• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ahmad, R. Z., 2009, Cemaran Kapang Pada Pakan dan Pengendaliannya, Balai Besar Penelitian Veteriner, Jalan R.E. Martadinata No. 30, Bogor, pp.15.

Anonim, 2008, Tanaman Obat Indonesia: Temulawak(Curcuma xanthorrhiza, Roxb) http://www.iptek.net.id/index.php?vw diakses pada tanggal 19 September 2015.

Anonim, 2008, Farmakope Herbal Indonesia, Edisi I, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, pp.73-77, 151-155.

Atlas, R.M., 2000, Hand Book of Microbiological Media, 2nd Edition, CRC Press, New York, pp. 255.

Aulia, 2012, Medium Pertumbuhan Bakteri, Bapelkes, Jakarta, pp. 1 – 3.

BPOM, 2001, Metode Analisis Prosedur Pengujian Obat dan Makanan Negara, Jakarta, Balai POM.

BPOM, 2005, Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI Nomer : HK.00.05.4.1380 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik.

BPOM, 2006, Metode Analisis PPOMN, MA PPOMN nomer 96/mik/00, Uji Angka Kapang/khamir dalam Obat Tradisional, Jakarta, BPOM, 108 – 110. BPOM, 2014, Persyaratan Mutu Obat Tradisional, Jakarta, BPOM, 15-17. Bridson, E., Y., 2006, Oxoid manual, 9th Edition, Oxoid Limited, England, pp. 50-70, 337-338.

David W., PhD, Rana A. Hajjeh, MD, Brent A, Lasker, PhD, 2001, Epidemiology and Prevention of Invasive Aspergillosis, Current Science Inc, USA, pp. 507-508. Depertemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000, Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional, Depertemen Kesehatan Republik Indonesia, jakarta, pp. 27.

DepKes RI, 1998, Pedoman Umum Pemriksaan Sarana Pengelolaan Makanan dan Minuman, keamanan Pangan, Jakarta, Dirjen POM, DepKes RI

DepKes RI, 2011, Indonesia Cinta Sehat Saatnya Jamu Berkontribusi, http://www.depkes.go.id/index.php?vw – 2&id – 1723, Diakses pada tanggal 21 September 2015.

DepKes RI, 2012, Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 007 tentang Registrasi Obat Tradisional.

Fardiaz, S., 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan, PAU, Bandung, Institut Pertanian Bogor, pp. 557 – 608.

Hadioetomo, R.S., 1993, Mikrobiologi Dasar dan Praktek-teknik dan Prosdur Dasar dalam Laboratorium, Jakarta, Gramedia, pp.42 – 46.

Jawetz, E.J.I., Melnick and Adelberg, E.A, 1996, Mikrobiologi Kedokteran, Diterjemahkan oleh Nugroho E., dan Maulany Edisi XX, Jakarta, EGC, pp.234 – 240.

Kanti A., 2005, Keragaman khamir tanah asal Taman Nasional Kalimutu dan Taman Wisata Alam Ruteng Nusa Tenggara Timur. Laporan Penelitian Bidang Zoologi, Bogor, Pusat Penelitian Biologi-LIPI.

Latief, H. A., 2012, Obat Tradisional, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, pp. 228-229.

Latief, H. A., 2012, Obat Tradisional, Jakarta, Penerbit EGC, pp.238-240.

Lay, B.W., 1994, Analisis Mikroba di Laboratorium, Ed 1, Jakarta, PT Raja Graffindo Persada, pp.15 – 22.

Murray, P.R.,1999, Manual of Clinical Microbiology, 7 th edition, American Society for Microbiology, Wahington, pp.1688-1700.

Nugroho H.S., 1995, Ramuan Obat Jamu Tradisional, Surabaya: Apollo, pp. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 007 tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional.

Pratiwi, S.T., 2008, Mikrobiologi Framasi, Jakarta, Penerbit Airlangga, pp.206 – 207.

Radji, M., 2009, Buku ajar Mikrobiologi : Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran, Jakarta, EGC, pp.10-19, 125-130.

Rostiana, O., N.Bermawie dan M.Raharjo., 2005, Budidaya tanaman Kunyit, Sirkuler No. 11, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika, Bogor No. 11., pp. 24-29.

