yang luas dengan keindahan alam yang berada pada ruang pandang tersebut. Pada tapak juga terdapat bad view yang sebenarnya masih dapat diminimalisir. Bad view yang terdapat pada tapak seperti taman pada area penginapan yang kurang rapi sehingga terlihat seperti semak belukar. Selain itu juga tumpukan batuan yang digunakan oleh masyarakat untuk memecah ombak juga terkesan dibuat seadanya saja. Selain itu kondisi sarana akomodasi yang tidak terawat seperti penginapan, dermaga, dan bengkel perahu yang tidak dirawat juga menjadi suatu gangguan secara visual pada tapak.

Aspek visual merupakan aspek penting dalam perencanaan kawasan yang bertujuan untuk menyambut kedatangan wisatawan. Visual yang baik mampu menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Penilaian aspek visual pada proses perencanaan lanskap dapat ditaksir berdasarkan kemiringan dan pola permukaan lanskap tersebut. Penilaian terhadap kemiringan berdasarkan pada persentase kemiringannya. Pembagian nilai kesesuaian visual berdasarkan kemiringan dibagi menjadi rendah (0-15 %), sedang (15-30%), dan tinggi (>30%). Semakin besar persentase kemiringan lahan semakin tinggi pula nilai visual yang dimiliki dilahan tersebut. Aspek kedua adalah pola permukaan, penilaian pada aspek ini berdasarkan pada tekstur dan warna dari elemen yang ada diatas tapak seperti tanah dan tanaman. Berdasarkan jenisnya tekstur dibagi menjadi tiga yaitu kasar, sedang dan halus. Penilaian untuk aspek pola permukaan merupakan kombinasi yang dibentuk dari nilai tekstur dan warnanya. Peta analisis visual dapat dilihat pada gambar 16.

32

Gambar 15. Peta Visual

127o14’42’’ 127o14’33’’

0o1’48’’ 0o1’39’’

33

Gambar 16. Peta Analisis Visual

127o14’24’’ 127o14’33’’ 127o14’42’’

0o1’57’’ 0o1’48’’ 0o1’39’’

34

Aspek Sosial Kependudukan

Berdasarkan kajian Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kepulauan Guraici yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara pada tahun 2009 diketahui jumlah penduduk Desa Lelei sebanyak 584 orang dengan jumlah pria sebanyak 293 orang dan wanita sebanyak 291 orang. Dari data tersebut dapat terlihat perbandingan jumlah pria dan wanita hamper seimbang, sedangkan jumlah kepala keluarga sebanya 211 orang. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan penduduk di Desa Lelei bervariasi diantaranya 19,7% tidak atau belum bersekolah sekolah, 34,2% tidak tamat SD, 34,2%, tamat SD, 5% tamat SLTP/sederajat, 6,5% tamat SLTA/sederajat, 2% tamat D3, dan 2% tamat S1. Data tingkat pendidikan penduduk dapat dilihat pada tabel 11. Mata pencaharian penduduk Desa Lelei bervariasi dan dapat dilihat pada tabel 12. Tabel 11. Tingkat pendidikan penduduk Desa Lelei

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang)

1. Tidak/Belum Sekolah 115 2. Tidak Tamat SD 200 3. Tamat SD 200 4. Tamat SMP/Sederajat 32 5. Tamat SMA/Sederajat 38 6. Tamat D3 1 7. Tamat S1 1

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku Utara

Tabel 12. Jenis mata pencaharian penduduk Desa Lelei.

No. Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang)

1. Tidak Bekerja 206

2. Mahasiswa 89

3. PNS 6

4. Petani 103

5. Nelayan 23

6. Industri Rumah Tangga 1

7. Pedagang 2

8. Polisi 3

9. Ibu Rumah Tangga 122

10. Jasa 3

11. Pekerjaan Lainnya 12

35

Tata Guna Lahan

Pemanfaatan lahan di Pulau Lelei dibagi menjadi area vegetasi, area pemukiman dan sarana infrastruktur untuk menunjang berbagai kebutuhan masyarakat. Secara garis besar pembagian area terdiri dari 70 % area vegetasi yang dimanfaatkan sebagai penutupan lahan, area perkebunan, pertanian, serta sebagai hutan untuk melindungi daerah-daerah rentan longsor dan abrasi terutama untuk vegetasi sekitar pantai. Sebanyak 20 % penutupan lahan digunakan sebagai area terbangun yang meliputi rumah warga, tempat ibadah (masjid dan mushola), fasilitas umum (sekolah, klinik, puskesmas, dan kantor pemerintahan dan administrasi). Pola penyebaran pemukiman di pulau ini secara radial yaitu mengelilingi pulau dengan jarak rumah terdekat dari pantai adalah lima meter sedang rumah terjauh dari pantai adalah dua puluh meter.

