• Tidak ada hasil yang ditemukan

Halaman 1. Kerangka pemikiran stunting dengan perkembangan bahasa dan

kognitif ... 28 2. Kerangka sampling ... 31

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia seperti tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum. Pewujudan tujuan nasional tersebut diselenggarakan pembangunan nasional secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah dan berkesinambungan. Agar tercapainya tujuan pembangunan nasional tersebut dibutuhkan antara lain tersedianya sumber daya manusia yang tangguh, mandiri serta berkualitas.

Pembangunan suatu bangsa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan setiap warga. Peningkatan kemajuan dan kesejahteraan bangsa sangat tergantung pada kemampuan dan kualitas sumber daya manusianya. Ukuran kualitas sumber daya manusia dapat dilihat pada indeks pembangunan Manusia (IPM), sedangkan ukuran kesejahteraan masyarakat antara lain dapat dilihat pada tingkat kemiskinan dan status gizi masyarakat (BPPN 2007).

Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima di samping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Kekurangan gizi dapat merusak kualitas SDM (Amarita & Tatang 2004).

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan prevalensi nasional balita pendek (stunted) dan balita sangat pendek (severe stunted) berdasarkan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) adalah 35.6% (terdiri dari 18.5% sangat pendek dan 17.1% pendek) atau lebih dari sepertiga balita di Indonesia. Berdasarkan prevalensi tersebut, kejadian stunted termasuk masalah karena prevalensi nasional masih diatas toleransi yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO 2009) yang hanya 20%.

Permasalahan pokok yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah tingginya masalah gizi kurang yang berdampak terhadap rendahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM). Hasil penelitian Husaini et al. (2003), menyatakan bahwa masalah kurang energi protein (KEP) sebagai salah satu masalah gizi utama yang terjadi pada balita sangat berpengaruh pada proses tumbuh kembang anak. Kurang gizi erat hubungan dengan kemunduran kecerdasan anak dan menyebabkan rendahnya perkembangan kognitif. Manifestasi KEP

tersebut jika tidak diperbaiki sebelum usia 3 tahun (batita), maka dikemudian hari akan terjadi penurunan kualitas fisik dan mental yang akan menghambat prestasi belajar dan produktivitas kerja.

Seperti di negara-negara berkembang lain, pendek atau stunting adalah retardasi pertumbuhan linier dengan defisit dalam panjang atau tinggi badan sebesar kurang dari -2 SD Z–Score, menurut baku rujukan pertumbuhan World Health Organization/National Center for Health Statistics (WHO) di Indonesia permasalahan stunted merupakan hal yang umum terjadi. Prevalensi stunting pada bayi dan anak-anak masih cukup tinggi sebagai akibat asupan gizi yang tidak adekuat (ACC/SCN 2000).

Stunting disebabkan oleh kumulasi episode stress yang sudah berlangsung lama misalnya infeksi dan asupan makanan yang buruk, yang kemudian tidak terimbangi oleh catch up growth (kejar tumbuh) Hal ini mengakibatkan menurunnya pertumbuhan apabila dibandingkan dengan anak- anak yang tumbuh dalam lingkungan yang mendukung (Waterlow & Schurch 1994).

Pada periode hidup manusia, masa anak-anak merupakan periode paling kritis saat usia anak-anak sampai usia lima tahun merupakan suatu masa atau tahapan umur yang menentukan kualitas manusia pada usia selanjutnya. Periode kritis anak sampai usia dua tahun pertama merupakan periode window of opportunity yang membutuhkan dukungan gizi, stimulus khusus dan intervensi selama pengalaman-pengalaman atau stimulus khusus yang diperlukan untuk mendukung perkembangan otak anak dalam mencapai potensi yang optimal. Dampak kekurangan gizi pada anak menyebabkan menurunnya perkembangan otak yang juga dapat berdampak pada rendahnya kecerdasan, kemampuan belajar, kreativitas, dan produktivitas anak (Syarief et al. 2006). Gagal tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi pada masa-masa emas ini akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya yang sulit diperbaiki. Anak yang menderita kurang gizi (stunted) berat mempunyai rata-rata IQ 11 point lebih rendah dibandingkan rata-rata anak-anak yang tidak stunted (UNICEF 2001).