Rukmana, R., 1995, Temulawak : Tanaman Rempah dan Obat, Yogyakarta, Penerbit Kanisius, pp. 23-28.

Rukmana, R., 2004, Temu-Temuan : Apotek di Pekarangan Hidup, Yogyakarta, Penerbit Kanisius, pp.26-27.

Said, 2007, Khasiat dan Manfaat Temulawak, Jakarta, Sinar Wadja Lestari, pp. 25-28.

Sardi,D., 1985, Herbal Indonesia Berkhasiat,Bukti Ilmiah & Cara Racik, Alam Trubus Info kit.vol.8

SNI, 1992, Cara Uji Cemaran Mikroba, SNI 01-2897-1992, Jakarta, pp.4, 36. Suharmiati, handayani, L. (2005). Cara Benar Meracik Obat Tradisional, Jakarta, Penerbit Agromedia Pustaka, pp. 1 – 2 , 39 – 41.

Supardi dan Sukamto, 1999, Mikroorganisme Penyebab Penyakit Menular dalam Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan, Edisi Pertama, Jakarta, Yayasana Adikarya IKAPI dengan The Ford Foundation, 157 – 173.

Supardi, Hermawan, M.J., Yuniar, Y., 2010, Penggunaan Jamu Buatan Sendiri di Indonesia, Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Vol.14, pp.375 – 381.

Suriawiria, U., 2005, Mikrobiologi Dasar, Papas Sinar Sinanti, Jakarta, pp.34-50. Tarigan, J., 1988, Pengantar Mikrobiologi, Jakarta, Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan, pp.113 – 114.

Waluyo, L., 2007, Mikrobiologi Umum, Penerbit Universitas Muhammadiyah, Malang, pp.55-59.

Wasito, H., 2011, Obat Tradisional Kekayaan Indonesia,Yogyakarta, Graha Ilmu, pp. 5-20.

Winarno,F.G., S.Fardiaz dan D.Fardiaz, 1980, Pengantar Teknologi Pangan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, pp. 28-59.

Yenny, 2006, Aflatoksin dan Aflatoksikosis Pada Manusia, Universa Medika, Volume 25 nomor 1, Jakarta, pp.43-47.

Lampiran. 1 Surat Ijin Penelitian di Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta

Lampiran 2. Nilai AKK dan perhitungan sampel jamu temulawak pedagang 1 pada inkubasi hari ke-5

Sampel A (Pedagang 1)

Pengenceran Jumlah koloni masing-masing petri

Nilai ALT (CFU/mL) Petri 1 Petri 2 Rata-rata

Replikasi 1 101 0 0 0 <10 koloni/ mL 102 0 0 0 103 0 0 0 104 0 0 0 Replikasi 2 101 0 0 0 <10 koloni/ mL 102 0 0 0 10−3 0 0 0 104 0 0 0 Replikasi 3 101 0 0 0 <10 koloni/ mL 10−2 0 0 0 103 0 0 0 10−4 0 0 0

Nilai AKK Sampel A <10 koloni/ mL  Sampel A (Pedagang 1)

Dipilih pengenceran 101 karena bila tidak ada pertumbuhan pada semua cawan dan bukan disebabkan karena faktor inhibitor, maka Angka Kapang Khamir dilaporkan sebagai kurang dari satu dikalikan faktor pengeceran terendah (<1 x faktor pengenceran terendah) (MA PPOMN, 2006).

Perhitungannya sebagai berikut :

a. Replikasi 1 = <1 x 101 = <10 koloni/mL b. Replikasi 2 = <1 x 101 = <10 koloni/mL c. Replikasi 3 = <1 x 10−1 = <10 koloni/ mL Nilai AKK sampel A = <10+<10+<10

Lampiran 3. Nilai AKK dan perhitungan sampel jamu temulawak pedagang 2 pada inkubasi hari ke-5

Sampel B (Pedagang 2)

Pengenceran Jumlah koloni masing-masing petri

Nilai ALT (CFU/mL) Petri 1 Petri 2 Rata-rata

Replikasi 1 101 0 0 0 <10 koloni/ mL 102 0 0 0 103 0 0 0 104 0 0 0 Replikasi 2 101 0 0 0 <10 koloni/ mL 102 0 0 0 103 0 0 0 104 0 0 0 Replikasi 3 101 0 0 0 <10 koloni/ mL 102 0 0 0 103 0 0 0 104 0 0 0

Nilai AKK Sampel B <10 koloni/ mL  Sampel B (Pedagang 2)

Dipilih pengenceran 101 karena bila tidak ada pertumbuhan pada semua cawan dan bukan disebabkan karena faktor inhibitor, maka Angka Kapang Khamir dilaporkan sebagai kurang dari satu dikalikan faktor pengeceran terendah (<1 x faktor pengenceran terendah) (MA PPOMN, 2006).

