ALABIO (PA) DAN ALABIO PEKIN (AP) DENGAN TETUANYA
DAFTAR PUSTAKA
Ahlschwede, W. T. & O. W., Robison. 1971. Maternal effects on weights and backfat of swine. J. Anim. Sci. 33: 1206-1211.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). 2006. Pemeliharaan Terpadu Tiktok dengan Padi. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Brosur No 01, Jakarta.
Bihan-Duval, E. L., C. Berri, E. Baeza, N. Millet & C. Beaumont, 2001. Estimation of the genetic parameters of meat characteristics and of their genetic correlations with growth and body composition in an experimental broiler line. Poult. Sci. 80: 839-843.
Brahmantiyo, B & L. H. Prasetyo. 2001. Pengaruh bangsa itik Alabio dan Mojosari terhadap performans reproduksi. Prosiding Lokakarya Unggas Air. Pengembangan Agribisnis Unggas Air Sebagai Peluang Usaha Baru. Kerjasama Institut Pertanian Bogor, Balai Penelitian Ternak. Bogor dan Yayasan Kehati. 73-78.
Brahmantiyo, B & Y. C Raharjo. 2005. Pengembangan pembibitan kelinci di pedesaan dalam menunjang potensi dan prospek agribisnis kelinci. Prosiding Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Agribisnis Kelinci, Pusat Penelitian Pengembangan Peternakan, Bogor.
Brody, S. 1964. Bioenergetics and Growth. Hofner Publishing Company, Inc., New York.
Christiandrianto, P. 1991. Pertumbuhan dan perkembangan ukuran-ukuran tubuh relatif terhadap bobot potong itik Alabio. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Chapman, A. B. 1985. General and Quantitative Genetics. Elsevier Science Publishers B.V., Amsterdam-New York-Tokyo.
Davies, L. 1982. Nutrition and Growth Manual. Australian Universities. International Development Program, Sydney.
Direktorat Jendral Peternakan. 2012. Statistik Peternakan. Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta
Furr, R. D. & A. B., Nelson. 1964. Effect of level of supplemental winter feed on calf weight and on milk production of fall-calving range beef cows. J. Anim. Sci. 23: 775-781.
Gunawan, B., P. Edianingsih, H. Martojo & Komarudin. 1994. Produktivitas dan keragaman fenotipeik itik Alabio pada system pemeliharaan intensif. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan, Pengolahan dan Komunikasi Hasil-hasil Penelitian. Buku 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Hal: 597-603.
Hardjosubroto, W. 2001. Genetika Hewan. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Irianto, A. 2004. Statistik: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Kencana, Jakarta.
Indradjaja. 1986. Pengaruh umur terhadap performans itik Tegal betina sampai umur delapan minggu. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Koerhuis, A. N. M. & R. Thompson, 1997. Models to estimate maternal effects for juvenile body weight in broiler chickens. Genet. Sel. Evol. 29: 225-249.
Lasley, J. F. 1978. Genetics of Livestock Improvement. Third Ed. Prentice Hall of India Private Ltd, New Delhi.
Lawrence, T. L. J. 1980. Growth in Animal. Redwood Burn Lmd. Trobridge and Eshe. Butterwort, London.
Lax, J. & G. H., Brown. 1967. The effects of inbreeding, maternal handicap and range in ageon 10 fleece and body characteristic in Meriono rams. Aust. J. Agric. Res. 18: 689-706
McArdle, A. A. 1961. Poultry Management and Production, Agricultural and Livestok Series. Angus and Robertson, Sydney.
Noor, R. R. 2010. Genetika Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.
Pingel. H. 2011. Results of selection for breast muscle percentage and feed conversion ratio in Pekin Ducks. Biotechnology in Animal Husbandry. Institute for Animal Husbandry, Belgrade – Zemun.
Prescott, J. H. D. 1976. Beef cattle production in developing countries. Proceedings. Central For Tropical Veterinary Medicine, Edinburgh University. 21: 58-78. Rose S. P. 1997. Principles of Poultry Science. CAB International, Wallingford. U.K. Samosir D. J. 1983. Ilmu Ternak Itik. PT. Gramedia, Jakarta.
