INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DAFTAR LAMPIRAN
2.1. Tinjauan Teor
2.1.4. Daerah Tertinggal
Daerah tertinggal adalah daerah Kabupaten yang relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional, dan berpenduduk yang relatif tertinggal. Pembangunan daerah tertinggal merupakan upaya terencana untuk mengubah suatu daerah yang dihuni oleh komunitas dengan berbagai permasalahan sosial ekonomi dan keterbatasan fisik, menjadi daerah yang maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan masyarakat Indonesia lainnya.
Pembangunan daerah tertinggal ini berbeda dengan penanggulangan kemiskinan dalam hal cakupan pembangunannya. Pembangunan daerah tertinggal tidak hanya meliputi aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial, budaya, dan keamanan (bahkan menyangkut hubungan antara daerah tertinggal dengan daerah maju). Di samping itu kesejahteraan kelompok masyarakat yang hidup di daerah tertinggal memerlukan perhatian dan keberpihakan yang besar dari pemerintah.
Berdasarkan hal tersebut di atas, diperlukan program pembangunan daerah tertinggal yang lebih difokuskan pada percepatan pembangunan di daerah yang kondisi sosial, budaya, ekonomi, keuangan daerah, aksesibilitas, serta ketersediaan infrastruktur masih tertinggal dibanding dengan daerah lainnya. Kondisi tersebut pada umumnya terdapat pada daerah yang secara geografis terisolir dan terpencil seperti daerah perbatasan antarnegara, daerah pulau-pulau kecil, daerah pedalaman, serta daerah rawan bencana. Di samping itu, perlu perhatian khusus pada daerah yang secara ekonomi mempunyai potensi untuk maju namun mengalami ketertinggalan sebagai akibat terjadinya konflik sosial maupun politik.
Suatu daerah dikategorikan sebagai daerah tertinggal, karena beberapa faktor penyebab, antara lain :
a. Geografis. Umumnya secara geografis daerah tertinggal relatif sulit dijangkau karena letaknya yang jauh di pedalaman, perbukitan/pegunungan, kepulauan, pesisir, dan pulau-pulau terpencil atau karena faktor geomorfologis lainnya sehingga sulit dijangkau oleh jaringan baik transportasi maupun media komunikasi.
b. Sumber Daya Alam. Beberapa daerah tertinggal tidak memiliki potensi sumber daya alam, daerah yang memiliki sumber daya alam yang besar namun lingkungan sekitarnya merupakan daerah yang dilindungi atau tidak dapat dieksploitasi, dan daerah tertinggal akibat pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan.
c. Sumber Daya Manusia. Pada umumnya masyarakat di daerah tertinggal mempunyai tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang relatif rendah serta kelembagaan adat yang belum berkembang.
d. Prasarana dan Sarana. Keterbatasan prasarana dan sarana komunikasi, transportasi, air bersih, irigasi, kesehatan, pendidikan, dan pelayanan lainnya yang menyebabkan masyarakat di daerah tertinggal tersebut mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi dan sosial.
e. Daerah Rawan Bencana dan Konflik Sosial. Seringnya suatu daerah mengalami bencana alam dan konflik sosial dapat menyebabkan terganggunya kegiatan pembangunan.
f. Kebijakan Pembangunan. Suatu daerah menjadi tertinggal dapat disebabkan oleh beberapa kebijakan yang tidak tepat seperti kurang memihak pada pembangunan daerah tertinggal, kesalahan pendekatan dan prioritas pembangunan, serta tidak dilibatkannya kelembagaan masyarakat adat dalam perencanaan dan pembangunan.
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan Makrifah (2009) di kabupaten/kota se-Jawa Timur bertujuan menganalisis pengaruh pengelolaan keuangan daerah terhadap pembangunan ekonomi (pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan IPM). Pengelolaan keuangan yang bijak, mengedepankan kepentingan publik mempunyai dampak meningkatkan PDRB (terdapat pertumbuhan ekonomi) dan mengurangi kemiskinan. Untuk mengkaji pengaruh alokasi belanja daerah
terhadap pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk miskin, dan IPM digunakan model Vector Auto Reggressive (VAR) dalam data time series.
