ABSTRACT
Starter and Grower Body Weight Performance of The Back crossed of Pekin Alabio (PA) and Alabio Pekin (AP) Ducks to Their Parental Line
Arifani, S., R. R. Noor and L. H. Prasetyo
Backcrossis amethodof selectionby crossingbackthe progenywith oneof its parent linein order to produceoffsprings that similar to their parents. The purpose of this study was to evaluate thematernal effect of the live weight and feed convertion. Alabioduckshadpreviouslycrossed withPekin ducksinBalai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Twelve Alabio Alabio Pekin (AAP), 17 Alabio Pekin Alabio(APA) and 28 Pekin Alabio Pekin (PAP) had been randomly selected and evaluated. The body weight and growth curve of PAP show the best result when compared to the others. The PAP has the smallest value of feed convertion and it indicates that PAP ducks are more efficient in converting feed into meat. The maternal effect didn’t affectbody weight of AAP, butaffectedthe feed convertion of AAP and APA.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Populasi itik di Indonesia semakin berkembangnamun perkembangan ini tidak diikuti dengan produksidari daging itik yang dihasilkan. Konsumsi daging itik di Indonesia semakin meningkat dan menyebabkan tingginya permintaan akan daging itik. Itik lokal di Indonesia merupakan itik jenis petelur, sehingga perlu disilangkan dengan itik non lokal yakni pedaging, guna mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan dalam hal ini adalah bobot badan.
Penelitian inimenggunakan itik lokal Alabioselain dikarenakan dikenal sebagai itik petelur yang memiliki produksi telur yang tinggi, juga dapat
dimanfaatkan dagingnya. Daging itik Alabio sering dimanfaatkan sebagai konsumsi masyarakat Indonesia.Di sisi lain, penggunaan itik Pekin sebagai itik yang disilangkan dengan Alabio dikarenakan itik yang berasal dari daratan China ini selain memiliki daya adaptasi yang tinggi, itik pedaging ini juga terkenal dengan produksi telur tinggi sepanjang tahunnya.
Metode persilangan yang digunakan dalam menyilangkanitik petelurAlabio dengan itik pedaging yakni Pekin adalah metode silang balik (backcross).Menurut Suryo(2008), backcross ialah perkawinan antara individu F1 dengan induk betina atau jantan. Silang balik merupakan salah satu metode dengan menyilangkan kembali anak dengansalah satu tetuanya dalam rangka mencapai keturunan yang mirip dengan tetuanya. Persilangan akan menurunkan sejumlah proporsi darah pada keturunan. Pada Grading Up, keturunan hasil silangan pertama disilangkan kembali dengan salah satu tetua yang memiliki keunggulan secara terus menerus hingga hasil produksinya mendekati salah satu produksi tetuanya. Proporsi darah tetua akan semakin meningkat seiring dengan persilangan yang dilakukan (Brahmantio dan Raharjo, 2005).
Balai Penelitian Ternak Ciawi telah menyilangkan itik Pekin dengan Alabio yang kemudian didapatkan data hasil persilangan berupa Pekin Alabio (PA) dan
terutama sifat kuantitatif berupa performa bobot badan itik.Bobot badan dapat dipengaruhi secara langsung oleh genetik dan efek maternal maupun faktor lingkungan (Bihan-Duval et al., 2001; Koerhuis dan Thompson, 1997; Velleman et al., 2003).Persilangan resiprok pada babi menunjukkan bahwa efek maternal penting untuk laju pertumbuhan pasca sapih dan komposisi karkas (Ahlschwede dan Robison, 1971).Pengetahuan mengenai korelasi genetik antara pengaruh langsung dan pengaruh maternal pada pertumbuhan daging anak sangat penting dalam mendesain program breeding yang tepat (Chapman, 1985).
Pertumbuhan pada ternak dapat diartikan sebagai pertumbuhan dalam bobot badan sampai dewasa kelamin. Menurut Lawrence (1980), pertumbuhan merupakan kenaikan dalam ukuran, maka terjadi pula perubahan bobot tubuh sehingga pertumbuhannya sering dikaitkan dengan berat hidup. Davies menjelaskan definisi pertumbuhan secara mudah yakni “perubahan dalam ukuran” dimana dapat diukur sebagai panjang, volume atau berat.Masa hidup hewan dapat dibagi menjadi masa percepatan dan perlambatan pertumbuhan.Umumnya masa percepatan terjadi sebelum ternak mengalami pubertas (dewasa kelamin) yang kemudian setelahnya terjadi perlambatan (Susanti, 2003).Laju pertumbuhan ternak dapat diamati pada kurva pertumbuhan pada fase starter dan grower.Pengamatan pada kedua fase ini dilakukan untuk mengetahui pada fase manakah terjadi titik infleksi.Lasley (1978) menjelaskan titik kurva pertumbuhan, sebagai tempat bertemunya percepatan pertumbuhan dengan perlambatan dinamakan titik infleksi.
Parameter yang diperhatikan dalam penelitian ini adalah bobot badan itik pada periode starter (1 hari – 8 minggu) serta periode grower (8 – 16 minggu). Periode starter merupakan periode dimana itik sedang mengalami pertumbuhan yang pesat, dan periode grower merupakan masa itik mengalami perkembangan anatomis dan fisiologis pada anggota tubuhnya. Oleh karena itu, perlu diperhatikan pertumbuhan itik yang disilangkan tersebut.
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA Ternak Itik
Ternak itik merupakan ternak unggas penghasil telur yang cukup potensial di samping ayam. Kelebihan ternak itik adalah lebih tahan dibandingkan dengan ayam ras sehingga dalam pemeliharaannya pun mudah dan tidak banyak mengandung resiko. Populasi itik di Indonesia memang tidak sebanyak populasi ayam. Pada tahun 2011, populasi ayam Kampung sudah mencapai sekitar 274,8 juta ekor. Ayam pedaging mencapai populasi tertinggi yakni 1,041 juta ekor, sedangkan ayam petelur populasinya sebesar 110,3 juta ekor. Sementara itu, populasi itik pada tahun yang sama hanya sekitar 49,3 juta ekor (Direktorat Jendral Peternakan, 2012).
Rose (1997) menggambarkan taksonomi itik sebagai berikut :
Kingdom : Animalia,
spesies : Anas platyrhynchos (domestic ducs) Carina moschata (Muscovy duck)
Itik merupakan jenis unggas air (waterfowl) karena unggas ini suka berenang di perairan. Menurut Wasito dan Rohaeni (1994), ternak itik mempunyai kelebihan dibanding ternak unggas lain. Kelebihan tersebut yaitu:
a. Itik mampu mempertahankan produksi lebih lama dibanding ayam sehingga dapat mengurangi biaya penggantian itik setiap tahunnya.
b. Pada sistem pemeliharaan sederhana, itik mampu berproduksi dengan baik (itik gembala yang dipelihara di sawah dengan kandang sederhana dari bambu dan sebagian ditutup atap jerami mampu berproduksi dengan baik). c. Angka kematian (mortalitas) itik pada umumnya kecil, sehingga itik dikenal
sebagai unggas yang tahan terhadap penyakit.
e. Itik dapat memanfaatkan pakan berkualitas rendah. Apabila pakan ini diberikan ke unggas lain maka kemungkinan unggas tersebut tidak mampu berproduksi.
f. Produksi telur asin hanya dapat dibuat dari telur itik. Sementara itu daging
itik juga sangat populer di beberapa tempat seperti di Kalimantan dan Bali.
Itik Alabio
Terdapat beberapa jenis itik domestik yang banyak dikembangkan di Indonesia. Jenis itik terbagi menjadi beberapa tipe yakni itik pedaging, petelur dan itik ornamental atau hias. Itik Alabio (Anas platyrhynchos borneo) merupakan itik petelur asli Indonesia. Itik ini berasal dan berkembang pesat di daerah Kalimantan Selatan, khususnya di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Itik ini dinamakan itik Alabio karena itik yang berasal dari Amuntai - Kalimantan Selatan ini banyak dipasarkan di Kecamatan Alabio (Windhyarti 2003). Namun menurut Suharno dan Amri (2002), sebenarnya yang menghasilkan itik itu bukanlah Kecamatan Alabio, melainkan Desa Mamar Tegalsari. Di desa ini banyak terdapat pembibit-pembibit itik. Namun demikian, karena pemasarannya banyak dilakukan di Alabio maka nama Alabio lebih melekat sebagai nama itik ini.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (2006) mengkarakteristikkan itik Alabio sebagai berikut:
a. Postur tubuh agak miring dibandingkan dengan itik jenis lain.
b. Warna bulu cenderung agak cerah, dari cokelat muda sampai abu-abu dengan bercak cokelat sampai kehitaman yang semakin ke punggung semakin gelap. c. Warna paruh dan kaki kekuningan.
d. Perbedaan jenis kelamin, dapat dilihat dari warna bulunya. Itik jantan berbulu abu-abu kehitaman dan pada ujung ekor terdapat bulu yang melengkung keatas, sedangkan warna bulu itik betina cokelat muda keabu-abuan dengan ujung bulu sayap, ekor, dada, leher dan kepala sedikit kehitaman.