Setioko, A. R., L. H. Prasetyo, B. Brahmantiyo & M. Purba. 2002. Koleksi dan karakterisasi sifat-sifat beberapa jenis itik. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.
Setioko, A. R., L. H. Prasetyo, D. A. Kusumaningrum, & S. Sopiyana. 2004. Daya tetas dan konerja pertumbuhan itik Pekin x Alabio (PA) sebagai induk itik pedaging. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan. Bogor.
Soeparno. 1992. Ilmu Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Subhan, A., T. Yuwanta, J. Hp. Sidadolog & E. S. Rohaeni. 2010. Pengaruh kombinasi sagu kukus (Metroxylon Spp) dan tepung keong mas (Pmacea Spp) sebagai pengganti jagung kuning terhadap penampilan itik jantan Alabio, Mojosari dan MA. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan, Bogor.
Suharno, B. & K. Amri. 2002. Beternak Itik Secara Intensif. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suharno, B. & T. Setiawan. 2001. Beternak Itik Petelur di Kandang Baterai. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suparyanto, A. 2006. Karakteristik ukuran karkas itik genotype Pekin x Alabio dan Pekin x Mojosari. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi dalam Mendukung Usaha Ternak Unggas Berdayasaing. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Supranto, J. 2000. Statistik: Teori dan Aplikasi Edisi Keenam. Erlangga, Jakarta. Suryo. 2008. Genetika. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Susanti T., L. H Prasetyo, Y. C. Raharjo, & W. K. Sejati. 1998. Pertumbuhan galur persilangan timbal balik itik Alabio dan Mojosari. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Optimasi sumberdaya lokal dalam rekayasa teknologi peternakan dan veteriner untuk efisiensi usaha pasar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Susanti T. 2003. Strategi pembibitan itik Alabio dan itik Mojosari. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Swatland, H. J. 1984. Structure and Development of Meat Animals. Prentice-Hall Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.
Trisna, A., Roeswandy, M. A. Hutasoit. 2008. Penggunaan tepung biji markisa terhadap pertumbuhan itik Peking Umur 1 – 56 hari. Jurnal Agribisnis Peternakan. 4: 1 – 5.
Warren, E. P. & R. E. Renbarger. 1963. Some factors affecting milk yield of ewes and growth of lambs. J. Anim. Sci. 22: 866.
Wasito & E. S., Rohaeni. 1994. Beternak Itik Alabio. PT Kanisius, Yogyakarta. Wiederhold, S. & H. Pingel. 1997. Growth of breast and leg muscle of waterfowl.
Proceeding 11th European Symposium on Waterfowl, Nantes (France), September 8-10: 541-547
Windhyarti, S., 2003. Beternak Itik Tanpa Air. Penebar Swadaya, Jakarta.
Williams, I. H. 1982. A course Manual in Nutrition and Growth. Editor H. L. Davies. Australian Vice-Chamcellors committee, Melbourne.
Vellemen, S. G., J. Anderson & K. E. Nestor, 2003. Possible maternal inheritance of breast muscle morphology in turkeys at sixteen weeks of age. Poult. Sci. 82: 1479-1484.
