• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Lanskap Pulau Lelei Sebagai Area Penyambutan Kawasan Wisata Bahari Kepulauan Guraici Maluku Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan Lanskap Pulau Lelei Sebagai Area Penyambutan Kawasan Wisata Bahari Kepulauan Guraici Maluku Utara"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN LANSKAP PULAU LELEI SEBAGAI AREA

PENYAMBUTAN KAWASAN WISATA BAHARI

KEPULAUAN GURAICI MALUKU UTARA

MARIO DELAU

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKIRPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Lanskap Pulau Lelei Sebagai Area Penyambutan Kawasan Wisata Bahari Kepulauan Guraici Maluku

Utara

adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

MARIO DELAU. Perencanaan Lanskap Pulau Lelei Sebagai Area Penyambutan Kawasan Wisata Bahari Kepulauan Guraici Maluku Utara Dibimbing oleh NIZAR NASRULLAH

Kepulauan guraici merupakan salah satu destinasi wisata bahari yang terletak di Kabupaen Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara. Perencanaan lanskap area penyambutan dilakukan untuk mengakomodasi kebutuhan wisatawan untuk kegiatan wisatanya. Perencanaan lanskap secara khusus terletak pada Pulau Lelei yang memiliki luas area yang akan dikembangkan sebesar 10,46 Ha. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan perencanaan area penyambutan untuk kegiatan wisata bahari di Kepulauan Guraici yang terdiri dari lanskap dan potensi pada tapak yang dapat mendukung tapak menjadi obyek wisata. Penelitian dilakukan sejak April 2012 hingga Juni 2012. Proses perencanaan yang dilakukan mengacu pada metode Simond (2006) yang terdiri atas commissions, research, analysis, dan sintesis. Hasil dari penelitian didapati pada 55,9% area sesuai digunakan untuk perencanaan, 23,5% cukup sesuai, dan 21,6% kurang sesuai Pada tapak direncanakan ruang terdiri dari 0,52 Ha ruang penerimaan (5,0%), 5,63 Ha ruang pelayanan (53,9%), 3,22 Ha ruang konservasi (30,7%), dan 1,09 Ha ruang transisi (10,4%).

Kata kunci: area penerimaan, perencanaan lanskap, wisata bahari.

ABSTRACT

MARIO DELAU. Landscape Planning Of Lelei Island As Welcome Area In Marine Tourism Of Guraici Island North Maluku. Supervised by NIZAR NASRULLAH.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

PERENCANAAN LANSKAP PULAU LELEI SEBAGAI AREA

PENYAMBUTAN KAWASAN WISATA BAHARI

KEPULAUAN GURAICI MALUKU UTARA

MARIO DELAU

DEPARTEMAN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

Judul Skripsi: Perencanaan Lanskap Pulau Lelei Sebagai Area Penyambutan Kawasan Wisata Bahari Kepulauan Guraici Maluku Utara

Nama : Mario Delau NIM : A44080081

Disetujui oleh

Dr Ir Nizar Nasrullah, M.Agr Pembimbing Skripsi

Diketahui oleh

Dr Ir Bambang Sulistyantara, M.Agr Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2012 ini ialah perencanaan lanskap, dengan judul Perencanaan Lanskap Pulau Lelei Sebagai Area Penyambutan Kawasan Wisata Bahari Kepulauan Guraici Maluku Utara

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Mantan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Halmahera Selatan Bapak Drs. Minggu La Ujo. Terimakasih juga kepada Kepala Desa Pulau Lelei Bapak H. Abjan Armain dan Sekertaris Desa Bapak Opan atas bantuannya selama proses pengambilan data di Pulau Lelei. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya dan juga kepada Dewi Kurniati atas dukungan dan semangat yang diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Manfaat 2

Kerangka Pikir 2

TINJAUAN PUSTAKA 4

Perencanaan Lanskap 4

Pariwisata 4

Wisata Bahari 5

Teori Pengembangan Area Wisata Bahari 6

Karakteristik Kedatangan Wisatawan 7

Penelitian Terdahulu 8

METODOLOGI 9

Lokasi Penelitian 9

Alat dan Bahan 9

Metode Penelitian 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Aspek Fisik 14

Administrasi dan Geografis 14

Lokasi dan Aksesibilitas 15

Tanah dan Topografi 16

Iklim 22

Hidro-Oseanografi 25

Vegetasi dan Satwa 30

Visual 30

Aspek Sosial 34

(10)

Tata Guna Lahan 35

Tutupan Lahan 35

Aspek Wisata 38

Potensi Wisata 38

Kebijakan Sektor Wisata 41

Hasil Analisis 41

Sintesis 45

Studi Skematik Perencanaan Area 45

Perencanaan Lanskap Area Penyambutan 50

Rencana Sirkulasi 50

Rencana Vegetasi 51

Rencana Fasilitas 57

SIMPULAN DAN SARAN 60

Simpulan 60

1 Jenis data, bentuk data, tipe data dan sumber data 11

2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian 11

3 Standar dan Kriteria Analisis 12

4 Perbandingan sarana transportasi menuju lokasi 15

5 Perbandingan Persentase Kemiringan 16

6 Kelas kesesuaian lahan berdasarkan kemiringan. 17

7 Data iklim rata-rata setiap bulan 22

8 Data pasang bulan Juni 2013 25

9 Rata-rata nilai parameter fisika-kimia oseanografis perairan sekitar perairan

Kepulauan Guraici 27

10 Jenis vegetasi 30

11 Tingkat pendidikan penduduk Desa Lelei 34

12 Jenis mata pencaharian penduduk Desa Lelei. 34

13 Persentase dan luas area kesesuaian 41

14 Kendala dan solusi pada tapak 41

15 Pembagian ruang dan fungsi ruang 47

16 Jenis dan ukuran jalur sirkulasi 50

(11)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pikir Penelitian 3

2 Pulau Lelei 9

3 Bagan Proses Perencanaan (Simonds, 1983) 10

4 Lokasi Penelitian 14

5 Jalur Aksesibilitas Menuju Tapak 16

6 Peta Topografi. 18

7 Peta Klasifikasi Kemiringan Lahan 19

8 Peta Analisis Kemiringan Lahan 21

9 Grafik Iklim Kawasan 23

10 Pengaruh Tanaman Terhadap Iklim (a) suhu dan kelembaban (b) Radiasi

Matahari (Brooks, 1988) 24

11 Grafik Pasang Surut Air Laut. (Sumber: Tidecomp, 2013) 26 12 Kondisi Batimetri Pulau Lelei. (Sumber : KKLD, 2009) 28

13 Peta Batimetri. (Sumber : Dishidros, 2011) 29

14 Keadaan Visual Tapak 31

15 Peta Visual 32

16 Peta Analisis Visual 33

17 Peta Tutupan Lahan 36

18 Peta Analisis Tutupan Lahan 37

19 Terumbu Karang dan Obyek Diving Pada Tapak 39

20 Beberapa Jenis Ikan yang Dapat Ditemui 40

21 Peta Komposit 43

22 Ilustrasi Pembagian Ruang 45

23 Peta Skematik Perencanaan 46

24 Diagram Hubungan Antar Ruang 48

25 Formasi Tanaman Pinggir Pantai 49

26 Fungsi Arsitektural Tanaman 49

27 Peta Rencana Lanskap 52

28 Tampak Potongan 1

29 Perspektif Keseluruhan Tapak 2

30 Ilustrasi Dermaga dan Shelter 4

31 Menara Pandang 5

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lampiran 1. Data Suhu Tahun 2007-2011 9

2 Lampiran 2. Data Kelembaban Udara Tahun 2007-2011 10

3 Lampiran 3. Data Curah Hujan 2007-2011 11

4 Lampiran 4. Tabel dan Grafik Pasang Surut Bulan Juli 2012

(Tidecomp, 2013) 12

5 Lampiran 5. Tabel dan Grafik Pasang Surut Bulan Agustus 2012

(12)

9 Lampiran 9. Tabel dan Grafik Pasang Surut Bulan Desember 2012

(Tidecomp, 2013) 17

10 Lampiran 10. Tabel dan Grafik Pasang Surut Bulan Januari 2013

(Tidecomp, 2013) 18

11 Lampiran 11. Tabel dan Grafik Pasang Surut Bulan Februari 2013

(Tidecomp, 2013) 19

12 Lampiran 12. Tabel dan Grafik Pasang Surut Bulan Maret 2013

(Tidecomp, 2013) 20

13 Lampiran 13. Tabel dan Grafik Pasang Surut Bulan April 2013

(Tidecomp, 2013) 21

14 Lampiran 14. Tabel dan Grafik Pasang Surut Bulan Mei 2013

(Tidecomp, 2013) 22

15 Lampiran 15. Tabel dan Grafik Pasang Surut Bulan Juni 2013

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pariwisata merupakan salah satu sektor unggulan dalam pendapatan negara non pajak. Potensi pariwisata di Negara Indonesia terbentang mulai dari ujung barat hingga ke ujung timur. Jenis wisata yang ditawarkan pun beragam. Mulai dari wisata budaya, wisata bahari, wisata alam, dan masih banyak jenis wisata yang dapat dikembangkan di Negara Indonesia. Sektor pembangunan wisata tidak hanya fokus untuk meningkatkan mutu dan taraf hidup masyarakat pada sektor ekonomi saja akan tetapi meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk didalamnya kebutuhan akan wisata/ rekreasi (Gunn, 1993).

