• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

D. Homogenisasi dan Pengenceran Sampel

Homogenisasi sampel adalah suatu tahap awal yang harus dilakukan pada sampel supaya diperoleh distribusi mikroba yang merata di dalam sampel sehingga mudah untuk diamati. Tujuan homogenisasi sampel adalah untuk membebaskan sel-sel bakteri atau jamur yang masih terlindungi oleh partikel dari sampel yang akan diperiksa serta untuk mengaktifkan kembali sel-sel dari bakteri atau jamur yang masih terlindungi oleh partikel dari sampel yang akan diperiksa serta untuk mengaktifkan kembali sel-sel bakteri ataupun jamur yang

kemungkinan pertumbuhannya tergangggu karena berbagai kondisi yang kurang sesuai di dalam sampel (Radji, 2010).

Menurut PPOMN (2006), prinsip dari homogenisasi adalah membebaskan sel-sel bakteri yang mungkin terlindungi oleh partikel makanan dan untuk menggiatkan kembali sel-sel bakteri yang mungkin viabilitasnya berkurang karena kondisi yang kurang menguntungkan didalam makanan.

Homogenisasi sampel jamu temulawak dilakukan degan menggojok sampel yang ada didalam botol steril hingga homogen. Proses penggojokan ini bertujuan agar sampel yang berada didalam botol dapat homogen antara cairan dan endapan. Kemudian pembuatan suspensi AKK yang dilakukan dengan mengambil 10 ml jamu temulawak secara aseptis. Lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml yang telah berisi 90 ml larutan pengencer PDF (Pepton Diluid Fluid), sehingga diperoleh pegenceran 1:10 atau 101 lalu digojok menggunakan stomacher dan dilanjutkan dengan pengenceran yang diperlukan. Sedangkan pembuatan suspensi ALT dilakukan dengan mengambil 10 ml jamu temulawak secara aseptis. Lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml yang telah berisi 90 ml larutan pengencer BPW (Buffered Pepton Water), sehingga diperoleh pegenceran 1:10 atau 101 lalu digojok menggunakan stomacher dan dilanjutkan dengan pengenceran yang diperlukan.

Pembuatan suspensi dilakukan untuk melepaskan spora-spora kapang dan khamir sehingga spora-spora yang sudah terlepas dapat membentuk koloni. Lalu suspensi tersebut dimasukkan kedalam plastik steril dan diaduk homogen

menggunakan stomacher supaya sampel mampu bercampur homogen dengan pelarut. Pengenceran AKK dilanjutkan dengan menyiapkan 3 tabung reaksi yang telah diisi dengan 9 ml PDF. 1 ml pengenceran 101 dari hasil homogenisasi penyiapan sampel dipipet kemudian dimasukkan kedalam tabung pertama yang telah berisi PDF sehingga diperoleh pengenceran 102 lalu digojog sampai homogen dengan vortex. . Pengenceran ALT dilanjutkan dengan menyiapkan 5 tabung reaksi yang telah diisi dengan 9 ml BPW. 1 ml pengenceran 101 dari hasil homogenisasi penyiapan sampel dipipet kemudian dimasukkan kedalam tabung pertama yang telah berisi PDF sehingga diperoleh pengenceran 102 lalu digojog sampai homogen dengan vortex. Tahap selanjutnya yaitu membuat pengenceran hingga 10−4 untuk AKK dan 10−6 untuk ALT sebagai orientasi untuk menentukan tingkat pengenceran yang paling efektif dimana koloni mudah dihitung dan sesuai dengan range.

E. Uji Angka Kapang Khamir

Uji Angka Kapang Khamir adalah salah satu uji yang dijadikan syarat suatu produk obat tradisional untuk menilai kualitas dari produk dilihat dari cemaran mikrobianya. Dimana uji AKK tersebut dilakukan dengan menghitung jumlah koloni kapang/khamir yang terdapat dalam jamu temulawak dari penjual jamu gendong di pasar tradisional Klaten. Prinsip dari uji ini yaitu menumbuhkan kapang/khamir dalam media yang sesuai yang dapat menyediakan nutrisi bagi pertumbuhan kapang/khamir kemudian menghitungnya. Menurut Depkes RI (2000) uji angka khamir perlu dilakukan untuk memberikan jaminan bahwa sediaan simplisia tidak mengandung cemaran fungi melebihi batas yang

ditetapkan karena berpengaruh pada stabilitas sediaan dan aflatoksin yang berbahaya bagi kesehatan.

Uji AKK dilakukan untuk memberikan jaminan bahwa sediaan simplisia tidak mengandung cemaran fungi melebihi batas yang ditetapkan karena berpengaruh pada stabilitas sediaan dan aflatoksin yang berbahaya bagi kesehatan. Adanya kapang dalam makanan atau minuman sangat berbahaya karena kapang menghasilkan mikotoksin. Mikotoksin adalah hasil metabolit sekunder dari kapang yang bersifat toksik dengan merusak struktur sel seperti membran sel serta merusak proses pembentukan sel yang penting bagi tubuh. Penyakit yang disebabkan oleh mikotoksin disebut mikotoksis. Ada 5 jenis mikotoksin yang berbahaya bagi kesehatan yaitu, aflatoksin, fumonisin, okratoksin, trikotesena dan zearalenon. Aflatoksin merupakan salah satu mikotoksin yang sangat poten yang dihasilkan oleh Aspergilus flavus dan Aspergilus parasiticus. Terdapat enam jenis aflatoksin yang sering dijumpai dan bersifat toksik, yaitu aflatoksin