Itik Alabio merupakan jenis itik yang banyak dikembangkan dikarenakan produksi telurnya yang tinggi dan dapat dimanfaatkan dagingnya. Keunggulan itik Alabio selain mempunyai daya tahan tubuh yang cukup kuat terhadap penyakit (sehingga berumur panjang), tingkat produksi telurnya bervariasi yakni itik Alabio
yang dipelihara secara tradisional (digembalakan) menghasilkan telur 130 butir/ tahun). Bila dipelihara secara intensif dapat berproduksi antara 200-250 butir telur/tahun. Menurut Gunawan et al. (1994), berat telur rata-rata itik Alabio sekitar 65-70 g/butir.
Gambar 1. Itik Alabio
Saat dewasa bobot badan itik jantan dapat mencapai 1,75 kg dan bobot badan betina dapat mencapai 1,6 kg (Suharno dan Setiawan, 2001). Menurut Wasito dan Rohaeni (1994), masa dewasa itik Alabio betina adalah pada umur enam bulan dengan masa betelur 8-10 bulan per tahun dan dapat mencapai umur 4,5 tahun, setelah itu itik Alabio di afkir.
Itik Pekin
mengembang dengan baik dan pada bagian ujungnya mengarah keatas, itik jantan memiliki dua atau tiga bulu bergulung pada bagian atas.
Gambar 2. Itik Pekin
Karakterisitik itik Pekin tidak berbeda dengan itik Aylesbury dengan bulu cerah yang seragam, yakni kekuningan, kuning jernih, krem atau putih. Paruh, kaki dan telapak kaki itik ini berwarna oranye cerah dan mata berwarna biru gelap (McArdle, 1961). Menurut Samosir (1983), pada itik jantan ditemukan bulu-bulu leher tengah yang agak panjang, sedangkan di atas kepala kadang-kadang ditemukan bulu-bulu seperti jambul. Di Amerika Serikat, itik dapat disamakan sebagai broiler pada ayam. Itik ini menghasilkan karkas yang sangat baik dan daging itik Pekin tumbuh sangat cepat.
Tabel 1. Bobot StandarItik Pekin
Jenis Berat
Jantan dewasa 9 lbs (4,086 kg)
Betina dewasa 8 lbs (3,632 kg)
Jantan muda 8 lbs (3,632 kg)
Betina muda 7 lbs (3,178 kg)
Sumber : Samosir (1983).
Suparyanto (2006) menjelaskan itik Pekin yang disilangkan dengan itik Alabio memiliki bobot hidup saat akan dipotong sebesar 2,1 kg, sedangkan bobot hidup itik Pekin yang disilangkan Mojosari sebesar 1,9 kg. Itik Pekin selain memiliki bobot yang besar juga lebih ekonomis. Wiederhold dan Pingel (1997) mengatakan, bahwa
bobot komersial itik Pekin terjadi lebih cepat yakni berkisar pada rentang umur 5 minggu.
Pertumbuhan
Pertumbuhan pada ternak dapat diartikan sebagai pertumbuhan dalam bobot badan sampai dewasa kelamin. Menurut Lawrence (1980), pertumbuhan merupakan kenaikan dalam ukuran, maka terjadi pula perubahan bobot tubuh sehingga pertumbuhannya sering dikaitkan dengan berat hidup. Davies (1982) menjelaskan definisi pertumbuhan secara mudah yakni “perubahan dalam ukuran” dimana dapat diukur sebagai panjang, volume atau berat. Pertumbuhan pada hewan adalah gabungan dari pertumbuhan bagian-bagian komponen tubuh. Hal ini dikarenakan komponen-komponen tubuh hewan tumbuh pada laju yang berbeda. Kurva pertumbuhan dari suatu makhluk hidup umumnya berbentuk sigmoid. Kurva pertumbuhan sigmoidal terbentuk karena umur tidak menyebabkan peningkatan berat tubuh, tapi memberi kesempatan kepada ternak untuk tumbuh, mencapai dewasa dan berinteraksi dengan lingkungan (Williams,1982).
Bobot Badan
Dalam pemeliharaan sebuah peternakan, bobot badan merupakan salah satu sifat kuantitatif yang sangat diperhatikan. Bobot badan merupakan sifat yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Selain bobot badan, sifat kuantitatif yang dapat
diukur pada itik adalah produksi telur, puncak produksi telur, bobot tetas, dewasa kelamin, bobot badan dewasa serta beberapa sifat lain yang kesemuanya menentukan produktivitas. Bobot badan dapat dipengaruhi secara langsung oleh genetik dan efek maternal maupun faktor lingkungan (Bihan-Duval et al., 2001; Koerhuis dan Thompson, 1997; Velleman et al., 2003).
Sifat kuantitatif dikontrol oleh banyak pasangan gen yang aksinya bersifat aditif. Biasanya hubungan antar alel yang paling umum adalah kodominan atau dominan tidak penuh (Noor, 2010). Selain itu, lingkungan memiliki pengaruh yang besar terhadap sifat kuantitatif. Hal ini dapat dilihat berdasarkan penelitian Susanti et al. (1998) yang menggunakan populasi lapangan serta Brahmantio dan Prasetyo (2001) yang menggunakan populasi seleksi dalam memperoleh rataan bobot badan. Bobot badan itik Mojosari umur sehari (bobot DOD) yang diperoleh Susanti et al.
(1998) nyata lebih rendah daripada itik Alabio, sedangkan rataan bobot badan dod yang diperoleh Brahmantio dan Prasetyo (2001) menunjukkan bahwa itik Alabio lebih tinggi dibandingkan itik Mojosari.
Titik Infleksi
Laju pertumbuhan pada makhluk hidup memiliki dua fase yakni fase akselerasi (meningkat) dan fase deselerasi. Saat fase akselerasi pertumbuhan pada ternak terus meningkat dengan cepat dan ketika memasuki fase deselerasi kecepatan
fungsi dari titik infleksi selama ini dijadikan dasar untuk mengukur optimalisasi pertumbuhan juga merupakan ukuran tingkat efisiensi usaha yang dicapai.
Penelitian yang dilakukan Christiandrianto (1991) menemukan bahwa itik Alabio memiliki titik infleksi pada minggu keempat. Sedangkan Indradjaja (1986)
menyatakan, bobot badan itik Tegal terus meningkat sampai minggu kelima, setelahnya pertambahannya mengecil.
Silang Balik (Backcross)
Persilangan merupakan salah satu cara selain seleksi dalam memperbaiki mutu genetik ternak. Noor (2010) menyatakan terdapat banyak jenis persilangan yang dapat diaplikasikan pada ternak yakni, persilangan resprokal, silang balik (backcross), dan lain-lain. Silang balik adalah perkawinan antara individu F1 dengan induknya betina atau jantan (Suryo, 2008). Vogel (2009) menambahkan pemuliaan
backcross memungkinkan peternak untuk mentransfer suatu sifat yang diinginkan seperti transgen dari satu varietas (induk donor, DP) ke dalam dasar genetik dari tetua berulang (RP). Silang balik dapat meningkatkan sifat-sifat genetik yang diinginkan misalnya bobot badan dan bobot telur. Menurut Hardjosubroto (2001), maksud dari silang balik adalah untuk memperoleh komposisi gen oleh salah satu tetuanya agar di dalam keturunannya lebih besar dari komposisi gen tetua lainnya. Hasil penelitian Susanti et al. (1998) menunjukkan rataan pertambahan bobot badan itik Mojosari Alabio (MA) hasil silang balik lebih tinggi dibandingkan galur murninya (AA dan MM).
Proporsi Darah
Proporsi darah merupakan persentase darah yang diturunkan kepada
keturunannya. Dalam perkawinan biasa yakni misalnya antara ternak bangsa P dengan ternak bangsa Q, maka hasil silangannya akan mempunyai komposisi darah (½ P; ½ Q). Dalam perkawinan silang balik, hasil silangan ini dikawinkan kembali dengan bangsa P sehingga akan dihasilkan keturunan dengan komposisi atau proporsi darah (¾ P; ¼ Q).
tetuanya. Proporsi darah tetua akan semakin meningkat seiring dengan persilangan yang dilakukan (Brahmantio dan Raharjo, 2005). Lasley (1978) menjelaskan, keturunan dari silang balik (backcross) yang pertama akan memiliki sekitar 75% gen dari salah satu tetua dan 25% dari tetuanya yang lain.
Tabel 2. Persentase Pewarisan oleh Dua Bangsa Secara Berturut-turut Terhadap Keturunan Hasil Persilangan
Generasi Bangsa Jantan Persentase dari Tiap Bangsa Terhadap Anak
1 Bangsa 2 50% bangsa 1
Sering dikatakan bahwa tetua jantan menurunkan lebih dari satu setengah sifat dibandingkan induk. Pernyataan-pernyataan ini tidak bertentangan ketika ditafsirkan dalam konteks yang tepat. Kontribusi dari setiap tetua jantan ke generasi keturunan berikutnya lebih baik dibandingkan kontribusi dari setiap satu induk, karena dengan
perkawinan poligami tiap-tiap tetua jantan memiliki lebih banyak menurunkan sifat ke keturunan dibandingkan induk (Chapman, 1985).