Rahayu (2004) meneliti peranan sektor publik lokal dalam pertumbuhan ekonomi regional. Sampel yang diteliti adalah 7 Kabupaten/Kota di Eks- Karesidenan Surakarta selama periode 1987-2000. Penelitian mengidentifikasi pengaruh investasi pemerintah daerah, laju pertumbuhan angkatan kerja, pengeluaran (konsumsi) pemerintah daerah, dan penerimaan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi regional dengan menggunakan teknik data panel. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Pooled Least Square. Garis besar hasil estimasi persamaan menunjukkan bahwa selama periode pengamatan, peranan sektor publik lokal (investasi pemerintah dan PAD) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional.
Sodik (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi Regional: Studi Kasus Data Panel di Indonesia, dengan mengambil sampel di 26 provinsi di Indonesia selama periode 1993-2003. Penelitian ini mengidentifikasi pengaruh investasi swasta, investasi pemerintah, konsumsi pemerintah, tenaga kerja, dan tingkat keterbukaan ekonomi provinsi terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Teknik analisis data yang digunakan adalah fixed effect model General Least Square (GLS). Hasilnya untuk semua variabel memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi regional kecuali untuk variabel investasi swasta yang tidak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
Studi yang dilakukan Nurudeen dan Usman (2010) menganalisis pengaruh belanja rutin dan pembangunan per sektor terhadap pertumbuhan ekonomi di Nigeria. Analisis dilakukan terhadap data time series dari tahun 1970 sampai dengan 2008 dengan menggunakan model Error Cointegration Model (ECM), Berdasarkan analisis menunjukkan bahwa belanja rutin dan belanja sektor pendidikan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedangkan belanja modal dan di sektor kesehatan berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Norista (2011) dalam penelitian tentang Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah menggunakan data panel. Peneliti menggunakan model fixed effect dalam menganalisis pengaruh belanja modal dan operasi/rutin terhadap pertumbuhan. Kajian tersebut menghasilkan bahwa kedua variabel yaitu rasio belanja modal maupun rasio belanja operasi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
2.3. Kerangka Pemikiran
Pemberlakuan UU Otonomi Daerah berikut perubahannya (UU Nomor 22/1999 dirubah dengan UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 23/1999 dirubah dengan UU Nomor 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah) membawa dampak terhadap pemerintahan dan tata kelola keuangan di Indonesia. Perubahan pola pemerintahan daerah yang sentralistik menjadi desentralistik juga memberikan kewenangan untuk memanfaatkan dan mengalokasikan keuangan.
Berdasarkan alur pemikiran tersebut, penelitian ini difokuskan dalam hal sebagai berikut yang tergambar pada diagram kerangka pemikiran (Gambar 2.2):
Keterangan: Fokus kerangka pemikiran Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian
Pert um buhan Ekonom i
Fungsi Lainnya Fungsi Pelayanan Umum Fungsi Kesehat an Fungsi Pendidikan Fungsi Ekonom i Pendapat an Pem erint ah
Alokasi Belanja Pem erint ah Daerah
Keleluasaan Kew enangan OTONOM I DAERAH
2.4. Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
1. Belanja pemerintah daerah (sebagai proksi konsumsi maupun investasi/modal pemerintah) per fungsi diduga memengaruhi pertumbuhan ekonomi di 22 kabupaten tertinggal
3.1. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diambil dari publikasi resmi pemerintah. Data yang digunakan adalah data panel yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementrian Keuangan. Data dari BPS berasal dari data Potensi Desa (Podes) 2005 dan 2008, publikasi PDRB Kabupaten/Kota, serta Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) dari tahun 2007 sampai dengan 2009. Data pengeluaran pemerintah daerah diperoleh dari laporan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pemerintah daerah yang diterbitkan Kementrian Keuangan.