Lampiran 1. Diagram Sebar (Scatter Plot) Bobot Badan Itik AAP Pada Fase Starter
Lampiran 3. Diagram Sebar (Scatter Plot) Bobot Badan Itik APA Pada Fase Starter
Lampiran 5. Diagram Sebar (Scatter Plot) Bobot Badan Itik PAP Pada Fase Starter
Lampiran 7. Persamaan Regresi antara Umur dan Bobot Badan itik AAP, APA, dan PAP pada Periode Starter, Grower dan 16 Minggu
Itik Periode Persamaan regresi R2 P
value
AAP Starter Log Y = log 1,478 + (0,9750) log X 94,5% 0,000
Grower
Selama 16 minggu
Log Y = log 3,307 – (0,02560) log X Log Y = log 1,541 + (0,9061) log X
93,6% 94,5%
0,032 0,000 APA Starter Log Y = log 1,489 + (0,9790) log X 95,4% 0,000
Grower
Selama 16 minggu
Log Y = log 3,404 – (0,05834) log X Log Y = 1,560 + (0,9008) log X
84,8% 94,8%
0,079 0,000 PAP Starter Log Y = log 1.479 + (1.074) log X 95,1% 0,000
Grower
Selama 16 minggu
Y = 1341 + 39.05Xi– 0,2047Xj2 Log Y = log 1,560 + (1,029) log X
89,8% 95,8%
0,319 0,000
Lampiran 8. F Hitung dan P value Hasil Pengujian Bobot Badan Itik AAP dan APA pada Umur 1 Hari sampai 16 Minggu
Pembanding Bobot badan umur (minggu)
F hitung P value
AAP vs APA DOD 0,18 0,675
1 1,97 0,174 2 0,11 0,744 3 1,31 0,263 4 0,12 0,736 5 0,09 0,769 6 0,61 0,441 7 0,02 0,885 8 0,65 0,429 10 2,50 0,127 12 3,17 0,088 14 3,37 0,079 16 2,30 0,143
Lampiran 9. Contoh Perhitungan Pendugaan Konversi Ransum Itik AAP pada Periode Starter
Konversi Ransum = ∑ pakan kumulatif selama 8 minggu (itik ke-1) BB umur 8 minggu – BB umur DOD
= 5712,88 1747,34 = 3,27
Lampiran 10. Contoh Perhitungan Pendugaan Konversi Ransum Itik AAP selama 16 Minggu
Konversi Ransum = ∑ pakan kumulatif selama 16 minggu (itik ke-1) BB umur 16 minggu – BB umur DOD
= 13.908,97 1669,34 = 8,33
Lampiran 11. Gambar Perkembangan Itik
a). Itik PAP Umur 6 Hari b). Itik AAP Umur 8 Hari
Itik PAP
e). Itik AAP Umur 12 Minggu f). Itik APA Umur 12 Minggu
Lampiran 12. Contoh Penimbangan Itik
DAFTAR PUSTAKA
Ahlschwede, W. T. & O. W., Robison. 1971. Maternal effects on weights and backfat of swine. J. Anim. Sci. 33: 1206-1211.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). 2006. Pemeliharaan Terpadu Tiktok dengan Padi. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Brosur No 01, Jakarta.
Bihan-Duval, E. L., C. Berri, E. Baeza, N. Millet & C. Beaumont, 2001. Estimation of the genetic parameters of meat characteristics and of their genetic correlations with growth and body composition in an experimental broiler line. Poult. Sci. 80: 839-843.
Brahmantiyo, B & L. H. Prasetyo. 2001. Pengaruh bangsa itik Alabio dan Mojosari terhadap performans reproduksi. Prosiding Lokakarya Unggas Air. Pengembangan Agribisnis Unggas Air Sebagai Peluang Usaha Baru. Kerjasama Institut Pertanian Bogor, Balai Penelitian Ternak. Bogor dan Yayasan Kehati. 73-78.
Brahmantiyo, B & Y. C Raharjo. 2005. Pengembangan pembibitan kelinci di pedesaan dalam menunjang potensi dan prospek agribisnis kelinci. Prosiding Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Agribisnis Kelinci, Pusat Penelitian Pengembangan Peternakan, Bogor.
Brody, S. 1964. Bioenergetics and Growth. Hofner Publishing Company, Inc., New York.
Christiandrianto, P. 1991. Pertumbuhan dan perkembangan ukuran-ukuran tubuh relatif terhadap bobot potong itik Alabio. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Chapman, A. B. 1985. General and Quantitative Genetics. Elsevier Science Publishers B.V., Amsterdam-New York-Tokyo.
Davies, L. 1982. Nutrition and Growth Manual. Australian Universities. International Development Program, Sydney.
Direktorat Jendral Peternakan. 2012. Statistik Peternakan. Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta
Furr, R. D. & A. B., Nelson. 1964. Effect of level of supplemental winter feed on calf weight and on milk production of fall-calving range beef cows. J. Anim. Sci. 23: 775-781.