Suatu penelitian dapat menggambarkan secara akurat kontribusi tetua jantan dan induk terhadap generasi keturunan berikutnya dan penelitian yang lain menggambarkan secara akurat terhadap genotipee individu, namun tidak secara akurat menggambarkan efek hubungan dari tetua jantan dan induk terhadap fenotipe individu bagi banyak sifat. Pada unggas juga, induk sering memiliki dampak yang lebih besar pada fenotipe keturunannya daripada tetua jantan tersebut. Fenomena dimana induk memberikan dampak yang lebih besar disebut "efek maternal". Chapman (1985) mendefinisikan efek maternal sebagai pengaruh, kontribusi atau dampak pada fenotipe dari sebuah individu yang disebabkan langsung oleh fenotipe induknya. Bobot badan dapat dipengaruhi secara langsung oleh genetik dan efek maternal maupun faktor lingkungan (Bihan-Duval et al., 2001; Koerhuis and Thompson, 1997; Velleman et al., 2003). Efek maternal pada fenotipe keturunan dapat disebabkan oleh perbedaan genetik atau perbedaan lingkungan antar induk, atau dapat juga disebabkan oleh interaksi genetik dan lingkungan. Jadi, efek maternal memiliki nilai heritabilitas, repeatabilitas dan korelasi genetik dengan ciri-ciri lain yang menarik dalam produksi ternak. Efek maternal dapat muncul pada saat pembuahan, selama kehamilan atau selama menyusui. Efek ini juga mungkin dapat
muncul melalui berbagai mekanisme biologis (Chapman, 1985).
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Kegiatan penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, dimulai dari bulan Agustus 2011 sampai dengan Desember 2011. Pengamatan penetasan telur, pemeliharaan DOD sampai grower serta pengukuran bobot dilakukan di kandang itik Balai Penelitian Ternak (Balitnak), Ciawi. Sementara pengolahan data dilakukan di IPB, Dramaga Bogor.
Materi Ternak dan Pakan
Populasi dasar (P0) yang digunakan adalah itik Alabio dan itik Pekin dengan umur sekitar 4 bulan (menjelang bertelur) yang sudah dikoleksi di Balai Penelitian Ternak sejak tahun 2010. Hasil persilangan yang didapatkan yakni PA betina dan AP betina dikawinkan secara backcross seperti tercantum pada Gambar 3. Sebanyak delapan ekor itik PA disilang balik dengan dua ekor jantan Alabio. Itik AP betina
Gambar 3. Skema Persilangan Balik (Backcross) Itik PA dan AP dengan Tetuanya.
Jenis pakan yang diberikan untuk kedua jenis itik adalah sama sesuai standar yang biasa diberikan di Balitnak, yaitu pakan yang dibuat sendiri komposisinya. Itik
AP dan PA diberi pakan sebanyak 250 gram per ekor per hari. Air minum diberikan secara ad libitum.
Kandang dan Peralatan a. Kandang starter
Kandang starter adalah kandang yang digunakan untuk pemeliharaan itik umur 1 hari sampai 4 minggu dengan kapasitas sampai dengan 20 ekor. Setelah berumur 4 minggu, itik di pindahkan ke kandang grower. Bahan kandang dari kawat yang dilengkapi dengan alat pemanas listrik, tempat pakan dari kayu dan tempat minum dari plastik.
b. Kandang grower
Kandang grower adalah kandang yang digunakan untuk pemeliharaan itik umur 4 minggu sampai 18 minggu sebelum itik dipindahkan ke kandang individu. Itik diberi nomor pada sayapnya (wing band) untuk memudahkan pencatatan dan penimbangan, karena pengamatan dilakukan pada masing-masing individu itik. Alas kandang berbahan semen dan diberi sekam, kandang juga dilengkapi tempat pakan dari kayu dan tempat minum.
c. Peralatan
Peralatan yang digunakan berupa, tempat pakan, tempat minum, egg tray
untuk pengkoleksian telur sebelum dimasukkan kedalam mesin tetas, timbangan manual, mesin tetas (hatchery), lampu, timbangan telur Mettle 210 dan alat-alat lain yang dibutuhkan.
Prosedur Sistem Perkawinan
Sistem perkawinan untuk menghasilkan keturunan populasi F1 dilakukan dengan IB (Inseminasi Buatan). Selanjutnya dicatat nomor pejantan dan nomor induknya, sehingga akan diketahui bapak dan induk dari masing-masing individu keturunan F1 tersebut. Sistem perkawinan ini telah dilakukan sebelumnya oleh Balai Penelitian Ternak Ciawi. Selanjutnya keturunan F1 disilangkan balik (backcross)
Ransum
Ransum yang diberikan merupakan ransum komersial terdiri dari 2 macam yaitu ransum starter (1 hari – 8 minggu) dan ransum grower (8-16 minggu). Susunan ransum dan kandungan gizi yang digunakan disesuaikan dengan rekomendasi Balai
Penelitian Ternak yakni ransum starter terdiri dari 18-20% protein dengan energi metabolis 3100 kkal/kg, Ca sebesar 0,60-1% dan P tersedia sebesar 0,60%. Ransum yang diberikan untuk itik grower terdiri dari 14-15% protein dengan energi metabolis 2300 kkal/kg serta Ca 0,60-1% dan P tersedia sebesar 0,60%.
Metode Pengukuran Peubah Fenotipeik
1. Bobot badan starter diperoleh melalui penimbangan pada saat itik menetas. 2. Bobot badan starter ditimbang setiap minggunya dan diakumulasikan untuk
diperoleh bobot badan itik selama periode starter (1 hari – 8 minggu).
3. Bobot badan grower diperoleh melalui penimbangan pada saat itik berumur 8 – 16 minggu.
4. Bobot badan grower ditimbang setiap dua minggu karena pertambahan bobot badan pada fase ini umumnya tidak signifikan. Bobot yang diperoleh kemudian diakumulasikan
Rancangan dan Analisis Data Peubah yang Diamati
Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap peubah fenotipeik itik. Peubah fenotipeik yang diamati adalah bobot badan pertama menetas (DOD), bobot
starter serta bobot badan grower. Disamping itu, dilakukan pengamatan pada peubah lain yang berkorelasi dengan bobot badan yakni konsumsi pakan dan konversi pakan.
Perhitungan Standar Deviasi
Keterangan : Xi = Data ke-i
= nilai rata-rata sampel n = banyaknya data
Analisis Regresi Model Kurva Pertumbuhan Itik
Kurva pertumbuhan itik berbentuk sigmoid (S), sehingga dalam pengolahan datanya dilakukan dengan pengujian regresi non linear. Model geometri merupakan model regresi non linear yang hampir sama dengan model eksponensial, karena dapat dikembalikan pada model linear dengan jalan melakukan pengambilan logaritma pada persamaannya (Irianto, 2004). Pengujian dengan persamaan regresi non linear ditujukan untuk mengetahui besarnya slope kurva pertumbuhan itik sehingga dapat dibandingkan dengan slope kurva pertumbuhan itik yang lain. Persamaan model geometri dinyatakan dalam rumus:
Ŷ = aXb Keterangan :
Ŷ = Variabel terikat (bobot badan itik) X = Variabel bebas (umur itik)
a = konstanta
b = Koefisien arah regresi/ kemiringan garis regresi
Namun pada itik tertentu kurva pertumbuhan pada fase grower tidak berbentuk linear dan pada pengamatan salah satu itik memiliki kurva parabola,
sehingga dalam pengujiannya menggunakan uji regresi parabola (polinomial) yang dinyatakan dalam rumus:
Ŷ = a +bX +cX2
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Minitab 14. Hasil yang diperoleh kemudian dilakukan uji anova (uji beda nyata). Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap karena pemberian pakan serta lingkungan ternak dikandangkan adalah sama.
Yij = µ + Gi + εij
Keterangan :
Yij = nilai pengamatan bobot badan/FCR pada genotipe ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum
Pi = Pengaruh genotipe itik ke-i
HASIL DAN PEMBAHASAN
Laju pertumbuhan
Setioko et al. (2004) dalam penelitiannya menjelaskan kemampuan dan keragaan produksi itik Pekin Alabio (PA) sangat ditentukan oleh keragaan pertumbuhan awal pada periode starter. Bobot badan saat menetas (DOD) itik AAP rata-rata sebesar 44,94 ± 4,48 g/ekor, sedangkan itik APA sebesar 44,01 ± 6,01 g/ekor dan itik PAP sebesar 45,55 ± 3,90 g/ekor. Bobot tetas ketiga jenis itik masih lebih besar bila dibandingkan dengan bobot tetas tetuanya yakni Alabio, sebesar 39,12 ± 1,94 g, dan masih lebih rendah bila dibandingkan dengan bobot tetas itik Pekin 57,08 ± 1,49 g (Setioko et al., 2002).
Hasil pengamatan pertumbuhan bobot badan itik hasil backcross pada masa
starter (1 hari - 8 minggu) tercantum pada Gambar 4. Berdasarkan gambar terlihat bahwa garis pertumbuhan berbentuk sigmoid (tidak linear), sehingga untuk mengetahui perbedaannya dilakukan uji regresi non linear geometrik. Itik AAP memiliki persamaan regresi Y= 30,060,9750 dengan koefisien determinasi (R2)sebesar 94,5%, itik APA Y = 30,830,9790 dengan R2 sebesar 95,4%, dan itik PAP Y = 30,131,074 dengan R2 sebesar 95,1%.
