1. Ilustrasi Dam Parit Bertingkat... 15 2. Peta Lokasi Tempat Penelitian... 19 3. Peta Lokasi Dam Parit Citeko... 19 4. Jumlah Curah Hujan dan Evapotranspirasi DAS Citeko... 25 5. Jumlah Curah Hujan dan Evapotranspirasi DAS Citeko... 26 6. Kurfa pF Pada Beberapa Tanah di DAS Citeko... 29 7. Penggunaan Lahan DAS Citeko... 32 8. Lokasi sub DAS Cibogo... 34 9. Bangunan Dam Parit CT-4... 38 10. Bangunan Dam Parit CT-5... 38 11. Fluktuasi Debit CT 4 – CT 5... 39 12. Fluktuasi Debit CT-4... 43 13. Fluktuasi Debit CT-5... 43
DAFTAR TABEL
1. Form Pengukuran Ketinggian Air... 21 2. Daya Berbagai Jenis Tanah Memegang Air dan Permeabilitas... 28 3. Data Hidrologi Dam Parit Citeko... 35 4. Pengukuran CT-4 Pada Kondisi Hujan dan Tidak Hujan... 40 5. Pengukuran CT-5 Pada Kondisi Hujan dan Tidak Hujan... 40 6. Debit Aliran Rendah... 41 7. Debit Aliran Tinggi... 43 8. Efektivitas Dam Parit dalam Mengurangi Debit... 45 9. Efektivitas Dam Parit dalam Mengurangi Debit... 45 10. Debit Air Berdasarkan Periode Ulang………... 46 11. Total Debit………. 49 12. Analisis Usaha Tanaman Padi... 50 13. Analisis Usaha Tanaman Jagung... 51 14. Nilai B/C Jagung dan Padi... 51 15. Analisis Usaha Tanaman Sawi... 52 16. Tabel B/C Ratio Dam Parit... 52
DAFTAR LAMPIRAN
1. Nilai Faktor C Berbagai Tanaman dan Pola Tanam... 57 2. Nilai Faktor i (Intensitas Hujan)... 59 3. Data Pengukuran Ketinggian Air dan Debit Air Bulan Desember 2007... 60 4. Data Dengukuran Ketinggian Air dan Debit Air Bulan Januari 2008... 61 5. Data Pengukuran Ketinggian Air dan Debit Air Bulan Februari 2008... 62 6. CT - 4 Desember 2007... 63 7. CT - 4 Januari 2008... 64 8. CT - 4 Februari 2008... 65 9. CT – 5 Desember 2007... 66 10. CT – 5 Januari 2008... 67 11. CT – 5 Februari 2008... 68 12. Debit Tiga Harian... 69
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun
1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di
Jakarta yang terjadi pada tahun 1997 selain menggenangi hampir seluruh penjuru kota
juga menjadi tragedi nasional yang menjadi perhatian dunia. Awal 2002 banjir
melanda Jakarta dan sekitarnya dan terjadi kembali pada awal 2007 banjir dengan
cakupan wilayah genangan yang lebih luas.
Penyelesaian permasalahan banjir di Jakarta telah banyak dilakukan dan
menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Berbagai usaha dilakukan untuk menangani
sungai Ciliwung, yaitu sungai utama yang mengaliri sebagian besar kota Jakarta.
Namun usaha yang telah dilakukan belum menampakkan hasil yang optimal. Salah
satu teknologi yang sedang dikembangkan adalah dengan menggunakan dam parit.
Dam parit dirancang untuk memanen hujan dan aliran permukaan dari daerah
tangkapan air kemudian sebagian dialirkan ke areal pertanian (target irigasi). Dam
parit dibangun hanya memanfaatkan luas badan saluran atau sungai sehingga tidak
mengurangi areal produktif. Selain itu, dam parit mampu mengurangi debit puncak
dan waktu respon di musim hujan, meningkatkan luas areal serapan dan peningkatan
cadangan air tanah serta aliran dasar sungai untuk peningkatan pengembangan
pertanian. Kemudian dengan ditampungnya air dalam dam parit dan dialirkan melalui
jaringan irigasi ke areal pertanian, terdapat kesempatan (waktu dan volume) air
meresap ke dalam tubuh tanah, sehingga akan mengurangi jumlah dan kecepatan
aliran permukaan. Berkurangnya kecepatan aliran permukaan dapat menurunkan
tingkat erosi dan sedimentasi di musim hujan. Air yang masuk ke dalam tubuh tanah
menjadi cadangan air tanah, sehingga resiko adanya banjir dapat terkurangi
(Balitklimat, 2005).
Daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung bagian hulu merupakan bagian yang
penting karena perubahan-perubahan yang terjadi pada DAS Ciliwung Hulu akan
berimplikasi lebih lanjut pada daerah yang ada di bawahnya (hilir). Selain itu, DAS
bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian DAS.
Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air. Oleh karena itu perencanaan
bagian hulu seringkali menjadi fokus perhatian. Pengelolaan DAS sebagai suatu
kesatuan ekosistem berarti pengelolaan yang terintegrasi, menyeluruh, terpadu yang
mendasar pada satuan wilayah keruangan DAS sebagai satuan wilayah pengelolaan
sumberdaya alam yang berwawasan lingkungan. Oleh karena DAS sebagai satu
kesatuan ekosistem hulu-hilir, maka aktivitas alih fungsi lahan di daerah hulu dapat
memberikan dampak pada daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit air,
banjir, transpor sedimen serta material terlarut lainnya, demikian pula erosi pada
daerah hulu yang berlangsung intensif menyebabkan terangkutnya lapisan tanah yang
subur tersedimentasi di hilir.
Berbagai usaha yang mengarah pada konservasi tanah dan air di hulu sungai
Ciliwung telah dilakukan. Salah satunya adalah dengan dibuatnya dam parit di sub
Das Cibogo yang masuk pada anak sungai ciliwung. Dam parit adalah suatu bangunan
konservasi air berupa bendungan kecil pada parit-parit alamiah yang dapat menahan
air atau menampung air pada saat musim hujan dan menyimpannya untuk
dipergunakan pada saat musim kemarau. Dam parit berfungsi untuk menurunkan debit
puncak pada saat musim hujan dan dapat mengurangi debit air yang dialirkan ke hilir,
Dasar penentuan yang digunakan dalam menentukan potensi air permukaan
adalah informasi karakteristik DAS yang meliputi topografi, tanah, penggunaan lahan,
curah hujan, jaringan hidrologi dan lain – lain. Hal teresbut juga yang digunakan
dalam penentuan awal posisi pembuatan dam parit, sehingga metodologi yang
digunakan meliputi: (1) karakterisasi wilayah untuk menentukan lereng dan bentuk
wilayah daerah penelitian, dengan mengetahui keadaan topografinya dapat diketahui
batas DAS, daerah tangkapan air, target irigasi serta jaringan hidrologi, (2)
karakterisasi tanah dilakukan dengan pengamatan morfologi tanah dilapang dan analisis sifat fisika tanah di laboratorium, (3) penggunaan lahan (luas, jenis dan
sebaran penggunaan lahan) dan pola tanam dilakukan melalui pengamatan lapang dan
wawancara dengan petani, (4) analisis kebutuhan air dilakukan dengan metode
analisis neraca air tanaman di daerah target irigasi, (5) penentuan jumlah, posisi, dan
dimensi dam parit ditentukan dengan memperhitungkan potensi air yang dapat
dipanen, bentuk dan posisi badan jalur sungai serta kebutuhan air untuk tanaman, (6)
pembangunan dam parit dilakukan dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang
tersedia (batu, pasir, tanah) dan sumberdaya manusia yang ada di daerah setempat.
Teknologi dam parit diharapkan dapat mendayagunakan aliran permukaan
dengan mengumpulkan atau membendung aliran air pada suatu parit (drainage
network) saat kelebihan pada waktu musim hujan sehingga dapat menurunkan debit
puncak dan mencegah adanya banjir. Teknologi dam parit diharapkan dapat menjadi
salah satu alternatif pemecahan masalah banjir yang juga terjadi di daerah – daerah
lain, sehingga keberadaan dam parit perlu dievaluasi untuk melihat keefektivannya.
Efektivitas dam parit dilihat dari kemampuannya dalam mengurangi debit air yang
melimpas ke saluran irigasi, konstruksi fisik dam parit dan aspek perencanaan
berdasar pada perbandingan besarnya biaya yang dikeluarkan dengan multifungsi
yang dihasilkan dari dam parit.
