• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lampiran 1 Peta lokasi penelitian 61

Lampiran 2 Kerangka sampling penyuluh 62

Lampiran 3 Dokumentasi penelitian 63

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini, perkembangan pasar bebas di era globalisasi ekonomi sudah mulai tampak di pasaran dalam negeri. Berdasarkan data statistik realisasi impor komoditas pangan yang diolah Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin) menyatakan bahwa pada September 2013 komoditas utama impor subsektor ini adalah gandum/meslin segar yang mencapai US$158.30 juta, jagung segar sebesar US$ 33.95 juta dan beras sebesar US$ 26.99 juta (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2013). Kondisi ini menuntut petani untuk meningkatkan produk pertanian dalam negeri. Hal ini dapat diwujudkan melalui peningkatan kualitas petani dan peningkatan kemandirian petani melalui pemberdayaan dan perlindungan petani.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, pemberdayaan petani adalah segala upaya untuk meningkatkan kemampuan petani untuk melaksanakan usaha tani yang lebih baik melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan, pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil pertanian, konsolidasi dan jaminan luasan lahan pertanian, kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi serta penguatan kelembagaan petani. Salah satu yang dibutuhkan untuk memberdayakan petani adalah penyuluhan dan pendampingan petani agar menjadi petani yang mandiri dan profesional dalam meningkatkan produktivitasnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan, penyuluhan pertanian perikanan dan kehutanan yang selanjutnya disebut penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama dan pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi dan permodalan, dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraan, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Pelaksanakan penyuluhan yang tepat guna membutuhkan teknologi informasi yang dapat menjangkau khalayak luas untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan, yaitu dengan menggunakan media hibrida. Sejak tahun 2009 Kementrian Pertanian melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) telah memfasilitasi media on-line yang dinamakan cyber extension. Cyber extension merupakan sistem informasi penyuluhan pertanian melalui media internet yang dibangun untuk mendukung penyediaan materi penyuluhan dalam memfasilitasi proses pembelajaran agribisnis pelaku utama dan pelaku usaha. Pengembangan cyber extension secara umum bertujuan untuk mengembangkan sistem informasi pertanian berbasis web terpadu, terintegrasi, tepat guna dan bermanfaat bagi penyuluh, kelembagaan penyuluhan serta para pelaku agribisnis ataupun masyarakat pada umumnya. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 2 Tahun 2008 pasal 8 bahwa penyuluhan pertanian melalui website merupakan salah satu tugas penyuluh pertanian

2

terutama bagi penyuluh pertanian yang telah menyandang jabatan fungsional sebagai Penyuluh Pertanian Ahli.

Cyber extension dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pelayanan data dan informasi penyuluhan yang memadai sehingga dapat memfasilitasi proses pembelajaran penyuluh. Selain itu, melalui cyber extension penyuluh dapat berinteraksi dengan penyuluh lain, pelaku utama, dan pelaku usaha lainnya sehingga komunikasi lebih praktis. Cyber extension juga dapat dimanfaatkan oleh petani untuk memperoleh informasi pertanian yang antara lain meliputi teknologi budidaya, pola tanam, jadwal tanam varietas baru dan produksi tinggi, komoditas yang sedang dibutuhkan konsumen, harga pasar dan lain-lain. Hal ini dapat mendukung petani untuk mendapatkan informasi sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan teknologi. Pemanfaatan cyber extension diharapkan dapat mengatasi kesenjangan informasi antara petani pemasok dengan petani pemasar serta dengan pihak yang terlibat dalam kegiatan pengembangan pertanian. Cyber extension sudah diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 2004, salah satunya melalui telecenter di bawah program Partnerships for e-Prosperity for the poor

(Pe-PP) salah satunya di Desa Pabelan, Magelang Jawa tengah (Sumardjo et al.

2010).

Hasil penelitian Permatasari (2013) menyatakan bahwa pemanfaatan cyber extension di kalangan petani masih belum optimal. Hal ini dikarenakan mayoritas petani masih menggunakan media konvensional dan komunikasi secara interpersonal. Petani juga sulit membangun networking melalui cyber extension

karena ketidakmampuan petani dalam menggunakan cyber extension. Hasil penelitian yang berkaitan dengan pemanfaatan media oleh penyuluh yaitu penelitian Anwas (2009) terdapat faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan media oleh penyuluh secara intensif yaitu tingkat pendidikan formal, dukungan keluarga, dan tingkat kepemilikan media komunikasi dan informasi. Hal ini mengindikasikan bahwa ketersediaan media komunikasi memengaruhi pemanfaatan media.

Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) merupakan balai penyuluhan di tingkat kecamatan yang dijadikan sebagai percontohan kelembagaan penyuluhan yang ideal di tingkat kecamatan. Balai Penyuluh ini memiliki tugas untuk menyediakan informasi mengenai teknologi pertanian, pasar dan permodalan kepada petani melalui penyuluh. Informasi tersebut disalurkan melalui kegiatan penyuluhan. Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Wilayah Cibinong merupakan salah satu balai penyuluhan yang berada di Kabupaten Bogor. Balai penyuluhan ini menaungi lima kecamatan untuk kegiatan penyuluhan.

Faktor-faktor dominan yang berhubungan dengan cyber extension sangat penting dianalisis untuk mengetahui sejauh mana pemanfaatan cyber extension di kalangan penyuluh. Menurut Mulyandari (2011) aplikasi teknologi perlu memperhatikan karakteristik teknologi informasi dan komunikasi inovasi pertanian sebagai media baru atau inovasi, di samping itu juga perlu mengetahui faktor lain yang memengaruhi dilihat dari sisi internal (individu) dan eksternal (lingkungan luar). Karakteristik individu, persepsi mengenai karakteristik cyber extension serta faktor lingkungan dapat menentukan pemanfaatan cyber extension.

3 kalangan penyuluh, maka penting untuk dianalisis faktor-faktor dominan yang berhubungan dengan pemanfaatan media cyber extension.

Masalah Penelitian

Karakteristik setiap penyuluh yang berada di Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) masing-masing berbeda. Usia, jenis kelamin, tingkat penghasilan, tingkat pendidikan, kepemilikan media massa modern, pengalaman menggunakan internet dan tingkat motivasi dapat berhubungan dengan dengan pemanfaatan cyber extension. Karakteristik penyuluh merupakan salah satu faktor internal yang terdapat dalam diri penyuluh. Karakteristik yang ada pada suatu media inovasi dapat berhubungan dengan penilaian seseorang terhadap media tersebut. Cyber extension merupakan suatu inovasi dimana inovasi tersebut memiliki lima karakteristik menurut Rogers (2003) yaitu keuntungan relatif, kerumitan penggunaan, kesesuaian atau tidaknya dengan kebutuhan, kemudahan untuk diaplikasikan, kemudahan untuk dilihat hasilnya. Karakteristik atau ciri yang melekat pada sesuatu menimbulkan persepsi di kalangan penyuluh saat memanfaatkan cyber extension. Persepsi juga merupakan salah satu faktor internal dalam tiap-tiap penyuluh. Pemanfaatan cyber extension di kalangan penyuluh juga dapat berhubungan dengan lingkungan bekerja. Ketersediaan sarana mengakses internet, kesempatan mengikuti pelatihan dapat berhubungan dengan intensitas pemanfaatan cyber extension dan tingkat manfaat yang dirasakan. Sangat diperlukan suatu upaya untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan cyber extension. Oleh karena itu, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik penyuluh, persepsi penyuluh mengenai karakteristik

cyber extension, faktor eksternal penyuluh, dan pemanfaatan cyber extension? 2. Bagaimana hubungan karakteristik penyuluh dengan pemanfaatan cyber

extension?

3. Bagaimana hubungan persepsi mengenai karakteristik cyber extension dengan pemanfaatan cyber extension?

4. Bagaimana hubungan faktor eksternal penyuluh dengan pemanfaatan cyber extension?

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi karakteristik penyuluh, persepsi penyuluh mengenai karakteristik cyber extension, faktor eksternal penyuluh, dan pemanfaatan

cyber extension

2. Menganalisis hubungan karakteristik penyuluh dengan pemanfaatan cyber extension

3. Menganalisis hubungan persepsi penyuluh mengenai karakteristik cyber extension dengan pemanfaatan cyber extension

4. Menganalisis hubungan faktor eksternal penyuluh dengan pemanfaatan cyber extension

4

Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut:

1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan referensi dan kajian bagi penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan cyber extension dikalangan pemasar maupun dilembaga penelitian

2. Kalangan non akademisi, seperti Departemen Pertanian diharapkan dapat bermanfaat untuk menjalankan program kerja departemen pertanian dan menjadi bahan evaluasi bagi setiap balai yang bertanggung jawab dibidang penyuluhan sehingga sistem cyber extension ini dapat terus diperbaiki dan ditingkatkan kualitasnya agar lebih efektif.