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi yang sangat tinggi untuk mengembangkan pulau-pulau yang ada sebagai kawasan wisata bahari. Data dari hasil survei dan verifikasi dari Kementrian Kelautan dan Perikanan mencatat jumlah pulau di Indonesia mencapai 17.480 buah pulau (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2008). Dengan jumlah sebanyak itu bukan tak mungkin Indonesia menjadikan wisata bahari sebagai sektor wisata unggulan dari sektor wisata lainnya. Wisata bahari yang sangat terkenal di Indonesia antara lain adalah Taman Laut Bunaken di Sulawesi Utara, Kepulauan Wakatobi di Sulawesi Tenggara, dan yang paling terkenal saat ini adalah Area Wisata Kepulauan Raja Ampat di Papua. Eksotisme yang ditawarkan bukan hanya pemandangan bawah airnya saja tetapi pemandangan alam yang sangat indah menjadi andalan dari sektor wisata bahari. Atraksi utama dari wisata bahari adalah obyek penyelaman untuk melihat keindahan alam bawah laut. Inilah yang menjadi tantangan dalam perencanaan area wisata karena harus mengakomodir kebutuhan pengunjungnya di darat maupun di laut (Jolic, Perko, Kavran, 2010).

Keindahan alam di Indonesia bagian Timur sudah tidak diragukan lagi, eksotisme alam, jenis flora dan fauna, serta potensi unggulan pulau-pulau kecil yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata bahari. Kepulauan Guraici adalah salah satunya. Terletak di Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara, Guraici yang berarti kebun belakang menjadi salah satu kawasan yang yang memiliki potensi wisata bahari. Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Provinsi Maluku Utara dalam pasal 37 ayat e yang berbunyi

“Mengembangkan potensi dan fungsi pulau-pulau kecil atau gugus pulau sebagai pendorong kegiatan ekonomi lokal, regional dan nasional melalui pengembangan investasi, khususnya pada bidang pariwisata bahari”. Ayat ini dapat dijadikan acuan dasar untuk menggali potensi Kepulauan Guraici sebagai kawasan wisata.

(14)

2

dengan meminimalkan dampak yang mungkin terjadi dikemudian hari (Gunn, 1993).

Selama ini informasi tentang keberadaan kawasan wisata bahari di Indonesia hanya menyebar dari mulut ke mulut saja. Hanya beberapa kawasan yang sudah sangat terkenal yang memiliki informasi mengenai letak keberadaannya seperti di Bunaken, Raja Ampat, dan sebagian yang berada di Bali. Penataan letaknya juga tidak begitu jelas karena letak kawasan menyebar tergantung keberadaan spot diving yang terdapat di kawasan tersebut. Disinilah perlunya pengembangan kawasan yang menjadi area penyambutan (welcome area) yang menjadi awal masuk ke dalam kawasan sehingga tidak perlu lagi setiap resort atau penginapan yang memiliki fasilitas utama juga memiliki area penyambutan masing-masing.

Kepulauan Guraici memiliki sembilan lokasi menyelam yang menyebar di kawasan. Hasil dari pengambilan data ditemukan sebanyak 28 genus karang batu. Jenis ikan yang ada di lautan adalah jenis ikan-ikan karang (Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku Utara, 2011). Oleh karena itu kawasan ini sangat cocok untuk dijadikan sebagai kawasan wisata bahari. Akan tetapi perencanaan yang minim dilakukan oleh dinas-dinas terkait membuat kurangnya penataan di kawasan tersebut. Penataan suatu kawasan merupakan salah satu bagian dari perencanaan yang bertujuan untuk mengatur fasilitas apa saja yang mendukung proses wisata seperti penginapan dan transportasi.

Tujuan

Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Provinsi Maluku Utara yang berupaya untuk mengembangan pulau-pulau kecil sebagai sebagai kawasan wisata bahari, maka tujuan dari penelitian ini adalah merencanakan lanskap area penyambutan pada kawasan wisata bahari Pulau Guraici yang memberi identitas khas lokasi, memberi rasa aman, dan nyaman kepada pengunjung dengan memperlihatkan keindahan alam kawasan melalui penempatan vegetasi dan dilengkapi fasilitas atau utilitas pelayanan kedatangan wisatawan.

Manfaat

Manfat yang diperoleh dari penelitian ini diantaranya:

1. Menjadi rujukan dalam pengembangan Kepulauan Guraici dengan potensi wisata yang ada;

2. Sebagai tempat wisata bagi penduduk sekitar, wisatawan dalam negeri maupun wisatawan asing.

Kerangka Pikir

(15)

3 Lanskap Kawasan Wisata Bahari

Area Penerimaan

Analisis Kesesuaian Lahan Analisis Preferensi

Zonasi

Lanskap Pulau Lelei Sebagai Kawasan Perencanaan

(16)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Lanskap

Menurut Marsh (1991) menjelaskan maksud dari perencanan di dalam lanskap adalah bagaimana cara untuk membuat keputusan tentang cara memanfaatkan sumberdaya. Seorang ahli lanskap harus mampu merencanakan agar bisa merancang sesuatu yang sangat esensial dan baru bagi bumi. Ada dua kategori dalam perencanaan yang pertama adalah pembuatan keputusan. Hal ini menyangkut tentang bagaimana cara membangun metode dan maksud dalam membuat keputusan perencanaan, memformulasikan rencana, kemudian mempersiapkan apa saja informasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan keputusannya. Kategori yang kedua adalah rencana teknis yang menyangkut berbagai jenis analisis dan relasi antara aktivitas yang kita gunakan untuk mendukung proses pembuatan keputusan. Perencanaan dimaksudkan untuk membangun kemampuan untuk merespon secara efektif dari perubahan yang bisa terjadi nantinya. Meskipun dalam skala perencanaan pada komunitas yang kecil dan sederhana melibatkan banyak kegiatan partisipasi, pengetahuan dan keutusan serta implementasi nantinya. Keputusan akhir harus benar-benar sesuai untuk bisa dilanjutkan ke tahap implementasi. Proses perencanaan dalam skala pemerintahan juga dipengaruhi oleh keputusan politik suatu sistem pemerintahan. Skala perencanaan dipengaruhi oleh tiga aspek yang berbeda. Yang paling sering adalah mengetahui ukuran tapak yang akan direncanakan. Jenis yang kedua adalah mengetahui tujuan dari perencanaan dan yang terakhir adalah mengetahui pengaruh perncanaan terhadap ruang lingkup suatu regional.

Pendekatan yang digunakan oleh Simonds (1983) terdiri dari tahap commission, research, analysis, synthesis, dan operation. Pada studi ini dibatasi hingga tahap synthesis saja. Tahap commission merupakan pertemuan antara pelaksana dengan pihak klien sebagai tahap awal dalam memulai studi untuk upaya mengetahui gambaran-gambaran pengembangnya dan keinginan klien. Tahap research adalah tahap pengumpulan data-data yang diperlukan mencakup kondisi fisik tapak yang diperoleh dari survei, wawancara, atau penyebaran kuisioner. Tahap analysis dilakukan untuk menganalisis tapak sebagai upaya untuk melihat potensi yang ada pada tapak. Tahap synthesis dilakukan untuk mendapatkan altenatif program pengembangan ruang yang ada di tapak dimana program yang terpilih dikembangkan menjadi rencana pengermbangan lanskap awal dalam bentuk plan concept.

Pariwisata

(17)

5 tersebut. Dari pemberitaan di media, Penerimaan negara dari sektor pariwisata pada tahun 2011 mencapai US$7,6 Miliar. Hal inilah yang menjadikan alasan mengapa pariwisata mampu menjadi tulang punggung negara, terlebih pada kondisi krisis ekonomi sekarang.

Aspek kepariwisataan di Indonesia sudah diatur dalam UU No. 10 Tahun 2009 yang mengatur semua aspek baik jenis-jenis wisata, apa saja yang boleh dan tidak, dan juga mengatur partisipasi masyarakat di suatu kawasan wisata karena selain untuk penerimaan negara, pariwisata juga harus mampu menunjang kebutuhan ekonomi warga sekitarnya dan Pemerintah Daerah setempat tentunya. Lokasi kawasan wisata juga tergantung dari Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang disusun di suatu provinsi atau kabupaten karena RTRW mengatur pembagian wilayah untuk suatu fungsi tertentu misalnya kawasan industri, kawasan pemukiman, dan kawasan lainnya yang membentuk suatu ruang tertentu.

Wisata Bahari

Wisata didefinisikan sebagai perjalan seseorang ke suatu tempat diluar tempat tinggal dan kerjanya, untuk melakukan aktivitas rekreasi, pengembangan diri, dan hiburan lainnya serta tinggal dalam jangka waktu sementara (Mathieson and Wall, 1982). Wisata bahari adalah suatu perjalanan keluar dari tempat tinggalnya untuk menikmati alam laut. Potensi Indonesia untuk mengembangkan suatu wisata bahari sangatlah tinggi. Banyak gugus kepulauan maupun pulau-pulau kecil di Indonesia yang memiliki potensi keindahan alam laut. Hal inilah yang perlu untuk dikembangkan menjadi suatu aspek yang dapat menjadi pendapatan negara.

Dalam pengembangan kawasan wisata bahari, hal terpenting yang harus diperhatikan adalah untuk meningkatkan nilai sosial dan ekonomi penduduk sekitar kawasan wisata. Dengan menemukan strategi pengembangan yang tepat untuk wisata bahari dengan berdasarkan pada prinsip pengembangan yang berkelanjutan, dan memperhatikan kondisi kawasan untuk menerima tujuan yang diinginkan antara lain:

- Wisata sebagai sektor ekonomi yang memberikan manfaat dari

pengembangan kawasan wisata bahari yang terikat dengan wisata lainnya.

