• Tidak ada hasil yang ditemukan

Halaman

1 Data perubahan KA pada kayu Sengon ... 41 2 Data perubahan KA pada kayu Meranti ... 42 3 Data perubahan KA pada kayu Kamper... 43 4 Distribusi KA rata-rata pada berbagai KA akhir kayu Sengon ... 44 5 Distribusi KA rata-rata pada berbagai KA akhir kayu Meranti ... 45 6 Distribusi KA rata-rata pada berbagai KA akhir kayu Kamper ... 46 7 Distribusi regangan rata-rata pada berbagai KA akhir kayu Sengon ... 47 8 Distribusi regangan rata-rata pada berbagai KA akhir kayu Meranti ... 48 9 Distribusi regangan rata-rata pada berbagai KA akhir kayu Kamper ... 49 10 Uji garpu berbagai KA akhir kayu Sengon ... 50 11 Uji garpu berbagai KA akhir kayu Meranti ... 51 12 Uji garpu Berbagai KA Akhir Kayu Kamper ... 52 13 Distribusi regangan dan KA kayu Sengon pada berbagai KA akhir . 53 14 Distribusi regangan dan KA kayu Meranti pada berbagai KA akhir . 54 15 Distribusi regangan dan KA kayu Kamper pada berbagai KA akhir . 55 16 Analisis sidik ragam kadar air keseimbangan (KAK) ... 56

Latar Belakang

Kayu merupakan bahan alami yang bersifat higroskopis. Hal ini berarti kayu mempunyai kemampuan untuk menarik atau mengeluarkan air dari udara atau dari dalam tergantung pada kelembaban nisbi (RH) udara di sekitarnya. Dengan demikian kandungan air dalam kayu (secara teknis dinyatakan sebagai kadar air kayu atau KA) bergantung pada kondisi RH lingkungannya.

KA sangat mempengaruhi sifat-sifat kayu. Pada saat pohon masih berdiri (hidup), kayu banyak mengandung air. Sesaat setelah pohon ditebang, air mulai keluar dari dalam kayu secara perlahan-lahan. Dibawah kondisi titik jenuh serat, pengurangan nilai KA akan mengakibatkan terjadinya penyusutan; sebaliknya penambahan nilai KA akan mengakibatkan terjadinya pengembangan.

Dalam penggunaannya, baik untuk bangunan maupun mebel, diperlukan kayu yang stabil. Untuk memperoleh kayu yang stabil, maka air yang ada harus dikeluarkan dari dalam kayu sampai mencapai Kadar Air Keseimbangan (KAK) dimana kayu tersebut nantinya akan digunakan. Proses pengeluaran air dari dalam kayu dinamakan proses pengeringan. Manfaat proses pengeringan kayu antara lain adalah (Tsoumis, 1991):

1. Meningkatkan stabilitas dimensi kayu. Kayu yang sudah dikeringkan sampai ke KAK tidak akan mengalami perubahan dimensi, sebaliknya kayu yang masih basah (belum kering) akan mengalami penyusutan atau pengembangan. Perubahan dimensi yang terjadi akan menyebabkan cacat pada produk yang dibuat.

2. Kayu kering lebih kuat karena berat jenis (BJ) nya meningkat.

3. Kayu kering lebih awet karena lebih tahan terhadap serangan jamur dan serangga. Jamur dan serangga cenderung tidak menyukai kayu yang kering.

4. Kayu kering lebih ringan, sehingga akan mengurangi biaya transportasi 5. Kayu kering memudahkan proses pengerjaan lanjutan seperti penyerutan,

pengeboran, pengampelasan, pembentukan, pengecatan, finishing dan termasuk proses pengawetan.

6. Kayu kering apabila digunakan sebagai kayu bakar akan memberikan nilai kalor yang lebih tinggi.

2 Bila kayu kering, maka seluruh air bebas dan sebagian air terikat akan keluar dari kayu. Keluarnya air terikat dari dinding sel akan menyebabkan terjadinya susut. Oleh karena itu agar dimensi kayu tidak berubah sewaktu digunakan, misalnya sebagai komponen meubel, maka sebelum dijadikan komponen, kayu tersebut harus dikeringkan ke KAK dimana kayu tersebut digunakan. Untuk Indonesia KAK berkisar antara 10-17%, tergantung jenis kayu dan kelembaban nisbi rata-rata dari ruangan.

