• Tidak ada hasil yang ditemukan

Halaman

Lampiran 1a. Rekapitulasi data analisis kadar HCN tepung koro benguk varietas putih... 62 Lampiran 1b. Hasil uji ANOVA kadar HCN tepung koro benguk varietas putih... 63 Lampiran 1c. Rekapitulasi data analisis HCN tepung koro benguk varietas belang... 64 Lampiran 1d. Hasil uji ANOVA kadar HCN tepung koro benguk varietas belang... 65 Lampiran 2a. Rekapitulasi data analisis kadar protein tepung koro benguk varietas putih... 66 Lampiran 2b. Hasil uji ANOVA kadar protein tepung koro benguk varietas putih... 67 Lampiran 2c. Rekapitulasi data analisis kadar protein tepung koro benguk varietas belang... 68 Lampiran 2d. Hasil uji ANOVA kadar protein tepung koro benguk varietas belang... 69 Lampiran 3. Profil gelatinisasi pati tepung koro benguk varietas putih perlakuan 24 jam... 70 Lampiran 4. Penentuan aktivitas enzim α-amilase liquozyme supra termamyl... 71 Lampiran 5. Rekapitulasi data running proses untuk mendapatkan model peningkatan kadar

protein tepung berprotein tinggi koro benguk... 72 Lampiran 6. ANOVA dan persamaan polinomial respon kadar protein... 73 Lampiran 7. Solusi proses optimum yang dihasilkan pada tahap optimasi... 74 Lampiran 8. Rekapitulasi data kadar protein pada tahap verifikasi... 74 Lampiran 9. Hasil analisis proksimat tepung koro benguk berprotein tinggi... 75 Lampiran 10. Karakteristik fisikokimia tepung koro benguk berprotein tinggi... 77 Lampiran 11. Sifat fungsional tepung koro benguk berprotein tinggi... 78 Lampiran 12. Daya cerna protein in vitro tepung koro benguk berprotein tinggi... 80

1

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Protein adalah salah satu komponen zat gizi makro yang sangat penting. Secara biologis protein berperan sebagai enzim, antibodi, kolagen, maupun protein otot. Selain itu, protein juga berperan dalam pengolahan pangan berkaitan dengan karakteristik fisikokimia dan sifat fungsional yang dimilikinya.

Penggunaan protein pada pengolahan pangan semakin berkembang, baik dari segi asal bahan baku maupun peruntukannya. Sayangnya sampai saat ini masih banyak produsen, terutama industri pangan yang mengimpor bahan baku maupun bahan penunjang berbasis protein dari negara lain. Salah satu jenis bahan pangan yang menjadi primadona sumber protein adalah kedelai. Ketergantungan pemenuhan sumber protein dari luar negeri tersebut dapat dilihat dari tingginya nilai impor kedelai yang mencapai angka 1.74 juta ton pada tahun 2011 (BPS 2012). Hal ini membawa pengaruh negatif seperti terhambatnya pengembangan bahan pangan lokal Indonesia.

Sebenarnya selain kedelai, Indonesia memiliki jenis kacang-kacangan lokal yang kaya protein namun belum dimanfaatkan secara optimal. Salah satu jenis kacang tersebut adalah koro benguk (Mucuna pruriens L.). Menurut Kala dan Mohan (2010) biji koro benguk segar mengandung protein sebesar 28-30%. Selain itu, kacang ini memiliki produktivitas tinggi dan tidak memerlukan perawatan dan kondisi khusus untuk penanamannya (Rahardi 2008). Koro benguk dimanfaatkan sebagai tempe dalam skala terbatas oleh sebagian penduduk Indonesia. Pengolahan koro benguk yang telah ada saat ini adalah perendaman selama tiga hari untuk menghilangkan senyawa toksik glukosida sianogenik yang secara alami terdapat dalam bijinya. Perendaman dalam waktu tiga hari dirasakan tidak efisien apabila diaplikasikan pada industri karena membutuhkan banyak air dan waktu lama sehingga diperlukan cara lain untuk penghilangan sianida seperti penggunaan panas basah, baik perebusan maupun pengukusan, atau germinasi.