Tabel 3.1. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan sebagai Variabel yang Digunakan dalam Analisis Regresi
Nomor Variabel Penelitian Sumber Data Satuan
1 Pertumbuhan Ekonomi
BPS (PDRB kabupaten/kota se- Pulau Sumatra), tahun 2007-
2009
persen 2 Belanja Fungsi
Pelayanan Umum
Kemenkeu (Realisasi APBD),
tahun 2007-2009 juta rupiah 3 Belanja Fungsi
Ekonomi
Kemenkeu (Realisasi APBD),
tahun 2007-2009 juta rupiah 4 Belanja Fungsi
Kesehatan
Kemenkeu (Realisasi APBD),
tahun 2007-2009 juta rupiah 5 Belanja Fungsi
Pendidikan
Kemenkeu (Realisasi APBD),
tahun 2007-2009 juta rupiah 6 Belanja Fungsi
Lainnya
Kemenkeu (Realisasi APBD),
tahun 2007-2009 juta rupiah
7 Angkatan Kerja BPS (SAKERNAS),
3.2. Definisi Operasional
Definisi operasional yang digunakan untuk menjelaskan variabel dalam penelitian ini antara lain:
a. Pertumbuhan Ekonomi (GRW) adalah nilai kenaikan output/perubahan nilai riil berdasarkan PDRB ADHK dari tahun 2007-2009, dalam satuan persen. b. Jumlah Angkatan Kerja (AK) adalah jumlah dari penduduk usia kerja (15
tahun keatas) yang bekerja maupun mencari pekerjaan, dalam satuan orang. c. Alokasi Belanja Pemerintah Daerah menurut Fungsi adalah realisasi anggaran
belanja menurut kategori jenis belanja/pengeluaran pemerintah daerah berdasarkan fungsi penggunaan, meliputi fungsi pelayanan umum (BLU), ekonomi (BE), pendidikan (BP), kesehatan (BS), dan lainnya (seperti ketertiban, pariwisata, lingkungan hidup dan perlindungan sosial (BL), dalam satuan juta rupiah.
3.3. Metode Analisis 3.3.1. Analisis Deskriptif
Metode analisis deskriptif merupakan suatu metode analisis yang sederhana yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi suatu observasi dengan menyajikannya dalam bentuk tabel, grafik maupun narasi dengan tujuan untuk memudahkan pembaca dalam menafsirkan hasil observasi.
Metode analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menggambarkan secara umum keragaan belanja daerah, pertumbuhan ekonomi dan karakteristik kondisi (seperti sumber daya alam dan sumber daya manusia) di
22 kabupaten tertinggal di Pulau Sumatra periode 2007-2009. Penggambaran keragaan pertumbuhan ekonomi antardaerah dilihat apakah perkembangannya semakin konvergen atau timpang. Keragaan alokasi belanja pemerintah daerah menurut fungsi dilihat proporsi struktur alokasi serta keragaman an prioritas alokasi belanja pemerintah daerahnya.
3.3.2. Analisis Pengaruh Belanja Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Sesuai dengan tinjauan literatur, hal yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah pengaruh belanja pemerintah (sebagai proksi konsumsi dan investasi pemerintah) terhadap pertumbuhan ekonomi 22 kabupaten tertinggal di Sumatra. Pendekatan yang dilakukan untuk mengestimasi model ini adalah pendekatan ekonometrika dengan metode analisis data panel (pooled data). Menurut Baltagi (2005), keunggulan penggunaan analisis data panel antara lain sebagai berikut: a. Analisis data panel memiliki kontrol terhadap heterogenitas data individual
dalam suatu periode waktu.
b. Analisis data panel menyajikan data yang lebih informatif, lebih bervariasi, memiliki kolinearitas antar variabel yang kecil, memiliki derajat kebebasan yang lebih besar, dan lebih efisien.
c. Analisis data panel lebih tepat dalam mempelajari dinamika penyesuaian
(dynamics of change).
d. Analisis data panel dapat lebih baik mengidentifikasi dan mengukur pengaruh- pengaruh yang secara sederhana tidak dapat terdeteksi dalam data cross
e. Model analisis data panel dapat digunakan untuk membuat dan menguji model perilaku yang lebih kompleks dibandingkan analisis data cross section murni atau time series murni.
f. Analisis data panel pada level mikro dapat meminimisasi atau menghilangkan bias yang terjadi akibat agregasi data ke level makro.
g. Analisis data panel pada level makro memiliki time series yang lebih panjang tidak seperti masalah jenis distribusi yang tidak standar dari unit root tests
dalam analisis data time series.
Walaupun demikian, analisis data panel juga memiliki keterbatasan dalam penggunaannya, khususnya apabila data panel dikumpulkan atau diperoleh dengan metode survei. Menurut Baltagi (2005), keterbatasan penggunaan analisis data panel antara lain sebagai berikut:
a. Analisis data panel menimbulkan masalah dalam rancangan dan pengumpulan data penelitian yang mencakup coverage, nonresponse, kemampuan daya ingat responden (recall), frekuensi, dan waktu wawancara akibat penggunaan data yang relatif besar dengan melibatkan komponen cross section dan time
series.
b. Analisis data panel dapat menimbulkan distorsi dalam kesalahan pengamatan. c. Analisis data panel dapat menimbulkan masalah selektivitas seperti self
selectivity, nonresponse, dan attrition (jumlah responden yang terus berkurang
pada survei lanjutan)
e. Analisis data panel dapat menimbulkan masalah ketergantungan cross section
yang dapat mengakibatkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak tepat
(missleading inference).
