• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DAFTAR LAMPIRAN

5.2. Tahap Pemilihan Model Terbaik

Setelah dilakukan pengujian asumsi klasik dan memenuhi syarat, maka dapat ditentukan bahwa model estimasi analisis data panel yang terbaik adalah

Random Effect Model dengan cross-section weighting SUR dengan hasil output

Eviews 6.0 pada Tabel 5.3.

Nilai R squared 0,313487 berarti variabel belanja pemerintah daerah per fungsi (ekonomi, kesehatan, pendidikan, pelayanan umum, dan lainnya) serta angkatan kerja mampu menjelaskan variasi pertumbuhan ekonomi sebesar 31,35 persen. Variasi sisanya sebesar 68,65 persen dapat dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

Tabel 5.3. Hasil Penetapan Model Menggunakan Random Effect Model dengan

Cross-sectionWeighting SUR

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2.670176 6.169529 0.432801 0.6667 LN_AK -0.089737 0.330677 -0.271373 0.7871 LN_LAYANAN -1.372154 0.394085 -3.481873 0.0009 LN_EKONOMI 0.137156 0.616474 0.222484 0.8247 LN_KESEHATAN 2.032626 0.908060 2.238428 0.0290 LN_PENDIDIKAN 0.858407 0.320087 2.681795 0.0095 LN_LAINNYA -1.312499 0.496796 -2.641930 0.0105 Effects Specification S.D. Rho Cross-section random 0.707650 0.2841 Idiosyncratic random 1.123350 0.7159 Weighted Statistics

R-squared 0.313487 Mean dependent var 3.823423 Adjusted R-squared 0.243672 S.D. dependent var 1.312949 S.E. of regression 1.141834 Sum squared resid 76.92332 F-statistic 4.490259 Durbin-Watson stat 1.825976 Prob(F-statistic) 0.000826

Unweighted Statistics

R-squared 0.312583 Mean dependent var 5.658788 Sum squared resid 102.6067 Durbin-Watson stat 1.368918

Penggunaan Random Effect Model tersebut menyatakan bahwa minimal terdapat satu di antara variabel belanja pemerintah daerah per fungsi maupun angkatan kerja yang signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut didasarkan dari nilai Prob(F-statistik) yang kurang dari α (5 persen).

Analisis secara parsial, bahwa masing-masing variabel belanja pemerintah daerah fungsi pelayanan umum, fungsi kesehatan, fungsi pendidikan dan fungsi lainnya berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Variabel bebas yang lain yaitu angkatan kerja dan belanja fungsi ekonomi tidak berpengaruh signifikan pertumbuhan ekonomi 22 kabupaten tertinggal.

5.2.1. Pengaruh Belanja Fungsi Pendidikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Variabel belanja fungsi pendidikan memiliki koefisien sebesar 0,858407 dari hasil analisis regresi. Kenaikan satu persen belanja fungsi pendidikan akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi sebesar 0,86 persen. Belanja fungsi pendidikan, yang merupakan bentuk pendekatan pengeluaran investasi pemerintah, digunakan dalam peningkatan kualitas pendidikan. Selain digunakan untuk peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, juga digunakan dalam penelitian pengembangan dan peningkatan kualitas pengajar dari keilmuan maupun softskills.

Peningkatan kualitas sumberdaya manusia dari segi pendidikan sangat diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan ke depan bagi kabupaten tertinggal. Dengan tenaga yang lebih terampil dan kreatif, diharapkan potensi sumberdaya alam yang ada dapat dikembangkan untuk memajukan daerahnya. Produktivitas individu maupun masyarakat secara umum memberikan perluasan kesempatan kerja dan upaya perbaikan kesejahteraan. Dikarenakan mampu memberikan pengaruh jangka panjang terhadap pengembangan kualitas sumber daya manusia, maka sebaiknya alokasi fungsi ini ditingkatkan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Rahayu (2004) bahwa investasi pemerintah yang dikembangkan dari belanja fungsi pendidikan dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi.

5.2.2. Pengaruh Belanja Fungsi Kesehatan terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Dari hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel belanja fungsi kesehatan adalah sebesar 2,032626. Ini berarti bahwa kenaikan satu persen dalam belanja fungsi kesehatan dapat langsung memengaruhi pertumbuhan ekonomi 22 daerah tertinggal sebesar 2,03 persen. Pelaksanaan pembangunan fasilitas kesehatan dan pengobatan yang merata akan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Masyarakat yang sehat merupakan modal yang dibutuhkan dalam rangka peningkatan produktivitas kerja.