3. Bagi penyuluh, khususnya penyuluh pertanian diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai sejauh mana pemanfaatan cyber extension di kalangan penyuluh dan mengetahui faktor apa saja yang memengaruhi pemanfaatan

5

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Cyber Extension sebagai Sistem Informasi Kegiatan Penyuluhan

Menurut Van den Ban dan Hawkins (1999) kemampuan agen penyuluhan untuk memengaruhi petani mengalami peningkatan, sebagian disebabkan oleh pembangunan di bidang teknologi komunikasi dan informasi, dan sebagian lagi penggunaan ilmu-ilmu sosial dalam penyuluhan. Model konvergensi komunikasi yang dirumuskan Rogers dan Kincaid (1981) dianggap layak ditempatkan sebagai paradigma dominan dalam komunikasi inovasi penyuluhan pertanian sesuai dengan hasil uji yang dilakukan Sumardjo dalam disertasinya pada tahun 1999 yang menunjukkan bahwa model tersebut lebih efisien dan efektif dalam sistem penyuluhan pertanian. Model komunikasi secara konvergen dianggap sebagai bentuk komunikasi inovasi dalam penyuluhan pertanian. Hal ini diduga dapat dipercepat prosesnya apabila didukung oleh aplikasi sistem jaringan teknologi informasi yang handal sehingga terjadi keterpaduan antara kebutuhan petani dengan kebutuhan pihak-pihak terkait.

Cyber extension adalah adalah mekanisme pertukaran informasi pertanian melalui area cyber, suatu ruang imajiner-maya di balik interkoneksi jaringan komputer melalui peralatan komunikasi. Cyber extension ini memanfaatkan kekuatan jaringan, komunikasi komputer dan multimedia interaktif untuk memfasilitasi mekanisme berbagi informasi atau pengetahuan (Wijekoon et al. 2009). Jaringan yang digunakan merupakan jaringan internet yang merupakan salah satu jenis media massa modern. Menurut Vivian (2008) internet merupakan sebuah jaringan dasar yang membawa pesan. Internet berasal dari sistem komunikasi militer AS yang dibuat pada tahun 1969 yang disebut ARPAnet (Advanced Research Project Agency Network). Lain halnya dengan istilah web. Web merupakan struktur kode-kode yang mengizinkan pertukaran bukan hanya antarteks, tetapi juga grafis, video dan audio. Selanjutnya kode-kode tersebut mudah untuk dipahami orang awam sehingga mereka tidak perlu tau kode tersebut untuk masuk ke isi web. Selain itu, dasar-dasar kode web diterima secara universal sehingga memungkinkan semua orang yang memiliki komputer, modem, dan koneksi internet masuk ke dalam web global.

Model komunikasi cyber extension mengumpulkan atau memusatkan informasi yang diterima oleh petani dari berbagai sumber yang berbeda maupun yang sama dan disederhanakan dalam bahasa lokal disertai dengan teks dan ilustrasi audio visual yang dapat disajikan atau diperlihatkan kepada seluruh masyarakat desa terutama petani (Sumardjo et al. 2010). Lebih lanjut dikatakan bahwa knowledge sharing model (model berbagi pengetahuan) merupakan salah satu cara yang digunakan untuk memberikan kesempatan kepada anggota suatu kelompok, organisasi, instansi atau perusahaan untuk berbagi ilmu pengetahuan, teknik, pengalaman, dan ide yang dimiliki kepada anggota lainnya. Cyber extension diharapkan dapat membantu mewujudkan jaringan informasi bidang pertanian sampai ditingkat petani dapat diwujudkan.