Analisis data panel dapat diestimasi mengunakan metode Ordinary Least
Square (OLS) jika memenuhi syarat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator)
atau dengan menggunakan metode Generalized Least Square (GLS) jika syarat BLUE tidak dipenuhi. Menurut Gujarati (2003), terdapat 3 macam pendekatan analisis data panel, antara lain:
1. Pooled Least Square
Metode pendekatan kuadrat terkecil ini pada dasarnya sama dengan metode Ordinary Least Square (OLS) hanya saja data yang digunakan bukan data
time series saja atau cross section saja tetapi merupakan data panel (gabungan
antara time series dan cross section). Sesuai dengan namanya yaitu pooled yang berarti dalam metode ini digunakan data panel dan least squares yang berarti metode ini meminimumkan jumlah error kuadrat. Meminimumkan error kuadrat dikarenakan error kuadrat kemungkinan besar jika dijumlahkan akan bernilai nol dan jika error hanya dijumlahkan saja tanpa dikuadratkan maka terjadi “ketidakadilan” karena nilai error yang besar dan yang kecil disamaratakan. Persamaan pada estimasi menggunakan pooled least square dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut:
Yit= α + βj xjit + µit
dimana i = 1, 2, …N (jumlah observasi populasi) t = 1, 2, … T (tahun time series)
Dengan menggunakan metode Pooled Least Square, maka dapat dilakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap individu cross section pada waktu tertentu atau sebaliknya. Hal ini akan mengakibatkan akan didapatkan hasil dimana terdapat T persamaan yang sama (individu sama, waktu berbeda) dan terdapat N persamaan yang sama untuk setiap T observasi (periode waktu sama, individu berbeda). Ini diakibatkan karena metode Pooled Least Square ini memiliki asumsi bahwa baik intercept dan slope dari persamaan regresi dianggap konstan untuk antar daerah dan antar waktu.
2. Fixed Effects Model
Untuk membuat agar estimasi berbeda-beda baik antar cross section dan time series maka digunakanlah bentuk estimasi fixed effects model. Estimasi pada data panel bergantung kepada asumsi yang diberikan pada intercept, koefisien
slope, dan error term. Beberapa kemungkinan asumsi adalah sebagai berikut:
a. Diasumsikan bahwa intercept dan koefisien slope konstan antar waktu dan individu dan error term melingkupi perbedaan baik dalam waktu maupun individu. Pendekatan yang paling sederhana adalah asumsi ini karena dengan diberikan asumsi bahwa intercept dan slope konstan antar waktu dan individu
dan error term maka dimensi ruang dan waktu diabaikan dan bentuk
estimasinya seperti OLS.
b. Diasumsikan bahwa koefisien slope konstan tetapi intercept berbeda untuk setiap individu.
c. Diasumsikan bahwa koefisien slope konstan tetapi intercept berbeda untuk setiap individu antar waktu.
d. Diasumsikan bahwa semua koefisien baik intercept dan koefisien slope
berbeda untuk setiap individu.
e. Diasumsikan bahwa semua koefisien baik intercept dan koefisien slope
berbeda untuk setiap individu antar waktu.
Spesifikasi model yang akan dibahas di sini mengikuti asumsi poin (b), yaitu:
Yit= β1i+ β2X2it+ β3X3it+ uit
di mana i di sini menggambarkan bahwa intercept dari individu berbeda-beda, tetapi model masih memiliki koefisien slope sama. Di dalam literatur, model di atas dikenal sebagai Fixed Effects Model. Maksud Fixed Effects Model ini adalah walaupun intercept dapat berbeda-beda antarindividu tetapi setiap intercept
individu tersebut tidak berbeda pada setiap waktu.
Untuk menjelaskan Fixed Effects ini digunakan variabel Dummy, yaitu dengan differential intercept dummies. Penulisan model adalah sebagai berikut:
Yit= α1+ α2D2i+ α3D3i+ α4D4i+ β2X2it+ β3X3it+ uit
Variabel Dummy yang ditambahkan di model ini sama banyaknya dengan jumlah data dari cross section yang dikurangi satu untuk menghindari adanya dummy-
variable trap (perfect collinearity). Model ini sering disebut juga sebagai Least-
Square Dummy Variable Model (LSDV). Kelemahan dari Fixed Effects Model
adalah terkadang variabel dummy yang ditambahkan tersebut tidak memiliki informasi penuh dalam menjelaskan model aslinya.