- Jasa penyedia makanan merupakan aspek yang tidak bisa

dikesampingkan dalam pengembangan kawasan wisata bahari karena memberikan peluang tersendiri karena dapat menyediakan makanan khas daerah setempat karena pada dasarnya makanan menjadi kebutuhan untuk bertahan hidup.

- Akomodasi – Wisata bahari berpengaruh langsung terhadap kapasitas

akomodasi yang tersedia. Beberapa wisatawan mungkin memerlukan hotel dengan panorama laut. Dalam hal ini pengembangan berpengaruh terhadap peningkatan kebutuhan akomodasi di pinggir pantai suatu pulau.

- Pelayanan – Pelayanan berupa potensi kawasan sudah tersedia terlebih dahulu sebelum nantinya pelayanan-pelayanan lainnya yang akan dikembangkan.

- Pengaruh langsung maupun tidak langsung dari aktivitas –Pengaruh

(18)

6

pengaruh aktivitas tidak langsung contohnya adalah ketertarikan dengan budaya atau adat istiadat masyarakat sekitar.

Teori Pengembangan Area Wisata Bahari

Pengembangan wisata bahari di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1966 di Pulau Putri dimana pemiliknya membangun sebuah bungalow yang oleh pemiliknya dipinjamkan (bukan disewakan) pada kawan-kawannya. Studi pertama yang berkaitan dengan wisata bahari dilakukan oleh PT. Idacipta dengan menyusun suatu studi berjudul “Survei Wisata Bahari Indonesia”. Dengan bantuan LON-LIPI, POSSI (Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia), dan Departemen Kehutanan yang berhasil menyusun peta Indonesia yang menunjukkan lokasi taman-taman laut yang indah dan dapat diselami.

Bagi pengembangan pantai perlu dibuat suatu konsep perencanaan yang sesuai dengan karakteristik dan potensi yang khas dari keindahan pantai yaitu dengan dasar pemikiran untuk mempertahankan/menciptakan saran-sarana dan lingkungan alamiah, menjaga kelestarian alam dan lingkungan, serta menjaga keseimbangan ekologi. Kebijakan yang digariskan harus menjamin tidak akan terjadi pertentangan antara pengembangan ekonomi wilayah dengan tujuan melestarikan lingkungan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu pertimbangan dua aspek yaitu :

- Hubungan antara bangunan-bangunan baru dan jalan-jalan dalam lanskap dan lahan;

- Menentukan daya dukung wilayah yang baru, dilihat dari segi ekonomi dan lingkungan

Dengan demikian tidak boleh ada perencanaan dan peruntukan pantai yang bertentangan dengan keadaan asli alam (Hadinoto dan Kusuelo, 1987).

Dasar pemikiran konsep perencanaan alamiah harus menguasai pula perencanaan bangunannya. Bentuk arsitektur bangunan kerang begitu ditonjolkan, sebaliknya direncanakan sealami mungkin dengan taman atau halaman yang indah yang penuh dengan tanaman penyemarak dan pepohonan yang ditata secara indah dan menonjol karena lanskap harus menjadi faktor yang dominan. Kita percaya bahwa pengunjung akan mengingat terus kamar yang luas dan indah, halaman tropika yang indah, dan suasana informal. Tanaman juga dapat meleburkan kepadatan dengan menjadi faktor yang mempersatukan lahan. Hubungan antara bangunan-banguna dan ruang terbuka akan terbentuk dengan hadirnya tanaman.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah masalah limbah yang dihasilkan dari adanya kawasan wisata. Pencemaran air laut dari daratan akan bertambah seiring dengan peningkatan jumlah penduduk (pengunjung). Ada lima macam air limbah yang perlu diperhatikan berdasarkan sumber limbahnya antara lain adalah dari rumah tangga dan hotel atau penginapan. Jika begini proses ini merupakan pekerjaan rumah bagi dinas atau pemerintah terkait yang menangani kawasan

(19)

7 Fasilitas yang ada juga telah diatur sesuai dengan standar-standar tertentu. Jenis fasilitas, jarak dari tepi laut juga dijelaskan dalam hasil Seminar Laut Indonesia II. Selain itu biasanya Pemerintah daerah setempat juga telah memiliki rencana pengembangan wilayahnya atau yang biasa disebut RTRW (Rencana Tata Ruang dan Wilayah). Selain RTRW Pemerintah Daerah setempat biasanya memiliki peraturan-peraturan tertentu dalam kaitan pengembangan suatu wilayah seperti mengatur jarak sempadan pantai dari tepi laut dan lain sebagainya.

Karakteristik Kedatangan Wisatawan

Jumlah pengunjung suatu area wisata harus dapat ditentukan sebagai suatu acuan dari perkembangan umum serta tingkat daya tarik wisata. Jumlah yang ditentukan tiap bulannya dapat digunakan untuk menghitung frekwensi pengunjung dalam tiap musim wisata. Karakteristik dan kebiasaan pengunjung dalam setiap musim harus dapat diketahui seperti :

- Daerah asal – Daerah asal wisatawan sebagai upaya untuk mengetahui

tujuan dari promosi area wisata terutama wisata yang digunakan secara internasional. Data kependudukan yang terdapat di area wisata diperlukan untuk mengetahui jumlah penduduk tetap supaya dapat dibedakan dengan wisatawan asing. Banyak wisatawan asing yang memilih untuk tinggal selama periode tertentu di suatu area wisata. Hal inilah yang mempengaruhi tingkat sosial-ekonomi yang dapat berimbas pada kawasan wisata tersebut;

- Tujuan kunjungan – Tujuan dari kunjungan meliputi liburan, pekerjaan, melakukan studi, misi diplomasi, mengunjungi teman atau relasi, dan terkadang beberapa kunjungan tergantung situasi lainnya. Kependudukan wisatawan harus dikategorikan sebagai kunjungan dalam waktu singkat. Tujuan dan karakteristik penting diketahui sebagai rencana pemasaran dan rencana pengadaan fasilitas;

- Lama kunjungan – Mengaju pada lama waktu bermalam disuatu tempat

menjadi faktor yang penting untuk menentukan hubungan dari tingkat penggunaan fasilitas dan total pengeluaran wisatawan;

- Umur, jenis kelamin, dan jumlah keluarga – Hal ini merupakan karakter yang penting untuk mengetahui penentuan profil wisata untuk pemasaran dan fasilitas wisata sesuai tujuan perencanaan. Umur dapat dikelompokkan kedalam kategori umum (beberapa wisatawan tidak ingin memberitahukan umur mereka);

- Pola pengeluaran – total pengeluaran yang dikeluarkan wisatawan dan untuk keperluan tertentu menjadi tipe utama untuk apa uang tersebut dihabiskan seperti akomodasi, makan dan minum, belanja, transportasi, dan lain sebagainya adalah informasi untuk menentukan dampak ekonomi dari wisata dan memberikan penghasilan untuk merekomendasikan cara meningkatkan kemampuan belanja pengunjung. Pola pengeluaran dapat ditentukan dengan survey secara khusus dengan mengestimasikan untuk membangun hotel, rumah makan, agen perjalanan, dan toko-toko kecil; - Perilaku pengunjung – Menentukan perilaku pengunjung dan tingkat

(20)

8

fasilitas, dan pelayanan dapat memberikan informasi yang berharga untuk mengembangkan wisata. Informasi ini dapat degan baik diperoleh melalui survei yang mengikutsertakan pola pengeluaran pengunjung dan karakteristik yang menjadikan semua faktor dapat menunjukkan tingat hubungan dalam analisis. Survey dapat menambahkan pertanyaan yang relative terhadap pengunjung juga masyarakat sekitar mengenai adakah pola perilaku pengunjung yang mempengaruhi perilaku penduduk sekitar atau bahkan mampu mengubah kebiasaan penduduk sekitar di masa yang akan datang (Gunn, 1993).

Penelitian Terdahulu

Keberlangsungan wisata bahari yang telah direncanakan dapat dilihat dari jumlah wisatawan yang berkunjung. Apakah wisatawan selalu datang atau pada saat-saat tertentu seperti liburan atau ada kegiatan musiman. Suatu area wisata harus dapat menampung jumlah wisatawan yang datang. Fasilitas penunjang seperti hotel atau resort harus dapat menampung wisatawan. Akan tetapi demi keberlanjutan area wisata yang memiliki kerentanan seperti pulau-pulau kecil kedatangan wisatawan harus dapat dikendalikan agar sesuai dengan daya tampung area wisata. Penghitungan daya dukung kawasan diperlukan untuk mengetahui jumlah wisatawan boleh berkunjung dan mengetahui berapa banyak akomodasi yang diperlukan. Fasilitas lain seperti dermaga merupakan fasilitas paling utama yang harus dimiliki oleh kawasan wisata bahari. Selain untuk transportasi pengunjung, dermaga juga dapat dimanfaatkan oleh penduduk setempat yang bekerja sebagai nelayan atau sebagai transportasi menuju pulau-pulau disekitarnya. Fasilitas lain yang juga diperlukan adalah fasilitas kesehatan. Bagaimanapun kesehatan juga dibutuhkan baik bagi wisatawan maupun penduduk setempat (Murata, 2010).

(21)

9

METODOLOGI

Lokasi Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pulau Lelei yang termasuk dalam kawasan wisata bahari Kepulauan Guraici Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara. Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan, dimulai dari bulan April 2012 hingga Juni 2012, dan penyusunan skripsi hingga Mei 2013.