6

Implementasi Cyber extension di Indonesia

Hasil penelitian Mulyandari (2011) di wilayah Jawa Barat dan Jawa Timur mengenai cyber extension terhadap keberdayaan petani menyatakan sebagian besar petani merasakan manfaat cyber extension sudah sesuai dengan kebutuhan. Petani juga merasakan keuntungan dari pemanfaatan cyber extension dari segi ekonomi dalam mendukung kegiatan usahatani apabila dibandingkan dengan teknologi informasi sebelumnya. Keuntungan yang dirasakan sangat nyata oleh petani yaitu dapat menghemat waktu dan biaya transportasi karena dibantu pemanfaatan cyber extension. Tingkat pemanfaatan cyber extension pada hasil penelitian ini sudah sangat baik. Petani menggunakan telepon genggam untuk melakukan kegiatan komunikasi dengan petani lainnya, petani juga mengakses informasi pasar maupun teknologi melalui online, selain itu petani juga melakukan promosi produk pertaniannya. Faktor dominan yang secara nyata memberikan pengaruh positif terhadap tingkat pemanfaatan cyber extension

adalah karakteristik individu dan perilaku (sikap dan keterampilan) petani dalam memanfaatkan teknologi informasi. Selanjutnya, tingkat keberdayaan petani dipengaruhi secara dominan oleh perilaku dalam memanfaatkan teknologi informasi, tingkat pemanfaatan cyber extension, karakteristik individu (tingkat kekosmopolitan), persepsi terhadap karakteristik cyber extension, dan faktor lingkungan (ketersediaan sarana teknologi informasi).

Hasil penelitian Permatasari (2013) menyatakan bahwa pemanfaatan cyber extension di kalangan petani masih belum optimal. Umumnya petani masih dominan menggunakan media konvensional dan komunikasi secara interpersonal. Petani belum memiliki kemampuan untuk membangun networking melalui cyber extension. Persepsi petani pengguna mengenai keuntungan dari cyber extension

berhubungan dengan karakteristik petani pada tingkat pendidikan formal. Sistem Kerja Cyber Extension di Beberapa Negara

Berdasarkan hasil kajian Sumardjo et al. (2010) terdapat beberapa negara yang sudah menerapkan sistem kerja cyber extension, antara lain yaitu Cina, Kenya, India, Peru, dan Thailand. Berikut ini akan dijelaskan masing-masing negara yang menerapkan sistem kerja cyber extension.

1. Cina, pada awal abad ke-20 para pengusaha besar sudah mulai akses informasi pasar melalui mesin telegram rumah ke pedagang harian sampai pada akhir dekade. Akhir abad 20, para pengusaha sudah mulai akses informasi pasar melalui PC desktop. Saat ini tidak hanya pengusaha besar yang dapat akses informasi melainkan juga petani yang sudah mulai akses informasi pasar melalui telepon selular dengan biaya yang relatif murah. Telepon selular merupakan media yang memiliki kemampuan tinggi dalam pengembangan strategi untuk teknologi pemasaran, termasuk pemasaran produk pertanian yang sangat fluktuatif (BBC News 2004a seperti dikutip oleh Sumardjo et al.

2010). Pengembangan teknologi pemasaran produk negara Cina dipasaran global melalui pengembangan website khusus untuk produk yang dihasilkan negara Cina termasuk produk pertanian. Melalui teknologi ini, proses perdagangan global yang melibatkan pedagang dan perusahaan besar dalam dan luar negeri untuk produk Cina dapat berkembang dengan pesat.

2. Kenya, salah satu proyek untuk meningkatkan akses petani miskin terhadap informasi pertanian adalah Kenya Agricultural Commodities Exchange

7 (KACE). KACE dibangun oleh perusahaan swasta sejak tahun 1997 untuk memfasilitasi bertemunya penjual dan pembeli yang berhubungan dengan komoditas pertanian, menyiapkan informasi pemasaran secara tepat waktu, menyiapkan mekanisme harga komoditas yang kompetitif untuk pemberdayaan dan peningkatan pendapatan petani di pedesaan. Informasi yang dapat diakses oleh petani ini telah mampu mempercepat proses penyebaran informasi pasar ke petani miskin lainnya. Wilayah yang ada jaringan Safaricom, petani setiap saat dapat mudah akses informasi seperti informasi harga komoditas di pasar-pasar yang berbeda, siapa pembeli dan penjualnya, berapa harganya, kapan dan dimana melakukan transaksi, maupun akses informasi penyuluhan lainnya dengan menggunakan telepon selular (BBC News 2004a seperti dikutip oleh Sumardjo et al. 2010).