Menurut Coto (2005), walaupun kayu telah dikeringkan ke KAK sebelum dijadikan komponen meubel atau komponen lain, dimensi kayu terutama arah tangensial masih dapat berubah. Terjadinya perubahan ini antara lain karena : a. Meubel tersebut digunakan di ruangan yang ber-RH lebih rendah. RH

rendah memungkinkan berkurangnya nilai KA. Berkurangnya nilai KA mengakibatkan terjadinya susut.

b. Adanya musim hujan dan musim kemarau yang berganti-ganti sehingga mengakibatkan nilai RH berubah-ubah. Akibatnya KA-pun berubah-ubah. c. Meubel dibuat di ruangan terbuka dan ditempatkan di ruang berhawa sejuk

(AC) dengan RH yang lebih rendah daripada di ruang terbuka sehingga menyebabkan penurunan KA dan terjadinya susut.

Pengeringan kayu secara konvensional dengan kilang pengering (kiln dry) biasanya menggunakan energi panas. Pada proses itu faktor-faktor pengeringan seperti suhu, kelembaban dan sirkulasi udara diatur sedemikian rupa sehingga air yang ada di dalam kayu bisa keluar dan tercapai suatu nilai KA yang diinginkan. Pelaksanaan pengeringan biasanya mengacu pada tahapan sebagaimana tertuang dalam jadwal pengeringan (Tabel 1, sebagai contoh).

Di Indonesia, proses pengeringan pada umumnya dilakukan sampai dengan KA target (sebesar 12%) atau 2% di bawah target, dan setelah tercapai kemudian dihentikan. Lalu dilanjutkan dengan conditioning dan equalizing untuk pengurangan tegangan sisa dan pemerataan KA kayu. Saat pengeringan dihentikan, KA bagian luar kayu pada umumnya sudah mencapai 12% tetapi KA di bagian tengah atau bagian dalam kayu masih tinggi (> 12%). Kondisi inilah yang menyebabkan KAK akhir menjadi lebih tinggi dari target yang diinginkan. selain diakibatkan oleh proses conditioning dan equalizing yang dilakukan. Dan bila kayu tersebut digunakan di ruangan yang KAKnya lebih rendah, maka akan mengakibatkan terjadinya penyusutan. Susut yang terjadi akan menimbulkan cacat.

Kondisi KAK yang cukup tinggi pada kayu akan cenderung menjadikan kayu lebih rentan terhadap perubahan dimensi, karena kemampuan untuk mengembang dan menyusut masih agak tinggi dan masih mudah terjadi, terlebih lagi apabila digunakan pada tempat dengan KAK yang rendah.

Tabel 1. Contoh Jadwal Pengeringan Konvensional (Jadwal IV, misalnya untuk Jenis Kayu Sengon)

Kadar Air (Moisture Content) (%) Suhu Bola Kering (Dry-bulb) (DBToC) Suhu Bola Basah (Wet-bulb) (WBT oC) Relatif HumidityRH (%) Equilibrium Moisture Content (%) Basah (green) 48,8 45,0 79 14,1 40 48,8 43,8 74 12,7 35 48,8 42,2 66 11,0 30 54,4 43,8 54 8,3 25 60,0 46,6 47 7,1 20 65,5 48,8 41 6,0 15 76,6 54,4 33 4,4 Sumber : Kadir (1975)

Dalam penelitian ini dilakukan pengeringan modifikasi yaitu pengeringan sampai KA lebih rendah atau bahkan sampai KA akhir konstan di dalam kilang. Dengan cara ini akan diperoleh nilai KA yang cukup rendah dan menyebar secara merata pada seluruh bagian kayu. Dengan kondisi KA tersebut KA target akhir bisa diatur sesuai dengan tujuan penggunaan produk akhir. Sistem pengeringan modifikasi ini merupakan lanjutan dari pengeringan konvensional. Pada tahap akhir jadwal pengeringan seperti contoh pada Tabel 1, suhu yang digunakan cukup tinggi dengan RH dan KAK oven yang rendah. Dengan kondisi tersebut sebenarnya bisa dicapai KA yang lebih rendah. Pengeringan modifikasi ini tidak dihentikan pada KA 12% akan tetapi dilanjutkan sampai KA lebih rendah atau sampai KA konstan dalam ruang pengering. Selanjutnya pengeringan modifikasi ini kita namakan pengeringan over dry.

