• Tidak ada hasil yang ditemukan

No. Halaman

1. Kandungan klorofil (mg/g berat basah sampel) ...………... 144

2. Penampilan warna daun beberapa genotipe kedelai pada berbagai

intensitas cahaya rendah……….. 145

3. Diskripsi varietas Pangrango……….. 146

4. Diskripsi varietas Pangrango..………... 147

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia karena memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Kebutuhan kedelai di dalam negeri terus meningkat setiap tahun (sekitar 2 juta ton) seiring dengan kesadaran masyarakat yang semakin tinggi akan pentingnya produk berbahan baku kedelai. Di lain pihak, produksi kedelai nasional cenderung stagnan, sekitar 730 ribu ton per tahun. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan kedelai nasional, pemerintah mengimpor sekitar 60 persen atau sekitar 700 ribu ton per tahun pada tahun 1998 bahkan meningkat mencapai rata-rata 1,2 juta ton per tahun sejak 2000 – 2004 (Badan Litbang Deptan 2005). Berbagai upaya pemerintah seperti program kedelai mandiri (prokema), gema palagung, dan program lainnya ternyata belum mampu meningkatkan produksi kedelai nasional. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut maka pemerintah mencanangkan Program Swasembada Kedelai 2008 melalui peningkatan produktivitas dengan penerapan teknologi produksi dan juga melalui perluasan areal tanam.

Peningkatan produksi kedelai nasional melalui perluasan areal tanam memiliki potensi yang cukup besar, antara lain melalui penggunaan lahan di bawah tegakan tanaman perkebunan, hutan tanaman industri (HTI) melalui program agroforestri, atau tumpangsari dengan tanaman pangan semusim lainnya. Kendala utama pengembangan kedelai di bawah tegakan atau sistem tumpangsari tersebut adalah rendahnya intensitas cahaya akibat faktor naungan. Menurut Asadi dan Arsyad (1995); Asadi et al. (1997), intensitas cahaya berkurang hingga mencapai 75% di bawah tegakan tanaman perkebunan dan 33% di bawah tumpangsari dengan jagung atau sorgum. Tanaman kedelai memerlukan radiasi matahari yang optimum (sekitar 0.3 - 0.8 kal/cm2/menit setara 431-1152 kal/cm2/hari) dengan spektrum atau panjang gelombang berkisar 400-700 nm (disebut photosynthetically active radiation, PAR) untuk mendapatkan hasil bersih fotosintat yang tinggi (Kassam 1978; Salisbury dan Ross 1992). Selain berperan dominan pada proses fotosintesis, cahaya juga berfungsi sebagai

pengendali, pemicu, dan modulator respon morfogenesis khususnya pada tahap awal pertumbuhan tanaman (McNellis dan Deng 1995). Anderson (2000) juga menjelaskan bahwa tanaman yang tumbuh di lingkungan bercekaman tersebut sulit mengekspresikan potensial genetiknya secara utuh untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi secara maksimum. Dilaporkan bahwa hasil kedelai menurun rata-rata 30-60% pada kondisi cekaman naungan. Handayani (2003) juga melaporkan bahwa akibat cekaman naungan 50%, hasil per hektar tanaman kedelai menurun 10 - 40%. Oleh karena itu diperlukan upaya pemuliaan untuk memperoleh genotipe atau varietas unggul baru kedelai yang mampu beradaptasi pada lingkungan bercekaman intensitas cahaya rendah.

Berbagai upaya pendekatan ke arah perbaikan adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah sudah mulai dirintis sejak tahun 2001 oleh Kelompok Penelitian untuk Perbaikan Tanaman (Research Group for Crop Improvement,

RGCI) IPB melalui kajian aspek fisiologi, pemuliaan, dan molekuler (Sopandie et al. 2002, 2003a; Khumaida 2002; Trikoesoemaningtyas et al. 2003).

Kegiatan pemuliaan kedelai toleran naungan dimulai dengan pembentukan 12 populasi bersegregasi dengan metode restricted bulk hasil persilangan dialel lengkap dari empat tetua terpilih (Ceneng, Pangrango, Godek, Slamet). Analisis genetik karakter agronomi yang terkait adaptasi kedelai terhadap naungan sudah dilaporkan (Trikoesoemaningtyas et al. 2003). Seleksi terhadap karakter-karakter yang berkontribusi terhadap sifat adaptasi akan lebih efektif apabila didasari oleh hasil analisis genetik seperti pendugaan jumlah dan aksi gen serta daya waris gen-gen yang mengen-gendalikan karakter-karakter tersebut (Poehlman dan Sleper 1995; Roy 2000). Karakter daun merupakan karakter yang terlibat langsung dalam proses penerimaan, pengiriman signal cahaya sampai proses fotosintesis. Namun informasi genetik untuk aspek fisiologi dan morfologi daun yang terkait dengan adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah masih sangat terbatas.