3. Random Effects Model
Jika variabel dummy ternyata kurang memberikan informasi tentang model, maka digunakanlah error term. Model ini sering disebut sebagai Error
Components Model (ECM) dengan ide dasar:
Yit= β1i+ β2X2it+ β3X3it+ uit
β1i = β1+ εi i = 1, 2, . . . ,N
Yit = β1 + β2X2it+ β3X3it+ εi+ uit= β1+ β2X2it+ β3X3it+ wit
wit= εi+ uit
i~ N(0, 2) = komponen cross section error
uit ~ N(0, u2) = komponen time series error
E(εiuit) = 0 E(εiεj) =0 ( ≠ j )
E(uituis) = E(uitujt) = E(uitujs) =0 ( ≠ j ; t ≠ )
Error secara individual dan error secara kombinasi diasumsikan tidak berkolerasi.
Tetapi dalam random effects juga terdapat kelemahan, yaitu adanya korelasi antara error term dengan variabel independen.
3.3.2.1. Pengujian untuk Memilih Model Terbaik
Pengujian yang dapat dilakukan untuk memilih model yang paling tepat dalam pengolahan data panel, antara lain:
1. Chow Test adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan
Pooled Least Square atau Fixed Effect. Dalam pengujian ini dilakukan
dengan hipotesis sebagai berikut:
H1: Model Fixed Effect (Unrestricted)
Dasar penolakan terhadap hipotesis nol tersebut adalah dengan menggunakan F-statistik seperti yang dirumuskan oleh Chow:
Chow = ( – )/ ( )
/ ( – – )
dimana:
RRSS = Restricted Residual Sum Square (Sum Square Residual PLS) URSS = Unrestricted Residual Sum Square (Sum Square Residual Fixed) N= Jumlah data cross section
T= Jumlah data time series
K=Jumlah variabel penjelas
Dimana pengujian ini mengikuti distribusi F-statistik yaitu F(N-1, NT-N-K). Jika
nilai Chow Statistics (F Stat) hasil pengujian lebih besar dari F tabel, maka cukup bukti untuk penolakan terhadap H0 sehingga model yang kita
gunakan adalah model fixed effect, begitu juga sebaliknya.
2. Haussman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita
dalam memilih antara menggunakan model fixed effect atau model random
effect. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:
H0: Random Effects Model
H1: Fixed Effects Model
Sebagai dasar penolakan H0 tersebut digunakan dengan menggunakan
3.3.2.2. Pengujian Validitas Model 1. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi menunjukkan seberapa besar persentase variasi variabel bebas dapat menjelaskan variasi variabel terikatnya. Nilai R2 berkisar antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil atau mendekati nol berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variasi variabel terikat amat terbatas. Sebaliknya, jika nilai R2 mendekati satu berarti variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel terikat (Gujarati, 2003).
2. F-Statistic dan Probability
Untuk metode ordinary least squares nilai F-statistik dihitung dengan formula:
F = / ( )
( ) / ( – )
Nilai F statistik yang besar lebih baik dibandingkan dengan nilai F statistik yang rendah. Sedangkan nilai probabiltas F merupakan tingkat signifikansi marginal dari F statistik.
Dengan menggunakan hipotesis :
H0: semua parameter yang kita duga sama dengan nol (tidak ada variabel
bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikat)
H1 : minimal ada satu parameter yang kita duga tidak sama dengan nol
(minimal ada satu variabel bebas yang memengaruhi variabel terikat) Tolak H0 jika Prob Fstat< α
Jika nilai prob F kurang dari nilai alpha (α), maka dengan tingkat keyakinan
(1-α) kita dapat menyimpulkan bahwa minimal ada parameter yang kita
duga (tidak termasuk konstanta) adalah berbeda dengan nol. 3. Uji t (Partial test)
Pada uji t dilakukan pengujian kofisien regresi secara individu (masing- masing variabel) untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Hipotesis yang digunakan untuk pengujian ini adalah:
H0 : semua parameter yang kita duga sama dengan nol
H1 : semua parameter yang kita duga tidak sama dengan nol
Berdasarkan hasil perhitungan dalam uji t, maka akan dipilih variabel bebas yang signifikan secara statistik dimana probability value- nya kurang dari α.