Beberapa penelitian membuktikan adanya hubungan yang kuat antara gizi buruk pada usia kanak-kanak dini dengan berkurangnya tingkat kecerdasan anak di kemudian hari. Watanabe et al. (2005) menemukan pengaruh yang signifikan dari intervensi gizi dan stimulasi pada peningkatan skor tes kognitif anak pendek (stuntedi). Freeman et al. (1980) menyatakan malnutrisi pada

masa bayi dan anak-anak akan berpengaruh pada aspek perkembangan kognitif anak. Mendez & Adair (1999) yang melakukan penelitian di Filipina menemukan bahwa anak yang pendek sejak lahir sampai usia 2 tahun memiliki skor kognitif yang rendah dibandingkan dengan anak yang normal pada usia 8 dan 11 tahun, juga memiliki skor yang rendah di nilai matematika dan bahasa. Penelitian oleh Hizni et al. (2009) menyatakan bahwa status gizi stunted pada anak balita lima tahun memiliki risiko keterlambatan perkembangan bahasa lebih tinggi dibandingkan anak normal, aspek perkembangan bahasa merupakan salah satu indikator dari perkembangan anak.

Kejadian stunting menjadi masalah kesehatan masyarakat karena berhubungan dengan meningkatnya risiko terjadinya kesakitan dan kematian, perkembangan motorik terlambat, dan terhambatnya pertumbuhan mental. Stunting merupakan indikator sensitif untuk sosioekonomi yang buruk dan prediktor untuk morbiditas serta mortalitas jangka panjang (Waterlow & Schurch 1994 dalam ACC/SCN 2000). Perkembangan anak berusia dibawah lima tahun yang tidak optimal berdampak pada menurunnya kualitas sumberdaya manusia Mc Gregor et al. (2007).

Menurut Rivera et al. (1999) anak stunted banyak ditemukan diwilayah dengan tingkat sosioekonomi yang buruk, pendapatan orang tua dan tingkat pendidikan yang rendah serta kebersihan rumah yang buruk. Kelurahan Sumur Batu, Bantar Gebang merupakan salah satu Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) terbesar di kota Bekasi dan Jakarta yang memiliki kondisi sanitasi lingkungan, keadaan sosial ekonomi serta tingkat pendidikan warga yang rendah. Keadaaan tersebut berpotensi menimbulkan masalah gizi yaitu stunting, hal ini berdampak pada perkembangan anak khususnya pada bahasa dan kognitif. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui perbedaan perkembangan anak balita stunted dan balita normal dilihat dari aspek perkembangan bahasa dan kognitif.

Tujuan Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakteristik pada anak balita stunted dan normal terhadap perkembangan kognitif dan bahasanya.

Tujuan Khusus

1.

Mengidentifikasi karakteristik keluarga dan karakteristik anak balita pendek (stunted) dan balita normal (non stunted).

2.

Mengidentifikasi pola asuh makan dan frekuensi konsumsi pangan pada anak balita pendek (stunted) dan normal (nonstunted).

3.

Mengidentifikasi perbedaan perkembangan bahasa dan kognitif pada anak balita pendek (stunted) dan normal (nonstunted).

4.

Menganalisis perbedaan perkembangan bahasa dan kognitif berdasarkan karakteristik anak dan keluarga.

5.

Menganalisis hubungan status gizi indeks (TB/U) dengan perkembangan bahasa dan kognitif anak balita.

Hipotesis

Terdapat perbedaan perkembangan bahasa dan kognitif di Kelurahan Bantar gebang Bekasi. Terdapat hubungan status gizi (TB/U) dengan perkembangan kognitif dan bahasa pada anak balita.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi bahwa masalah stunting pada balita sebaiknya menjadi perhatian baik dikalangan Pemerintah sebagai pembuat kebijakan maupun pihak swasta dan masyarakat terutama orang tua. Gambaran dari penelitian ini menunjukkan bahwa pentingnya pemberian stimulus yang tepat untuk perkembangan anak balita, baik pada perkembangan bahasa dan kognitifnya selain itu itu dukungan gizi serta pola asuh makan yang tepat sangat dibutuhkan anak guna menciptakan pertumbuhan dan perkembangan yang optimal sehingga terwujudnya sumber daya manusia yang berkualitas dimasa mendatang.

Dokumen terkait