1.2 Rumusan Masalah
Kawasan DAS Ciliwung yang memiliki luas lebih kurang 38.260 ha berada di
dua propinsi, yakni Jawa Barat dan DKI, merupakan salah satu DAS prioritas yang
mempunyai kedudukan yang strategis (Syahrir, 2002). Bagian hulu terletak di
kawasan Bopunjur (Bogor-Puncak-Cianjur), sedang bagian hilir bermuara di teluk
Jakarta. Pesatnya pembangunan di kawasan Bopunjur yang ditandai dengan alih
fungsi lahan, disinyalir sebagai penyebab menurunnya fungsi kawasan tersebut
sebagai daerah penyangga. Data hasil pengukuran infiltrasi tanah di Sub DAS
Ciliwung hulu, diketahui bahwa kapasitas infiltrasi tanah di wilayah tersebut saat ini
mencapai 70 – 74 % dari total curah hujan tahunan (Irianto dan Pujilestari, 2002).
Menurut Pawitan (2002) antara tahun 1981 dan 1989 terjadi kenaikan debit puncak di
daerah hulu dari 46,5 m3/det menjadi 77,6 m3/det atau terjadi kenaikan sebesar 67%.
Kejadian banjir pada Februari 2002 menyebabkan 66% wilayah Jakarta terendam
banjir dan pada Februari 2007 mencapai kerugian Rp. 8 Trilyun (Bappenas, 2007).
Banjir mengarah pada terjadinya krisis air yang tidak dapat diatasi dengan cara
parsial dan sesaat. Hal ini disebabkan besaran, intensitas, frekuensi, dan durasinya
akhir-akhir ini sangat berbeda dibandingkan dengan periode sebelumnya. Untuk itu
diperlukan penerapan konsep manajemen pengelolaan air dengan penerapan masukan,
sistem dan keluaran. Masukan yang paling utama dalah sumber air yaitu curah hujan,
debit sungai dan air tanah dalam (air bumi). Sistem meliputi daerah aliran sungai,
sistem budidaya, dan manusia penghuninya. Keluaran meliputi produksi biomasa
Teknologi untuk mengantisipasi banjir yang telah diaplikasikan adalah
teknologi dam parit untuk menampung dan menahan kelebihan air di musim hujan
dan didistribusikan ke areal pertanian pada saat diperlukan. Dam parit dibangun hanya
memanfaatkan luas badan saluran atau sungai sehingga tidak mengurangi areal
produktif. Selain itu, dengan ditampungnya air dalam dam parit dan dialirkan melalui
jaringan irigasi ke areal pertanian terdapat kesempatan (waktu dan volume) untuk
meresapkan air ke dalam tubuh tanah (recharging) di sebagian areal DAS, sehingga
mengurangi resiko banjir di musim hujan (Balitklimat 2005). Akan tetapi selama ini
dimensi dam parit masih berdasar pada prediksi run off atau aliran permukaaan yang
ada dan lokasi dam parit masih didasarkan pada kondisi topografi daerah aliran
sungai. Selain itu, hal yang perlu dipertimbangkan adalah air hasil limpasan dari dam
parit agar dapat dimanfaatkan secara maksimal, yaitu saluran irigasi dibuat dengan
melewati lahan pertanian dan pemukiman penduduk. Permasalahan lain, seperti yang
terjadi pada bangunan pembendung air lainnya adalah adanya erosi yang mengendap
pada bangunan dan saluran sehingga dapat mengurangi efektivitas dam parit.
Penelitian ini dilakukan di DAS Citeko yang termasuk anak sungai DAS
Cibogo, bagian hulu DAS Ciliwung, di Kecamatan Mega Mendung Kabupaten
Bogor. Pemilihan lokasi pengamatan berdasarkan pertimbangan bahwa bagian hulu
DAS Ciliwung memiliki kontribusi besar dalam mengalirkan air pada DAS Ciliwung.
Selain itu keberadaan dam parit pada DAS Citeko telah difungsikan untuk mencegah
banjir pada DAS Ciliwung.
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah
sebagai berikut :
1. Adanya banjir di DAS Ciliwung yang salah satu usaha pencegahannya adalah
dengan menggunakan teknologi dam parit.
2. Efektivitas dam parit dalam mencegah banjir, yaitu dengan mengetahui
kapasitas tampungan dam parit berdasarkan kontruksi bangunan dam parit.
3. Multifungsi dam parit dalam skala DAS.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mengkaji efektivitas dam parit dalam penanggulangan banjir.