Gambar 4 menunjukkan kurva pertumbuhan itik AAP berhimpitan dengan itik APA. Persamaan regresi antara kedua jenis itik memiliki nilai koefisien regresi (b) yang hampir sama. Selain itu, berdasakan uji statistik pada saat itik DOD hingga minggu ke-8 tidak berbeda nyata (P>0,05). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa itik AAP dan APA pada fase starter memiliki pertumbuhan yang tidak berbeda.
Persamaan regresi dengan koefisien regresi (b) yang terbesar dimiliki oleh itik PAP. Menurut Supranto (2000), nilai b adalah kemiringan dari garis regresi yakni kenaikkan atau penurunan Y untuk setiap pengaruh X terhadap Y jika X naik satu unit. Berdasarkan hal tersebut maka setiap peningkatan satu-satuan umur akan menghasilkan peningkatan bobot badan itik PAP sebesar 1,074 gram. Selain itu, Gambar 4 menunjukkan bahwa grafik bobot badan itik PAP pada masa starter
sehingga proporsi darah Pekin lebih besar yakni sebesar 75%. Lasley (1978) menjelaskan, keturunan dari silang balik (backcross) yang pertama akan memiliki sekitar 75% gen dari salah satu tetua dan 25% dari tetuanya yang lain.
Gambar 4. Grafik Bobot Badan (BB) Itik AAP, APA dan Itik PAP Selama 16 Minggu
Keterangan : AAP [Alabio Alabio Pekin]; APA [Alabio Pekin Alabio]; PAP [Pekin Alabio Pekin].
Persamaan regresi dan koefisien regresi (b) itik AAP dan APA menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Selain itu uji statistik menegaskan bahwa itik AAP dan APA pada masa grower tidak berbeda nyata (P>0,05). Sedangkan kurva pertumbuhan PAP pada fase grower jauh di atas itik AAP dan APA.
Berdasarkan kurva pertumbuhan ketiga jenis itik sejak DOD hingga umur 16 minggu (Gambar 4), terlihat bahwa kurva pertumbuhan berbentuk sigmoid. Kurva pertumbuhan sigmoidal terbentuk karena umur tidak menyebabkan peningkatan berat tubuh, tapi memberi kesempatan kepada ternak untuk tumbuh, mencapai dewasa dan berinteraksi dengan lingkungan (Williams, 1982). Berdasarkan uji regresi geometrik, itik AAP memiliki persamaan regresi Y= 34,75X0,9061 dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 94,5%, itik APA memiliki persamaan regresi Y= 36,31X0,9008 dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 94,8% dan itik PAP memiliki persamaan regresi Y= 33,37X1,029 dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 95,8%.
Kurva pertumbuhan itik AAP dan APA berdasarkan Gambar 4 saling berhimpitan. Koefisien regresi (b) yang dimiliki itik AAP dan itik APA tidak terlalu berbeda, selain itu, uji statistik menunjukkan sejak DOD hingga berumur 16 minggu kedua itik tidak berbeda nyata (P>0,05). Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa, efek maternal tidak mempengaruhi bobot badan itik. Chapman (1985) mendefinisikan efek maternal sebagai pengaruh, kontribusi atau dampak pada fenotipe dari suatu individu yang disebabkan langsung oleh fenotipe induknya. Efek maternal pada fenotipe keturunan dapat disebabkan oleh perbedaan genetik atau perbedaan lingkungan antar induk, atau dapat juga disebabkan oleh interaksi antara genetik dan lingkungan. Namun pada kedua jenis itik hasil backcross ini tidak ditemukan efek maternal. Hal ini menunjukkan bahwa induk AP dan PA adalah sama, yakni tidak memberikan pengaruh atau kontribusi terhadap bobot badan keturunannya.
tumbuh lebih cepat setiap umur berapapun, dan akan mencapai dewasa kelamin pada umur yang lebih tua. Itik Pekin merupakan itik dari bangsa besar dibandingkan dengan itik Alabio. Hal inilah yang menjelaskan mengapa bobot badan itik PAP masih terus meningkat dibandingkan itik AAP dan APA.
Masa hidup hewan dapat dibagi menjadi masa percepatan dan perlambatan pertumbuhan. Lasley (1978) menjelaskan titik kurva pertumbuhan, sebagai tempat bertemunya percepatan pertumbuhan dengan perlambatan dinamakan titik infleksi. Selama pertumbuhan dan perkembangan, bagian-bagian dan komponen tubuh mengalami perubahan. Jaringan-jaringan tubuh mengalami pertumbuhan yang berbeda dan mencapai pertumbuhan maksimal dengan kecepatan yang berbeda pula (Soeparno, 1992). Gambar 5 menunjukkan bahwa, ketiga jenis itik memiliki titik infleksi yang sama yakni pada minggu ke-5. Kurva PBB itik AAP, APA dan PAP mengalami akselerasi (meningkat) pada saat baru menetas hingga minggu ke-5, sesudahnya terjadi deselerasi (menurun). Hal ini sesuai menurut Susanti (2003), yang menyatakan umumnya masa percepatan terjadi sebelum ternak mengalami pubertas (dewasa kelamin) yang kemudian setelahnya terjadi perlambatan.
Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Badan (PBB) Itik AAP, APA dan Itik PAP.
menunjukkan bahwa tetua jantan Pekin menghasilkan keturunan backcross dengan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan tetua Alabio. Christiandrianto (1991) menemukan titik infleksi itik Alabio baik jantan dan betina pada minggu ke-4 dengan dengan bobot badan 514 gram dan betina 344 gram. Bila dibandingkan
dengan tetua jantan Alabio, hasil silang balik menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik karena walaupun titik infleksi yang dicapai lebih lama seminggu, namun bobot badan yang dimiliki itik AAP dan APA jauh lebih besar. Selain itu, bila dibandingkan dengan penelitian Indradjaja (1986) yang menemukan itik tegal mencapai titik infleksi pada minggu minggu ke-5, itik AAP dan APA dan PAP menunjukkan hasil yang lebih baik. Hal ini dilihat dari titik infleksi yang dicapai itik AAP, APA dan PAP pada minggu ke-5 dengan rataan bobot badan yang lebih tinggi yakni masing-masing 1102,27 gram, 1121 gram dan 1533,40 gram dibandingkan dengan bobot badan itik Tegal dalam penelitian Indradjaja yakni sekitar 700-750 gram. Hal ini menunjukkan bahwa hasil backcross itik AP dan PA dengan tetuanya bila dibandingkan dengan itik bangsa lain menghasilkan pertumbuhan yang lebih optimal. Brody (1964) menjelaskan bahwa fungsi dari titik infleksi selama ini dijadikan dasar untuk mengukur optimalisasi pertumbuhan juga merupakan ukuran tingkat efisiensi usaha yang dicapai.
Konversi ransum
Total konsumsi ransum dan konversi ransum disajikan pada Tabel 4. Total konsumsi ransum adalah banyaknya ransum yang dikonsumsi tiap ekor itik selama pemeliharaan. Tabel 4 menunjukkan itik PAP pada saat berumur 8 minggu memiliki nilai FCR sebesar 2,77, yang artinya untuk memperoleh bobot badan sebesar 1 kg,
dibutuhkan pakan sebanyak 2,77 kg. Trisna et al. (2008) menemukan nilai FCR itik Pekin berkisar 2,67 – 2,88, sedangkan Pingel (2011) menyatakan bahwa besarnya konversi ransum itik Pekin berumur 4-7 minggu sebesar 2,88. Hal ini membuktikan bahwa itik PAP memiliki kemampuan mengkonversi pakan seefisien tetua murninya yakni itik Pekin. Sedangkan nilai FCR paling tinggi saat berumur 8 minggu dimiliki oleh itik APA (4,22), yang artinya bila dibandingkan dengan kedua jenis itik lain, itik ini diduga paling tidak efisien dalam mengubah pakan menjadi daging.
ransum kedua jenis itik berbeda yakni pada itik AAP sebesar 8,01 dan itik APA sebesar 10,12. .Berdasarkan hal tersebut, dapat diduga induk AP dan PA memberikan pengaruh maternal terhadap konversi ransum keturunannya yakni itik AAP dan APA. Induk AP diduga menurunkan sifat yang diinginkan yakni menurunkan besarnya
nilai konversi ransum atau dengan kata lain meningkatkan efisiensi pakan. Hal ini dikarenakan, besarnya konversi ransum itik AAP pada fase starter masih lebih rendah yakni 3,35 bila dibandingkan dengan penelitian Subhan et al. (2010), yang menemukan nilai FCR itik Alabio umur 8 minggu sebesar 3,75.
