• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

T, RH Akhir 60-80 o C, KAK 2-4%

3. Waktu yang dibutuhkan

Gambar 3. Metode Penelitian dan Pengambilan Contoh Uji Papan output KD / Oven, KA target 12 %

Kontrol KA Akhir 10% KA Akhir 8% KAK Oven Pengeringan Lanjut dengan Oven suhu = suhu Akhir KD

Uji Garpu

Uji Regangan Uji KA

Sampai Kadar Air Keseimbangan

Keterangan : - Pengamatan dilakukan pada seluruh contoh uji Kontrol, KA Akhir 10%, KA Akhir 8%, KA Akhir 6% dan KA Akhir 4% atau KAK Oven

- Pengamatan dilakukan pada saat kayu keluar KD/Oven, setelah

conditioning 1 hari, 2 hari, 4 hari dan 2 minggu pada masing-masing contoh uji

20

Pengamatan Regangan dan Tegangan

Pengamatan regangan dan tegangan dilakukan pada 5 kondisi, yaitu : 1. Kayu yang dikeringkan sampai dengan KA target (12%) (kontrol).

2. Kayu yang dikeringkan sampai dengan KA Akhir 10%. 3. Kayu yang dikeringkan sampai dengan KA Akhir 8%. 4. Kayu yang dikeringkan sampai dengan KA Akhir 6%.

5. Kayu yang dikeringkan sampai dengan KA akhir 4% atau KA akhir pengeringan (beratnya konstan dalam oven).

Pengamatan dilakukan sampai dengan tercapai kadar air keseimbangan dengan lingkungan selama 2 minggu. Cara pengambilan sample untuk pengukuran regangan dan tegangan ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Pola Pemotongan Contoh Uji Papan untuk Uji Garpu, Regangan dan Kadar Air

Papan dipotong salah satu sisinya dengan lebar 2-3 cm, kemudian potong bagian A, B dan C dengan lebar masing-masing 1 cm. Kedua sisi papan ditutup dengan lem epoxy dan aluminium foil, dan disimpan dalam ruangan terbuka untuk pengukuran tegangan/regangan dan kadar air keseimbangan akhir. Potongan A digunakan untuk melakukan uji garpu (lihat Gambar 4), potongan B untuk uji regangan/tegangan, dan potongan C untuk uji kadar air.

Potongan B dibagi menjadi 5 bagian (Gambar 5) yang sama lebar kemudian diberi nomor. Masing-masing potongan kecil diukur panjangnya sebelum disayat (Po1-Po5). Kemudian potongan-potongan tersebut disayat dengan menggunakan cutter mulai dari sayatan terluar pada kedua sisinya, masing-masing sayatan segera diukur panjangnya setelah dipotong (P11-P15) dan ditimbang (Wo1-Wo5). Kemudian semua sayatan dimasukkan ke dalam Lebar 50 cm

A B C

2 cm

oven dengan suhu 150oC selama 1,5 jam atau sampai berat konstan (W11- W15). Penggunaan suhu dan waktu tersebut merupakan pendekatan oven dengan suhu (103 + 2)oC sampai berat konstan selama 24 jam dan didapatkan informasi KA yang lebih cepat tanpa harus menunggu 24 jam atau sehari kemudian. Kadar air dan regangan masing-masing sayatan dihitung dengan rumus :

KA = Wo – W1 x 100% Regangan = Po – P1 W1 Po

Gambar 5 Pola Sayatan untuk Uji Regangan

Pengamatan Kadar Air Keseimbangan

Kadar Air Keseimbangan (KAK) kayu yang dikeringkan sampai KA target (12%), kadar air keseimbangannya diukur setelah kayu menyesuaikan dengan kondisi lingkungan yaitu setelah dibiarkan selama 2 minggu kemudian diukur kadar airnya.

Kayu yang dikeringkan lebih lanjut sampai kadar air akhir 10%, 8%, 6% dan 4% atau KAK oven, diukur juga kadar air keseimbangannya setelah menyesuaikan dengan kondisi lingkungan yaitu setelah dibiarkan di udara terbuka selama 2 minggu. Semua KAK yang diperoleh kemudian dibandingkan serta diperhitungkan juga lamanya waktu yang dibutuhkan.