Keuntungan yang akan didapat melalui pengeringan over dry antara lain: 1. KAK yang diperoleh akan rendah, sehingga akan memungkinkan digunakan

di berbagai tempat dengan KAK yang rendah.

2. Kayu dengan KAK yang rendah memiliki kestabilan dimensi yang lebih baik, karena kembang susut yang terjadi lebih kecil.

3. Proses conditioning bisa dilakukan secara alami dengan biaya yang murah untuk mencapai KAK akhir. Tanpa harus khawatir KAK yang diperoleh menjadi tinggi.

4 Salah satu kelemahan pengeringan over dry adalah perlunya penambahan waktu untuk mencapai KA akhir yang rendah dan konstan dalam kilang. Dengan penambahan waktu pengeringan berarti terjadi penambahan biaya. Meskipun demikian faktor resiko ini mungkin akan sebanding atau lebih rendah bila dibandingkan dengan manfaat yang bisa didapatkan.

Hadiyane (2005) telah mencoba mengeringkan beberapa jenis kayu dengan ruang panas pada berbagai macam suhu. Hasilnya menunjukkan bahwa pengeringan dengan suhu 80oC memerlukan waktu 3 hari untuk mencapai KA 8-9%. Dengan suhu 65oC diperlukan waktu 4-5 hari untuk mencapai KA 12%. Dengan kondisi tersebut apabila KA dimulai setelah tahap akhir pengeringan konvensional maka tidak akan terlalu banyak waktu yang dibutuhkan dalam penggunaan kiln, sementara proses equalizing dan conditioning bisa dilakukan di luar kiln dry.

Yang dijadikan dasar dalam penelitian ini adalah berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap jenis kayu dengan ketebalan tertentu untuk mencapai KA konstan dalam kiln dry. Setiap jenis kayu mungkin akan memberikan respon yang berbeda-beda. Demikian juga dengan kondisi-kondisi yang terjadi seperti regangan/tegangan pada kayu dan KAK akhir pada kayu.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah membandingkan pengeringan konvensional dengan pengeringan over dry, yaitu :

1. Mempelajari proses pengeringan over dry ke KA akhir, khususnya mengetahui lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai nilai KA tersebut. 2. Mempelajari pengaruh nilai KA akhir terhadap nilai KAK-nya.

3. Mempelajari pola regangan dan tegangan yang terjadi

4. Mempelajari pengaruh jenis kayu terhadap proses pengeringan over dry.

Hipotesis

Pengeringan kayu yang dilakukan sampai dengan kadar air rendah (over dry) yaitu sampai dengan KA 2-4% atau sampai dengan berat kayu konstan di dalam kilang akan mempengaruhi (menurunkan) KAK dan menurunkan regangan/tegangan kayu, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kestabilan dimensi kayu.

Perumusan Masalah

Beberapa permasalahan yang muncul dalam proses pengeringan kayu secara konvensional dan dalam hubungan antara penggunaan kayu dengan KA-nya adalah :

1. Produk kayu baik berupa mebel maupun produk kayu lainnya terkadang diekspor ke negara lain yang mensyaratkan KAK yang lebih rendah dibanding KAK rata-rata di Indonesia. KAK yang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan tempat penggunaan menyebabkan terjadinya cacat akibat penyusutan.

2. Penggunaan kayu dan produk kayu di ruang berhawa sejuk (Air Condition) akan menurunkan KAK. Rendahnya KAK akan menyebabkan terjadinya cacat akibat penyusutan.

3. Sering terjadinya komplain untuk produk kayu yang mengalami cacat akibat penyusutan. Kondisi tersebut akan sangat merugikan perusahaan ekspor, disamping harus mengganti juga akan menghilangkan kepercayaan negara importir.

6

Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pengeringan Sampai dengan KAK Oven

MODIFIKASI

Pengeringan dihentikan sampai

KA 10%, 8%, 6% dan 4% atau

sampai KAK KD/Oven

Tahap Akhir : Suhu tinggi, RH

rendah (misal : Sengon , Jadwal

IV : Suhu 76

o

C, RH 33% à

KAK 4,4%

Dokumen terkait