Gambar 2. Pulau Lelei (Tak berskala)

Alat Dan Bahan

Bahan dan data yang didapat dari survei langsung diantaranya adalah data objek, tata ruang, dan aksesibilitas, data visual, data peta, dan data wawancara.

Alat dan bahan lain yang diperlukan, meliputi: 1. peta kawasan wisata bahari Kepulauan Guraici; 2. foto udara (www.googleearth.com);

3. kamera, GPS, dan kompas;

(22)

10

Metode Penelitian

Proses perencanaan tapak yang dilakukan mengikuti tahapan perencanaan yang dikemukakan oleh Simonds (1983) dimana tahapan perencanaan ini meliputi Tahapan commissions (pemberian tugas), research (pengumpulan data/inventarisasi), analysis (analisis), synthesis (sintesis), constructions (pelaksanaan), dan operation (pemeliharaan). Namun untuk studi perencanaan lanskap tahapan perencanaan hanya dilakukan sampai tahap sintesis. Bagan proses perencanaan menurut Simonds dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Bagan Proses Perencanaan (Simonds, 1983)

Tahapan proses perencanaan lanskap area penerimaan pada kawasan wisata bahari Kepulauan Guraici adalah sebagai berikut:

1. Commission

Tahap awal dari seluruh proses perencanaan. Pada dasarnya tahapan ini merupakan tahapan untuk mempersiapkan perencanaan lanskap jalan yang menjadi lokasi penelitian. Dalam tahapan ini pula wajib diketahui mengenai keinginan klien (dalam hal ini Pemerintah Daerah) tentang apa saja manfaat dari perencaaan lanskap serta mengetahui kebijaksanaan Pemerintah Daerah khususnya tentang penataan lanskap kawasan wisata.

2. Research

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan semua data dan informasi pembentuk tapak, serta data lain yang dapat mempengaruhi tapak. Jenis data ada 2 yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil survei lapang yang dilakukan dengan pengamatan langsung ke tapak, mendokumentasikan kondisi tapak, melakukan pengukuran terhadap tapak untuk mendapat data fisik dan biofisik tapak.

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari studi pustaka mengenai keadaan tapak yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah seperti kegiatan apa saja yang dilakukan oleh warga sekitar untuk memanfaat sumberdaya yang ada di sekitar tapak. Mengetahui jenis-jenis vegetasi yang ada ditapak serta vegetasi dan satwa yang khas dari daerah tersebut. Jenis data, bentuk data, tipe, dan sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 1.

Tidak Termasuk Dalam Proses Perencanaan

(23)

11 No Data Bentuk Data Tipe Data Sumber Data

1 BIOFISIK Deskriptif Sekunder Bakosurtanal TOPOGRAFI DAN

KEMIRINGAN LAHAN

Peta Kontur Sekunder Bakosurtanal

IKLIM

Curah Hujan Satuan Angka Sekunder BMG Suhu Rata-rata Satuan Angka Sekunder BMG Kelembaban Udara Satuan Angka Sekunder BMG Penyinaran Matahari Satuan Angka Sekunder BMG Kecepatan Angin Satuan Angka Sekunder BMG JENIS TANAH Peta Persebaran

Tanah

Sekunder Balai Pertanahan

VEGETASI DAN SATWA

Peta Persebaran Vegetasi dan Satwa

Sekunder Dinas Kehutanan

HIDROLOGI Peta Hidrologi Sekunder Bappeda Kabupaten Halmahera Selatan Kualitas Air Peta Hidrologi Sekunder Bappeda Kabupaten

Halmahera Selatan Aliran Permukaan Peta Hidrologi Sekunder Bappeda Kabupaten

Halmahera Selatan Drainase Peta Hidrologi Sekunder Bappeda Kabupaten

Halmahera Selatan Arus Air Laut Peta Batrimetri Sekunder Dinas Hidrografi dan

Oseanografi 2 SOSIAL EKONOMI

Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat

Deskriptif Primer Wawancara dan Kuisioner

Tata Guna Lahan Peta Tata Guna Lahan Sekunder Badan Pengukuran dan Pemetaan

3 POTENSI WISATA Atraksi dan Objek Wisata

Tabular Survei Survei Lapang

Aksesibilitas Sekunder Sekunder Badan Pengukuran dan Pemetaan

Pengunjung Deskriptif Primer Wawancara dan Kuisioner

Fasilitas Wisata Peta Sekunder Badan Pengukuran dan Pemetaan

Tabel 1. Jenis data, bentuk data, tipe data dan sumber data

Tabel 2. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No. Jenis Pekerjaan Feb Maret April Mei Juni

5. Penyusunan skripsi

(24)

12

3. Analysis

Data yang telah diambil dari tahap research kemudian diolah untuk menganalisis terhadap berbagai aspek dan faktor yang berperan terhadap kondisi tapak yang mampu mempengaruhi keindahan serta tingkat kenyamanan yang dirasakan pengguna di tapak sehingga kita mengetahui masalah dan potensi. Secara deskriptif data dikelompokkan menjadi kelompok data yang menyajikan kendala dan potensi tapak. Selain potensi dan kendala, data mengenai kebijakan pemerintah tentang penataan lanskap, standarisasi serta persyaratan merupakan hal yang perlu diperhatikan.

Aspek utama yang dianalisis dalam penelitian ini adalah aspek topografi, aspek tata guna lahan dan aspek visual. Ketiga jenis data tersebut digunakan untuk menganalisis secara spasial untuk mengetahui tingkat kesesuaian untuk kegiatan wisata berdasarkan standar-standar perencanaan tapak. Masing-masing aspek yang dianalisis memiliki kriteria dan standar penilaian yang berbeda. Tabel standar dan kriteria masing-masing aspek dapat dilihat pada tabel 3

Tabel 3. Standar dan Kriteria Analisis

Aspek Kriteria Skor Keterangan

Topografi -Tingkat kemiringan lahan 0-15%. - Tingkat kemiringan lahan 15-45%. -Tingkat kemiringan lahan 45%.

3 Tutupan Lahan -Tidak terdapat struktur bangunan dan

vegetasi selain ground cover. Tapak didominasi oleh penggunaan lahan yang terbuka.

-Tapak masih cukup didominasi oleh penggunaan lahan yang terbuka, namu terdapat beberapa struktur dan bangunan serta vegetasi. selain ground cover

-Tapak dominan dengan bangunan dan vegetasi.

memiliki kontras vegetasi penutup lahan yang lengkap

- Kemiringan tapak 15-30% dan memiliki kontras vegetasi penutup lahan yang cukup

- Kemiringan tapak 0-15% dan memiliki kontras vegetasi penutup lahan yang kurang lengkap

3

(25)

13

4. Synthesis

(26)

14

Kepulauan Guraici

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aspek Fisik

Administrasi dan Geografis

Pulau Lelei berada di bagian timur Kepulauan Guraici yang secara geografis terletak pada posisi 00o01’ 22,24’’- 00 o 01’ 59,34’ LS dan 127o14’29,47’’ -127o5’6,5’’ BT. Secara administratif Pulau Lelei berada di kawasan wisata bahari Kepulauan Guraici Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara yang memiliki batas wilayah sebagai berikut:

Utara : Pulau Gunange Selatan : Pulau Tanetti Timur : Pulau Kayoa Barat : Pulau Guraici

Luas area Pulau Lelei 0,73 Km2 atau 12% dari total luas kawasan wisata bahari dan hanya memiliki satu desa yang terbagi dalam dua dusun. Pulau Lelei merupakan pulau yang sering dikunjungi oleh para wisatawan dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya di Kepulauan Guraici. Tersedianya fasilitas penunjang seperti tempat untuk menginap dan makanan menjadi faktor untuk memenuhi kebutuhan wisatawan ketika berlibur. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Detail Lokasi Penelitian

Pulau Lelei Provinsi Maluku Utara

(27)

15

Lokasi dan Aksesibilitas

Lokasi wisata bahari di Kepulauan Guraici sudah ada sejak tahun 2002. Pada awalnya lokasi ini merupakan tujuan wisata bagi penduduk di sekitaran Kabupaten saja. Baru dalam beberapa tahun terakhir mulai dikunjungi oleh wisatawan dari luar Kabupaten menurut penjelasan dari Kepala Desa Lelei beberapa wisatawan merupakan wisatawan asing seperti dari Singapura, Itali, dan Swiss. Lokasi penelitian di Pulau Lelei merupakan pulau yang paling sering menjadi tujuan wisatawan karena memenuhi kebutuhan akomodasi seperti penginapan, transportasi, makanan, dan alat-alat penunjang kegiatan wisata. Hal inilah yang melatarbelakangi pemilihan Pulau Lelei sebagai lokasi untuk merencanakan suatu area penerimaan wisata bahari di gugusan Kepulauan Guraici.

Aksesibilitas merupakan salah satu kendala bagi masyarakat untuk dapat menuju lokasi wisata. Hal ini dikarenakan transportasi yang digunakan saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat karena transportasi yang digunakan adalah jenis transportasi air yang menjadi transportasi andalan di wilayah tersebut. Hal ini disebabkan kondisi geografis di wilayah tersebut yang lebih di dominasi oleh laut. Untuk menuju lokasi, starting point bagi wisatawan adalah Kota Ternate. Kota lainnya yang dapat menjadi starting point pemberangkatan ke lokasi adalah Kota Labuha yang terletak di Pulau Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan.