2. Mengetahui multifungsi dam parit dalam skala DAS.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan dapat dijadikan referensi dan
bahan pertimbangan dalam usaha penanggulangan banjir menggunakan dam parit dan
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun
1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di
Jakarta yang terjadi pada tahun 1997 selain menggenangi hampir seluruh penjuru kota
juga menjadi tragedi nasional yang menjadi perhatian dunia. Awal 2002 banjir
melanda Jakarta dan sekitarnya dan terjadi kembali pada awal 2007 banjir dengan
cakupan wilayah genangan yang lebih luas.
Penyelesaian permasalahan banjir di Jakarta telah banyak dilakukan dan
menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Berbagai usaha dilakukan untuk menangani
sungai Ciliwung, yaitu sungai utama yang mengaliri sebagian besar kota Jakarta.
Namun usaha yang telah dilakukan belum menampakkan hasil yang optimal. Salah
satu teknologi yang sedang dikembangkan adalah dengan menggunakan dam parit.
Dam parit dirancang untuk memanen hujan dan aliran permukaan dari daerah
tangkapan air kemudian sebagian dialirkan ke areal pertanian (target irigasi). Dam
parit dibangun hanya memanfaatkan luas badan saluran atau sungai sehingga tidak
mengurangi areal produktif. Selain itu, dam parit mampu mengurangi debit puncak
dan waktu respon di musim hujan, meningkatkan luas areal serapan dan peningkatan
cadangan air tanah serta aliran dasar sungai untuk peningkatan pengembangan
pertanian. Kemudian dengan ditampungnya air dalam dam parit dan dialirkan melalui
jaringan irigasi ke areal pertanian, terdapat kesempatan (waktu dan volume) air
meresap ke dalam tubuh tanah, sehingga akan mengurangi jumlah dan kecepatan
aliran permukaan. Berkurangnya kecepatan aliran permukaan dapat menurunkan
tingkat erosi dan sedimentasi di musim hujan. Air yang masuk ke dalam tubuh tanah
menjadi cadangan air tanah, sehingga resiko adanya banjir dapat terkurangi
(Balitklimat, 2005).
Daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung bagian hulu merupakan bagian yang
penting karena perubahan-perubahan yang terjadi pada DAS Ciliwung Hulu akan
berimplikasi lebih lanjut pada daerah yang ada di bawahnya (hilir). Selain itu, DAS
bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian DAS.
Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air. Oleh karena itu perencanaan
bagian hulu seringkali menjadi fokus perhatian. Pengelolaan DAS sebagai suatu
kesatuan ekosistem berarti pengelolaan yang terintegrasi, menyeluruh, terpadu yang
mendasar pada satuan wilayah keruangan DAS sebagai satuan wilayah pengelolaan
sumberdaya alam yang berwawasan lingkungan. Oleh karena DAS sebagai satu
kesatuan ekosistem hulu-hilir, maka aktivitas alih fungsi lahan di daerah hulu dapat
memberikan dampak pada daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit air,
banjir, transpor sedimen serta material terlarut lainnya, demikian pula erosi pada
daerah hulu yang berlangsung intensif menyebabkan terangkutnya lapisan tanah yang
subur tersedimentasi di hilir.
Berbagai usaha yang mengarah pada konservasi tanah dan air di hulu sungai
Ciliwung telah dilakukan. Salah satunya adalah dengan dibuatnya dam parit di sub
Das Cibogo yang masuk pada anak sungai ciliwung. Dam parit adalah suatu bangunan
konservasi air berupa bendungan kecil pada parit-parit alamiah yang dapat menahan
air atau menampung air pada saat musim hujan dan menyimpannya untuk
dipergunakan pada saat musim kemarau. Dam parit berfungsi untuk menurunkan debit
puncak pada saat musim hujan dan dapat mengurangi debit air yang dialirkan ke hilir,
Dasar penentuan yang digunakan dalam menentukan potensi air permukaan
adalah informasi karakteristik DAS yang meliputi topografi, tanah, penggunaan lahan,
curah hujan, jaringan hidrologi dan lain – lain. Hal teresbut juga yang digunakan
dalam penentuan awal posisi pembuatan dam parit, sehingga metodologi yang
digunakan meliputi: (1) karakterisasi wilayah untuk menentukan lereng dan bentuk
wilayah daerah penelitian, dengan mengetahui keadaan topografinya dapat diketahui
batas DAS, daerah tangkapan air, target irigasi serta jaringan hidrologi, (2)
karakterisasi tanah dilakukan dengan pengamatan morfologi tanah dilapang dan analisis sifat fisika tanah di laboratorium, (3) penggunaan lahan (luas, jenis dan
sebaran penggunaan lahan) dan pola tanam dilakukan melalui pengamatan lapang dan
wawancara dengan petani, (4) analisis kebutuhan air dilakukan dengan metode
analisis neraca air tanaman di daerah target irigasi, (5) penentuan jumlah, posisi, dan
dimensi dam parit ditentukan dengan memperhitungkan potensi air yang dapat
dipanen, bentuk dan posisi badan jalur sungai serta kebutuhan air untuk tanaman, (6)
pembangunan dam parit dilakukan dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang
tersedia (batu, pasir, tanah) dan sumberdaya manusia yang ada di daerah setempat.