Perhitungannya sebagai berikut :

a. Replikasi 1 = <1 x 101 = <10 koloni/mL b. Replikasi 2 = <1 x 101 = <10 koloni/mL c. Replikasi 3 = <1 x 101 = <10 koloni/mL Nilai AKK sampel B = (<10+<10+<10)

Lampiran 4. Nilai AKK dan perhitungan sampel jamu temulawak Pedagang 3 pada inkubasi hari ke-5

Sampel C (Pedagang 3)

Pengenceran Jumlah koloni masing-masing petri

Nilai ALT (CFU/mL) Petri 1 Petri 2 Rata-rata

Replikasi 1 101 0 0 0 <10 koloni/ mL 102 0 0 0 103 0 0 0 104 0 0 0 Replikasi 2 101 0 0 0 <10 koloni/ mL 102 0 0 0 10−3 0 0 0 104 0 0 0 Replikasi 3 101 0 0 0 <10 koloni/ mL 10−2 0 0 0 103 0 0 0 10−4 0 0 0

Nilai AKK Sampel C <10 koloni/ mL  Sampel C (Pedagang 3)

Dipilih pengenceran 101 karena bila tidak ada pertumbuhan pada semua cawan dan bukan disebabkan karena faktor inhibitor, maka Angka Kapang Khamir dilaporkan sebagai kurang dari satu dikalikan faktor pengeceran terendah (<1 x faktor pengenceran terendah) (MA PPOMN, 2006).

Perhitungannya sebagai berikut :

a. Replikasi 1 = <1 x 101 = <10 koloni/mL b. Replikasi 2 = <1 x 101 = <10 koloni/mL c. Replikasi 3 = <1 x 10−1 = <10 koloni/mL Nilai AKK sampel C = (<10+<10+<10)

Lampiran 5. Nilai ALT dan perhitungan ALT sampel jamu temulawak Pedagang 1 inkubasi 48 jam

Sampel A (Pedagang 1)

Pengenceran Jumlah koloni masing-masing petri

Nilai ALT (CFU/ mL) Petri 1 Petri 2 Rata-rata

Replikasi 1 101 0 0 0 <10 koloni/mL* 102 0 0 0 103 0 0 0 104 0 0 0 105 0 0 0 106 0 0 0 Replikasi 2 10−1 0 0 0 <10 koloni/mL* 102 0 0 0 10−3 0 0 0 10−4 0 0 0 105 0 0 0 106 0 0 0 Replikasi 3 101 0 0 0 <10 koloni/mL* 102 0 0 0 103 0 0 0 104 0 0 0 105 0 0 0 106 0 0 0

Nilai ALT Sampel A <10 koloni/mL  Sampel A (Pedagang 1)

Dipilih pengenceran 101 karena bila cawan petri dari semua pengenceran tidak menghasilkan koloni, laporkan TPC sebagai kurang dari 1 kali pengenceran terendah yang digunakan (1 x faktor pengenceran terendah) (SNI, 2008).

Perhitungannya sebagai berikut :

a. Replikasi 1 = <1 x 10−1 = <10 koloni/mL* b. Replikasi 2 = <1 x 101 = <10 koloni/mL* c. Replikasi 3 = <1 x 10−1 = <10 koloni/mL*

Nilai ALT sampel A = (<10+<10+<10)

Lampiran 6. Nilai ALT dan perhitungan ALT sampel jamu temulawak Pedagang 2 inkubasi 48 jam

 Sampel B (Pedagang 2)

Dipilih pengenceran 101 karena pada pengenceran tersebut terdapat jumlah koloni yang berada pada range perhitungan, yaitu cawan yang memiliki 25 koloni sampai 250 koloni (SNI, 2008).

