• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Fisik

Administrasi dan Geografis

Pulau Lelei berada di bagian timur Kepulauan Guraici yang secara geografis terletak pada posisi 00o01’ 22,24’’- 00 o 01’ 59,34’ LS dan 127o14’29,47’’ -127o5’6,5’’ BT. Secara administratif Pulau Lelei berada di kawasan wisata bahari

Kepulauan Guraici Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara yang memiliki batas wilayah sebagai berikut:

Utara : Pulau Gunange Selatan : Pulau Tanetti Timur : Pulau Kayoa Barat : Pulau Guraici

Luas area Pulau Lelei 0,73 Km2 atau 12% dari total luas kawasan wisata bahari dan hanya memiliki satu desa yang terbagi dalam dua dusun. Pulau Lelei merupakan pulau yang sering dikunjungi oleh para wisatawan dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya di Kepulauan Guraici. Tersedianya fasilitas penunjang seperti tempat untuk menginap dan makanan menjadi faktor untuk memenuhi kebutuhan wisatawan ketika berlibur. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Detail Lokasi Penelitian

Pulau Lelei Provinsi Maluku Utara

15

Lokasi dan Aksesibilitas

Lokasi wisata bahari di Kepulauan Guraici sudah ada sejak tahun 2002. Pada awalnya lokasi ini merupakan tujuan wisata bagi penduduk di sekitaran Kabupaten saja. Baru dalam beberapa tahun terakhir mulai dikunjungi oleh wisatawan dari luar Kabupaten menurut penjelasan dari Kepala Desa Lelei beberapa wisatawan merupakan wisatawan asing seperti dari Singapura, Itali, dan Swiss. Lokasi penelitian di Pulau Lelei merupakan pulau yang paling sering menjadi tujuan wisatawan karena memenuhi kebutuhan akomodasi seperti penginapan, transportasi, makanan, dan alat-alat penunjang kegiatan wisata. Hal inilah yang melatarbelakangi pemilihan Pulau Lelei sebagai lokasi untuk merencanakan suatu area penerimaan wisata bahari di gugusan Kepulauan Guraici.

Aksesibilitas merupakan salah satu kendala bagi masyarakat untuk dapat menuju lokasi wisata. Hal ini dikarenakan transportasi yang digunakan saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat karena transportasi yang digunakan adalah jenis transportasi air yang menjadi transportasi andalan di wilayah tersebut. Hal ini disebabkan kondisi geografis di wilayah tersebut yang lebih di dominasi oleh laut. Untuk menuju lokasi, starting point bagi wisatawan adalah Kota Ternate. Kota lainnya yang dapat menjadi starting point pemberangkatan ke lokasi adalah Kota Labuha yang terletak di Pulau Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan.

Waktu tercepat untuk menuju tapak bisa dijangkau hanya dalam dua jam. Namun dibutuhkan biaya transportasi yang mahal karena harus menyewa speed-boat. Berbeda halnya jika menggunakan sarana transportasi umum seperti kapal penumpang, biaya transportasi menjadi sangat murah tapi membutuhkan waktu tempuh yang lebih lama. Perbandingan sarana transportasi menuju lokasi dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Perbandingan sarana transportasi menuju lokasi No. Sarana Transportasi Air Waktu Tempuh

(Jam)

Harga (Rp)

1. Speed-Boat 1,5-2,5 2.500.000

2. Kapal penumpang 6 70.000

Jumlah armada yang ada sekarang ini tidak mencukupi kebutuhan transportasi menuju lokasi. Hanya ada satu buah kapal penumpang yang melayani transportasi menuju lokasi wisata. Sebagai satu-satunya sarana transportasi, perbaikan pelayanan dan penambahan armada diperlukan untuk menunjang kegiatan wisata. Upaya ini guna menarik minat masyarakat untuk melakukan kegiatan wisata demi keamanan dan kenyamanan. Jalur aksesibilitas menuju tapak dapat dilihat pada gambar 5.

16

Tanah dan Topografi

Pulau Lelei memiliki jenis tanah podzolik merah kuning yang berciri fisik seperti tekstur liat berdebu, konsistensi lengket, dan plastis sehingga sukar diolah untuk pertanian, dan sudut bulat menggumpal. Ciri kimia dari tanah podzolik merah kuning diantaranya memiliki pH yang rendah (asam) yang disebabkan oleh sifat induknya, kandungan bahan organik sedang, kapasitas tukar kation rendah, kandungan fosfor (P) dan kalium (K) rendah, kandungan Al dan Mn tinggi.