Waktu tercepat untuk menuju tapak bisa dijangkau hanya dalam dua jam. Namun dibutuhkan biaya transportasi yang mahal karena harus menyewa speed-boat. Berbeda halnya jika menggunakan sarana transportasi umum seperti kapal penumpang, biaya transportasi menjadi sangat murah tapi membutuhkan waktu tempuh yang lebih lama. Perbandingan sarana transportasi menuju lokasi dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Perbandingan sarana transportasi menuju lokasi No. Sarana Transportasi Air Waktu Tempuh

(28)

16

Tanah dan Topografi

Pulau Lelei memiliki jenis tanah podzolik merah kuning yang berciri fisik seperti tekstur liat berdebu, konsistensi lengket, dan plastis sehingga sukar diolah untuk pertanian, dan sudut bulat menggumpal. Ciri kimia dari tanah podzolik merah kuning diantaranya memiliki pH yang rendah (asam) yang disebabkan oleh sifat induknya, kandungan bahan organik sedang, kapasitas tukar kation rendah, kandungan fosfor (P) dan kalium (K) rendah, kandungan Al dan Mn tinggi.

Pulau Lelei berbatasan langsung dengan Selat Halmahera di sebelah timur dengan kombinasi antara daerah datar dan bergelombang yang hampir sama. Kondisi topografi dapat dilihat pada gambar 6. Kemiringan lahan Pulau Lelei antara 0%-40%. Klasifikasi kemiringan lahan dapat dilihat pada gambar 7. Tapak dikelilingi pantai berpasir dengan panjang pesisir 3,5 km. Keadaan topografi bervariasi antar datar berombak sebanyak 43% dan topografi berbukit 57%. Pada topografi datar berombak dimanfaatkan sebagai pemukiman, sedangkan topografi berbukit dimanfaatkan sebagai usaha pertanian dan hutan. Pada pantai berpasir, topografi cenderung datar yaitu sekitar 0%-3%. Perbandingan persentase kemiringan berdasarkan luas area dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan Persentase Kemiringan No. Tingkat

(29)

17 Pulau Lelei merupakan jenis pulau berbukit yang memiliki ketinggian di atas permukaan laut yang relatif tinggi, umumnya pulau seperti ini memiliki ketinggian sepuluh meter dari permukaan laut. Berdasarkan geomorfologi pulau, maka Pulau Lelei termasuk dalam pulau karang timbul yang terbentuk karena terangkatnya terumbu karang keatas permukaan laut akibat adanya gerakan ke atas dan gerakan ke bawah dari dasar laut karena proses geologi. Karang terangkat biasa membentuk teras-teras seperti sawah di pegunungan. Proses seperti ini dapat terjadi akibat aktifitas vulkanik maupun non vulkanik. Pulau-pulau seperti ini memang sangat sering ditemui di wilayah perairan Maluku dan Maluku Utara.

Tingkat kemiringan pada tapak mempengaruhi perencanaan yang akan dilakukan. Tingkat kemiringan yang datar hingga landai cocok untuk segala jenis perencanaan dan memadai untuk membangun fasilitas untuk menunjang tujuan wisata. Tingkat kemiringan agak curam hingga curam memiliki batasan-batasan tertentu untuk melakukan proses perencanaan di atasnya, sedangkan tingkat kemiringan yang curam sebaiknya digunakan untuk mengkonservasi tanah, air, dan vegetasi.

Klasifikasi kemiringan lahan ditujukan untuk mempermudah proses penentuan perencanaan berdasarkan kesesuaian lahannya. Pembagian kelas kemiringan dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Kelas kesesuaian lahan berdasarkan kemiringan.

No. Kemiringan Persentase

Kemiringan (%)

Kesesuaian

1. Landai 8-15 Sesuai

2. Agak Curam 15-30 Cukup Sesuai

3. Curam 30-45 Cukup Sesuai

(30)

18

Gambar 6. Peta Topografi.

(Sumber: http://gdem.ersdac.jspacesystems.or.jp, 2012)

127o14’24’’ 127o14’33’’ 127o14’42’’

(31)

19

Gambar 7. Peta Klasifikasi Kemiringan Lahan

127o14’24’’ 127o14’33’’ 127o14’42’’

(32)

20

Klasifikasi kemiringan lahan yang terdapat dibagi menjadi empat kelas, yaitu landai ( 8-15% ), agak curam ( 15-30% ), Curam (30-45%), dan sangat curam (> 45 %), sedangkan tapak tidak memiliki area datar. Perbedaan dari kelas kemiringan lahan dapat menimbulkan kesan dinamis pada proses perencanaan. Hal ini karena variasi dari kemiringan lahan antara landai, agak curam, curam, dan sangat curam. Akan tetapi untuk kemiringan curam dan sangat curam dibutuhkan perhatian khusus agar dapat meminimalkan dampak negatif yang bisa saja ditimbulkan.

Selang kemiringan antara 8-15 % sesuai untuk proses perencanaan. Lahan tersebut dapat dimanfaatkan untuk area tempat membangun fasilitas yang dibutuhkan untuk proses pengembangan wisata. Kondisi tapak yang landai dapat dijadikan pusat kegitan wisata karena tidak adanya lahan yang datar. Selain fasilitas tapak, aktifitas yang ada pada tapak dapat dilakukan diatas lahan dengan kemiringan tersebut. Kondisi kemiringan lahan juga sesuai untuk jenis penanaman segala jenis tanaman baik yang memiliki tujuan untuk konservasi maupun tujuan arsitektural untuk menambah nilai estetika area.

Kemiringan yang cukup sesuai pada tapak adalah lahan yang memiliki kemiringan 15-45 %. Pengembangan rencana fasilitas pada area ini perlu dibatasi. Artinya tidak semua area ini dapat dimanfaatkan secara keseluruhan guna mendukung kegiatan wisata. Area ini juga tidak cukup mampu untuk mendukung jenis aktivitas wisatawan yang bersifat aktif. Hal ini dikarenakan kondisi kemiringan lahan yang cukup curam. Pemanfaatan area ini harus mempertimbangkan aspek keamanan wisatawan yang melakukan aktifitas pada area ini.

(33)

21

Gambar 8. Peta Analisis Kemiringan Lahan

127o14’24’’ 127o14’42’’

127o14’33’’ 0o1’57’’

(34)

22

Iklim

Data dari stasiun meteorologi Kabupaten Halmahera Selatan pada tahun 2007-2011 menunjukkan bahwa secara klimatologi Kepulauan Guraici dikategorikan sebagai iklim laut tropis dengan enam bulan musim hujan antara Desember-Juni dan enam bulan musim kemarau antara Desember-Juni. Jumlah curah hujan rata-rata bulanan sebesar 211 mm. Musim timur di Kepulauan Guraici antara bulan Maret-Oktober, angin bertiup dari arah utara, timur laut dan tenggara sedangkan pada musim barat antara bulan Oktober-Maret, angin bertiup dari barat laut, barat daya, dan utara. Iklim rata-rata bulanan dapat dilihat dalam tabel 7, sedangkan untuk data tahunannya dapat dilihat pada lampiran 1 - 3.

Tabel 7. Data iklim rata-rata setiap bulan

No. Bulan Suhu

Sumber: Badan Klimatologi dan meteorology Kab. Halmahera Selatan

Klasifikasi tipe iklim pada tapak menurut Oldeman dapat diklasifikasikan ke dalam kriteria B2. Tipe ini dicirikan dengan bulan basah antara 7-9 bulan dan bulan kering antara 2-3 bulan setiap tahunnya. Tapak memiliki iklim laut tropis yang dipengaruhi oleh lautan. Musim utara terjadi setiap bulan Oktober –Maret yang diselingi dengan angin barat dan musim selatan terjadi pada bulan April-September diselingi dengan angin timur. Kondisi ini harus diperhatikan terhadap untuk merencanakan fasilitas penunjang kawasan wisata bahari seperti dermaga. Kondisi angin di kawasan juga dipengaruhi oleh letak geografis yang berada di Samudera Pasifik. Angin kencang yang sering terjadi berhembus dari arah utara-selatan mempengaruhi keadaan gelombang laut. Sehingga dermaga yang akan direncanakan tidak boleh berada di utara Pulau Lelei.

(35)

23 wisata yang ditujukan untuk aktifitas di luar ruangan. Grafik curah hujan dapat dilihat pada gambar 9a.

Suhu maksimum di lokasi sebesar 33,6 ˚C dan suhu minimum 24,9 ˚C dengan rataan suhu 26 ˚C.suhu tertinggi terjadi pada bulan Mei dan suhu terendah terjadi pada bulan Agustus. Grafik suhu udara pada tapak dapat dilihat pada gambar 9b. Data Kelembapan maksimum pada tapak sebesar 90% di bulan Agustus dan kelembapan minimum sebesar 79% yang terjadi pada bulan Oktober dengan rataan kelembapan udara yang terjadi sebesar 85%. Grafik kelembaban relatif tapak dapat dilihat pada gambar 9c.

a.

(36)

24

Berdasarkan data suhu dan kelembaban relatif pada tapak dapat diketahui Derajat Kenyamanan atau Thermal Humidity Index (THI) yaitu sebesar 24.8. Nilai derajat kenyamanan menunjukkan bahwa Pulau Lelei dikategorikan nyaman bagi manusia untuk beraktivitas terlebih letak Pulau Lelei terletak pada daerah tropis dimana nilai derajat kenyamanan lebih rendah daripada 27. Penambahan vegetasi berupa pepohonan mampu memperbaiki nilai derajat kenyamanan karena dapat mengurangi suhu udara dan mengontrol intensitas sinar matahari. Selain mengurangi suhu udara, pepohonan juga dapat untuk menghambat pergerakan angin. Angin yang kencang sering terjadi pada daerah disekitar pantai terutama pada malam hari. Pemilihan jenis pepohonan harus yang ditanam berfungsi sebagai pemecah angin.

a.

b.