Potongan C adalah contoh uji pengukuran KAK. Prosedur pengukuran KAK ini adalah pertama menimbang berat awal potongan C tersebut (BA), kemudian dioven pada suhu 150oC selama 1,5 jam sampai berat konstan (pendekatan suhu 103 + 2 oC selama 24 jam atau sampai berat konstan), kemudian ditimbang kembali beratnya (BKT). Kadar air dihitung dengan rumus :

KA = BA – BKT x 100% BKT

2 cm lebar papan

22

Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode analisis deskriftif untuk melihat regangan yang terjadi pada kayu.

Untuk melihat adanya pengaruh KA akhir pross pengeringan (pengeringan sampai dengan KA target (KA 12%), pengeringan sampai KA 10%, pengeringan sampai KA 8%, pengeringan sampai KA 6% dan pengeringan sampai KA 4% atau kadar air akhir proses pengeringan (KAK dalam oven) dan pengaruh jenis kayu (yang mewakili variasi berat jenis) terhadap Kadar Air Keseimbangan (KAK) akhir, maka digunakan analisis dengan metode Rancangan Faktorial 5 x 3 dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 kali ulangan.

Perlakuan yang dibuat adalah 5 yaitu : pengeringan sampai dengan KA target (12%), pengeringan sampai KA 10%, pengeringan sampai KA 8%, pengeringan sampai KA 6% dan pengeringan sampai KA 4% atau KA akhir proses pengeringan (KAK dalam oven). Dan jenis kayu yang digunakan sebanyak 3 jenis (Sengon, Meranti dan Kamper). Model statistiknya sebagai berikut : Yijk = µ + αi + βj + αβij + Σijk Dimana : I = 1,2,3,4,5 J = 1,2,3 K = 1,2,3

Yijk = Nilai pengamatan pada satuan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan

µ = rata-rata

αI = Pengaruh taraf ke-I factor A βj = Pengaruh taraf ke-j factor B

αβij = Pengaruh interaksi taraf ke-I faktor A dan taraf ke-j faktor B Σijk = Pengaruh galat

Jika diperlukan pengujian lanjutan maka untuk membedakan antar taraf factor perlakuan maka dilakukan uji beda nilai rata-rata dengan menggunakan uji wilayah berganda Duncan.

Kondisi Perubahan Kadar Air dan Kadar Air Keseimbangan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh data sebagaimana tercantum pada tabel dan grafik di bawah ini.

Tabel 2. Kondisi Perubahan Kadar Air pada Kayu Sengon

Perlakuan Kadar Air (%)

KA Akhir Output Oven Kond 1 hr Kond 2 hr Kond 4 hr KAK

KA Akhir 12% (Kontrol) 13,49 17,60 16,66 17,19 14,49 KA Akhir 10% 9,22 11,80 12,39 12,45 12,14 KA Akhir 8% 6,99 8,52 9,52 10,49 11,01 KA Akhir 6% 5,69 6,83 8,00 9,35 10,32 KA Akhir 4% (KAK Oven) 3,30 6,03 6,83 7,29 9,02

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 Output Oven Kond 1 hr Kond 2 hr Kond 4 hr KAK Kondisi Kayu (Waktu)

Kadar Air (%) KA Akhir 12% (Kontrol) KA Akhir 10% KA Akhir 8% KA Akhir 6% KA Akhir 4% (KAK Oven)

Gambar 6. Perubahan KA setelah over dry sampai mencapai KAK pada kayu Sengon

Tabel 3. Kondisi Perubahan Kadar Air pada Kayu Meranti

Perlakuan Kadar Air (%)

KA Akhir Output Oven Kond 1 hr Kond 2 hr Kond 4 hr KAK

KA Akhir 12% (Kontrol) 12,49 13,21 12,84 13,22 12,88 KA Akhir 10% 9,57 10,63 11,61 10,52 11,40 KA Akhir 8% 8,04 9,88 10,25 10,14 10,67 KA Akhir 6% 5,58 6,94 7,48 8,49 9,41 KA Akhir 4% (KAK Oven) 3,97 4,64 5,51 6,45 8,27

0.00 5.00 10.00 15.00 Output Oven Kond 1 hr Kond 2 hr Kond 4 hr KAK Kondisi Kayu (Waktu

Kadar Air (%) KA Akhir 12% (Kontrol) KA Akhir 10% KA Akhir 8% KA Akhir 6% KA Akhir 4% (KAK Oven)