Lahan yang berfungsi sebagai perkebunan sebagian besar ditanami jenis tanaman yang menjadi bahan makanan pokok warga seperti singkong, ubi, dan pisang. Letak lahan tersebut berada di dataran rendah, sedangkan untuk dataran tingginya bercampur antara perkebunan dan area hutan. Dataran tinggi oleh penduduk dijadikan area perkebunan kelapa, cengkeh, dan pala. Sisanya merupakan tutupan alami kawasan pulau tersebut.

Untuk sisa penutupan lahan lainnya digunakan sebagai infrastruktur penunjang bagi warga maupun pengunjung. Sarana penunjang bagi warga seperti adanya gedung serbaguna, makam warga, pelabuhan. Sarana penunjang bagi pengunjung terdiri dari penginapan-penginapan yang berada dalam satu area dengan berbagai sarana penunjang bagi wisatawan seperti tempat penyewaan alat selam, bengkel kapal kecil, dan darmaga khusus pengunjung.

Tutupan Lahan

Tutupan lahan pada tapak terdiri dari beberapa bangunan yang merupakan sarana penunjang wisata seperti penginapan yang berupa cottage, bengkel reparasi perahu, dermaga, dan vegetasi estetik yang ditanam. Selain itu, pada tapak juga terdapat kebun yang ditanam oleh warga seperti pala, pisang, dan cengkeh. Pada awalnya memang tapak diperuntukan untuk kebutuhan wisata, hanya saja banyak lahan kosong membuat inisiatif warga untuk menanami lahan tersebut dengan tanaman yang dibutuhkan. Pada puncak bukit juga terdapat rumah yang baru dibangun yang sebenarnya tidak sesuai mengingat kondisi topografi pada puncak yang cukup miring.

Fasilitas yang berada pada tapak terdiri dari dua belas tempat penginapan yang dinamai dengan nama-nama ikan khas perairan Guraici. Seluruh fasiitas penginapan dibekali dengan sarana yang baik seperti tempat tidur, kamar mandi, dan televisi. Hanya saja listrik pada tapak berasal dari mesin genset. Fasilitas lainnya yang terdapat pada tapak adalah dermaga. Dermaga ini dikhususkan untuk wisatawan yang berkunjung dengan menggunakan kapal pribadi atau sewaan. Dermaga untuk transportasi warga berada pada bagian pulau yang lainnya tepatnya di bagian selatan.

Tapak penelitian memiliki fasilitas yang cukup baik. Hanya saja kurang terawat dan terkesan dibiarkan. Kondisi ini diperparah dengan kurangnya daya minat wisatawan yang ingin berkunjung di lokasi. Minimnya pengunjung berakibat pada kurangnya aspek pengelolaan sarana pada tapak. Pengunjung hanya ramai

36

Gambar 17. Peta Tutupan Lahan

127o14’24’’ 127o14’33’’ 127o14’42’’

0o1’57’’ 0o1’48’’ 0o1’39’’

37

Gambar 18. Peta Analisis Tutupan Lahan

127o14’24’’ 127o14’33’’ 127o14’42’’

0o1’57’’ 0o1’48’’ 0o1’39’’

38

pada bulan-bulan tertentu saja. Tutupan vegetasi juga perlu diperbaiki mengingat kondisi pesisir pantai yang merupakan daerah rawan terpaan angin dan air laut untuk mengurangi abrasi yang disebabkan oleh air dan angin.