Lokasi penelitian juga memiliki intensitas penyinaran matahari yang tinggi. Tingkat penyinaran matahari maksimum biasa terjadi 100% setiap harinya ketika musim kemarau. Ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik terlebih tidak ada sumber listrik pada lokasi penelitian. Pada malam hari kondisi pulau sangat gelap karena tidak adanya listrik. Hanya beberapa rumah yang memiliki sumber listrik seperti genset. Pemanfaatan sinar matahari dapat dilakukan dengan pemasangan panel surya untuk lampu jalan. Meskipun biaya untuk pemasangan panel surya sangat mahal, keberadaaan listrik merupakan hal yang sangat fundamental untuk untuk pengembangan sebuah wilayah atau kawasan.

(37)

25

Hidro-Oseanografi

Arus adalah gerakan air yang mengakibatkan perpindahan massa air secara horisontal. Arus permukaan merupakan salah satu faktor yang penting untuk zona pesisir karena arus tersebut dapat membawa detritus, plankton, larva fauna, makanan-makanan untuk organisme yang menetap, dan lain-lain dari atau antara daerah pesisir. Ombak yang kuat bersamaan dengan pergerakan arus yang kuat dapat mengakibatkan pengangkutan sedimen memasuki atau keluar suatu pantai, sehingga mengakibatkan perubahan bentuk pantai tersebut. Arus di perairan Kepulauan Guraici bergerak sepanjang tahun dari Selatan ke arah Utara (Wyrtki dalam Whitten, dkk. 1987). Kecepatan arus di perairan Kepulauan Guraici pada waktu pengamatan adalah 10 cm/detik dengan arah dari Selatan ke Utara.

Pasang-surut (pasut) merupakan proses naik turunnya muka laut secara periodik selama suatu interval waktu tertentu, dibangkitkan oleh interaksi gaya gravitasi matahari dan bulan terhadap bumi serta gaya sentrifugal yang ditimbulkan oleh rotasi bumi dan sistem bulan. Karena posisi bulan dan matahari terhadap bumi berubah hampir secara teratur, maka besaran kisaran pasut juga berubah mengikuti perubahan posisi-posisi tersebut. Kisaran pasut yang besar terjadi pada bulan purnama dan bulan baru, sedangkan kisaran pasut yang kecil terjadi pada bulan perbani. Berdasarkan ramalan menurut Daftar Pasang Surut Kepulauan Indonesia (Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL, 2002), perairan di sekitar Kepulauan Guraici rata-rata mengalami dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari (semi diurnal). Pada bulan purnama atau bulan baru, kisaran pasut rata-rata sekitar 110 cm sedangkan pada umur bulan perbani kisaran pasut hanya sekitar 80 cm. Data pasang surut pada kawasan penelitian dapat dilihat pada tabel 8. Data pasang surut selama satu tahun (Juli 2012 – Juni 2013) dapat dilihat pada lampiran 4 - 15.

Tabel 8. Data pasang bulan Juni 2013

(38)

26

Gelombang yang terjadi di atas permukaan laut umumnya terjadi karena adanya tekanan angin. Tinggi gelombang adalah jarak antara puncak gelombang dan lembah gelombang. Panjang gelombang adalah jarak horisontal antara dua puncak gelombang yang berurutan, sedangkan periode gelombang adalah waktu yang dibutuhkan oleh dua puncak gelombang yang berurutan melalui satu titik yang sama. Tinggi gelombang sangat bervariasi tergantung kekuatan angin, jarak dari sumber angin dan lamanya angin bertiup. Sekali terbentuk, gelombang bergerak menjauhi pusat asal gelombang. Ketika gelombang memasuki perairan dangkal, gelombang mengalami hambatan gesek dari dasar perairan sehingga gerakan maju gelombang berkurang dan panjang gelombang juga berkurang. Akibatnya ketinggian gelombang meningkat dan akhirnya pecah serta melepaskan energi ke pantai. Gelombang atau ombak yang kuat dapat menghancurkan bangunan buatan manusia di zona intertidal dan dapat berpengaruh pada perubahan geomorfologi yang cepat daerah pantai. Pada waktu pengamatan, tinggi gelombang hanya sekitar 20 cm tetapi pada Musim Selatan dapat mencapai 1 meter atau lebih.

Salinitas adalah banyaknya zat atau senyawa terlarut yang disebut garam dalam 1000 gram air laut. Pada umumnya salinitas air laut sekitar 35 PSU. Salinitas di lain pihak menunjukkan adanya pengenceran akibat curah hujan yang tinggi. Nilai salinitas yang diperoleh yaitu 34,5 PSU, menunjukkan karakteristik massa air laut lepas yang mempengaruhi perairan di sekitar Kepulauan Guraici. Salinitas perairan bervariasi menurut musim. Menurut Tomascik dkk (1997), salinitas berkisar antara 34,5 – 34,8 PSU pada bulan Juni-Agustus atau bertepatan dengan masuknya massa air dari Pasifik, sedangkan pada bulan Desember-Februari, salinitas lebih rendah yaitu 31,1 PSU akibat tingginya curah hujan pada bulan-bulan tersebut.

Nilai-nilai parameter fisika-kimia oseanografis yang diukur secara ‘insitu’ dapat dilihat pada tabel 9.

0

(39)

27 Tabel 9. Rata-rata nilai parameter fisika-kimia oseanografis disekitar perairan

Kepulauan Guraici

Sumber : Kajian Kelayakan Laut Dalam Kabupaten Halmahera Selatan 2009

Berdasarkan pengukuran kecerahan air laut dengan pinggan Secci, diperoleh nilai lebih besar 20 m. Nilai ini menunjukkan bahwa perairan di sekitar Kepulauan Guraici cukup jernih. Air laut mempunyai kisaran pH antara 7,5 dan 8,4 karena kehadiran CO2 dan sifat basa yang kuat dari ion natrium, kalium, dan kalsium dalam air. Dari tabel di atas terlihat bahwa pH di perairan Kepulauan Guraici termasuk normal. Tidak seperti kelarutan karbondioksida yang berlimpah dalam air laut, kelarutan oksigen dalam air laut tidak begitu besar dan sering tergantung suhu perairan, pengadukan massa air, fotosintesa tumbuhan air serta respirasi organisme air. Pada suhu air laut yang sangat dingin kelarutan oksigen biasanya sangat tinggi dan bisa mencapai sekitar 8 mg/liter. Di daerah tropis dengan suhu sekitar 28C, kelarutan oksigen hanya sekitar 4 mg/liter. Dilihat dari konsentrasi oksigen terlarut (DO) dalam air maka nilai hasil pengukuran dapat dikatakan cukup tinggi, yakni antara 5,1 – 5,2 mg/l. Pada daerah tropis, suhu jarang menunjukkan perubahan atau variasi yang signifikan. Jika dilihat dari data di atas, hasil pengukuran kualitas air laut perairan Kepulauan Guraici masih tergolong memenuhi syarat baku mutu untuk kegiatan konservasi, pariwisata, dan rekreasi maupun untuk tujuan lain seperti budidaya perikanan dan biota laut.

(40)

28

Keadaan batimetri pada area penelitian kebanyakan berbentuk palung atau jurang yang terjal di dalam air. Jarak palung dari garis pantai berisar antara 20-25 m. Jarak garis isobath dari 0-25 meter tidak memiliki rentang yang cukup panjang dan hanya berkisar antar 25-30 meter. Keadaan batimetri seperti ini hanya memungkinkan untuk membuat dermaga untuk mengakomodir kapal berukuran kecil hingga sedang karena panjang dermaga yang dapat dibuat tidak lebih dari 50 meter. Tergolong kecil untuk ukuran suatu dermaga yang diperuntukan untuk mengakomodir kegiatan wisata. Hal ini dapat diatasi dengan membuat dermaga di lokasi lain yang masih dalam satu pulau yang diperuntukan untuk tujuan transportasi baik yang kecil maupun massal. Dermaga yang dibangun di area penelitian hanya berfungsi untuk mengakomodasi kegiatan berwisata para pengunjung. Peta Batimetri di sekitar perairan dapat dilihat pada gambar 13.

(41)

29

(42)

30

Vegetasi dan Satwa

Vegetasi pada Pulau Lelei terdiri dari vegetasi daratan dan vegetasi pantai. Pada dasarnya pertumbuhan vegetasi terjadi secara alami, hanya beberapa saja yang sengaja ditanami untuk keperluan berkebun dan pekarangan di depan rumah. Jenis vegetasi pantai dibagi menjadi dua yaitu vegetas pes-caprae dan vegetasi baringtonia dimana keberadaan vegetasi pes-caprae sangat sedikit bahkan dapat dikatakan hampir tidak ada. Vegetasi baringtonia masih dapat dijumpai di sekitar penginapan yang dijadikan sarana wisata.

Vegetasi daratan meliputi yang ditanam di pekarangan dan tumbuhan yang menjadi tutupan lahan yang sebagian juga dijadikan kebun oleh masyarakat. Tanaman yang paling sering dijumpai adalah mangga (Mangifera indica) dan jambu air (Eugenea aquea). Untuk tanaman perkebunan masyarakat lebih sering menanam atau memanfaatkan tanaman Pala (Myristica fragrans), cengkeh (Syzigium aromaticum), selain itu ada juga pohon sagu yang biasa dimanfaatkan untuk menjadi bahan pangan pokok oleh masyarakat. Jenis vegetasi daratan lainnya yang ada pada tapak dapat dilihat dalam tabel 10.