3. India, terdapat banyak proyek pengembangan infrastruktur teknologi untuk akses informasi bagi setiap masyarakat di pedesaan dan di perkotaan baik bersifat top down maupun bottom up. Teknologi wireless dikembangkan oleh Brewer dari organisasi ICT4B (Information and Communication Technology for Billions) (Agriwatch.com 2005 seperti dikutip oleh Sumardjo et al. 2010). Melalui teknologi ini pula petani di India dapat langsung mengakses informasi untuk mengetahui peluang untuk dapat mengusahakan komoditas yang memiliki harga yang lebih baik dan menguntungkan seperti komoditas buah-buahan dan hortikultura.

4. Peru, jaringan Huaral Valley di Peru dibangun untuk meningkatkan akses petani terhadap informasi pertanian. Jaringan ini dibentuk oleh masyarakat yang didukung oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), lembaga lokal, Menteri Pertanian dan Pendidikan di Peru (Peru’s Education and Agriculture

Ministries) dan organisasi pembangunan Eropa.

5. Thailand, Thailand Canada Tele-centre Project (TCTP) bertujuan untuk melaksanakan studi dan tes terhadap konsep untuk pelayanan penyampaian teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di daerah pedesaan dan daerah terpencil di Thailand. Telecenter ini dikelola oleh manajer,operator, dan pelatih dengan jumlah masing-masing pengelola sesuai dengan kondisi telecenter yang dikelola. Telecenter ini bersifat partisipatif, setiap perencanaan dan operasionalisasi kegiatan senantiasa melibatkan masyarakat termasuk dalam proses penentuan pengelola telecenter.

Media Komunikasi dan Inovasi Pertanian

Media komunikasi menurut Leeuwis (2007) adalah alat-alat yang membantu untuk mengombinasikan saluran-saluran komunikasi yang berbeda untuk menjadi pengangkut (transportation) sinyal-sinyal yang berbentuk tulisan (teks), visual, terdengar, tersentuh, dan/atau tercium. Lebih lanjut Leuwis membedakan komunikasi hanya ke dalam tiga kategori, yakni media antar pribadi, media massa konvensional, dan media hibrida.

Menurut Leeuwis (2007) media hibrida dianggap sebagai media paling baru. Lebih lanjut dijelaskan bahwa media massa hibrida umumnya berbasis teknologi komputer yang cenderung mengombinasikan kekayaan fungsional dari media massa dan komunikasi antarpribadi sehingga menjadikan media baru tersebut secara potensial dapat menjangkau khalayak di banyak lokasi yang berbeda, akan

8

tetapi pada waktu yang sama didukung oleh suatu level interaktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan media konvensional.

Leeuwis (2007) menyatakan dengan mengikuti kemajuan yang cepat dalam teknologi komputer dan telekomunikasi, sejak awal 1990-an kita telah menyaksikan peningkatan media hibrida baru yang mengkombinasikan potensi yang ditawarkan oleh media massa dan komunikasi interpersonal. Teknologi internet dan CD-ROM misalnya, merupakan media yang potensial mencapai audiens yang luas, yang membiarkan aktivitas antara penerima dan pengirim sampai taraf tertentu. Internet memiliki aplikasi luas, banyak terkait dengan intervensi komunikatif (dalam berbagai bidang kemasyarakatan, termasuk pertanian dan manajemen sumberdaya).

Inovasi pertanian adalah segala sesuatu yang dihasilkan melalui kegiatan penelitian dan pengkajian pertanian untuk membantu perkembangan pertanian secara umum (IRRI seperti dikutip oleh Sumardjo et al. 2010). Terdapat lima karakteristik inovasi menurut Rogers (2003) keuntungan relatif (relative advantage), kemungkinan untuk dicoba (triability), tingkat kerumitan (complexity), kesesuaiannya (compatibility), kemungkinan diamati hasilnya (observability). Menurut Mulyandari (2011) cyber extension merupakan suatu bentuk inovasi dalam komunikasi pertanian, sehingga dapat dikatakan bahwa sarana teknologi informasi selain menjadi inovasi juga merupakan pembawa inovasi. Berikut penjelasan karakteristik inovasi menurut Rogers (2003), Van den Ban dan Hawkins (1999):

1) Keuntungan Relatif (Relative Advantage)

