• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.7 Evaluasi Fisik Mikroemulsi .1Pemeriksaan Organoleptik

4.7.7 Cycling Test

Cycling testmerupakan kondisi percepatan dengan adanya fluktuasi suhu untuk menentukan kestabilan produk selama penyimpanan.Cycling testdilakukan untuk melihat apakah terjadi kristalisasi, pemisahan fase, kehilangan viskositas, agregasi, dan pengendapan, dimana perubahan yang terjadi bersiat reversibel atau sebaliknya (Huynh-BA, Kim, 2008 dan Rahmawati, 2003).Cycling test dilakukan dengan menguji kestabilan mikroemulsi secara bergantian pada suhu dingin (4 ± 2

⁰C) dan suhu tinggi (40 ± 2 ⁰C), masing-masing temperatur selama 24 jam.Pengujian ini dilakukan sebanyak 6 siklus.Setiap pergantian siklus, dilakukan pengamatan terhadap mikroemulsi.Setelah siklus berakhir juga dilakukan pengamatan secara makrokopis dan dilakukan pengujian pH.Hasil dari pengamatan, ditunjukan dalam tabel berikut:

Tabel 4.11 Hasil Pengamatan Organoleptik Mikroemulsi pada Cycling Test

Siklus Organoleptik

Siklus 1 ME berwarna kuning kecoklatan, berbau khas, tetap jernih, dan tidak terjadi pemisahan.

Siklus 2 ME berwarna kuning kecoklatan, berbau khas, tetap jernih, dan tidak terjadi pemisahan.

Siklus 3 ME berwarna kuning kecoklatan, berbau khas, tetap jernih dengan sedikit kabut di bagian atas.

Siklus 4 Terjadi creaming

Siklus 5 Terjadi creaming

Siklus 6 Terjadi creaming

Dari hasil pengamatan, pada siklus ketiga muncul kabut pada bagian atas mikroemulsi dan setelah siklus keempat terjadi pemisahan fase.Hal tersebut dimungkinkan karena kurang stabilnya komponen zat aktif yang ada sehingga mempengaruhi susunan dan stabilitas mikroemulsi.Akan tetapi hal tersebut bersifat reversibel. Kabut yang ada akan hilang setelah didiamkan dan setelah dilakukan pengocokan pemisahan fase berupa creamingjuga akan menghilang karena fase air akan terdispersi kembali ke dalam fase pendispersinya (fase minyak). Sedangkan untuk pengujian pH pada hasil cycling test, didapatkan nilai 5,361.Hal ini menunjukan terjadinya penurunan pH. Minyak zaitun sebagian besar terdiri dari asam lemak tak jenuh, dan jika terhidrolisis akan menghasilkan asam karboksilat (Sastrohamidjojo H, 2005). Asam karboksilat tersebut kemungkinan yang menyebabkan terjadinya penurunan pH pada sediaan. Akan tetapi penurunan pH tidak terlalu signifikan sehingga tidak akan terlalu berpengaruh.

4.7.8 Uji Stabilitas

Stabilitas didefinisikan sebagai kemapuan suatu produk untuk bertahan dalam durasi batas spesifikasi yang ditetapkan.Sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas kekuatan, kualitas, dan kemurnian produk tersebut.

Uji stabilitas mikroemulsi pada tiga suhu yang berbeda, yakni suhu rendah(4±2 ⁰C), suhu ruang(25±2 ⁰C), dan suhu tinggi (40± 2 ⁰C) uji ini dilakukan selama satu bulan. Setiap 2 minggu sekali dilakukan pengamatan secara makroskopis.Setelah empat minggu, kemudian dilakukan penentuan pH, viskositas, dan tipe aliran mikroemulsi.Setelah dilakukan pengujian stabilitas didapatkan hasil yang dapat dilihat pada tabel 4.12 dan tabel 4.13.