Tabel 4. Total Konsumsi Ransum dan Konversi Ransum Selama 16 Minggu Itik AAP, APA dan Itik PAP
Peubah Jenis itik1
AAP APA PAP
Konsumsi ransum total 8
minggu (gram/ekor) 5.712,88 7.318,3 7.607,21
Konversi ransum (FCR)
PERFORMA BOBOT BADAN
STARTER
DAN
GROWER
HASIL
SILANG BALIK (BACKCROSS) ANTARA ITIK PEKIN
ALABIO (PA) DAN ALABIO PEKIN (AP)
DENGAN TETUANYA
SKRIPSI SILVI ARIFANI
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
PERFORMA BOBOT BADAN
STARTER
DAN
GROWER
HASIL
SILANG BALIK (BACKCROSS) ANTARA ITIK PEKIN
ALABIO (PA) DAN ALABIO PEKIN (AP)
DENGAN TETUANYA
SKRIPSI SILVI ARIFANI
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
SILVI ARIFANI. D14080308. 2012. Performa Bobot Badan Hasil Silang Balik (Backcross) antara Itik Pekin Alabio (PA) dan Alabio Pekin (AP) dengan Tetuanya.Skripsi.Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M. Rur. Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. L. Hardi Prasetyo, M. Agr.
Persilangan itik lokal dengan itik non lokal telah banyak dilakukan sebelumnya.Selain untuk meningkatkan mutu genetik itik lokal, juga untuk meningkatkan produksi dari itik itu sendiri.Namun belum banyak dilakukannya silang balik (backcross) dengan galur tetuanya.Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan silang balik (backcross) antara itik petelur yakni alabio dan itik pedaging yakni Pekin dengan tujuan untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan dalam hal ini bobot badan.Silang balik merupakan salah satu metode dengan menyilangkan kembali anak dengansalah satu tetuanya dalam rangka mencapai keturunan yang mirip dengan tetuanya.
Penelitian ini menggunakan itik Alabio Pekin (AP) dan Pekin Alabio (PA) yang sebelumnya telah dikoleksi di Balai Penelitian Ternak Ciawi. Itik AP dan PA di
backcross dengan tetua jantan Pekin dan Alabio yang kemudian dihasilkan keturunan berupa itik AAP, APA dan itik PAP. Hal yang diamati adalah bobot badan starter
dan grower, pengaruh maternal, titik infleksi, proporsi darah serta konsumsi dan konversi ransum.Data yang diperoleh dianalisis statistik yakni dengan uji regresi serta Anova.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot badan itik AAP dan APA baik pada fase starter hingga growertidak berbeda nyata.Hal ini menunjukkan bahwa tidak ditemukan pengaruh maternal terhadap bobot badan yang dihasilkan.Berbeda dengan konversi ransum, induk AP diduga memberikan pengaruh yang nyata meningkatkan efisiensi pakan itik AAP.Itik PAP memiliki nilai koefisien regresi (b) yang lebih besardibandingkan itik AAP dan APA.Hal ini menunjukkan bahwa proporsi darah tetua Pekin yakni sebesar 75% yang terdapat pada itik PAP mempengaruhi tingginya bobot badan PAP tiap minggu. Titik infleksi ketiga jenis itik adalah sama yakni minggu ke-5, namun bobot badan ketika mencapai titik infleksi yang dimiliki itik PAP lebih besar dibandingkan kedua jenis itik lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa galur tetua Pekin menghasilkan keturunan backcross dengan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan tetua Alabio. Selain itu, itik PAP memiliki konversi ransum yang lebih rendah.Oleh karena itu, dapat diduga bahwa itik ini lebih efisien dalam mengkonversi pakan dibandingkan itik AAP dan APA.Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa galur tetua Pekin membawa sifat-sifat yang diinginkan yang dapat diturunkan kepada keturunannya hasil silang balik.Oleh karena itu tetua Pekin dapat dijadikan indukan yang baik untuk selanjutnya menghasilkan produksi yakni bobot badan.
ABSTRACT
Starter and Grower Body Weight Performance of The Back crossed of Pekin Alabio (PA) and Alabio Pekin (AP) Ducks to Their Parental Line
Arifani, S., R. R. Noor and L. H. Prasetyo
Backcrossis amethodof selectionby crossingbackthe progenywith oneof its parent linein order to produceoffsprings that similar to their parents. The purpose of this study was to evaluate thematernal effect of the live weight and feed convertion. Alabioduckshadpreviouslycrossed withPekin ducksinBalai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Twelve Alabio Alabio Pekin (AAP), 17 Alabio Pekin Alabio(APA) and 28 Pekin Alabio Pekin (PAP) had been randomly selected and evaluated. The body weight and growth curve of PAP show the best result when compared to the others. The PAP has the smallest value of feed convertion and it indicates that PAP ducks are more efficient in converting feed into meat. The maternal effect didn’t affectbody weight of AAP, butaffectedthe feed convertion of AAP and APA.
PERFORMA BOBOT BADAN
STARTER
DAN
GROWER
HASIL
SILANG BALIK (BACKCROSS) ANTARA ITIK PEKIN
ALABIO (PA) DAN ALABIO PEKIN (AP)
DENGAN TETUANYA
SILVI ARIFANI D14080308
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
Judul : Performa Bobot Badan Starter dan Grower Hasil Silang Balik (Backcross) antara Itik Pekin Alabio (PA) dan Alabio Pekin (AP) dengan Tetuanya
Nama : Silvi Arifani NIM : D14080308
Menyetujui,
Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,
(Prof. Dr. Ir. Ronny R. N., MRur.Sc.) (Dr. Ir. L.H. Prasetyo, M.Agr.) NIP.19610210 198603 1 003 NIP. 19510917 197901 1 001
Mengetahui: Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr,Sc. ) NIP. 19591212 198603 1 004
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 21 Oktober 1990 di Jakarta.Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Zulnasri Johan dan Ibu Atma Budi.
Penulis mengawali pendidikan taman kanak-kanak pada tahun 1993 di Taman Kanak-kanak Muhammadiyah hingga tahun 1995. Pendidikan dasar dimulai penulis pada tahun 1995 di Sekolah Dasar 01 Pagi Pondok Kopi Jakarta dan diselesaikan pada tahun 2002.Penulis melanjutkan sekolah lanjutan tingkat pertama pada tahun 2002 hingga tahun 2005 di Sekolah Menengah Pertama Negeri 139 Jakarta.Penulis memulai pendidikan menengah atas pada tahun 2005 di Sekolah Menengah Atas Negeri 71 Jakarta dan diselesaikan pada tahun 2008.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Peguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Penulis aktif dalam beberapa kegiatan lomba, kepanitiaan maupun organisasi.Penulis mendapatkan juara 2 lomba cerpen yang diadakan Fakultas Ekologi Manusia pada
tahun 2008.Penulis juga telah menerbitkan beberapa cerpen pada beberapa majalah di Indonesia.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrabbil’alamiin.
Puji dan syukur yang tiada habisnya Penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia, rizki dan nikmat yang telah diberikan sehingga Penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Performa Bobot Badan Hasil Silang balik antara Itik Pekin Alabio (PA) dan Alabio Pekin (AP) dengan Tetuanya”. Skripsi ini merupakan hasil penelitian pengukuran bobot badan di Balai Penelitian Ternak Ciawi untuk mengetahui bagaimana performans keturunan dari itik yang telah disilangkan balik.Penulis berharap skripsi ini dapat memberi informasi mengenai pertumbuhan itik dan dapat dijadikan referensi yang baik dalam pengembangan ternak itik di Indonesia.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penulisan skripsi ini.Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak sekali terdapat kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna.Oleh karena itu, Penulis memohon maaf bilamana masih terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini.Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang peternakan.
Bogor, Juni 2012
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Bobot StandarItik Pekin ... 6 2. Persentase Pewarisan oleh Dua Bangsa Secara Berturut-turut
Terhadap Keturunan Hasil Persilangan ... 10 3. Total Konsumsi Ransum dan Konversi Ransum Selama 16 Minggu
Itik AAP, APA dan Itik PAP ... 21
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. 2. 3.
Gambar Itik Alabio ... Gambar Itik Pekin ... Skema Persilangan Balik (backcross)Itik PA dan AP dengan
Tetuanya ... 5
6
12 4. Grafik Bobot Badan (BB)Itik AAP, APA dan Itik PAP... 17 5. Grafik Pertambahan BobotBadan (PBB) itik AAP, APA dan
Itik PAP ... 19
DAFTAR LAMPIRAN
Diagram Sebar (Scatter Plot) Bobot Badan Itik AAP Pada Fase
Starter... Diagram Sebar (Scatter Plot) Bobot Badan Itik AAP Pada Fase
Grower... Diagram Sebar (Scatter Plot) Bobot Badan Itik APA Pada Fase
Starter... Diagram Sebar (Scatter Plot) Bobot Badan Itik APA Pada Fase
Grower... Diagram Sebar (Scatter Plot) Bobot Badan Itik PAP Pada Fase
Starter... Diagram Sebar (Scatter Plot) Bobot Badan Itik PAP Pada Fase
Grower... Persamaan Regresi antara Umur dan Bobot badan itik AAP, APA, dan PAP pada Periode Starter, Grower dan 16 Minggu... F hitung dan P value Hasil Pengujian Bobot badan Itik AAP dan APA pada umur 1 Hari sampai 16 Minggu... Contoh Perhitungan Pendugaan Konversi Ransum Itik AAP pada Periode Starter... Contoh Perhitungan Pendugaan Konversi Ransum Itik AAP selama 16minggu...