Teknologi dam parit diharapkan dapat mendayagunakan aliran permukaan
dengan mengumpulkan atau membendung aliran air pada suatu parit (drainage
network) saat kelebihan pada waktu musim hujan sehingga dapat menurunkan debit
puncak dan mencegah adanya banjir. Teknologi dam parit diharapkan dapat menjadi
salah satu alternatif pemecahan masalah banjir yang juga terjadi di daerah – daerah
lain, sehingga keberadaan dam parit perlu dievaluasi untuk melihat keefektivannya.
Efektivitas dam parit dilihat dari kemampuannya dalam mengurangi debit air yang
melimpas ke saluran irigasi, konstruksi fisik dam parit dan aspek perencanaan
berdasar pada perbandingan besarnya biaya yang dikeluarkan dengan multifungsi
yang dihasilkan dari dam parit.
1.2 Rumusan Masalah
Kawasan DAS Ciliwung yang memiliki luas lebih kurang 38.260 ha berada di
dua propinsi, yakni Jawa Barat dan DKI, merupakan salah satu DAS prioritas yang
mempunyai kedudukan yang strategis (Syahrir, 2002). Bagian hulu terletak di
kawasan Bopunjur (Bogor-Puncak-Cianjur), sedang bagian hilir bermuara di teluk
Jakarta. Pesatnya pembangunan di kawasan Bopunjur yang ditandai dengan alih
fungsi lahan, disinyalir sebagai penyebab menurunnya fungsi kawasan tersebut
sebagai daerah penyangga. Data hasil pengukuran infiltrasi tanah di Sub DAS
Ciliwung hulu, diketahui bahwa kapasitas infiltrasi tanah di wilayah tersebut saat ini
mencapai 70 – 74 % dari total curah hujan tahunan (Irianto dan Pujilestari, 2002).
Menurut Pawitan (2002) antara tahun 1981 dan 1989 terjadi kenaikan debit puncak di
daerah hulu dari 46,5 m3/det menjadi 77,6 m3/det atau terjadi kenaikan sebesar 67%.
Kejadian banjir pada Februari 2002 menyebabkan 66% wilayah Jakarta terendam
banjir dan pada Februari 2007 mencapai kerugian Rp. 8 Trilyun (Bappenas, 2007).
Banjir mengarah pada terjadinya krisis air yang tidak dapat diatasi dengan cara
parsial dan sesaat. Hal ini disebabkan besaran, intensitas, frekuensi, dan durasinya
akhir-akhir ini sangat berbeda dibandingkan dengan periode sebelumnya. Untuk itu
diperlukan penerapan konsep manajemen pengelolaan air dengan penerapan masukan,
sistem dan keluaran. Masukan yang paling utama dalah sumber air yaitu curah hujan,
debit sungai dan air tanah dalam (air bumi). Sistem meliputi daerah aliran sungai,
sistem budidaya, dan manusia penghuninya. Keluaran meliputi produksi biomasa
Teknologi untuk mengantisipasi banjir yang telah diaplikasikan adalah
teknologi dam parit untuk menampung dan menahan kelebihan air di musim hujan
dan didistribusikan ke areal pertanian pada saat diperlukan. Dam parit dibangun hanya
memanfaatkan luas badan saluran atau sungai sehingga tidak mengurangi areal
produktif. Selain itu, dengan ditampungnya air dalam dam parit dan dialirkan melalui
jaringan irigasi ke areal pertanian terdapat kesempatan (waktu dan volume) untuk
meresapkan air ke dalam tubuh tanah (recharging) di sebagian areal DAS, sehingga
mengurangi resiko banjir di musim hujan (Balitklimat 2005). Akan tetapi selama ini
dimensi dam parit masih berdasar pada prediksi run off atau aliran permukaaan yang
ada dan lokasi dam parit masih didasarkan pada kondisi topografi daerah aliran
sungai. Selain itu, hal yang perlu dipertimbangkan adalah air hasil limpasan dari dam
parit agar dapat dimanfaatkan secara maksimal, yaitu saluran irigasi dibuat dengan
melewati lahan pertanian dan pemukiman penduduk. Permasalahan lain, seperti yang
terjadi pada bangunan pembendung air lainnya adalah adanya erosi yang mengendap
pada bangunan dan saluran sehingga dapat mengurangi efektivitas dam parit.