Gambar 7. Perubahan KA setelah over dry sampai mencapai KAK pada kayu Meranti

24

Tabel 4. Kondisi Perubahan Kadar Air pada Kayu Kamper

Perlakuan Kadar Air

KA Akhir Output Oven Kond 1 hr Kond 2 hr Kond 4 hr KAK

KA Akhir 12% (Kontrol) 13,13 14,48 15,71 15,40 15,15 KA Akhir 10% 10,29 12,18 12,47 12,14 13,71 KA Akhir 8% 8,86 10,72 10,31 11,39 12,51 KA Akhir 6% 5,79 8,56 9,49 9,92 11,15 KA Akhir 4% (KAK Oven) 4,70 5,94 7,70 8,23 9,65

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 Output Oven Kond 1 hr Kond 2 hr Kond 4 hr KAK

Kondisi Kayu (Waktu)

Kadar Air (Waktu)

KA Akhir 12% (Kontrol) KA Akhir 10% KA Akhir 8% KA Akhir 6% KA Akhir 4% (KAK Oven)

Gambar 8. Perubahan KA setelah over dry sampai mencapai KAK pada kayu Kamper 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 KA Akhir 12% (Kontrol) KA Akhir 10% KA Akhir 8% KA Akhir 6% KA Akhir 4% (KAK Oven) Perlakuan KA Akhir Kadar Air (%) KAK Sengon KAK Meranti KAK Kamper

Gambar 9. Kadar air keseimbangan pada kayu sengon, meranti dan kamper pada berbagai perlakuan KA akhir

Berdasarkan data pada Tabel 2, 3, 4 dan Gambar 6, 7, 8 dan 9 terlihat adanya penurunan KAK untuk kayu yang dikeringkan sampai dengan KA lebih rendah dibandingkan dengan kayu yang dikeringkan hanya sampai KA 12%. Kayu yang dikeringkan sampai dengan KA akhir yang rendah cenderung

menghasilkan nilai Kadar Air Keseimbangan (KAK) yang lebih rendah setelah mengalami conditioning.

Secara teori kondisi tersebut disebabkan karena proses pengeringan sampai dengan KA rendah atau sampai KA konstan terjadi penyusutan maksimum yang cukup tinggi. Penyusutan yang tinggi menyebabkan serat-serat pada kayu mengalami posisi yang saling berdekatan. Panas yang terjadi pada oven menyebabkan terjadinya ikatan silang diantara gugus hidroksil akibat berdekatannya serat kayu. Serat kayu tersusun oleh serabut selulosa (mikrofibril) yang didalamnya terdapat bagian yang kristalin (daerah yang teratur) dan bagian amorf atau daerah yang tidak teratur yang mengandung banyak gugus hidroksil bebas yang merupakan tempat berikatannya air. Pengeringan sampai KA rendah (0%) menyebabkan perubahan sebagian daerah amorf menjadi kristalit yang berakibat berkurangnya tangan OH tempat berikatan dengan molekul air (Coto 2005).

Melalui proses penyusutan dan pemanasan menyebabkan gugus hidroksil bebas saling berikatan sendiri diantara mereka, sehingga mengurangi jumlah ikatan air yang terjadi. Hal ini yang menyebabkan KAK pada kayu yang dikeringkan sampai KA 10%, 8%, 6% dan 4% atau KA konstan dalam oven memiliki nilai yang lebih rendah.

Secara umum setelah proses conditioning yaitu conditioning 1 hari terjadi kenaikan kembali KA terutama pada perlakuan KA Akhir 12% dan 10%. Hal ini terjadi karena pada pengeringan sampai KA Akhir tersebut kondisi KA bagian dalam masih tinggi sedangkan bagian luar sudah kering. Setelah conditioning 1 hari bagian permukaan kayu menyerap uap air dari lingkungan untuk menyesuaikan dengan kondisi lingkungan sehingga secara keseluruhan KA menjadi naik.

Untuk kayu Sengon (Paraserianthes falcataria.) Kadar Air Keseimbangan untuk kontrol (KA Akhir 12%) adalah sebesar 14,49% sedangkan untuk perlakuan sampai dengan KA akhir 10% adalah 12,14, KA akhir 8% adalah 11,01, KA akhir 6% adalah 10,32, dan KA akhir 4% (KAK Oven) adalah 9,02, terdapat selisih sebesar kurang lebih 5% antara kontrol (KA Akhir 12%) dengan KA akhir 4% (KAK Oven) .