Perencanaan tata hijau pada kawasan mengacu pada kriteria vegetasi kawasan pesisir. Vegetasi pesisir terdiri dari mangrove, mangrove ikutan, dan vegetasi non mangrove. Selain itu pada di daerah pasang surut biasanya terdapat formasi tanaman menjalar atau rumput-rumputan yang biasa disebut pes-caprae dan diikuti oleh formasi tanaman yang lebih besar seperti semak dan pohon yang biasa dikenal dengan formasi baringtonia. Contoh tanaman pes-caprae adalah Ipomea pescaprae atau tapak kuda sedangkan contoh tanaman baringtonia adalah Baringtonia asiatica atau keben.

Sayangnya kondisi vegetasi tapak tidak memiliki vegetasi mangrove, hal ini disebabkan oleh warga yang menjadikan kayu mangrove sebagai kayu bakar untuk kebutuhan dapur. Kondisi vegetasi non-mangrove juga terbilang sedikit dan hanya terdapat beberapa jenis seperti ketapang dan kelapa. Sangat minim untuk melindungi area pantai dari ombak laut yang dapat menyebabkan abrasi. Data tutupan mangrove dari Dinas Hidrologi dan Oceanografi menyebutkan bahwa tutupan magrove pada pulau adalah sebesar dua kilometer persegi kawasan pula tertutup oleh vegetasi mangrove, sedangkan data terbaru dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara menyebutkan saat ini pada pulau hanya terdapat kurang dari satu kilometer persegi dan tidak terdapat tutupan mangrove yang ada pada tapak.

Aspek Wisata Potensi Wisata Bahari

Sebagai kawasan wisata bahari, kawasan Kepulauan Guraici memiliki atraksi wisata laut seperti taman laut yang menjadi target menyelam dan snorkeling. Untuk aktivitas menyelam biasa dipilih taman laut yang berada di kedalaman 15-25 meter dari permukaan laut, sedangkan untuk snorkeling hanya berkisar 3-8 meter atau yang berada di pinggir pantai. Atraksi lainnya adalah memancing dan spearfishing. Spearfishing adalah salah satu cara menangkap ikan dengan menembak tombak dari spear-gun di dalam air. Ini merupakan salah satu cara yang ramah untuk menangkap ikan.

Pada tapak terdapat beberapa potensi alam baik di laut atau darat yang dapat dikembangkan sebagai atraksi wisata berupa kegiatan yang umumnya terdapat pada kawasan wisata bahari diantaranya yaitu :

1. Diving

Diving merupakan kegiatan menyelam yang dibantu dengan alat pernafasan berupa tabung gas dan dilakukan pada kedalaman 8-25 m dibawah pemukaan laut. Pada tapak yang menjadi area penelitian terdapat dua spot yang selama ini dijadikan titik untuk melakukan kegiatan diving. Kawasan wisata bahari keseluruhan memiliki sepuluh hingga dua belas titik yang dijadikan lokasi diving. Pada kawasan tersebut terdapat setidaknya 28 jenis terumbu karang yang hidup pada kawasan dengan kebanyakan koloni terumbu karang berbentuk slope karena mengikuti bentukan dasar laut. Data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara menyebutkan bahwa dari total keseluruhan jenis terumbu karang yang ada 60 % dinyatakan dalam kondisi yang baik.Kondisi

39 terumbu yang baik juga berpengaruh pada keberagaman jenis ikan karang yang ada. Terdapat sekitar 74-154 spesies yang ditemukan dalam perairan. Menurut pendapat warga sekitar ikan yang menjadi daya tarik wisatawan yang pernah melakukan diving adalah ikan pari dan ikan napoleon dimana ikan napoleon adalah jenis ikan yang dilindungi. Kondisi terumbu karang dan obyek diving lainnya dapat dilihat pada gambar 19.

2. Snorkeling

Sama seperti diving, hanya saja snorkeling tidak dibantu dengan alat pernafasan berupa tabung gas namun hanya dengan selang sepanjang kurang lebih 30 cm. Snorkeling hanya bisa dilakukan di perairan dangkal meskipun objek yang dapat dinikmati oleh kegiatan snorkeling hampir sama dengan diving yaitu terumbu karang dan ikan-ikan yang hidup di terumbu karang.

3. Memancing

Kawasan wisata merupakan lokasi yang strategis bagi wisatawan

Dokumen terkait