Penelitian ini dilakukan di DAS Citeko yang termasuk anak sungai DAS
Cibogo, bagian hulu DAS Ciliwung, di Kecamatan Mega Mendung Kabupaten
Bogor. Pemilihan lokasi pengamatan berdasarkan pertimbangan bahwa bagian hulu
DAS Ciliwung memiliki kontribusi besar dalam mengalirkan air pada DAS Ciliwung.
Selain itu keberadaan dam parit pada DAS Citeko telah difungsikan untuk mencegah
banjir pada DAS Ciliwung.
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah
sebagai berikut :
1. Adanya banjir di DAS Ciliwung yang salah satu usaha pencegahannya adalah
dengan menggunakan teknologi dam parit.
2. Efektivitas dam parit dalam mencegah banjir, yaitu dengan mengetahui
kapasitas tampungan dam parit berdasarkan kontruksi bangunan dam parit.
3. Multifungsi dam parit dalam skala DAS.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mengkaji efektivitas dam parit dalam penanggulangan banjir.
2. Mengetahui multifungsi dam parit dalam skala DAS.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan dapat dijadikan referensi dan
bahan pertimbangan dalam usaha penanggulangan banjir menggunakan dam parit dan
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang
dibatasi oleh batas – batas topografi secara alami sehingga setiap air hujan yang jatuh
dalam DAS tersebut akan mengalir melalui titik tertentu (titik pengukuran di sungai)
dalam DAS tersebut. Pengertian DAS tersebut menggambarkan suatu wilayah yang
mengalirkan air yang jatuh diatasnya beserta sedimen dan bahan terlarut melalui titik
yang sama sepanjang suatu aliran atau sungai. DAS atau watersheed dapat terbagi
menjadi sub DAS dan sub – sub DAS, sehingga luas DAS pun akan bervariasi dari
beberapa puluh meter persegi sampai ratusan ribu hektar tergantung dimana titik
pengukuran ditempatkan (Sinukaban, 2001)
Hadinugroho (2002) mengemukakan bahwa DAS merupakan suatu sistem
lahan yang lengkap secara fisik dan terbatasi jelas, didalamnya dapat dijumpai
bebagai kombinasi topografi, tanah, hidrologi dan iklim. Dengan pengertian ini, maka
DAS membekali suatu jaringan pengatur tertentu dengan air beserta bahan terlarut di
dalam air.
DAS sebagai suatu sistem dan pengembangannya bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia secara lestari, sehingga sasaran pengembangan DAS akan
menciptakan ciri – ciri seperti : (1) mampu memberikan produktivitas lahan yang
tinggi, (2) mampu menjamin kelestarian DAS, yaitu mampu menjamin produktivitas
yang tinggi, erosi/ sedimen yang rendah dan fungsi DAS sebagai penyimpan air dapat
memberikan “water yield” yang cukup tinggi dan merata sepanjang tahun, (3) mampu
menjaga adanya pemerataan pendapatan petani (equity) dan (4) mampu
mempertahankan kelestarian DAS terhadap goncangan yang terjadi (relisilient)
(Sinukaban, 1999).
2.2 Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Pengelolaan DAS adalah suatu kegiatan untuk menggunakan semua
sumberdaya lahan, biofisik, sosial, ekonomi dalam DAS secara maksimal dalam
waktu yang tidak terbatas dan menekan bahaya kerusakan seminimal mungkin untuk
mencapai tujuan produksi pertanian yang optimum. Menurut Asdak (2002)
pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau
program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di
daerah alian sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan
terjadinya kerusakan sumberdaya air dan tanah, yang berarti sebagai pengelolaan dan