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Populasi itik di Indonesia semakin berkembangnamun perkembangan ini tidak diikuti dengan produksidari daging itik yang dihasilkan. Konsumsi daging itik di Indonesia semakin meningkat dan menyebabkan tingginya permintaan akan daging itik. Itik lokal di Indonesia merupakan itik jenis petelur, sehingga perlu disilangkan dengan itik non lokal yakni pedaging, guna mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan dalam hal ini adalah bobot badan.
Penelitian inimenggunakan itik lokal Alabioselain dikarenakan dikenal sebagai itik petelur yang memiliki produksi telur yang tinggi, juga dapat
dimanfaatkan dagingnya. Daging itik Alabio sering dimanfaatkan sebagai konsumsi masyarakat Indonesia.Di sisi lain, penggunaan itik Pekin sebagai itik yang disilangkan dengan Alabio dikarenakan itik yang berasal dari daratan China ini selain memiliki daya adaptasi yang tinggi, itik pedaging ini juga terkenal dengan produksi telur tinggi sepanjang tahunnya.
Metode persilangan yang digunakan dalam menyilangkanitik petelurAlabio dengan itik pedaging yakni Pekin adalah metode silang balik (backcross).Menurut Suryo(2008), backcross ialah perkawinan antara individu F1 dengan induk betina atau jantan. Silang balik merupakan salah satu metode dengan menyilangkan kembali anak dengansalah satu tetuanya dalam rangka mencapai keturunan yang mirip dengan tetuanya. Persilangan akan menurunkan sejumlah proporsi darah pada keturunan. Pada Grading Up, keturunan hasil silangan pertama disilangkan kembali dengan salah satu tetua yang memiliki keunggulan secara terus menerus hingga hasil produksinya mendekati salah satu produksi tetuanya. Proporsi darah tetua akan semakin meningkat seiring dengan persilangan yang dilakukan (Brahmantio dan Raharjo, 2005).
Balai Penelitian Ternak Ciawi telah menyilangkan itik Pekin dengan Alabio yang kemudian didapatkan data hasil persilangan berupa Pekin Alabio (PA) dan
terutama sifat kuantitatif berupa performa bobot badan itik.Bobot badan dapat dipengaruhi secara langsung oleh genetik dan efek maternal maupun faktor lingkungan (Bihan-Duval et al., 2001; Koerhuis dan Thompson, 1997; Velleman et al., 2003).Persilangan resiprok pada babi menunjukkan bahwa efek maternal penting untuk laju pertumbuhan pasca sapih dan komposisi karkas (Ahlschwede dan Robison, 1971).Pengetahuan mengenai korelasi genetik antara pengaruh langsung dan pengaruh maternal pada pertumbuhan daging anak sangat penting dalam mendesain program breeding yang tepat (Chapman, 1985).
Pertumbuhan pada ternak dapat diartikan sebagai pertumbuhan dalam bobot badan sampai dewasa kelamin. Menurut Lawrence (1980), pertumbuhan merupakan kenaikan dalam ukuran, maka terjadi pula perubahan bobot tubuh sehingga pertumbuhannya sering dikaitkan dengan berat hidup. Davies menjelaskan definisi pertumbuhan secara mudah yakni “perubahan dalam ukuran” dimana dapat diukur sebagai panjang, volume atau berat.Masa hidup hewan dapat dibagi menjadi masa percepatan dan perlambatan pertumbuhan.Umumnya masa percepatan terjadi sebelum ternak mengalami pubertas (dewasa kelamin) yang kemudian setelahnya terjadi perlambatan (Susanti, 2003).Laju pertumbuhan ternak dapat diamati pada kurva pertumbuhan pada fase starter dan grower.Pengamatan pada kedua fase ini dilakukan untuk mengetahui pada fase manakah terjadi titik infleksi.Lasley (1978) menjelaskan titik kurva pertumbuhan, sebagai tempat bertemunya percepatan pertumbuhan dengan perlambatan dinamakan titik infleksi.
Parameter yang diperhatikan dalam penelitian ini adalah bobot badan itik pada periode starter (1 hari – 8 minggu) serta periode grower (8 – 16 minggu). Periode starter merupakan periode dimana itik sedang mengalami pertumbuhan yang pesat, dan periode grower merupakan masa itik mengalami perkembangan anatomis dan fisiologis pada anggota tubuhnya. Oleh karena itu, perlu diperhatikan pertumbuhan itik yang disilangkan tersebut.
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA Ternak Itik
Ternak itik merupakan ternak unggas penghasil telur yang cukup potensial di samping ayam. Kelebihan ternak itik adalah lebih tahan dibandingkan dengan ayam ras sehingga dalam pemeliharaannya pun mudah dan tidak banyak mengandung resiko. Populasi itik di Indonesia memang tidak sebanyak populasi ayam. Pada tahun 2011, populasi ayam Kampung sudah mencapai sekitar 274,8 juta ekor. Ayam pedaging mencapai populasi tertinggi yakni 1,041 juta ekor, sedangkan ayam petelur populasinya sebesar 110,3 juta ekor. Sementara itu, populasi itik pada tahun yang sama hanya sekitar 49,3 juta ekor (Direktorat Jendral Peternakan, 2012).
Rose (1997) menggambarkan taksonomi itik sebagai berikut :
Kingdom : Animalia,
spesies : Anas platyrhynchos (domestic ducs) Carina moschata (Muscovy duck)
Itik merupakan jenis unggas air (waterfowl) karena unggas ini suka berenang di perairan. Menurut Wasito dan Rohaeni (1994), ternak itik mempunyai kelebihan dibanding ternak unggas lain. Kelebihan tersebut yaitu:
a. Itik mampu mempertahankan produksi lebih lama dibanding ayam sehingga dapat mengurangi biaya penggantian itik setiap tahunnya.
b. Pada sistem pemeliharaan sederhana, itik mampu berproduksi dengan baik (itik gembala yang dipelihara di sawah dengan kandang sederhana dari bambu dan sebagian ditutup atap jerami mampu berproduksi dengan baik). c. Angka kematian (mortalitas) itik pada umumnya kecil, sehingga itik dikenal
sebagai unggas yang tahan terhadap penyakit.
e. Itik dapat memanfaatkan pakan berkualitas rendah. Apabila pakan ini diberikan ke unggas lain maka kemungkinan unggas tersebut tidak mampu berproduksi.
f. Produksi telur asin hanya dapat dibuat dari telur itik. Sementara itu daging
itik juga sangat populer di beberapa tempat seperti di Kalimantan dan Bali.
Itik Alabio
Terdapat beberapa jenis itik domestik yang banyak dikembangkan di Indonesia. Jenis itik terbagi menjadi beberapa tipe yakni itik pedaging, petelur dan itik ornamental atau hias. Itik Alabio (Anas platyrhynchos borneo) merupakan itik petelur asli Indonesia. Itik ini berasal dan berkembang pesat di daerah Kalimantan Selatan, khususnya di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Itik ini dinamakan itik Alabio karena itik yang berasal dari Amuntai - Kalimantan Selatan ini banyak dipasarkan di Kecamatan Alabio (Windhyarti 2003). Namun menurut Suharno dan Amri (2002), sebenarnya yang menghasilkan itik itu bukanlah Kecamatan Alabio, melainkan Desa Mamar Tegalsari. Di desa ini banyak terdapat pembibit-pembibit itik. Namun demikian, karena pemasarannya banyak dilakukan di Alabio maka nama Alabio lebih melekat sebagai nama itik ini.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (2006) mengkarakteristikkan itik Alabio sebagai berikut:
a. Postur tubuh agak miring dibandingkan dengan itik jenis lain.
b. Warna bulu cenderung agak cerah, dari cokelat muda sampai abu-abu dengan bercak cokelat sampai kehitaman yang semakin ke punggung semakin gelap. c. Warna paruh dan kaki kekuningan.
d. Perbedaan jenis kelamin, dapat dilihat dari warna bulunya. Itik jantan berbulu abu-abu kehitaman dan pada ujung ekor terdapat bulu yang melengkung keatas, sedangkan warna bulu itik betina cokelat muda keabu-abuan dengan ujung bulu sayap, ekor, dada, leher dan kepala sedikit kehitaman.
Itik Alabio merupakan jenis itik yang banyak dikembangkan dikarenakan produksi telurnya yang tinggi dan dapat dimanfaatkan dagingnya. Keunggulan itik Alabio selain mempunyai daya tahan tubuh yang cukup kuat terhadap penyakit (sehingga berumur panjang), tingkat produksi telurnya bervariasi yakni itik Alabio
yang dipelihara secara tradisional (digembalakan) menghasilkan telur 130 butir/ tahun). Bila dipelihara secara intensif dapat berproduksi antara 200-250 butir telur/tahun. Menurut Gunawan et al. (1994), berat telur rata-rata itik Alabio sekitar 65-70 g/butir.
Gambar 1. Itik Alabio
Saat dewasa bobot badan itik jantan dapat mencapai 1,75 kg dan bobot badan betina dapat mencapai 1,6 kg (Suharno dan Setiawan, 2001). Menurut Wasito dan Rohaeni (1994), masa dewasa itik Alabio betina adalah pada umur enam bulan dengan masa betelur 8-10 bulan per tahun dan dapat mencapai umur 4,5 tahun, setelah itu itik Alabio di afkir.