Tabel 4.12Hasil Pengamatan Makroskopis Mikroemulsi pada Berbagai Suhu Suhu

(⁰C)

Minggu Organoleptik

Warna Kejernihan Bau Endapan/Pemisahan Fase 4 2 Kuning kecoklatan Jernih Khas Aromatik - 4 Kuning kecoklatan Jernih Khas Aromatik - 25 2 Kuning kecoklatan Jernih Khas Aromatik - 4 Kuning kecoklatan Jernih Khas Aromatik - 40 2 Lapisan atas berwarna kuning dan lapisan bawah berwarna Masing-masing lapisan jernih Khas Aromatik +

coklat 4 Lapisan atas berwarna kuning dan lapisan bawah berwarna coklat Masing-masing lapisan jernih Khas Aromatik +

Tabel 4.13Hasil Pengukuran pH dan Viskositas Mikroemulsi Setelah Empat Minggu Suhu (⁰C) pH Viskositas (cP) 0 5,871 364 4 5,776 437 25 5,527 367 40 5,566 269

Dari data pengamatan makroskopis menunjukan bahwa sediaan mikroemulsi yang disimpan pada suhu ruang dan suhu rendah tidak menunjukan adanya perubahan, sediaan tetap jernih dan transparan.Sediaan yang disimpan pada suhu tinggi mengalami pemisahan fase berupa creamingsejak dua minggu pertama pengamatan degan kondisi sama seperti pada hasil pengujian cycling test. Sama seperti sebelumnya, hal tersebut dimungkinkan karena danya pengaruh dari kestabilan komponen zat aktif yang ada di dalamnya. Setelah dilakukan pengocokan pun, mikroemulsi akan kembali ke keadaan semula, yakni menjadi jernih dan transparan kembali.

Setelah selesai masa uji stabilitas pada tiga suhu yang berbeda, dilakukakan pengujian pH mikroemulsi Hasil yang didapatkan, menunjukan terjadinya penuruna pH.Pada suhu ruang pH menjadi 5,527.Pada suhu rendah menjadi 5,776, dan pada suhu tinggi menjadi 5,566.Meskipun demikian,

penurunan yang terjadi tersebut tidak terlalu jauh dari pH awal sediaan dan masih masuk dalam rentang pH kulit.Sedangkan untuk pengujian viskositas sediaan pada suhu rendah, suhu ruang, dan suhu tinggi, masing-masingnya menunjukan nilai 437 cP, 367 cP, dan 269 cP. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan akan menurunkan viskositas sediaan mikroemulsi, dan begitu pun sebaliknya. Semakin rendah suhu penyimpanan akan meningkatkan viskositas sediaan mikroemulsi sedangkan penyimpanan mikroemulsi pada suhu ruang juga menghasilkan kenaikan viskositas mikroemulsi. Hal ini sesuai dengan teori yang menunjukkan bahwa masa penyimpanan akan meningkatkan viskositas sediaan (Lachman et al, 1994). Akan tetapi kenaikan yang terjadi tidak begitu signifikan.

Berdarkan hasil evaluasi fisik sediaan, menunjukan bahwa sediaaan mikroemulsi ekstrak umbi talas jepang stabil pada kondisi ruang (25 ± 2 ⁰C) dan suhu rendah (4 ± 2 ⁰C) sedangkan pada suhu tinggi (40 ± 2 ⁰C) akan menjadi tidak stabil karena adanya pemisahan fase.

Berdasarkan keterang di atas diperoleh mikroemulsi yang jernih dan transparan dengan komposisi 48,5% minyak zaitun, 0,5% vitamin E, 23% span 80, 15% tween 80, 5% PEG 400, 3% ekstrak umbi talas jepang, 3% akuades dengan kecepatan pengadukan ±750 rpm, rentang suhu 31-35 ⁰C selama ±30 menit.

BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Mikroemulsi yang mengandung ektrak umbi talas jepang dapat terbentuk

dengan menggunakan kombinasi surfaktan tween 80 dan span 80 dengan konsentrasi masing-masing adalah 15% dan 23%.

2. Kosurfaktan yang mampu mendukung terbentuknya mikroemulsi ekstrak umbi talas jepang adalah polietilen glikol 400 (PEG 400) dengan konsentrasi 5%.

3. Mikroemulsi ekstrak umbi talas jepang stabil secara fisik pada suhu ruang (25 ± 2 ⁰C) dan suhu rendah (4 ± 2 ⁰C) dan tidak stabil pada suhu tinggi (40 ± 2

⁰C).

5.2 Saran

1. Perlunya dilakukan optimasi formula untuk menghasilkan mikroemulsi ekstrak umbi talas jepang yang stabil secara fisik.

2. Perlunya dilkukan pengujian aktivitas mikroemulsi untuk melihat kestabilannya secara kimia.

Dokumen terkait