3.3.2.3. Pengujian Asumsi Klasik 1. Multikolinearitas
Istilah multikolinearitas berarti terdapat hubungan linier antara variabel independennya. Setiap variabel dipastikan memiliki nilai korelasi. Uji masalah multikolinier ini dilakukan dengan metode melihat hasil estimasi OLS, jika hasil estimasi memiliki nilai R squared dan Adjusted R squared yang tinggi dan memiliki nilai t yang signifikan maka model diabaikan dari masalah multikolinear.Tetapi jika hasil estimasi memiliki nilai R squared dan Adjusted R
squared yang tinggi tetapi memiliki nilai t yang tidak signifikan maka model
nilai korelasi antar semua variabel bebas. Jika nilai korelasi kurang dari 0,8 maka variabel tersebut bebas dari multikolinearitas.
2. Heteroskedastisitas
Pengujian asumsi heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan tiga metode, yakni: a. Metode Grafik. Metode grafik dilakukan dengan membuat grafik garis dari
kuadrat residual. Apabila tidak terdapat pola khusus pada grafik tersebut maka model adalah homoskedastik, namun apabila terdapat pola tertentu pada grafik residual maka model adalah heteroskedastik.
b. White Test. White test dilakukan untuk menguji apakah model terbebas dari asumsi heteroskedastisitas. Pengujian dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 : Model Homoskedastik
H1 : Model Heteroskedastik
Kemudian dilakukan penghitungan statistik White, yang dirumuskan sebagai:
WHITE = n x R2
Dasar penolakan Ho apabila nilai statistik White lebih besar dari χ tabel dengan derajat bebas adalah jumlah variabel independen.
c. Membandingkan nilai R squared weighted dengan unweighted. Jika nilai R
squared weighted lebih besar dibandingkan dengan nilai R squared unweighted
maka model mengalami heteroskedastik. Model homoskedastik apabila nilai R
squared weighted sama atau lebih kecil dibandingkan dengan nilai R squared unweighted.
3. Autokorelasi
Untuk masalah autokorelasi pengujiannya dilakukan dengan melihat
Durbin-Watson statistic (DW) yang nilainya telah disediakan dalam program
Eviews. Nilai DW berkisar pada angka 1,8 hingga 2,1 dan model dikatakan tidak
mengalami masalah autokorelasi jika nilai DW stat berkisar di angka 2. Masalah autokorelasi sendiri dapat diatasi dengan 3 cara yaitu first differences, auto
regressive (AR), atau dengan menggunakan lag dari variabel dependen atau
variabel independen. Pada data panel, cara yang pertama dan kedua tidak dapat langsung dilakukan di dalam Eviews, oleh karena itu ini dapat dilakukan dengan menambah variabel lag pada model dan kemudian meregresinya.
3.4. Spesifikasi model
Rancangan model yang akan diajukan adalah model regresi linear berganda dengan enam variabel bebas (belanja pemerintah daerah berdasarkan fungsi pelayanan umum, ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan lainnya, serta variabel angkatan kerja), dengan variabel terikatnya adalah pertumbuhan ekonomi. Variabel belanja fungsi pelayanan umum dan fungsi lainnya dikembangkan dari hasil penelitian Rahayu (2004) dan Sodik (2007) sebagai pendekatan dari variabel konsumsi/belanja pemerintah. Investasi pemerintah didekati dari belanja fungsi ekonomi, kesehatan, dan pendidikan yang diadopsi dari hasil penelitian Nurudeen dan Usman (2010).
Adapun data yang diperoleh pada variabel-variabel tersebut berbeda satuan sehingga di-logaritmanatural-kan. Dengan model tersebut, diharapkan bahwa hasil
regresi yang diperoleh akan lebih efisien dan mudah untuk diinterprestasikan. Model yang disusun dalam penelitian adalah sebagai berikut:
GRWit= α + β1ln(AKit) + β2ln(BLUit) + β3ln(BEit) + β4ln(BSit) + β5ln(BPit)
+ β6ln(BLit) +
dimana :
α = intercept
β1,2,3,4,5,6 = konstanta masing-masing variabel bebas
= error term/derajat kesalahanmodel
GRWit = Laju Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (dalam persen)
AKit = Jumlah angkatan kerja (dalam orang/jiwa)
BLUit = belanja fungsi pelayanan umum (dalam juta rupiah)
BEit = belanja fungsi ekonomi (dalam juta rupiah)