INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman 1. Data keluar-masuk kukang di Yayasan IAR Indonesia ... 55 2. Kandungan nilai gizi pakan yang diberikan... 56 3. Perhitungan uji Khi-kuadrat ... 56
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia mempunyai 36 jenis primata dan menjadi salah satu negara yang kaya akan keanekaragaman primata (Nursahid 2001). Kartika (2000) menyatakan bahwa primata merupakan salah satu satwa yang memiliki kelebihan tersendiri untuk dijadikan sebagai hewan percobaan, karena secara fisiologis dan anatomisnya satwa ini memiliki banyak kemiripan dengan manusia. Salah satu jenis primata arboreal yang paling diminati dan dianggap paling eksotis yang ada di Indonesia yaitu kukang (Nycticebus coucang) (Nursahid dan Purnama 2007).
Kukang termasuk salah satu satwa primata selain tarsius yang aktif pada malam hari (nokturnal) (Alikodra 2002). Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Wachyuni et al. (2008) bahwa nama ilmiah satwa tersebut yaitu Nycticebus yang memiliki arti “Night Ape” atau kera malam, yang memiliki sebaran di Indonesia yaitu di Jawa, Sumatera dan Kalimantan.
Kukang merupakan jenis primata yang hidup di hutan tropis, terutama hutan primer, hutan sekunder, semak belukar dan hutan bambu (Nursahid dan Purnama 2007). Data dari IUCN (2011) menunjukkan bahwa kukang merupakan salah satu satwaliar yang berstatus terancam punah (endangered) dan tercantum dalam Appendix 1 CITES sejak tahun 2007 serta termasuk dalam daftar satwa yang dilindungi sejak tahun 1967. Namun demikian, menurut Nursahid dan Purnama (2007) tingginya tingkat perburuan dan perdagangan menimbulkan ancaman serius terhadap kelestarian kukang khususnya mengingat tingkat kelahiran satwa ini dengan maksimum satu anak setiap satu setengah tahun.
Yayasan International Animal Rescue (IAR) Indonesia merupakan salah satu pusat rehabilitasi yang berdomisili di Ciapus-Bogor Jawa Barat yang memfokuskan kegiatannya pada penyelamatan, rehabilitasi dan pelepasliaran primata terutama monyet macaca dan kukang. Sebagian besar kukang yang berada di pusat rehabilitasi ini merupakan hasil sitaan dan penyerahan dari masyarakat. Setelah melalui proses rehabilitasi dan siap untuk dilepasliarkan kembali (release), maka satwa tersebut akan dilepasliarkan kembali ke alam liar di
kawasan taman nasional di Jawa, Sumatera ataupun Kalimantan sesuai dengan asal kukang tersebut. Namun bagi beberapa individu yang mengalami cacat tubuh atau tidak memiliki gigi sehingga tidak memungkinkan untuk dilepasliarkan kembali, IAR juga menyediakan tempat rehabilitasi jangka panjang (sanctuary).
Rehabilitasi merupakan program pemulihan kesehatan dan perilaku satwa sehingga memiliki kemampuan untuk bertahan hidup di habitat alami setelah dilepaskan kembali ke habitat alami (Ario et al. 2007). Salah satu program rehabilitasi yang perlu dilakukan yaitu dengan memberikan pengayaan (enrichment) pakan alami untuk pembiasaan kukang di habitat aslinya. Pengayaan (enrichment) merupakan suatu upaya untuk memberikan kondisi dan perlakuan tertentu terhadap satwa yang disesuaikan dengan pola perilaku, kebutuhan serta karakteristik habitat alaminya (Purba 2008). Menurut Kartika (2000) perilaku seekor satwa merupakan salah satu indikator yang menentukan tingkat kesejahteraan dan keberhasilan pengelolaan suatu lembaga penyelamatan satwa.