Perhitungannya sebagai berikut : a. Replikasi 1 = 40+44 2 x 10 = 420  4,2 x 102 koloni/ mL b. Replikasi 2 = 43+45 2 x 10 = 440  4,4 x 102 koloni/ mL Sampel B (Pedagang 2)

Pengenceran Jumlah koloni masing-masing petri

Nilai ALT (CFU/ mL) Petri 1 Petri 2 Rata-rata

Replikasi 1 101 40 44 42 4,2x102 koloni/mL 102 2 2 2 103 0 0 0 104 0 0 0 105 0 0 0 10−6 0 0 0 Replikasi 2 10−1 43 45 44 4,4x102 koloni/mL 102 7 15 11 10−3 0 0 0 10−4 0 0 0 105 0 0 0 106 0 0 0 Replikasi 3 101 42 44 43 4,3x102 koloni/mL 102 6 8 7 103 0 0 0 104 0 0 0 105 0 0 0 106 0 0 0

Nilai ALT Sampel B 4,3x102

c. Replikasi 3 = 42+44

2 x 10 = 430  4,3 x 102 koloni/ mL Nilai ALT sampel B = (4,2 X 102+ 4,4 X 102+ 4,3 X 102)

Lampiran 7. Nilai ALT dan perhitungan ALT sampel jamu temulawak Pedagang 3 inkubasi 48 jam

 Sampel C (Pedagang 3)

Dipilih pengenceran 101 karena pada kedua cawan petri pada setiap replikasi hanya ada 1 koloni. Sehingga bila hasil koloni kurang dari 25, hitung jumlah yang ada pada cawan dari tiap pengenceran lalu rerata jumlah koloni tiap cawan dan kalikan dengan faktor pengencerannya (SNI,2008).

Perhitungannya sebagai berikut : a. Replikasi 1 = 1+1 2 x 10 = 10 10 koloni/ mL* b. Replikasi 2 = 1+1 2 x 10 = 10 10 koloni/ mL* Sampel C (Pedagang 3)

Pengenceran Jumlah koloni masing-masing petri

Nilai ALT (CFU/ mL) Petri 1 Petri 2 Rata-rata

Replikasi 1 101 1 1 1 10 koloni/mL* 102 0 0 0 10−3 0 0 0 104 0 0 0 105 0 0 0 106 0 0 0 Replikasi 2 101 1 1 1 10 koloni/mL* 102 0 0 0 103 0 0 0 104 0 0 0 105 0 0 0 106 0 0 0 Replikasi 3 101 1 1 1 10 koloni/mL* 102 0 0 0 103 0 0 0 104 0 0 0 10−5 0 0 0 10−6 0 0 0

c. Replikasi 3 = 1+1

2 x 10 = 10 10 koloni/ mL* Nilai ALT sampel C = 10+10+10

Lampiran 8. Pengambilan sampel jamu temulawak

a. Coolbox tempat membawa jamu

Lampiran 9. Uji AKK jamu temulawak sampel A (pedagang 1) pada inkubasi 5 hari

Pengenceran 101 Pengenceran 102

Lampiran 10. Uji AKK jamu temulawak sampel B (pedagang 2) pada inkubasi 5 hari

Pengenceran 10−1 Pengenceran 10−2

Lampiran 11. Uji AKK jamu temulawak sampel C (pedagang 3) pada inkubasi 5 hari

Pengenceran 10−1 Pengenceran 10−2

Lampiran 12. Uji ALT jamu temulawak sampel A (pedagang 1) pada inkubasi 48 jam

Pengenceran 10−1 Pengenceran 10−2

Pengenceran 10−3 Pengenceran 10−4

Lampiran 13. Uji ALT jamu temulawak sampel B (pedagang 2) pada inkubasi 48 jam

Pengenceran 10−1 Pengenceran 10−2

Pengenceran 10−3 Pengenceran 10−4

Lampiran 14. Uji ALT jamu temulawak sampel C (pedagang 3) pada inkubasi 48 jam

Pengenceran 10−1 Pengenceran 10−2

Pengenceran 10−3 Pengenceran 10−4

Lampiran 15. Foto Kontrol Media dan Kontrol Negatif

Kontrol Media PDA Kontrol Negatif PDA+PDF

Dokumen terkait