Untuk kayu Meranti (Shorea sp.) Kadar Air Keseimbangan untuk kontrol (KA Akhir 12%) adalah sebesar 12,88% sedangkan untuk perlakuan sampai dengan KA akhir 10% adalah 11,40, KA akhir 8% adalah 10,67, KA akhir 6%

26 adalah 9,41, dan KA akhir 4% (KAK Oven) adalah 8,27, terdapat selisih sebesar kurang lebih 5% antara kontrol (KA Akhir 12%) dengan KA akhir 4% (KAK Oven). Untuk kayu Kamper (Driobalanops sp.) Kadar Air Keseimbangan untuk kontrol (KA Akhir 12%) adalah sebesar 15,15% sedangkan untuk perlakuan sampai dengan KA akhir 10% adalah 13,71%, KA akhir 8% adalah 12,51%, KA akhir 6% adalah 11,15%, dan KA akhir 4% (KAK Oven) adalah 9,65%, terdapat selisih sebesar kurang lebih 5% antara kontrol (KA Akhir 12%) dengan KA akhir 4% (KAK Oven) .

Dengan demikian secara rata-rata terdapat selisih sebesar 5% antara kontrol (KA Akhir12%) dengan kayu yang dikeringkan sampai dengan KA Akhir 4% (KA konstan dalam oven).

Kondisi ini sangat menguntungkan dalam penggunaan kayu selanjutnya karena kayu dengan KAK yang rendah memiliki stabilitas dimensi atau kembang susut yang kecil. Kayu dengan KAK yang rendah akan mengalami absorpsi dan desorpsi uap air dari lingkungan sekitar dengan jumlah yang kecil juga, sehingga cacat produk kayu yang diakibatkan penyusutan akan dapat dihindari. Keuntungan lainnya adalah kayu akan tepat bila digunakan pada kondisi tempat yang menuntut kadar air keseimbangan yang rendah misalnya pada ruang ber-AC atau lingkungan lain dengan RH yang rendah.

Penelitian ini setidaknya memberikan kajian dari sisi ilmiah dan memberikan alternatif bagi industri pengeringan kayu. Pengeringan sampai KA rendah akan diperlukan apabila produk yang diinginkan menghendaki kadar air akhir rendah dan KAK yang rendah pula terkait dengan penggunaan produk nanti, misalnya akan digunakan pada RH yang cukup ekstrim dan rendah atau lingkungan dengan perubahan RH yang cukup tinggi (diekspor ke luar negeri).

Sebagai informasi tambahan dalam penelitian ini, penambahan waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan KA dari 12% ke KA 4% (KAK Oven) adalah 4 hari, dengan ketebalan rata-rata kayu Sengon 5 cm, Meranti 3,5 cm dan Kamper 2 cm, dengan suhu tahap akhir pengeringan yang digunakan adalah 76 oC. Hal tersebut tentu saja merupakan bahan pertimbangan bagi industri pengeringan kayu, karena penambahan waktu berarti penambahan biaya. Hanya saja dalam penelitian ini tidak dianalisis berapa tambahan biaya per m3 yang harus dikeluarakan untuk menurunkan KA sampai KA 10%, 8%, 6% dan 4%. Adapun manfaat dan keuntungan yang diperoleh yaitu diperoleh KAK yang lebih rendah. Hal ini sangat menguntungkan karena banyak importir kayu olahan biasanya

mensyaratkan KA pada KA tertentu yang cukup rendah. Dan hal lain yang menguntungkan yaitu dalam pengeringan sampai dengan KA akhir rendah atau KAK Oven kayu tidak perlu lagi dilakukan proses equalizing yang tentu akan memerlukan tambahan waktu.

Sering terjadi bahwa dalam pengeringan, kayu tidak mengalami kekeringan yang merata, sedangkan sebagian konsumen menghendaki kadar air yang sama dengan batas toleransi tertentu. Untuk itu perlu proses pemerataan kadar air. Salah satu cara yang ditempuh adalah menaikan kadar air keseimbangan ke kadar air akhir (harapan) setelah kadar air papan contoh terkering mencapai 3% di bawah kadar air akhir. Sebagai contoh bila kadar air akhir yang dikehendaki 10% maka proses equalizing dimulai setelah kadar air papan contoh terkering mencapai 7% (Walker 1993).

Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa pengeringan sampai KA akhir rendah (KAK Oven) menghasilkan KA dalam kayu yang seragam dan merata antara bagian luar dan dalam. Pada pengeringan sampai dengan KA 12% sebagai kontrol terlihat kayu bagian dalam masih memiliki KA yang tinggi.

Bila dilihat berdasarkan laju pengeringan, maka laju pengeringan kayu Sengon relatif lebih cepat dibandingkan dengan Meranti, dan Meranti relatif lebih cepat dibandingkan dengan Kamper. Hal ini terlihat dari ketebalan kayu rata-rata yang digunakan yaitu 5 cm untuk Sengon, 3,5 cm untuk Meranti dan 2 cm untuk Kamper, yaitu dengan laju rata-rata lebih kurang 2% per hari (dari rata-rata KA 12% memerlukan waktu 4 hari untuk mencapai KA 4% atau KAK Oven).

Kayu Sengon cenderung lebih cepat mengering karena memiliki berat jenis yang relatif rendah dengan ukuran pori yang lebih besar dibandingkan Meranti dan Kamper. Kamper memiliki berat jenis paling tinggi, dengan serat yang lebih rapat dan pori berukuran kecil, sehingga air atau uap air lebih sulit keluar pada saat pengeringan.

Berdasarkan hasil analisis keragaman terhadap Kadar Air Keseimbangan (KAK) terlihat bahwa faktor perlakuan KA akhir dan faktor jenis kayu berpengaruh sangat nyata terhadap KAK yang diperoleh, sedangkan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata.

Hasil uji lanjut beda nilai rata-rata untuk faktor KA akhir menunjukkan bahwa perlakuan KA Akhir 12% berbeda nyata dengan semua perlakuan lain Perlakuan KA Akhir 10% berbeda nyata dengan KA Akhir 6% dan 4%, tetapi tidak berbeda nyata dengan KA Akhir 8%. Perlakuan KA Akhir 8% berbeda

28 nyata dengan KA Akhir 4%, tetapi tidak berbeda nyata dengan KA Akhir 4%. Perlakuan KA Akhir 6% tidak berbeda nyata dengan KA Akhir 4%. Kadar Air Keseimbangan rata-rata untuk KA Akhir 12% adalah 14,17, KA Akhir 10% adalah 12,41, KA Akhir 8% adalah 10,29, dan KA Akhir 6% adalah 8,9%.

Hasil analisis keragaman selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 16, dan secara visual untuk perbedaan respon yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 10. K A K KA Ak hi r Je ni s 5 4 3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 2 1 1 8 1 6 1 4 1 2 1 0 8 Box pl ot of KAK by KA Ak hi r , Je ni s

Gambar 10. Boxplot untuk Kadar Air Keseimbangan pada berbagai perlakuan Kadar Air Akhir dan jenis Kayu

Hasil uji lanjut beda nilai rata-rata untuk faktor jenis kayu menunjukkan jenis Meranti menghasilkan nilai KAK yang berbeda nyata dengan Kamper, sedangkan jenis Sengon tidak berbeda nyata baik dengan Meranti maupun Kamper. Kadar Air Keseimbangan rata-rata untuk jenis Meranti adalah 10,52, Sengon 11,39 dan Kamper 12,43. Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10. Meranti memiliki KAK rata-rata yang lebih rendah dibandingkan kamper. Kondisi tersebut dimungkinkan karena jenis kayu perdagangan meranti dan kamper yang beredar di pasaran digunakan dalam penelitian ini umumnya merupakan stok lama, sedangkan sengon umumnya kayu segar dan belum lama digergaji. Kamper merupakan kayu dengan berat jenis tinggi (0,8), pada suhu yang sama kayu kamper lebih sulit ditembus panas dan uap air lebih sulit keluar dibanding meranti. Sengon karena masih segar banyak mengandung semacam getah/resin, panas agak sulit masuk dan uap air juga lebih sulit keluar dari bagian dalam kayu.