Gunawan, B., P. Edianingsih, H. Martojo & Komarudin. 1994. Produktivitas dan keragaman fenotipeik itik Alabio pada system pemeliharaan intensif. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan, Pengolahan dan Komunikasi Hasil-hasil Penelitian. Buku 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Hal: 597-603.
Hardjosubroto, W. 2001. Genetika Hewan. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Irianto, A. 2004. Statistik: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Kencana, Jakarta.
Indradjaja. 1986. Pengaruh umur terhadap performans itik Tegal betina sampai umur delapan minggu. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Koerhuis, A. N. M. & R. Thompson, 1997. Models to estimate maternal effects for juvenile body weight in broiler chickens. Genet. Sel. Evol. 29: 225-249.
Lasley, J. F. 1978. Genetics of Livestock Improvement. Third Ed. Prentice Hall of India Private Ltd, New Delhi.
Lawrence, T. L. J. 1980. Growth in Animal. Redwood Burn Lmd. Trobridge and Eshe. Butterwort, London.
Lax, J. & G. H., Brown. 1967. The effects of inbreeding, maternal handicap and range in ageon 10 fleece and body characteristic in Meriono rams. Aust. J. Agric. Res. 18: 689-706
McArdle, A. A. 1961. Poultry Management and Production, Agricultural and Livestok Series. Angus and Robertson, Sydney.
Noor, R. R. 2010. Genetika Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.
Pingel. H. 2011. Results of selection for breast muscle percentage and feed conversion ratio in Pekin Ducks. Biotechnology in Animal Husbandry. Institute for Animal Husbandry, Belgrade – Zemun.
Prescott, J. H. D. 1976. Beef cattle production in developing countries. Proceedings. Central For Tropical Veterinary Medicine, Edinburgh University. 21: 58-78. Rose S. P. 1997. Principles of Poultry Science. CAB International, Wallingford. U.K. Samosir D. J. 1983. Ilmu Ternak Itik. PT. Gramedia, Jakarta.
Setioko, A. R., L. H. Prasetyo, B. Brahmantiyo & M. Purba. 2002. Koleksi dan karakterisasi sifat-sifat beberapa jenis itik. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.
Setioko, A. R., L. H. Prasetyo, D. A. Kusumaningrum, & S. Sopiyana. 2004. Daya tetas dan konerja pertumbuhan itik Pekin x Alabio (PA) sebagai induk itik pedaging. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan. Bogor.
Soeparno. 1992. Ilmu Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Subhan, A., T. Yuwanta, J. Hp. Sidadolog & E. S. Rohaeni. 2010. Pengaruh kombinasi sagu kukus (Metroxylon Spp) dan tepung keong mas (Pmacea Spp) sebagai pengganti jagung kuning terhadap penampilan itik jantan Alabio, Mojosari dan MA. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan, Bogor.
Suharno, B. & K. Amri. 2002. Beternak Itik Secara Intensif. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suharno, B. & T. Setiawan. 2001. Beternak Itik Petelur di Kandang Baterai. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suparyanto, A. 2006. Karakteristik ukuran karkas itik genotype Pekin x Alabio dan Pekin x Mojosari. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi dalam Mendukung Usaha Ternak Unggas Berdayasaing. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Supranto, J. 2000. Statistik: Teori dan Aplikasi Edisi Keenam. Erlangga, Jakarta. Suryo. 2008. Genetika. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Susanti T., L. H Prasetyo, Y. C. Raharjo, & W. K. Sejati. 1998. Pertumbuhan galur persilangan timbal balik itik Alabio dan Mojosari. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Optimasi sumberdaya lokal dalam rekayasa teknologi peternakan dan veteriner untuk efisiensi usaha pasar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Susanti T. 2003. Strategi pembibitan itik Alabio dan itik Mojosari. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Swatland, H. J. 1984. Structure and Development of Meat Animals. Prentice-Hall Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.
Trisna, A., Roeswandy, M. A. Hutasoit. 2008. Penggunaan tepung biji markisa terhadap pertumbuhan itik Peking Umur 1 – 56 hari. Jurnal Agribisnis Peternakan. 4: 1 – 5.
Warren, E. P. & R. E. Renbarger. 1963. Some factors affecting milk yield of ewes and growth of lambs. J. Anim. Sci. 22: 866.