Aspek fisiologi adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah sudah mulai dipelajari melalui respon spesifik pada berbagai tingkatan seperti adanya perubahan anatomi, morfologi, fisiologi, biokimia sampai tingkat molekuler dan sudah banyak dilaporkan (Sopandie et al. 2001; Khumaida 2002; Murchie et al. 2002; Alves de Alvarenga 2003; Juraimi et al. 2004). Pada tanaman padi gogo

dilaporkan bahwa beberapa karakter anatomi, morfologi, fisiologi dan biokimia (klorofil, karoten, karbohidrat, enzim rubisko) terkait erat dengan efisiensi fotosintesis. Selain itu terdapat perbedaan yang jelas antara genotipe toleran dan peka dalam mekanisme adaptasinya terhadap naungan (Sopandie et al. 2001, 2003a, 2003b; Khumaida 2002; Soverda 2002). Pada tanaman kedelai, karakter fotosintetik daun seperti kandungan klorofil a, b dan rasio klorofil a/b serta luas daun merupakan karakter penting bagi adaptasi kedelai terhadap naungan (Sopandie et al. 2002 dan 2006; Khumaida 2002; Handayani 2003; Jufri 2006). Penurunan rasio klorofil a/b sebagai bentuk aklimatisasi fotosintesis terhadap intensitas cahaya rendah juga telah dilaporkan pada kacang kapri (Leong dan Anderson 1984), bayam (Lindahl et al. 1995), barley (de la Torre dan Burkey 1999), gandum (Behera dan Choudhury 2001), dan Arabidopsis (Bailey et al. 2001).

Dari aspek molekuler, gen-gen yang terkait adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya masih belum banyak dilaporkan namun sudah mulai dirintis oleh Dr Nurul Khumaida. Khumaida (2002) berhasil mengidentifikasi sembilan kandidat gen yang terkait erat dengan karakter adaptasi kedelai terhadap naungan dan tiga fragment cDNA diantaranya (E3, JJ3, dan EE2) terindikasi merupakan kandidat gen fotosintetik yang terkait erat dengan gen yang mengkode protein kompleks membran tilakoid yaitu berturut-turut fotosistem II (PSII), fotosistem I (PSI), dan sitokrom. Fragmen cDNA JJ3 yang terkait protein kompleks PSI telah

berhasil diperoleh sekuen lengkapnya (Sopandie et al. 2005) dengan

menggunakan metode RACE (Rapid Amplification of cDNA Ends). Dengan

demikian tahap berikutnya adalah karakterisasi, konfirmasi fungsi dan analisis pola ekspresinya bagi keperluan mempelajari mekanisme adaptasi dan pemuliaan adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah.

Pola ekspresi gen bermanfaat untuk dapat mengetahui apakah gen tersebut termasuk gen dengan respon umum (regulated genes atau functional genes) ataukah gen pengendali stres spesifik (regulatory genes). Pada kondisi stres cahaya rendah, ekspresi gen dengan respon umum (regulated genes) meningkat pada genotipe toleran maupun genotipe peka. Gen tersebut tidak dapat digunakan untuk membedakan genotipe toleran atau peka, sedangkan gen pengendali stres

spesifik (regulatory genes) ekspresinya lebih tinggi pada genotipe toleran dari pada genotipe peka. Gen-gen regulator ini sangat penting karena dapat berfungsi sebagai ‘master switches’ yang mengaktifkan program pengiriman signal stres (signal transduction) sehingga dapat meningkatkan kemampuan adaptasi tanaman kedelai terhadap cekaman naungan.

Pola ekspresi beberapa gen fotosintetik pada berbagai kondisi cahaya telah banyak dilaporkan antara lain gen chlorophyll a/b binding protein (CAB),

chalcone synthase (CHS) dan ribulose-1,5-bisphosphate carboxylase/oxygenase small subunit (rbcS) ketiganya merupakan light-regulated genes yang bersifat up-regulated pada tanaman tomat (Peters et al. 1998), gen chlorophyll a oxygenase (CAO) yang mengkatalisis konversi klorofil a menjadi klorofil b, gen CHLD yang mengkode enzim biosintesis klorofil pada ganggang hijau Dunaliella salina

(Masuda et al. 2002), gen phytochrome B (phyB) dan gen Arabidopsis thaliana homeobox (ATHB) yang terlibat dalam mekanisme avoidance (Ziemienowicz dan Gabrys 2003; Vandenbussche 2005). Pola ekspresi gen-gen fotosintetik tersebut pada tanaman kedelai dalam kondisi cekaman intensitas cahaya rendah belum banyak dilaporkan. Informasi genomik yang berbasis RNA ini bermanfaat untuk mempelajari mekanisme fisiologi dan molekuler adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah.