Regangan Kayu

Hasil pengamatan terhadap kondisi dan pola regangan kayu Sengon, Meranti dan Kamper seperti terlihat pada Gambar 11, 12 dan 13. Gambar tersebut memperlihatkan pola regangan pada kondisi output oven dan conditioning 4 hari. Secara umum terlihat bahwa pola regangan yang terjadi memiliki pola yang serupa yaitu bagian luar kayu cenderung mengalami tegangan tekan, sedangkan kayu bagian dalam mengalami regangan (tegangan tarik).

Hal tersebut sejalan dengan pendapat McMillen (1958) yang menyatakan pada kondisi kayu kering bagian permukaan akan terjadi tegangan tekan maksimum dan sebaliknya bagian dalam mengalami tegangan tarik maksimum.

Berdasarkan hasil pengamatan kondisi regangan maupun tegangan umumnya tidak teratur pada saat baru keluar dari oven. Regangan dan tegangan sedikit berkurang pada saat kayu mengalami keseimbangan dengan lingkungannya. Pada kondisi KAK, perbedaan regangan antara bagian luar dengan bagian dalam relatif masih terjadi dan belum hilang sepenuhnya. Selama tidak melakukan proses pembelahan pada kayu, regangan maupun tegangan ini bisa diabaikan yang terpenting kayu sudah mengalami keseimbangan baik regangan maupun tegangan antara satu sisi dengan sisi lainnya. Pada proses pengolahan papan yang hanya melakukan penyerutan atau pengampelasan regangan ini bisa diabaikan, akan tetapi harus berhati-hati apabila kayu dalam prosesnya dilakukan pembelahan, dalam hal ini conditioning tambahan akan tetap diperlukan.

McMillen (1958) menyatakan selama proses pengeringan (sampai kayu kering) terjadi perubahan tekanan menjadi tarikan pada bagian dalam kayu. Tegangan tarik maksimum yang terjadi pada bagian dalam kayu tidak sebesar tegangan tarik pada bagian permukaan. Pada bagian tengah kayu (pusat), tegangan tekan meksimum terjadi lebih lambat. Bila didasarkan pada pendapat McMillen regangan dan tegangan yang terjadi pada penelitian ini termasuk rendah yaitu rata-rata hanya berkisar 0,002 – 0,003.

Proses inilah yang menyebabkan kayu yang sudah dikeringkan tidak segera mengalami kehilangan regangan/tegangan yang terjadi. Proses yang lambat untuk mencapai tegangan tekan maksimum menyebabkan proses yang lambat pula dalam penurunan tegangan yang terjadi karena posisinya berada di tengah kayu.

30 Sengon (Regangan) -0.0040 -0.0030 -0.0020 -0.0010 0.0000 0.0010 0.0020

Output Oven Conditioning 4 hari

Regangan Sengon (KA) 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00

Out Oven Kond 4hr

Kadar Air (%)

Gambar 11. Regangan dan Distribusi Kadar Air Kayu Sengon pada Berbagai Perlakuan KA Akhir

12% 10% 8% 6% 4% 12% 10% 8% 6% 4%

12% 10% 8% 6% 4% 12% 10% 8% 6% 4%

31 -0.0030 -0.0020 -0.0010 0.0000 0.0010 0.0020

Out Oven Cond 4 hr

Regangan Meranti (KA) 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00

Out Oven Kond 4hr

Kadar Air (%)

Gambar 12. Regangan dan Distribusi Kadar Air Kayu Meranti pada Berbagai Perlakuan KA Akhir

12% 10% 8% 6% 4% 12% 10% 8% 6% 4%

12% 10% 8% 6% 4% 12% 10% 8% 6% 4%

32 Kamper (Regangan) -0.0040 -0.0030 -0.0020 -0.0010 0.0000 0.0010 0.0020 0.0030 0.0040

Out Oven Cond 4 hr

Regangan Kamper (KA) 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00

Out Oven Kond 4hr

Kadar Air (%)

Gambar 13. Regangan dan Distribusi Kadar Air Kayu Kamper pada Berbagai Perlakuan KA Akhir

12% 10% 8% 6% 4% 12% 10% 8% 6% 4% 12% 10% 8% 6% 4% 12% 10% 8% 6% 4% 12% 10% 8% 6% 4% 12% 10% 8% 6% 4%