Itik Pekin
mengembang dengan baik dan pada bagian ujungnya mengarah keatas, itik jantan memiliki dua atau tiga bulu bergulung pada bagian atas.
Gambar 2. Itik Pekin
Karakterisitik itik Pekin tidak berbeda dengan itik Aylesbury dengan bulu cerah yang seragam, yakni kekuningan, kuning jernih, krem atau putih. Paruh, kaki dan telapak kaki itik ini berwarna oranye cerah dan mata berwarna biru gelap (McArdle, 1961). Menurut Samosir (1983), pada itik jantan ditemukan bulu-bulu leher tengah yang agak panjang, sedangkan di atas kepala kadang-kadang ditemukan bulu-bulu seperti jambul. Di Amerika Serikat, itik dapat disamakan sebagai broiler pada ayam. Itik ini menghasilkan karkas yang sangat baik dan daging itik Pekin tumbuh sangat cepat.
Tabel 1. Bobot StandarItik Pekin
Jenis Berat
Jantan dewasa 9 lbs (4,086 kg)
Betina dewasa 8 lbs (3,632 kg)
Jantan muda 8 lbs (3,632 kg)
Betina muda 7 lbs (3,178 kg)
Sumber : Samosir (1983).
Suparyanto (2006) menjelaskan itik Pekin yang disilangkan dengan itik Alabio memiliki bobot hidup saat akan dipotong sebesar 2,1 kg, sedangkan bobot hidup itik Pekin yang disilangkan Mojosari sebesar 1,9 kg. Itik Pekin selain memiliki bobot yang besar juga lebih ekonomis. Wiederhold dan Pingel (1997) mengatakan, bahwa
bobot komersial itik Pekin terjadi lebih cepat yakni berkisar pada rentang umur 5 minggu.
Pertumbuhan
Pertumbuhan pada ternak dapat diartikan sebagai pertumbuhan dalam bobot badan sampai dewasa kelamin. Menurut Lawrence (1980), pertumbuhan merupakan kenaikan dalam ukuran, maka terjadi pula perubahan bobot tubuh sehingga pertumbuhannya sering dikaitkan dengan berat hidup. Davies (1982) menjelaskan definisi pertumbuhan secara mudah yakni “perubahan dalam ukuran” dimana dapat diukur sebagai panjang, volume atau berat. Pertumbuhan pada hewan adalah gabungan dari pertumbuhan bagian-bagian komponen tubuh. Hal ini dikarenakan komponen-komponen tubuh hewan tumbuh pada laju yang berbeda. Kurva pertumbuhan dari suatu makhluk hidup umumnya berbentuk sigmoid. Kurva pertumbuhan sigmoidal terbentuk karena umur tidak menyebabkan peningkatan berat tubuh, tapi memberi kesempatan kepada ternak untuk tumbuh, mencapai dewasa dan berinteraksi dengan lingkungan (Williams,1982).
Bobot Badan
Dalam pemeliharaan sebuah peternakan, bobot badan merupakan salah satu sifat kuantitatif yang sangat diperhatikan. Bobot badan merupakan sifat yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Selain bobot badan, sifat kuantitatif yang dapat
diukur pada itik adalah produksi telur, puncak produksi telur, bobot tetas, dewasa kelamin, bobot badan dewasa serta beberapa sifat lain yang kesemuanya menentukan produktivitas. Bobot badan dapat dipengaruhi secara langsung oleh genetik dan efek maternal maupun faktor lingkungan (Bihan-Duval et al., 2001; Koerhuis dan Thompson, 1997; Velleman et al., 2003).
Sifat kuantitatif dikontrol oleh banyak pasangan gen yang aksinya bersifat aditif. Biasanya hubungan antar alel yang paling umum adalah kodominan atau dominan tidak penuh (Noor, 2010). Selain itu, lingkungan memiliki pengaruh yang besar terhadap sifat kuantitatif. Hal ini dapat dilihat berdasarkan penelitian Susanti et al. (1998) yang menggunakan populasi lapangan serta Brahmantio dan Prasetyo (2001) yang menggunakan populasi seleksi dalam memperoleh rataan bobot badan. Bobot badan itik Mojosari umur sehari (bobot DOD) yang diperoleh Susanti et al.
(1998) nyata lebih rendah daripada itik Alabio, sedangkan rataan bobot badan dod yang diperoleh Brahmantio dan Prasetyo (2001) menunjukkan bahwa itik Alabio lebih tinggi dibandingkan itik Mojosari.
Titik Infleksi
Laju pertumbuhan pada makhluk hidup memiliki dua fase yakni fase akselerasi (meningkat) dan fase deselerasi. Saat fase akselerasi pertumbuhan pada ternak terus meningkat dengan cepat dan ketika memasuki fase deselerasi kecepatan
fungsi dari titik infleksi selama ini dijadikan dasar untuk mengukur optimalisasi pertumbuhan juga merupakan ukuran tingkat efisiensi usaha yang dicapai.
Penelitian yang dilakukan Christiandrianto (1991) menemukan bahwa itik Alabio memiliki titik infleksi pada minggu keempat. Sedangkan Indradjaja (1986)
menyatakan, bobot badan itik Tegal terus meningkat sampai minggu kelima, setelahnya pertambahannya mengecil.
Silang Balik (Backcross)
Persilangan merupakan salah satu cara selain seleksi dalam memperbaiki mutu genetik ternak. Noor (2010) menyatakan terdapat banyak jenis persilangan yang dapat diaplikasikan pada ternak yakni, persilangan resprokal, silang balik (backcross), dan lain-lain. Silang balik adalah perkawinan antara individu F1 dengan induknya betina atau jantan (Suryo, 2008). Vogel (2009) menambahkan pemuliaan
backcross memungkinkan peternak untuk mentransfer suatu sifat yang diinginkan seperti transgen dari satu varietas (induk donor, DP) ke dalam dasar genetik dari tetua berulang (RP). Silang balik dapat meningkatkan sifat-sifat genetik yang diinginkan misalnya bobot badan dan bobot telur. Menurut Hardjosubroto (2001), maksud dari silang balik adalah untuk memperoleh komposisi gen oleh salah satu tetuanya agar di dalam keturunannya lebih besar dari komposisi gen tetua lainnya. Hasil penelitian Susanti et al. (1998) menunjukkan rataan pertambahan bobot badan itik Mojosari Alabio (MA) hasil silang balik lebih tinggi dibandingkan galur murninya (AA dan MM).
Proporsi Darah
Proporsi darah merupakan persentase darah yang diturunkan kepada
keturunannya. Dalam perkawinan biasa yakni misalnya antara ternak bangsa P dengan ternak bangsa Q, maka hasil silangannya akan mempunyai komposisi darah (½ P; ½ Q). Dalam perkawinan silang balik, hasil silangan ini dikawinkan kembali dengan bangsa P sehingga akan dihasilkan keturunan dengan komposisi atau proporsi darah (¾ P; ¼ Q).
tetuanya. Proporsi darah tetua akan semakin meningkat seiring dengan persilangan yang dilakukan (Brahmantio dan Raharjo, 2005). Lasley (1978) menjelaskan, keturunan dari silang balik (backcross) yang pertama akan memiliki sekitar 75% gen dari salah satu tetua dan 25% dari tetuanya yang lain.
Tabel 2. Persentase Pewarisan oleh Dua Bangsa Secara Berturut-turut Terhadap Keturunan Hasil Persilangan
Generasi Bangsa Jantan Persentase dari Tiap Bangsa Terhadap Anak
1 Bangsa 2 50% bangsa 1
Sering dikatakan bahwa tetua jantan menurunkan lebih dari satu setengah sifat dibandingkan induk. Pernyataan-pernyataan ini tidak bertentangan ketika ditafsirkan dalam konteks yang tepat. Kontribusi dari setiap tetua jantan ke generasi keturunan berikutnya lebih baik dibandingkan kontribusi dari setiap satu induk, karena dengan
perkawinan poligami tiap-tiap tetua jantan memiliki lebih banyak menurunkan sifat ke keturunan dibandingkan induk (Chapman, 1985).
Suatu penelitian dapat menggambarkan secara akurat kontribusi tetua jantan dan induk terhadap generasi keturunan berikutnya dan penelitian yang lain menggambarkan secara akurat terhadap genotipee individu, namun tidak secara akurat menggambarkan efek hubungan dari tetua jantan dan induk terhadap fenotipe individu bagi banyak sifat. Pada unggas juga, induk sering memiliki dampak yang lebih besar pada fenotipe keturunannya daripada tetua jantan tersebut. Fenomena dimana induk memberikan dampak yang lebih besar disebut "efek maternal". Chapman (1985) mendefinisikan efek maternal sebagai pengaruh, kontribusi atau dampak pada fenotipe dari sebuah individu yang disebabkan langsung oleh fenotipe induknya. Bobot badan dapat dipengaruhi secara langsung oleh genetik dan efek maternal maupun faktor lingkungan (Bihan-Duval et al., 2001; Koerhuis and Thompson, 1997; Velleman et al., 2003). Efek maternal pada fenotipe keturunan dapat disebabkan oleh perbedaan genetik atau perbedaan lingkungan antar induk, atau dapat juga disebabkan oleh interaksi genetik dan lingkungan. Jadi, efek maternal memiliki nilai heritabilitas, repeatabilitas dan korelasi genetik dengan ciri-ciri lain yang menarik dalam produksi ternak. Efek maternal dapat muncul pada saat pembuahan, selama kehamilan atau selama menyusui. Efek ini juga mungkin dapat
muncul melalui berbagai mekanisme biologis (Chapman, 1985).