Pulau Lelei berbatasan langsung dengan Selat Halmahera di sebelah timur dengan kombinasi antara daerah datar dan bergelombang yang hampir sama. Kondisi topografi dapat dilihat pada gambar 6. Kemiringan lahan Pulau Lelei antara 0%-40%. Klasifikasi kemiringan lahan dapat dilihat pada gambar 7. Tapak dikelilingi pantai berpasir dengan panjang pesisir 3,5 km. Keadaan topografi bervariasi antar datar berombak sebanyak 43% dan topografi berbukit 57%. Pada topografi datar berombak dimanfaatkan sebagai pemukiman, sedangkan topografi berbukit dimanfaatkan sebagai usaha pertanian dan hutan. Pada pantai berpasir, topografi cenderung datar yaitu sekitar 0%-3%. Perbandingan persentase kemiringan berdasarkan luas area dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan Persentase Kemiringan No. Tingkat Kemiringan Persentase Kemiringan ( % ) Luas Area Kemiringan ( Ha ) Persentase Luas Area ( % ) 1. Datar 0-8 0,13 1,26 2. Landai 8-15 2,97 28,77 3. Agak Curam 15-30 3,42 31,61 4. Curam 30-45 1,99 33,13 5. Sangat Curam >45 1,82 5,23 Total 10,32 100 Kota Ternate (Ibukota Provinsi) Pulau Lelei (Lokasi Penelitian) Kota Labuha (Ibukota Kabupaten) 1,5-2 Jam 2-2,5 Jam 6-8 Jam

17 Pulau Lelei merupakan jenis pulau berbukit yang memiliki ketinggian di atas permukaan laut yang relatif tinggi, umumnya pulau seperti ini memiliki ketinggian sepuluh meter dari permukaan laut. Berdasarkan geomorfologi pulau, maka Pulau Lelei termasuk dalam pulau karang timbul yang terbentuk karena terangkatnya terumbu karang keatas permukaan laut akibat adanya gerakan ke atas dan gerakan ke bawah dari dasar laut karena proses geologi. Karang terangkat biasa membentuk teras-teras seperti sawah di pegunungan. Proses seperti ini dapat terjadi akibat aktifitas vulkanik maupun non vulkanik. Pulau-pulau seperti ini memang sangat sering ditemui di wilayah perairan Maluku dan Maluku Utara.

Tingkat kemiringan pada tapak mempengaruhi perencanaan yang akan dilakukan. Tingkat kemiringan yang datar hingga landai cocok untuk segala jenis perencanaan dan memadai untuk membangun fasilitas untuk menunjang tujuan wisata. Tingkat kemiringan agak curam hingga curam memiliki batasan-batasan tertentu untuk melakukan proses perencanaan di atasnya, sedangkan tingkat kemiringan yang curam sebaiknya digunakan untuk mengkonservasi tanah, air, dan vegetasi.

Klasifikasi kemiringan lahan ditujukan untuk mempermudah proses penentuan perencanaan berdasarkan kesesuaian lahannya. Pembagian kelas kemiringan dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Kelas kesesuaian lahan berdasarkan kemiringan.

No. Kemiringan Persentase

Kemiringan (%)

Kesesuaian

1. Landai 8-15 Sesuai

2. Agak Curam 15-30 Cukup Sesuai

3. Curam 30-45 Cukup Sesuai

18

Gambar 6. Peta Topografi.

(Sumber: http://gdem.ersdac.jspacesystems.or.jp, 2012)

127o14’24’’ 127o14’33’’ 127o14’42’’ 0o1’57’’ 0o1’48’’ 0o1’39’’

19

Gambar 7. Peta Klasifikasi Kemiringan Lahan

127o14’24’’ 127o14’33’’ 127o14’42’’

0o1’57’’ 0o1’48’’ 0o1’39’’

20

Klasifikasi kemiringan lahan yang terdapat dibagi menjadi empat kelas, yaitu landai ( 8-15% ), agak curam ( 15-30% ), Curam (30-45%), dan sangat curam (> 45 %), sedangkan tapak tidak memiliki area datar. Perbedaan dari kelas kemiringan lahan dapat menimbulkan kesan dinamis pada proses perencanaan. Hal ini karena variasi dari kemiringan lahan antara landai, agak curam, curam, dan sangat curam. Akan tetapi untuk kemiringan curam dan sangat curam dibutuhkan perhatian khusus agar dapat meminimalkan dampak negatif yang bisa saja ditimbulkan.

Selang kemiringan antara 8-15 % sesuai untuk proses perencanaan. Lahan tersebut dapat dimanfaatkan untuk area tempat membangun fasilitas yang dibutuhkan untuk proses pengembangan wisata. Kondisi tapak yang landai dapat dijadikan pusat kegitan wisata karena tidak adanya lahan yang datar. Selain fasilitas tapak, aktifitas yang ada pada tapak dapat dilakukan diatas lahan dengan kemiringan tersebut. Kondisi kemiringan lahan juga sesuai untuk jenis penanaman segala jenis tanaman baik yang memiliki tujuan untuk konservasi maupun tujuan arsitektural untuk menambah nilai estetika area.

Kemiringan yang cukup sesuai pada tapak adalah lahan yang memiliki kemiringan 15-45 %. Pengembangan rencana fasilitas pada area ini perlu dibatasi. Artinya tidak semua area ini dapat dimanfaatkan secara keseluruhan guna mendukung kegiatan wisata. Area ini juga tidak cukup mampu untuk mendukung jenis aktivitas wisatawan yang bersifat aktif. Hal ini dikarenakan kondisi kemiringan lahan yang cukup curam. Pemanfaatan area ini harus mempertimbangkan aspek keamanan wisatawan yang melakukan aktifitas pada area ini.