Faktor dasar terjadinya tegangan kayu (Millen 1958) adalah ketika bagian kayu kehilangan Kadar Air di bawah Tititk Jenuh Serat (TJS) terjadi penyusutan dan sebaliknya ketika kayu di bawah TJS menyerap air/ uap air terjadi pengembangan. Apabila penyusutan yang terjadi normal di dalam kayu maka akan terjadi tegangan tarik (regangan). Tegangan tarik pada suatu bagian dari kayu harus seimbang dengan tegangan tekan pada bagian lain struktur kayu. Ketika kayu mengalami tegangan, maka akan terjadi perubahan atau regangan. Regangan terjadi pada saat sebelum terjadi atau mendekati batas proporsi maksimum kemampuan menahan beban tarik. Regangan ini dinamakan regangan elastis yang sifatnya kembali ke asal (bentuk semula). Tegangan yang terjadi di bawah batas proporsi apabila terjadi dalam waktu yang lama akan menyebabkan regangan permanen.

Regangan yang terjadi pada kayu erat sekali kaitannya dengan kemungkinan cacat yang terjadi. Perbedaan regangan yang terlalu ekstrim antara bagian luar dan bagian dalam akan menyebabkan cacat pada kayu. Pada penelitian ini upaya yang dilakukan untuk menghindari perbedaan regangan yang terlalu ekstrim antara bagian luar dan dalam kayu adalah penggunaan suhu pada saat mencapai KA konstan dalam oven adalah dengan tetap menggunakan suhu yang biasa digunakan dalam jadwal yang sesuai dengan jenis kayu yang dikeringkan, dengan jadwal yang sudah teruji berdasarkan penelitian. Perlakuan yang diberikan adalah melanjutkan jadwal yang biasa digunakan pada suatu jenis kayu terutama dari faktor suhu hingga tercapai kadar air konstan dalam kayu. Pertimbangan ini adalah menghindari cacat yang terjadi dan pengamatan secara visual terhadap kayu yang dikeringkan tidak menunjukkan terjadinya pecah atau retak.

Berdasarkan data dan histogram yang ditampilkan terlihat adanya kecenderungan untuk kayu yang dikeringkan hingga KA akhir pengeringan yang rendah terutama KA akhir hingga KAK-oven memiliki bentuk histogram yang lebih teratur dan ada kesamaan antara sisi kiri dan kanan. Hal ini menunjukkan kayu sudah mengalami keseimbangan regangan antara kedua sisinya semenjak kayu keluar dari oven. Regangan yang seimbang ini sangat dibutuhkan terutama untuk pengerjaan selanjutnya, dimana kayu tidak rentan untuk terjadinya cacat melengkung, muntir ataupun bengkok. Kondisi yang ideal dan paling baik tentu saja pada kondisi regangan/tegangan dengan nilai nol, atau berarti tidak terjadi regangan/tegangan dalam kayu. Berdasarkan penelitian ini pada semua jenis

34 kayu dan semua KA akhir pengeringan yang dilakukan setelah conditioning selama 2 minggu ternyata masih terdapat regangan/tegangan sisa dari proses pengeringan.

Proses conditioning yang terlalu lama juga tidak efisien, karena industri biasanya memerlukan kayu segera setelah proses pengeringan. Untuk sedikit mengurangi tegangan/regangan yang terjadi setidaknya perlu dilakukan conditioning selama beberapa hari.

Pengamatan secara visual terhadap regangan yang terjadi yaitu melalui pengamatan dan uji garpu secara umum memperlihatkan bentuk garpu yang lebih lurus pada proses pengeringan sampai dengan KA Akhir yang lebih rendah, baik pada awal keluar oven maupun setelah proses conditioning selama 1 hari, 2 hari, 4 hari dan 2 minggu atau hingga tercapai KAK.

Distribusi Kadar Air Kayu

Distribusi kadar air mulai dari sisi permukaan hingga bagian dalam kayu setelah keluar oven dan conditioning 4 hari seperti terlihat pada Gambar 10, 11 dan 12.

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap distribusi kadar air pada contoh uji yang terjadi, dapat terlihat bahwa selama proses pengeringan dari mulai awal pengeringan sampai proses pengeringan berjalan, secara umum kayu pada bagian luar cenderung mengering lebih dahulu dibanding bagian dalam kayu. Hal ini terjadi karena selama proses pengeringan bagian permukaan kayu merupakan bagian pertama yang menerima panas. Panas yang terjadi menyebabkan air atau uap air yang terdapat pada bagian permukaan lebih

Dokumen terkait