Wasito & E. S., Rohaeni. 1994. Beternak Itik Alabio. PT Kanisius, Yogyakarta. Wiederhold, S. & H. Pingel. 1997. Growth of breast and leg muscle of waterfowl.
Proceeding 11th European Symposium on Waterfowl, Nantes (France), September 8-10: 541-547
Windhyarti, S., 2003. Beternak Itik Tanpa Air. Penebar Swadaya, Jakarta.
Williams, I. H. 1982. A course Manual in Nutrition and Growth. Editor H. L. Davies. Australian Vice-Chamcellors committee, Melbourne.
Vellemen, S. G., J. Anderson & K. E. Nestor, 2003. Possible maternal inheritance of breast muscle morphology in turkeys at sixteen weeks of age. Poult. Sci. 82: 1479-1484.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Efek maternal antara itik AAP dan APA tidak mempengaruhi pertumbuhan (bobot badan) itik, namun diduga memberikan pengaruh terhadap konversi ransum. Titik infleksi ketiga jenis itik adalah sama yakni pada minggu ke-5 dengan bobot badan tertinggi dimiliki oleh PAP. Proporsi darah itik Pekin yang besar pada itik PAP menghasilkan bobot badan yang tinggi. Selain itu, itik PAP memiliki PBB yang tinggi dan diduga memiliki konversi ransum paling efisien dibanding itik AAP dan APA. Galur Pekin dapat dijadikan indukan yang baik karena dapat menurunkan sifat-sifat yang diinginkan terhadap keturunannya.
Saran
Perlunya data plasma nutfah Pekin sehingga dapat digunakan untuk menghitung nilai heritabilitas dari masing-masing itik hasil silang balik. Selain itu, diperlukan itik Pekin berkualitas baik dalam jumlah yang cukup sehingga saat penampungan semen tidak terkendala kurang semen untuk diinseminasikan. Tidak terdapat ulangan dalam penghitungan konsumsi dan konversi itik, oleh karena itu, pada masa pemeliharaan itik fase grower, sebaiknya itik dikandangkan secara individu agar didapat perhitungan konsumsi serta konversi ransum yang lebih valid.
Lampiran 1. Diagram Sebar (Scatter Plot) Bobot Badan Itik AAP Pada Fase Starter
Lampiran 3. Diagram Sebar (Scatter Plot) Bobot Badan Itik APA Pada Fase Starter
Lampiran 5. Diagram Sebar (Scatter Plot) Bobot Badan Itik PAP Pada Fase Starter
Lampiran 7. Persamaan Regresi antara Umur dan Bobot Badan itik AAP, APA, dan PAP pada Periode Starter, Grower dan 16 Minggu
Itik Periode Persamaan regresi R2 P
value
AAP Starter Log Y = log 1,478 + (0,9750) log X 94,5% 0,000
Grower
Selama 16 minggu
Log Y = log 3,307 – (0,02560) log X Log Y = log 1,541 + (0,9061) log X
93,6% 94,5%
0,032 0,000 APA Starter Log Y = log 1,489 + (0,9790) log X 95,4% 0,000
Grower
Selama 16 minggu
Log Y = log 3,404 – (0,05834) log X Log Y = 1,560 + (0,9008) log X
84,8% 94,8%
0,079 0,000 PAP Starter Log Y = log 1.479 + (1.074) log X 95,1% 0,000
Grower
Selama 16 minggu
Y = 1341 + 39.05Xi– 0,2047Xj2 Log Y = log 1,560 + (1,029) log X
89,8% 95,8%
0,319 0,000
Lampiran 8. F Hitung dan P value Hasil Pengujian Bobot Badan Itik AAP dan APA pada Umur 1 Hari sampai 16 Minggu
Pembanding Bobot badan umur (minggu)
F hitung P value
AAP vs APA DOD 0,18 0,675
1 1,97 0,174 2 0,11 0,744 3 1,31 0,263 4 0,12 0,736 5 0,09 0,769 6 0,61 0,441 7 0,02 0,885 8 0,65 0,429 10 2,50 0,127 12 3,17 0,088 14 3,37 0,079 16 2,30 0,143
Lampiran 9. Contoh Perhitungan Pendugaan Konversi Ransum Itik AAP pada Periode Starter
Konversi Ransum = ∑ pakan kumulatif selama 8 minggu (itik ke-1) BB umur 8 minggu – BB umur DOD
= 5712,88 1747,34 = 3,27