Rumusan Masalah

Pengembangan tanaman kedelai sebagai tanaman sela di bawah tanaman perkebunan, hutan tanaman industri, atau tumpangsari dengan tanaman pangan lain, merupakan salah satu bentuk terobosan untuk meningkatkan produksi kedelai nasional dan mengurangi ketergantungan impor yang terus meningkat setiap tahun. Akan tetapi kendala utama pengembangan kedelai di lingkungan tersebut adalah faktor intensitas cahaya rendah akibat naungan. Untuk itu diperlukan genotipe atau varietas baru kedelai yang toleran terhadap intensitas cahaya rendah. Sejauh ini upaya pemuliaan untuk mendapatkan genotipe atau varietas baru toleran intensitas cahaya rendah masih belum berkembang dengan baik karena belum tersedianya informasi lengkap di bidang fisiologi, genetika, dan molekuler bagi perakitan varietas toleran naungan. Oleh karena itu penelitian ke arah

pencarian karakter terutama karakter morfologi dan fisiologi daun, genetika adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah berdasarkan karakter morfo-fisiologi daun, dan molekuler gen-gen yang terkait adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah mutlak diperlukan.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman komprehensif tentang mekanisme adaptasi kedelai terhadap cekaman intensitas cahaya rendah melalui pendekatan morfo-fisiologi, genetik dan molekuler yang dibutuhkan bagi perakitan varietas untuk adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Memperoleh karakter morfo-fisiologi daun sebagai penciri adaptasi kedelai

terhadap intensitas cahaya rendah.

2. Melakukan pendugaan parameter genetik adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah berdasarkan morfo-fisiologi daun.

3. Melakukan karakterisasi sekuen lengkap, gen yang terkait dengan adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah (JJ3).

4. Memperoleh informasi pola ekspresi gen-gen yang terkait adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah (JJ3, CAB, phyB, dan ATHB).

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai pedoman dasar dalam program pemuliaan atau perbaikan tanaman kedelai toleran intensitas cahaya rendah. Selain itu diharapkan juga sebagai pedoman dalam pengembangan teknik budidaya untuk memperbaiki karakter kedelai sehingga mampu beradaptasi pada kondisi intensitas cahaya rendah seperti di bawah tegakan tanaman perkebunan, hutan industri, atau tumpangsari dengan tanaman semusim lain.

Hipotesis

Agar penelitian ini dapat dilaksanakan lebih terarah, maka diajukan beberapa hipotesis sebagai berikut:

1. Kedelai genotipe toleran dan genotipe peka naungan memiliki karakter morfologi dan fisiologi daun sebagai penciri adaptasi yang berbeda terhadap cekaman intensitas cahaya rendah.

2. Karakter morfo-fisiofologi daun, karakter penciri kedelai toleran dan peka cahaya rendah, dikendalikan oleh gen minor dan gen major.

3. Gen-gen yang terkait adaptasi kedelai terhadap cekaman intensitas cahaya rendah memiliki tingkat homologi yang tinggi dengan gen-gen yang terkait adaptasi terhadap cekaman intensitas cahaya rendah pada tanaman lain.

4. Terdapat perbedaan pola ekspresi gen-gen yang terkait adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah.

Ruang Lingkup Penelitian

Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, maka telah dilakukan empat rangkaian percobaan. Percobaan 1, Respon Morfo-fisiologi Daun, Penciri Adaptasi Kedelai terhadap Intensitas Cahaya Rendah. Percobaan 2, Analisis Genetik Adaptasi Kedelai terhadap Intensitas Cahaya Rendah berdasarkan Karakter Morfo-fisiologi Daun. Percobaan 3, Analisis Sekuen Lengkap Gen yang Terkait Adaptasi Kedelai terhadap Intensitas Cahaya Rendah. Percobaan 4, Analisis Pola Ekspresi Gen-gen yang Terkait Adaptasi Kedelai terhadap Intensitas Cahaya Rendah.

Secara skematis, bagan alir atau tahapan penelitian secara keseluruhan disajikan pada Gambar 1.

Karakter Penciri Adaptasi

Mekanisme Adaptasi Kedelai terhadap Intensitas Cahaya Rendah yang Dibutuhkan bagi Pemuliaan Kedelai Toleran Intensitas Cahaya Rendah

Bahan Kegenetikan

Analisis Genetik Karakter Daun, Penciri Adaptasi ICR Analisis Respon Karakter

Daun, Penciri Adaptasi ICR

Perlakuan Intensitas Cahaya Rendah (ICR)

Analisis Sekuen Lengkap Gen Terkait Adaptasi ICR

Ekspresi Gen-gen Terkait Adaptasi ICR

RT-PCR RNA Total

Pola Ekspresi Gen Terkait Naungan Jumlah Gen, Aksi

Gen, Heritabilitas Karakterisasi Gen-gen Terkait ICR Pendekatan Molekuler Pendekatan Morfo-fisiologi

Sekuen Lengkap cDNA JJ3

(Sopandie et al. 2005) cDNA Luas Daun, BDS, Klorofil Luas Daun, BDS, Klorofil Pendekatan Genetik

Gambar 1 Bagan alir penelitian

BAB II

Dokumen terkait