Tabel 10. Jenis vegetasi

No. Nama Tanaman Nama Latin Tempat

1. Jambu monyet Anacardium occidentale Pekarangan

2. Sukun Arthocarpus commune Pekarangan & Kebun 3. Belimbing Averrhoa carambola Pekarangan

4. Jeruk Citrus hystrix Pekarangan

5. Kelapa Cocos nucifera Pekarangan & Kebun

6. Jambu air Eugenea aques Pekarangan

7. Mangga Mangifera indica Pekarangan & Kebun

8. Sagu Metroxylon sagoo Kebun

9. Pisang Musa paradisiaca Kebun

10. Pala Myristica fragrans Kebun

11. Jambu biji Psidium guajava Pekarangan 12. Jamblang Syzigium cumini Pekarangan 13. Cengkeh Syzygium aromaticum Kebun 14. Ketapang Terminalia catappa Pekarangan

(43)

31

Gambar 14. Keadaan Visual Tapak

sebaliknya dari good view. Pada tapak yang merupakan pulau kecil menjadikan tapak memiliki karakter yang khas. Good views pada tapak berada pada titik tertinggi dari tapak yang dapat lokasi untuk dapat memandang ke arah laut dan daratan lainnya. Selain itu dapat juga terlihat pulau-pulau kecil lainnya yang terletak tidak jauh dari pulau tersebut.

Good view lainnya yang berada pada tapak berada pada pantai bagian barat dari tapak yang memperlihatkan laut dan pulau-pulau kecil lainnya. Semua pulau yang ada di kawasan wisata ini selalu tampak hijau sehingga menambah memberikan nilai lebih dari segi estetis yang disajikan dari semua titik yang menjadi good view. Zona pandang dipengaruhi oleh jarak pandang dan potensi keindahan yang diberikan. Nilai tertinggi diberikan untuk spot yang memberikan ruang pandang yang luas dengan keindahan alam yang berada pada ruang pandang tersebut. Pada tapak juga terdapat bad view yang sebenarnya masih dapat diminimalisir. Bad view yang terdapat pada tapak seperti taman pada area penginapan yang kurang rapi sehingga terlihat seperti semak belukar. Selain itu juga tumpukan batuan yang digunakan oleh masyarakat untuk memecah ombak juga terkesan dibuat seadanya saja. Selain itu kondisi sarana akomodasi yang tidak terawat seperti penginapan, dermaga, dan bengkel perahu yang tidak dirawat juga menjadi suatu gangguan secara visual pada tapak.

(44)

32

Gambar 15. Peta Visual

127o14’42’’ 127o14’33’’

(45)

33

Gambar 16. Peta Analisis Visual

127o14’24’’ 127o14’33’’ 127o14’42’’

(46)

34

Aspek Sosial

Kependudukan

Berdasarkan kajian Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kepulauan Guraici yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara pada tahun 2009 diketahui jumlah penduduk Desa Lelei sebanyak 584 orang dengan jumlah pria sebanyak 293 orang dan wanita sebanyak 291 orang. Dari data tersebut dapat terlihat perbandingan jumlah pria dan wanita hamper seimbang, sedangkan jumlah kepala keluarga sebanya 211 orang. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan penduduk di Desa Lelei bervariasi diantaranya 19,7% tidak atau belum bersekolah sekolah, 34,2% tidak tamat SD, 34,2%, tamat SD, 5% tamat SLTP/sederajat, 6,5% tamat SLTA/sederajat, 2% tamat D3, dan 2% tamat S1. Data tingkat pendidikan penduduk dapat dilihat pada tabel 11. Mata pencaharian penduduk Desa Lelei bervariasi dan dapat dilihat pada tabel 12. Tabel 11. Tingkat pendidikan penduduk Desa Lelei

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang)

1. Tidak/Belum Sekolah 115

2. Tidak Tamat SD 200

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku Utara

Tabel 12. Jenis mata pencaharian penduduk Desa Lelei.

No. Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang)

1. Tidak Bekerja 206

(47)

35

Tata Guna Lahan

Pemanfaatan lahan di Pulau Lelei dibagi menjadi area vegetasi, area pemukiman dan sarana infrastruktur untuk menunjang berbagai kebutuhan masyarakat. Secara garis besar pembagian area terdiri dari 70 % area vegetasi yang dimanfaatkan sebagai penutupan lahan, area perkebunan, pertanian, serta sebagai hutan untuk melindungi daerah-daerah rentan longsor dan abrasi terutama untuk vegetasi sekitar pantai. Sebanyak 20 % penutupan lahan digunakan sebagai area terbangun yang meliputi rumah warga, tempat ibadah (masjid dan mushola), fasilitas umum (sekolah, klinik, puskesmas, dan kantor pemerintahan dan administrasi). Pola penyebaran pemukiman di pulau ini secara radial yaitu mengelilingi pulau dengan jarak rumah terdekat dari pantai adalah lima meter sedang rumah terjauh dari pantai adalah dua puluh meter.

Lahan yang berfungsi sebagai perkebunan sebagian besar ditanami jenis tanaman yang menjadi bahan makanan pokok warga seperti singkong, ubi, dan pisang. Letak lahan tersebut berada di dataran rendah, sedangkan untuk dataran tingginya bercampur antara perkebunan dan area hutan. Dataran tinggi oleh penduduk dijadikan area perkebunan kelapa, cengkeh, dan pala. Sisanya merupakan tutupan alami kawasan pulau tersebut.

Untuk sisa penutupan lahan lainnya digunakan sebagai infrastruktur penunjang bagi warga maupun pengunjung. Sarana penunjang bagi warga seperti adanya gedung serbaguna, makam warga, pelabuhan. Sarana penunjang bagi pengunjung terdiri dari penginapan-penginapan yang berada dalam satu area dengan berbagai sarana penunjang bagi wisatawan seperti tempat penyewaan alat selam, bengkel kapal kecil, dan darmaga khusus pengunjung.

Tutupan Lahan

Tutupan lahan pada tapak terdiri dari beberapa bangunan yang merupakan sarana penunjang wisata seperti penginapan yang berupa cottage, bengkel reparasi perahu, dermaga, dan vegetasi estetik yang ditanam. Selain itu, pada tapak juga terdapat kebun yang ditanam oleh warga seperti pala, pisang, dan cengkeh. Pada awalnya memang tapak diperuntukan untuk kebutuhan wisata, hanya saja banyak lahan kosong membuat inisiatif warga untuk menanami lahan tersebut dengan tanaman yang dibutuhkan. Pada puncak bukit juga terdapat rumah yang baru dibangun yang sebenarnya tidak sesuai mengingat kondisi topografi pada puncak yang cukup miring.

Fasilitas yang berada pada tapak terdiri dari dua belas tempat penginapan yang dinamai dengan nama-nama ikan khas perairan Guraici. Seluruh fasiitas penginapan dibekali dengan sarana yang baik seperti tempat tidur, kamar mandi, dan televisi. Hanya saja listrik pada tapak berasal dari mesin genset. Fasilitas lainnya yang terdapat pada tapak adalah dermaga. Dermaga ini dikhususkan untuk wisatawan yang berkunjung dengan menggunakan kapal pribadi atau sewaan. Dermaga untuk transportasi warga berada pada bagian pulau yang lainnya tepatnya di bagian selatan.

(48)

36

Gambar 17. Peta Tutupan Lahan

127o14’24’’ 127o14’33’’ 127o14’42’’

(49)

37

Gambar 18. Peta Analisis Tutupan Lahan

127o14’24’’ 127o14’33’’ 127o14’42’’

(50)

38

pada bulan-bulan tertentu saja. Tutupan vegetasi juga perlu diperbaiki mengingat kondisi pesisir pantai yang merupakan daerah rawan terpaan angin dan air laut untuk mengurangi abrasi yang disebabkan oleh air dan angin.

Perencanaan tata hijau pada kawasan mengacu pada kriteria vegetasi kawasan pesisir. Vegetasi pesisir terdiri dari mangrove, mangrove ikutan, dan vegetasi non mangrove. Selain itu pada di daerah pasang surut biasanya terdapat formasi tanaman menjalar atau rumput-rumputan yang biasa disebut pes-caprae dan diikuti oleh formasi tanaman yang lebih besar seperti semak dan pohon yang biasa dikenal dengan formasi baringtonia. Contoh tanaman pes-caprae adalah Ipomea pescaprae atau tapak kuda sedangkan contoh tanaman baringtonia adalah Baringtonia asiatica atau keben.

Sayangnya kondisi vegetasi tapak tidak memiliki vegetasi mangrove, hal ini disebabkan oleh warga yang menjadikan kayu mangrove sebagai kayu bakar untuk kebutuhan dapur. Kondisi vegetasi non-mangrove juga terbilang sedikit dan hanya terdapat beberapa jenis seperti ketapang dan kelapa. Sangat minim untuk melindungi area pantai dari ombak laut yang dapat menyebabkan abrasi. Data tutupan mangrove dari Dinas Hidrologi dan Oceanografi menyebutkan bahwa tutupan magrove pada pulau adalah sebesar dua kilometer persegi kawasan pula tertutup oleh vegetasi mangrove, sedangkan data terbaru dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara menyebutkan saat ini pada pulau hanya terdapat kurang dari satu kilometer persegi dan tidak terdapat tutupan mangrove yang ada pada tapak.