Upaya pemberantasan penyakit menular dan endemi, yang merupakan masalah daerah tertinggal, dapat berhasil menurunkan angka kejadian. Program pengobatan gratis juga sangat membantu masyarakat memperoleh akses obat yang benar sekaligus berkualitas. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nurudeen dan Usman (2010).

5.2.3. Pengaruh Belanja Fungsi Pelayanan Umum terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Dari hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel belanja fungsi pelayanan umum sebesar -1,372154. Hal ini diartikan bahwa kenaikan satu persen alokasi belanja fungsi pelayanan umum justru akan menurunkan pertumbuhan ekonomi 22 daerah tertinggal sebesar 1,37 persen

Belanja fungsi pelayanan umum pada dasarnya sebagian besar adalah belanja gaji pegawai negeri dan operasional. Hal ini merupakan indikasi bahwa belanja fungsi pelayanan umum merupakan pengeluaran yang tidak produktif. Belanja fungsi ini tidak dapat memberikan dampak dalam peningkatan output.

5.2.4. Pengaruh Belanja Fungsi Lainnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dari hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel belanja fungsi lainnya sebesar -1,3125 dan signifikan. Ini berarti bahwa belanja fungsi lainnya berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi 22 daerah tertinggal. Peningkatan belanja fungsi lainnya sebesar satu persen hanya akan mengurangi pertumbuhan ekonomi 22 daerah tertinggal sebesar 1,31 persen.

Pengaruh negatif dari belanja fungsi lainnya ini merupakan indikasi bahwa belanja ini memang lebih banyak digunakan untuk pengeluaran perlindungan sosial. Pengeluaran ini terutama terkait pemberian bantuan sosial seperti operasional distribusi raskin dan bantuan sosial lain. Bantuan tersebut merupakan usaha pemerintah daerah dalam mempertahankan kemampuan daya beli masyarakat miskin. Pengembangan belanja fungsi pelayanan umum dan belanja fungsi lainnya, sebagai pendekatan belanja/konsumsi pemerintah, yang berpengaruh negatif sesuai dengan hasil penelitian Folster dan Henrekson (1999) dan Barro (1990) dalam Sodik (2007).

5.2.5. Pengaruh Belanja Fungsi Ekonomi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan hasil analisis regresi, disimpulkan bahwa variabel belanja fungsi ekonomi tidak signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Hubungan antara belanja fungsi ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi masih positif. Hal tersebut bisa diartikan jika signifikan, maka kenaikan belanja fungsi tersebut akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Belanja fungsi ekonomi yang sebenarnya lebih banyak diarahkan untuk pembangunan ekonomi, dalam rangka penggerakan perekonomian termasuk

pembangunan fasilitas umum, seyogyanya memberikan pengaruh yang besar. Setelah diteliti ternyata alokasi belanja fungsi ekonomi oleh pemerintah daerah mempunyai porsi alokasi yang relatif kecil (rata-rata hanya sebesar 9 persen) dan belum banyak diarahkan pembangunan modal investasi. Efek multiplier dari belanja fungsi ekonomi (sebagai proksi investasi pemerintah) belum dirasakan secara langsung. Proses pengalihan/transformasi sektor belum dirasakan, apalagi stimulus dari pemerintah daerah masih belum optimal.

5.2.6. Pengaruh Jumlah Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dari hasil analisis regresi diperoleh bahwa angkatan kerja tidak berpengaruh signifikan (dengan koefisien sebesar -0,089737) terhadap pertumbuhan ekonomi. Walaupun tidak signifikan, arah pengaruhnya negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, sehingga kenaikan jumlah angkatan kerja justru akan menurunkan pertumbuhan. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian terdahulu yaitu Sodik (2007) yang mengemukakan bahwa tidak semua angkatan kerja yang ada dapat terserap ke sektor usaha.

Hal ini terjadi dikarenakan walaupun angkatan kerja merupakan faktor produksi selain modal, akan tetapi, ketersediaan lapangan usaha tidak sebanding dengan jumlah angkatan kerja yang ada. Masih banyak angkatan kerja yang menganggur, yang justru menambah beban dalam proses pembangunan. Daerah tertinggal masih bergantung pada sektor pertanian dan belum berekspansi pada sektor modern. Hal inilah yang merupakan alasan terbatasnya jumlah ketersediaan lapangan kerja baru.

BAB VI

Dokumen terkait