Lampiran 10. Contoh Perhitungan Pendugaan Konversi Ransum Itik AAP selama 16 Minggu
Konversi Ransum = ∑ pakan kumulatif selama 16 minggu (itik ke-1) BB umur 16 minggu – BB umur DOD
= 13.908,97 1669,34 = 8,33
Lampiran 11. Gambar Perkembangan Itik
a). Itik PAP Umur 6 Hari b). Itik AAP Umur 8 Hari
Itik PAP
e). Itik AAP Umur 12 Minggu f). Itik APA Umur 12 Minggu
Lampiran 12. Contoh Penimbangan Itik
RINGKASAN
SILVI ARIFANI. D14080308. 2012. Performa Bobot Badan Hasil Silang Balik (Backcross) antara Itik Pekin Alabio (PA) dan Alabio Pekin (AP) dengan Tetuanya.Skripsi.Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M. Rur. Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. L. Hardi Prasetyo, M. Agr.
Persilangan itik lokal dengan itik non lokal telah banyak dilakukan sebelumnya.Selain untuk meningkatkan mutu genetik itik lokal, juga untuk meningkatkan produksi dari itik itu sendiri.Namun belum banyak dilakukannya silang balik (backcross) dengan galur tetuanya.Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan silang balik (backcross) antara itik petelur yakni alabio dan itik pedaging yakni Pekin dengan tujuan untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan dalam hal ini bobot badan.Silang balik merupakan salah satu metode dengan menyilangkan kembali anak dengansalah satu tetuanya dalam rangka mencapai keturunan yang mirip dengan tetuanya.
Penelitian ini menggunakan itik Alabio Pekin (AP) dan Pekin Alabio (PA) yang sebelumnya telah dikoleksi di Balai Penelitian Ternak Ciawi. Itik AP dan PA di
backcross dengan tetua jantan Pekin dan Alabio yang kemudian dihasilkan keturunan berupa itik AAP, APA dan itik PAP. Hal yang diamati adalah bobot badan starter
dan grower, pengaruh maternal, titik infleksi, proporsi darah serta konsumsi dan konversi ransum.Data yang diperoleh dianalisis statistik yakni dengan uji regresi serta Anova.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot badan itik AAP dan APA baik pada fase starter hingga growertidak berbeda nyata.Hal ini menunjukkan bahwa tidak ditemukan pengaruh maternal terhadap bobot badan yang dihasilkan.Berbeda dengan konversi ransum, induk AP diduga memberikan pengaruh yang nyata meningkatkan efisiensi pakan itik AAP.Itik PAP memiliki nilai koefisien regresi (b) yang lebih besardibandingkan itik AAP dan APA.Hal ini menunjukkan bahwa proporsi darah tetua Pekin yakni sebesar 75% yang terdapat pada itik PAP mempengaruhi tingginya bobot badan PAP tiap minggu. Titik infleksi ketiga jenis itik adalah sama yakni minggu ke-5, namun bobot badan ketika mencapai titik infleksi yang dimiliki itik PAP lebih besar dibandingkan kedua jenis itik lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa galur tetua Pekin menghasilkan keturunan backcross dengan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan tetua Alabio. Selain itu, itik PAP memiliki konversi ransum yang lebih rendah.Oleh karena itu, dapat diduga bahwa itik ini lebih efisien dalam mengkonversi pakan dibandingkan itik AAP dan APA.Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa galur tetua Pekin membawa sifat-sifat yang diinginkan yang dapat diturunkan kepada keturunannya hasil silang balik.Oleh karena itu tetua Pekin dapat dijadikan indukan yang baik untuk selanjutnya menghasilkan produksi yakni bobot badan.
Kata-kata kunci: itik AAP, APA, PAP, pertumbuhan, pengaruh maternal, proporsi darah