Perilaku satwa tersebut merupakan ekspresi dari suatu kegiatan yang dilakukan satwa terkait dengan faktor dalam (internal) dan faktor luar (lingkungan). Salah satu faktor luar yang terkait yaitu ketersediaan pakan dan pengayaannya (enrichment). Enrichment bertujuan untuk menambah kekayaan kandang sehingga memungkinkan terjadinya kegiatan interaktif, menarik dan kemudian faktor lingkunganlah yang akan merangsang satwa tersebut untuk memperlihatkan perilaku alamiahnya sebanyak mungkin sehingga satwa terhindar dari ancaman kebosanan, kejenuhan, stress dan perilaku menyimpang (Purba 2008). Oleh karena itu, perlu dikaji lebih dalam mengenai pengaruh enrichment pakan alami terhadap perilaku kukang jawa sebagai suatu usaha mengurangi terjadinya perilaku menyimpang dan merangsang satwa untuk berperilaku alami di habitatnya.
Menurut Winarti (2011) dari hasil pengamatan di lapang, sengon (Paraserianthes falcataria (L) I. C. Nielsen) dan pete (Parkia speciosa Hassk) merupakan jenis vegetasi dari family fabaceae yang dimanfaatkan getahnya untuk memenuhi kebutuhan pakan di habitat alami kukang jawa. Selain itu, menurut keeper yang memonitoring kukang jawa yang telah dirilis, mendokumentasikan bahwa jenis vegetasi kaliandra (Calliandra calothyrsus) dari family asteraceae
dan sirihan (Piper aduncum L) dari family piperaceae juga merupakan jenis vegetasi yang dimanfaatkan sari bunganya untuk memenuhi kebutuhan pakan kukang jawa di habitat alaminya. Dari keempat jenis pakan alami tersebut, hanya jenis kaliandra yang sudah pernah diberikan kepada seluruh kukang yang ada untuk pengayaan (enrichment) jenis pakannya. Oleh karena itu, perlu diperkenalkan pula tiga jenis pakan alami lainnya, agar kukang jawa terbiasa dengan pakan alami yang terdapat di habitat alaminya. Selain itu, perlu diketahui pula jenis mana yang paling sering dimanfaatkan kukang jawa untuk mengekspresikan perilaku alaminya. Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, maka penelitian tentang pengaruh pengayaan pakan alami terhadap perilaku kukang jawa ini perlu dilakukan.
1.2 Tujuan
Secara umum, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui implementasi manajemen rehabilitasi kukang jawa di Yayasan International Animal Rescue (IAR) Indonesia. Secara khusus, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh adanya pengayaan (enrichment) pakan alami yang diberikan terhadap beberapa macam perilaku kukang jawa (Nycticebus javanicus).
1.3 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini yaitu :
1. Sebagai panduan lapang mengenai metode konservasi yang terarah untuk kepentingan pengelolaan dan pelestarian kukang secara eksitu.
2. Sebagai informasi awal bagi pengembangan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh pengayaan pakan terhadap perilaku kukang jawa.
1.4 Kerangka Pemikiran
Gambar 1 Kerangka pemikiran. Tingginya tingkat perburuan
dan perdagangan
Tingkat kelahiran rendah tiap tahunnya
Ancaman serius terhadap kelestarian kukang
Perlunya peranan pusat penyelamatan dan rehabilitasi satwaliar
Getah (pohon sengon dan pohon pete) serta nektar (kaliandra dan sirihan)
Menurunnya jumlah populasi di alam Meningkatnya hasil sitaan
dan serahan masyarakat sekitar
Pengaruh pengayaan yang diberikan terhadap perilaku Sarana untuk
mengekspresikan perilaku alami seperti di habitat alaminya
Terjadi perubahan perilaku atau penyimpangan perilaku satwa akibat kondisi lingkungan yang berbeda dengan habitat alaminya
Pemberian pengayaan pakan alami
Teknik pemeliharaan dan rehabilitasi yang disesuaikan dengan kondisi di habitat alaminya
Siap untuk dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya
Perilaku sebagai indikator tingkat kesejahteraan dan keberhasilan pengelolaan lembaga penyelamatan satwa Mengurangi tejadinya penyimpangan perilaku dan merangsang satwa berperilaku alami seperti di habitat alaminya
Jenis pengayaan yang paling sering
dimanfaatkan untuk mengekspresikan perilaku alaminya
Cacat tubuh dan tidak memiliki gigi sehingga tidak dilepasliarkan kembali
BAB II