Penelitian ini difokuskan pada pembuatan tepung koro benguk berprotein tinggi. Teknologi tepung dipilih karena memiliki beberapa keunggulan yaitu penanganannya lebih mudah, baik pengolahan maupun penyimpanan. Peningkatan kandungan protein pada tepung koro benguk perlu dilakukan karena banyaknya kebutuhan terhadap bahan baku berprotein tinggi untuk pembuatan produk pangan. Aplikasi tepung koro benguk berprotein tinggi ini bergantung pada sifat fungsional protein yang dimilikinya, seperti daya serap air, daya serap minyak, daya emulsi, gelasi, dan daya busa. Sifat fungsional ini ditandai dengan karakteristik fisikokimia protein pangan yang dapat menentukan perilakunya selama pengolahan, penyimpanan, dan pemanfaatan.

Penelitian tentang tepung koro benguk berprotein tinggi belum banyak dilakukan di Indonesia. Dari segi teori dan asumsi yang diajukan, tepung koro benguk berprotein tinggi memiliki potensi yang besar untuk digunakan sebagai alternatif peningkatan konsumsi protein masyarakat. Bentuk tepung dapat diintroduksi untuk pelengkap pangan berbasis daging yang berfungsi untuk menyeimbangkan sumber protein hewani dan nabati, serta menurunkan harga jual produk berbasis protein, sehingga meningkatkan daya beli masyarakat terhadap pangan sumber protein.

2

B.

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan menentukan perlakuan pendahuluan yang paling tepat untuk menghasilkan tepung koro benguk yang memiliki kandungan sianida dalam batas aman, proses efisien, dan kandungan protein tertinggi. Di samping itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi proses pembuatan tepung koro benguk berprotein tinggi dari tepung koro benguk, serta menguji karakteristik fisikokimia dan sifat fungsionalnya.

C.

MANFAAT PENELITIAN

Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi mengenai proses pembuatan tepung koro benguk berprotein tinggi, karakteristik fisikokimia, dan sifat fungsionalnya. Karakteristik yang diukur diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan produk tinggi protein dari biji koro benguk.

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.

KORO BENGUK

Kacang koro benguk (Mucuna pruriens L.) termasuk dalam famili Fabaceae. Di Indonesia, budidaya kacang ini masih terbatas. Koro benguk dapat tumbuh di daerah yang kurang subur, kering, serta kondisi cuaca ekstrim (Rahardi 2008). Penanamannya banyak dilakukan di huma-huma atau di tanah tegal. Menurut Syam (2003) produktivitas koro benguk cukup tinggi mencapai 0.51 ton per hektar. Daerah penghasil koro benguk berpusat di Jawa, terutama yang memiliki daerah pertanian kering seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Koro benguk dalam jumlah yang lebih sedikit juga ditemukan di Jawa Barat dengan nama kacang kowas. Selain di pulau Jawa, koro benguk juga ditemukan di Sumatera khususnya di lahan-lahan perkebunan. Tanaman koro benguk digunakan sebagai land covering crops (LCC) yang berguna untuk rehabilitasi lahan. Namun sayangnya, bagian biji koro benguk belum dimanfaatkan secara khusus sebagai bahan pangan yang bernilai tambah.

Dari sisi morfologi, koro benguk tergolong tanaman semak yang merambat dengan panjang lebih dari 15 m. Tanaman ini memiliki bunga yang tersusun aksial. Bunga koro benguk berwarna putih, lavender atau ungu. Buahnya berupa polong yang dilindungi kulit berbulu. Rata- rata dalam setiap polong mengandung sekitar lima sampai tujuh biji. Polong berbentuk seragam elipsoid dengan panjang 1 sampai 1.9 cm, lebar 0.8-1.3 cm dan tebal 4-6.5 cm (Atun 2009). Koro benguk memiliki beberapa varietas yang dibedakan berdasarkan warna kulit bijinya yaitu putih, belang, dan hitam (Gambar 1).

Gambar 1. Koro benguk (Mucuna pruriens L.) Sumber gambar: www.tanijaya.com

Dari segi kandungan gizi, kacang koro benguk mempunyai nilai gizi yang tidak kalah tinggi dibandingkan dengan kacang-kacangan lain. Koro benguk mengandung karbohidrat dan protein yang cukup tinggi dengan kandungan lemak yang rendah. Di Indonesia, pengembangan kacang koro benguk sebagai bahan pangan yang bernilai tambah belum banyak dilakukan. Kalaupun ada, pemanfaatan koro benguk masih terbatas sebagai pakan ternak, bahan baku pembuatan tempe, dan tepung substitusi, meskipun belum banyak digunakan secara komersial. Tabel 1 menunjukkan perbandingan kandungan zat gizi antara koro benguk segar utuh, kedelai, dan kacang hijau.

4

Dokumen terkait