Aspek Wisata

Potensi Wisata Bahari

Sebagai kawasan wisata bahari, kawasan Kepulauan Guraici memiliki atraksi wisata laut seperti taman laut yang menjadi target menyelam dan snorkeling. Untuk aktivitas menyelam biasa dipilih taman laut yang berada di kedalaman 15-25 meter dari permukaan laut, sedangkan untuk snorkeling hanya berkisar 3-8 meter atau yang berada di pinggir pantai. Atraksi lainnya adalah memancing dan spearfishing. Spearfishing adalah salah satu cara menangkap ikan dengan menembak tombak dari spear-gun di dalam air. Ini merupakan salah satu cara yang ramah untuk menangkap ikan.

Pada tapak terdapat beberapa potensi alam baik di laut atau darat yang dapat dikembangkan sebagai atraksi wisata berupa kegiatan yang umumnya terdapat pada kawasan wisata bahari diantaranya yaitu :

1. Diving

(51)

39 terumbu yang baik juga berpengaruh pada keberagaman jenis ikan karang yang ada. Terdapat sekitar 74-154 spesies yang ditemukan dalam perairan. Menurut pendapat warga sekitar ikan yang menjadi daya tarik wisatawan yang pernah melakukan diving adalah ikan pari dan ikan napoleon dimana ikan napoleon adalah jenis ikan yang dilindungi. Kondisi terumbu karang dan obyek diving lainnya dapat dilihat pada gambar 19.

2. Snorkeling

Sama seperti diving, hanya saja snorkeling tidak dibantu dengan alat pernafasan berupa tabung gas namun hanya dengan selang sepanjang kurang lebih 30 cm. Snorkeling hanya bisa dilakukan di perairan dangkal meskipun objek yang dapat dinikmati oleh kegiatan snorkeling hampir sama dengan diving yaitu terumbu karang dan ikan-ikan yang hidup di terumbu karang.

3. Memancing

Kawasan wisata merupakan lokasi yang strategis bagi wisatawan yang memiliki hobi memancing. Lautan pada kawasan wisata merupakan jalur migrasi beberapa jenis ikan pelagis besar seperti cakalang dan beberapa jenis tuna. Tuna memiliki jalur migrasi dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifik yang melewati perairan antara di sebelah barat Pulau Halmahera. Menurut penduduk setempat jenis ikan yang dapat ditemui diperairan guraici antara lain ikan cakalang, tuna sirip kuning, tuna mata besar, ikan tengiri dan ikan bubara atau giant trevally.

Selain ikan pelagis besar, beberapa jenis ikan karang juga dapat dijadikan target untuk memancing. Ikan karang adalah ikan yang hidup

Sumber : bit.ly/14kgash Sumber : bit.ly/12zYS5j

Sumber : bit.ly/15qTPWK

Sumber : bit.ly/15Q6dSp

(52)

40

dengan bergantung kepada terumbu karang yang menjadi habitat hidupnya ikan. Beberapa ikan hidup dalam koloni dan ada yang hidupnya sendiri. Beberapa diantara dapat dipancing dari pinggir pantai karena kondisi karang yang masih bagus. Jenis-jenis ikan dapat dilihat pada gambar 20.

4. Spearfishing

Spearfishing adalah mencari ikan dengan bantuan tombak yang sudah dimodifikasi sehingga dapat ditembakkan di dalam air. Kegiatan ini sudah dikenal oleh para nelayan atau penduduk sekitar pantai. Kegiatan ini membutuhkan keahlian snorkeling tingkat tinggi dan kemampuan menahan napas dalam waktu yang lama. Target buruan adalah ikan-ikan karang dengan ke dalam antara 8-15 m dibawah permukaan laut.

Jenis ikan karang sering dicari adalah ikan kakap, ikan kerapau, dan bubara. Kegiatan ini juga cocok dijadikan atraksi wisata yang dapat digunakan untuk mempelajari kehidupan para penduduk pesisir terutama yang berprofesi sebagai nelayan.

Setiap setahun sekali tepatnya pada bulan September selalu diadakan acara Festival Kepulauan Guraici, festival ini menjadi upaya pemerintah daerah untuk menarik minat wisatawan dalam maupun luar negeri untuk berkunjung ke kawasan wisata bahari. Tahun lalu festival ini menjadi salah satu rangkaian acara Sail Morotai 2012. Selain wisata lautnya, dalam festival ini juga menampilkan atraksi budaya dari Provinsi Maluku Utara, seperti tari-tarian dan semua yang berhubungan dengan kebudayaan Maluku Utara.

Potensi pengunjung pada kawasan wisata bahari masih didominasi oleh wisatawan domestik dibandingkan wisatawan asing. Data Dinas Pariwisata Provinsi Maluku pada tahun 2010 jumlah wisatawan domestik dalam setahun mencapai 9.852 orang dan wisatawan asing hanya 952 orang. Wisatawan umumnya datang pada saat libur panjang seperti libur akhir sekolah dan libur Hari Raya Idul Fitri. Lonjakan wisatawan terjadi ketika diadakan festival tahunan.

Kebijakan Sektor Wisata

Kawasan wisata bahari ini berada di daerah administrasi Kabupaten Halmahera Selatan. Akan tetapi kebijakan-kebijakan pengembangan sektor pariwisata seperti pengelolaan berada dibawah Dinas Pariwisata Provinsi. Hal ini

(53)

41 yang mengakibatkan kurang jelasnya rencana pengembangan sektor wisata di kawasan ini. Ini berpengaruh pada proses tumbuhnya sector wirausaha penduduk yang seharusnya dapat berperan langsung pada proses pengembangan wisata di kawasan tersebut.

Hasil Analisis

Hasil analasis keseluruhan (komposit) secara spasial berasal dari overlay tiga peta berdasarkan kesesuaian untuk proses perencanaan. Tiga peta tersebut adalah peta topografi, peta tutupan lahan, dan peta visual tapak. Dari hasil overlay tersebut didapatkan tiga zona kesesuaian yaitu zona sesuai, zona cukup sesuai, dan zona kurang sesuai pada tapak. Pembagian zona tersebut memiliki tujuan yaitu :

1. Zona sesuai yaitu zona yang sangat potensial untuk pengembangan segala fasilitas untuk menunjang tujuan perencanaan serta cocok untuk berbagai macam aktivitas yang terjadi diatasnya;

2. Zona cukup sesuai yaitu zona yang memiliki potensi untuk dikembangkan namun memerlukan strategi yang lebih baik untuk mengembangkan fasilitas maupun aktivitas diatasnya; dan

3. Zona kurang sesuai yaitu zona yang kurang potensial untuk tujuan perencanaan. Peta komposit dapat dilihat pada pada gambar 20.

Secara keseluruhan, luas area perencanaan adalah sebesar 10 Ha. Luas zona kesesuaian dibutuhkan untuk mengetahui daya dukung kawasan secara keseluruhan. Berdasarkan hasil overlay peta, luas zona terbesar adalah zona sesuai dengan persentase 55,91 %. Persentase pembagian zona kesesuaian secara lengkap dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Persentase dan luas area kesesuaian

No. Zona Persentase Luasan

(%)

Analisis deskriptif dilakukan pada semua aspek untuk mengetahui kendala yang ada pada tapak dan mencari solusi terbaik untuk memecahkan masalah yang ada pada tapak. Analisis deskriptif terkait kendala dan solusi yang dibutuhkan dapat dilihat pada tabel 14.

Tabel 14. Kendala dan solusi pada tapak

No. Aspek Analisis Kendala Solusi

(54)

42

No. Aspek Analisis Kendala Solusi

2. Topografi -Tingkat

- Untuk area terbuka dapat diminimalisir

(55)

43

No. Aspek Analisis Kendala Solusi

5. Visual -Titik

6. Vegetasi -Kurangnya

vegetasi untuk 7. Program dan Pengelolaan

Gambar

Gambar 6.  Peta Topografi.
Gambar 7. Peta Klasifikasi Kemiringan Lahan
Gambar 8. Peta Analisis Kemiringan Lahan
Tabel 7. Data iklim rata-rata setiap bulan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Strategi pengembangan potensi wisata bahari pada Pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil Kepulauan Anambas yaitu; dimensi ekologi dengan menerapkan konsep ekowisata

Kawasan Pulau Pramuka termasuk dalam kawasan pengembangan pariwisata bahari Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta pada umumnya dan Kabupaten Administrasi Kepulauan

Kawasan Kapoposang di Kabupaten Pangkep merupakan gugusan pulau yang terdiri dari enam pulau-pulau kecil yang memiliki kelimpahan sumber daya kelautan dan

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa Pulau Tunda sebagai objek wisata bahari Kabupaten Serang memiliki kekuatan berupa keindahan bawah laut yang

Daya dukung fisik kawasan dihitung dengan membatasi kategori kegiatan wisata bahari yang dapat dilakukan di gugusan Pulau Pari yakni hanya untuk wisata selam,

PULAU AMBON. Pengembangan kawasan objek Wisata Pantai Natsepa sebagai tujuan wisata ditunjang oleh potensi alamnya. Objek Wisata Pantai Natsepa Kabupaten Maluku Tengah Pulau

Gugusan kepulauan dalam hal ini Pulau Batam dan gugusan pulau sekitarnya memiliki karakteristik yang berbeda-beda untuk dijadikan kawasan destinasi wisata

Memang belum sepenuhnya masyarakat berperan dalam kegiatan pariwisata di pulau Tidung.Padahal salah satu kriteria kawasan pariwisata yang baik adalah kawasan wisata