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Kegiatan penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, dimulai dari bulan Agustus 2011 sampai dengan Desember 2011. Pengamatan penetasan telur, pemeliharaan DOD sampai grower serta pengukuran bobot dilakukan di kandang itik Balai Penelitian Ternak (Balitnak), Ciawi. Sementara pengolahan data dilakukan di IPB, Dramaga Bogor.
Materi Ternak dan Pakan
Populasi dasar (P0) yang digunakan adalah itik Alabio dan itik Pekin dengan umur sekitar 4 bulan (menjelang bertelur) yang sudah dikoleksi di Balai Penelitian Ternak sejak tahun 2010. Hasil persilangan yang didapatkan yakni PA betina dan AP betina dikawinkan secara backcross seperti tercantum pada Gambar 3. Sebanyak delapan ekor itik PA disilang balik dengan dua ekor jantan Alabio. Itik AP betina
Gambar 3. Skema Persilangan Balik (Backcross) Itik PA dan AP dengan Tetuanya.
Jenis pakan yang diberikan untuk kedua jenis itik adalah sama sesuai standar yang biasa diberikan di Balitnak, yaitu pakan yang dibuat sendiri komposisinya. Itik
AP dan PA diberi pakan sebanyak 250 gram per ekor per hari. Air minum diberikan secara ad libitum.
Kandang dan Peralatan a. Kandang starter
Kandang starter adalah kandang yang digunakan untuk pemeliharaan itik umur 1 hari sampai 4 minggu dengan kapasitas sampai dengan 20 ekor. Setelah berumur 4 minggu, itik di pindahkan ke kandang grower. Bahan kandang dari kawat yang dilengkapi dengan alat pemanas listrik, tempat pakan dari kayu dan tempat minum dari plastik.
b. Kandang grower
Kandang grower adalah kandang yang digunakan untuk pemeliharaan itik umur 4 minggu sampai 18 minggu sebelum itik dipindahkan ke kandang individu. Itik diberi nomor pada sayapnya (wing band) untuk memudahkan pencatatan dan penimbangan, karena pengamatan dilakukan pada masing-masing individu itik. Alas kandang berbahan semen dan diberi sekam, kandang juga dilengkapi tempat pakan dari kayu dan tempat minum.
c. Peralatan
Peralatan yang digunakan berupa, tempat pakan, tempat minum, egg tray
untuk pengkoleksian telur sebelum dimasukkan kedalam mesin tetas, timbangan manual, mesin tetas (hatchery), lampu, timbangan telur Mettle 210 dan alat-alat lain yang dibutuhkan.
Prosedur Sistem Perkawinan
Sistem perkawinan untuk menghasilkan keturunan populasi F1 dilakukan dengan IB (Inseminasi Buatan). Selanjutnya dicatat nomor pejantan dan nomor induknya, sehingga akan diketahui bapak dan induk dari masing-masing individu keturunan F1 tersebut. Sistem perkawinan ini telah dilakukan sebelumnya oleh Balai Penelitian Ternak Ciawi. Selanjutnya keturunan F1 disilangkan balik (backcross)
Ransum
Ransum yang diberikan merupakan ransum komersial terdiri dari 2 macam yaitu ransum starter (1 hari – 8 minggu) dan ransum grower (8-16 minggu). Susunan ransum dan kandungan gizi yang digunakan disesuaikan dengan rekomendasi Balai
Penelitian Ternak yakni ransum starter terdiri dari 18-20% protein dengan energi metabolis 3100 kkal/kg, Ca sebesar 0,60-1% dan P tersedia sebesar 0,60%. Ransum yang diberikan untuk itik grower terdiri dari 14-15% protein dengan energi metabolis 2300 kkal/kg serta Ca 0,60-1% dan P tersedia sebesar 0,60%.
Metode Pengukuran Peubah Fenotipeik
1. Bobot badan starter diperoleh melalui penimbangan pada saat itik menetas. 2. Bobot badan starter ditimbang setiap minggunya dan diakumulasikan untuk
diperoleh bobot badan itik selama periode starter (1 hari – 8 minggu).
3. Bobot badan grower diperoleh melalui penimbangan pada saat itik berumur 8 – 16 minggu.
4. Bobot badan grower ditimbang setiap dua minggu karena pertambahan bobot badan pada fase ini umumnya tidak signifikan. Bobot yang diperoleh kemudian diakumulasikan
Rancangan dan Analisis Data Peubah yang Diamati
Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap peubah fenotipeik itik. Peubah fenotipeik yang diamati adalah bobot badan pertama menetas (DOD), bobot
starter serta bobot badan grower. Disamping itu, dilakukan pengamatan pada peubah lain yang berkorelasi dengan bobot badan yakni konsumsi pakan dan konversi pakan.
Perhitungan Standar Deviasi
Keterangan : Xi = Data ke-i
= nilai rata-rata sampel n = banyaknya data
Analisis Regresi Model Kurva Pertumbuhan Itik
Kurva pertumbuhan itik berbentuk sigmoid (S), sehingga dalam pengolahan datanya dilakukan dengan pengujian regresi non linear. Model geometri merupakan model regresi non linear yang hampir sama dengan model eksponensial, karena dapat dikembalikan pada model linear dengan jalan melakukan pengambilan logaritma pada persamaannya (Irianto, 2004). Pengujian dengan persamaan regresi non linear ditujukan untuk mengetahui besarnya slope kurva pertumbuhan itik sehingga dapat dibandingkan dengan slope kurva pertumbuhan itik yang lain. Persamaan model geometri dinyatakan dalam rumus:
Ŷ = aXb Keterangan :
Ŷ = Variabel terikat (bobot badan itik) X = Variabel bebas (umur itik)
a = konstanta
b = Koefisien arah regresi/ kemiringan garis regresi
Namun pada itik tertentu kurva pertumbuhan pada fase grower tidak berbentuk linear dan pada pengamatan salah satu itik memiliki kurva parabola,
sehingga dalam pengujiannya menggunakan uji regresi parabola (polinomial) yang dinyatakan dalam rumus:
Ŷ = a +bX +cX2
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Minitab 14. Hasil yang diperoleh kemudian dilakukan uji anova (uji beda nyata). Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap karena pemberian pakan serta lingkungan ternak dikandangkan adalah sama.
Yij = µ + Gi + εij
Keterangan :
Yij = nilai pengamatan bobot badan/FCR pada genotipe ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum
Pi = Pengaruh genotipe itik ke-i
HASIL DAN PEMBAHASAN
Laju pertumbuhan
Setioko et al. (2004) dalam penelitiannya menjelaskan kemampuan dan keragaan produksi itik Pekin Alabio (PA) sangat ditentukan oleh keragaan pertumbuhan awal pada periode starter. Bobot badan saat menetas (DOD) itik AAP rata-rata sebesar 44,94 ± 4,48 g/ekor, sedangkan itik APA sebesar 44,01 ± 6,01 g/ekor dan itik PAP sebesar 45,55 ± 3,90 g/ekor. Bobot tetas ketiga jenis itik masih lebih besar bila dibandingkan dengan bobot tetas tetuanya yakni Alabio, sebesar 39,12 ± 1,94 g, dan masih lebih rendah bila dibandingkan dengan bobot tetas itik Pekin 57,08 ± 1,49 g (Setioko et al., 2002).
Hasil pengamatan pertumbuhan bobot badan itik hasil backcross pada masa
starter (1 hari - 8 minggu) tercantum pada Gambar 4. Berdasarkan gambar terlihat bahwa garis pertumbuhan berbentuk sigmoid (tidak linear), sehingga untuk mengetahui perbedaannya dilakukan uji regresi non linear geometrik. Itik AAP memiliki persamaan regresi Y= 30,060,9750 dengan koefisien determinasi (R2)sebesar 94,5%, itik APA Y = 30,830,9790 dengan R2 sebesar 95,4%, dan itik PAP Y = 30,131,074 dengan R2 sebesar 95,1%.
Gambar 4 menunjukkan kurva pertumbuhan itik AAP berhimpitan dengan itik APA. Persamaan regresi antara kedua jenis itik memiliki nilai koefisien regresi (b) yang hampir sama. Selain itu, berdasakan uji statistik pada saat itik DOD hingga minggu ke-8 tidak berbeda nyata (P>0,05). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa itik AAP dan APA pada fase starter memiliki pertumbuhan yang tidak berbeda.
Persamaan regresi dengan koefisien regresi (b) yang terbesar dimiliki oleh itik PAP. Menurut Supranto (2000), nilai b adalah kemiringan dari garis regresi yakni kenaikkan atau penurunan Y untuk setiap pengaruh X terhadap Y jika X naik satu unit. Berdasarkan hal tersebut maka setiap peningkatan satu-satuan umur akan menghasilkan peningkatan bobot badan itik PAP sebesar 1,074 gram. Selain itu, Gambar 4 menunjukkan bahwa grafik bobot badan itik PAP pada masa starter