Klasifikasi lahan yang terakhir adalah yang memiliki kondisi yang kurang sesuai bagi kegiatan wisata. Pengembangan fasilitas dan segala jenis aktivitas lebih baik ditiadakan untuk area tersebut. Area ini lebih cocok digunakan sebagai area untuk mencegah dampak buruk bagi tapak. Contoh dampak buruk yang bisa terjadi adalah erosi tanah atau longsor. Hal ini dikarenakan tingkat kemiringan yang sangat curam. Untuk mencegah dampak tersebut sebaiknya area dengan jenis yang kurang cocok tersebut ditanami tanaman yang mampu mengurangi erosi tanah yang disebabkan oleh pergerakan air permukaan. Penanaman pohon besar di area ini dapat menjadi solusi untuk memanfaatkan area kemiringan tersebut sebagai upaya untuk melindungi area tersebut. Peta analisis kemiringan lahan dapat dilihat pada Gambar 8.

21

Gambar 8. Peta Analisis Kemiringan Lahan

127o14’24’’ 127o14’33’’ 127o14’42’’

0o1’57’’ 0o1’48’’ 0o1’39’’

22

Iklim

Data dari stasiun meteorologi Kabupaten Halmahera Selatan pada tahun 2007-2011 menunjukkan bahwa secara klimatologi Kepulauan Guraici dikategorikan sebagai iklim laut tropis dengan enam bulan musim hujan antara Desember-Juni dan enam bulan musim kemarau antara Desember-Juni. Jumlah curah hujan rata-rata bulanan sebesar 211 mm. Musim timur di Kepulauan Guraici antara bulan Maret-Oktober, angin bertiup dari arah utara, timur laut dan tenggara sedangkan pada musim barat antara bulan Oktober-Maret, angin bertiup dari barat laut, barat daya, dan utara. Iklim rata-rata bulanan dapat dilihat dalam tabel 7, sedangkan untuk data tahunannya dapat dilihat pada lampiran 1 - 3.

Tabel 7. Data iklim rata-rata setiap bulan

No. Bulan Suhu

(oC) Kelembapan (%) Curah Hujan (mm) 1. Januari 26,48 84,2 193,7 2. Februari 26,34 84 163,2 3. Maret 26,28 83,6 178 4. April 26,36 85,4 267,94 5. Mei 27,86 86,2 211,96 6. Juni 25,84 86,2 250,28 7. Juli 25,52 87 223,32 8. Agustus 25,82 86,6 163,12 9. September 25,78 85,6 231,76 10. Oktober 26,26 82,6 127,58 11. November 26,3 84 219,3 12. Desember 26,18 84,8 309,08 Jumlah 2539,24 Rata-Rata 26,48 85,02 211,6

Sumber: Badan Klimatologi dan meteorology Kab. Halmahera Selatan

Klasifikasi tipe iklim pada tapak menurut Oldeman dapat diklasifikasikan ke dalam kriteria B2. Tipe ini dicirikan dengan bulan basah antara 7-9 bulan dan bulan kering antara 2-3 bulan setiap tahunnya. Tapak memiliki iklim laut tropis yang dipengaruhi oleh lautan. Musim utara terjadi setiap bulan Oktober –Maret yang diselingi dengan angin barat dan musim selatan terjadi pada bulan April-September diselingi dengan angin timur. Kondisi ini harus diperhatikan terhadap untuk merencanakan fasilitas penunjang kawasan wisata bahari seperti dermaga. Kondisi angin di kawasan juga dipengaruhi oleh letak geografis yang berada di Samudera Pasifik. Angin kencang yang sering terjadi berhembus dari arah utara-selatan mempengaruhi keadaan gelombang laut. Sehingga dermaga yang akan direncanakan tidak boleh berada di utara Pulau Lelei.

Pola hujan pada tapak merupakan pola hujan equatorial yang wilayahnya memiliki distribusi hujan bulanan bimodial dengan puncak musim hujan maksimum. Curah hujan maksimum di Pulau Lelei yaitu 309 mm yang terjadi pada bulan Desember dan curah hujan minimum terjadi pada bulan Maret (Gambar 9a). Curah hujan yang rendah pada tapak sangat menguntungkan bagi kegiatan wisata pantai karena curah hujan yang tinggi dapat menggangu atau membatasi aktifitas

23 wisata yang ditujukan untuk aktifitas di luar ruangan. Grafik curah hujan dapat dilihat pada gambar 9a.

Suhu maksimum di lokasi sebesar 33,6 ˚C dan suhu minimum 24,9 ˚C dengan rataan suhu 26 ˚C.suhu tertinggi terjadi pada bulan Mei dan suhu terendah terjadi pada bulan Agustus. Grafik suhu udara pada tapak dapat dilihat pada gambar 9b. Data Kelembapan maksimum pada tapak sebesar 90% di bulan Agustus dan kelembapan minimum sebesar 79% yang terjadi pada bulan Oktober dengan rataan kelembapan udara yang terjadi sebesar 85%. Grafik kelembaban relatif tapak dapat dilihat pada gambar 9c.

Dokumen terkait