Keuntungan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dipandang lebih baik dibandingkan dengan gagasan/teknologi sebelumnya. Derajat dari keuntungan relatif sering diekspresikan dari segi ekonomis, efisien waktu, rendahnya risiko yang harus ditanggung dan sebagai penyampaian sosial yang bernilai. Dasar dari inovasi yang menentukan tipe khusus dari keuntungan relatif yaitu (segi ekonomi, sosial, dan semacamnya) menjadi penting bagi pengadopsi. Van den Ban dan Hawkins (1999) mengatakan keuntungan relatif dilihat dari kemungkinan inovasi membuat petani mencapai tujuannya dengan lebih baik, atau dengan biaya yang lebih rendah dari pada yang telah dilakukan sebelumnya. Keuntungan relatif dapat dipengaruhi oleh pemberian insentif pada petani, misalnya menyediakan benih dengan harga subsidi. Menurut hasil penelitian Mulyandari (2011) keuntungan nyata yang sangat dirasakan oleh petani dari adanya cyber extension adalah dalam menghemat waktu dan biaya transportasi karena dibantu dengan pemanfaatan teknologi informasi khususnya dengan adanya telepon genggam. Dengan adanya media konvergen, jangkauan pemasaran hasil pertanian juga lebih luas hingga mencapai luar kota bahkan sudah menjangkau luar pulau dan uar negeri. Keuntungan yang juga dirasakan petani dengan pemanfaatan teknologi informasi adalah dapat mengakses informasi sesuai dengan kebutuhan melalui internet.

2) Kesesuaian (Compatibility)

Kesesuaian adalah derajat dimana suatu inovasi dilihat dapat konsisten dengan nilai yang ada, pengalaman sebelumnya, dan kebutuhan dari pengadopsi yang potensial. Kesesuaian bukan hanya melekat pada nilai budaya tetapi juga dengan gagasan yang digunakan sebelumnya. Gagasan sebelumnya merupakan alat utama yang digunakan individu untuk menilai gagasan baru.

9 Individu tidak akan menerima inovasi kecuali inovasi tersebut memiliki dasar yang sebelumnya diketahui. Pelatihan sebelumnya menyediakan ukuran dasar bagi inovasi untuk dapat diinterpretasikan hingga dapat menurunkan ketidakyakinan terhadap inovasi tersebut. Menurut Van den Ban dan Hawkins (1999) kompatibilitas berkaitan dengan nilai sosial budaya dan kepercayaan, dengan gagasan yang diperkenalkan sebelumnya, atau dengan kebutuhan yang dirasakan oleh petani. Sebagai contoh, petani yang memperoleh tambahan panen dengan menanam varietas gandum unggul, besar kemungkinan akan menerima varietas padi unggul yang dianjurkan.

3) Kerumitan (Complexity)

Kerumitan yaitu derajat dimana suatu inovasi dianggap relatif sulit untuk dipahami dan digunakan. Setiap klasifikasi dapat diklasifikasikan dalam bentuk rangkaian dari sederhana ke kompleks. Beberapa gagasan baru (inovasi) kerumitan dianggap hal yang penting yang dapat menghambat proses mengadopsi bagi orang-orang tertentu. Sebagai salah satu contoh yaitu keterampilan dan pengetahuan dari pengguna personal komputer dan alat teknologi yang lebih praktis (handphone) yang terdahulu akan lebih luas wawasan dan keterampilannya mengenai penggunaan personal komputer dari pada individu yang baru (orang awam). Mereka menganggap penggunaan personal komputer itu sangat kompleks dan membutuhkan waktu yang intensif untuk memahami penggunaan personal komputer, mereka akan merasa bingung bagaimana menghubungkan berbagai komponen yang berbeda dari personal komputer, maupun menjalankan program dari software lainnya. Umumnya, individu mencoba bergabung dengan klub pengguna komputer untuk dapat menggunakan personal komputer dengan baik. Menurut Van den Ban dan Hawkins ( 1999) inovasi sering gagal karena tidak diterapkan secara benar. Beberapa diantara memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus. Sebagai contoh adakalanya lebih penting memperkenalkan sekumpulan paket inovasi yang relatif sederhana tetapi saling berkaitan, walaupun kaitan-kaitan tersebut mungkin sulit dipahami.

4) Kemungkinan dicoba (Trialability)

Kemungkinan dicoba adalah derajat dimana suatu inovasi dapat dicoba dalam skala terbatas. Inovasi dapat dicoba dari skala kecil sebelumnya biasanya lebih cepat diadopsi dibandingkan langsung dalam skala besar. Dalam

Dokumen terkait