B1, B2, G1, G2, M1, dan M2 (Ahmad, 2009). Pada manusia aflatoksin dapat menyebabkan toksigenik (menimbulkan keracunan), mutagenik (menimbulkan mutasi), dan dapat meningkatkan risiko karsinoma hepatoseluler (Underwood, 1999). Sedangkan salah satu contoh khamir yang paling sering ditemukan dan menimbulkan infeksi pada manusia adalah golongan Candida. Candida adalah anggota flora normal yang terdapat pada saluran pencernaan, selaput mukosa saluran pernapasan, vagina, uretra, kulit dan dibawah jari-jari kuku tangan dan kaki. Penyakit yang disebabkan oleh ragi spesies Candida disebut kandidiasis, kandidiasis dapat bersifat akut atau subakut dan dapat menyebabkan infeksi pada

mulut, vagina, kulit, kuku, bronki, atau paru-paru. Terkadang infeksi Candida dapat menyebabkan septikemia, endokarditis, atau meningitis. Infeksi Candida umumnya terjadi apabila kondisi tubuh inang sedang mengalami penurunan daya tahan tubuh (Kuswadji, 1999).

Kapang/ khamir dapat tumbuh selama proses penyimpanan bahan baku jamu, penyimpanan makanan dan minuman serta dalam kondisi tanah lembab. Khamir dapat menyebabkan pembusukan dan dekomposisi bahan pangan karena sifatnya, yaitu mikroba fermentatif yang dapat menguraikan unsur organik menjadi alkohol dan CO2. Contoh khamir yang dapat menyebabkan pembusukkan bahan pangan adalah Saccaromyces cerevisiae (SNI, 2009).

Pentingnya dilakukan uji angka kapang khamir karena diperlukan jaminan bahwa obat tradisional tidak mengandung cemaran kapang/khamir yang melebihi batas yang ditetapkan yaitu tidak boleh lebih dari 103 koloni/ml. Apabila jumlah cemaran kapang/ khamir yang terkandung dalam jamu temulawak tersebut melebihi batas yang telah ditentukan untuk dikonsumsi secara rutin maka tujuan dari penggunaan jamu untuk meningkatkan kesehatan tidak dapat tercapai. Jumlah AKK yang melebihi batas dapat menyebabkan timbulnya penyakit karena sifat dari kapang/khamir merupakan patogen.

Pada uji AKK yang dilakukan digunakan media PDA sebagai media yang berisi nutrisi untuk pertumbuhan kapang/khamir. Menurut Sumarsih (2007) setiap nutrisi yang dibutuhkan mikroorganime dapat berbeda karena sifat fisiologi setiap mikroorganisme dapat berbeda. Menurut Murray (1996)

media PDA mengandung Agar, Dextrosa, serta ekstrak kentang yang dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang dan khamir. Dekstrosa dan ekstrak kentang dari media PDA dapat memacu produksi konidia kapang/khamir (Beever & Bollard, 1970).

Media PDA juga ditambahkan antibiotik kloramfenikol 1%. Kloramfenikol ini digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri pada media sehingga yang tumbuh hanya kapang/khamir saja.Kloramfenikol merupakan antibiotik yang mempunyai aktifitas bakteriostatik dan pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Aktivitas antibakterinya bekerja dengan menghambat sintesis protein dengan jalan meningkatkan ribosom subunit 50S yang merupakan langkah penting dalam pembentukan ikatan peptida. Kloramfenikol efektif terhadap bakteri aerob gram positif dan beberapa bakteri aerob gram negatif (Fardiaz, 1992).

Dalam uji AKK dilakukan tahap homogenisasi sampel yang bertujuan untuk meratakan distribusi kapang/khamir. Pada uji AKK dilakukan pembuatan seri pengenceran yang bertujuan untuk mendapatkan koloni yang terpisah untuk memudahkan perhitungan hasil. Apabila tidak dilakukan pengenceran maka koloni yang tumbuh akan saling bertumpuk sehingga akan sulit diamati dan dihitung.

Pada penelitian ini juga dibuat kontrol media dan kontrol pelarut. Kontrol media hanya berisi media PDA dengan tujuan untuk memastikan bahwa mikroorganisme yang tumbuh bukan berasal dari media. Kontrol pelarut berisi

media PDA dengan pengencer PDF yang bertujuan untuk memastikan bahwa mikroorganisme yang tumbuh bukan berasal dari pengencer PDF yang digunakan.

Gambar 1. Kontrol media (A) kontrol pelarut (B)

Dapat dilihat pada gambar 1 yaitu pada kontrol media maupun pelarut tidak terdapat pertumbuhan koloni bakteri setelah diikubasi pada suhu 25℃ selama 5-7 hari. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa media maupun pelarut yang digunakan tidak terkontaminasi mikroba sehingga apabila pada media biakan terdapat pertumbuhan koloni maka dapat dipastikan berasal dari jamu temulawak.

Seri pengenceran dibuat hingga 104 dengan tujuan sebagai orientasi untuk menentukan tingkat pengenceran yang paling efektif dimana koloni mudah dihitung dan sesuai range. Prinsip dari pembuatan seri pengenceran adalah diperolehnya individu fungi yang tumbuh secara terpisah yang tampak pada cawan petri setelah inkubasi.Setelah sampel diencerkan dan ditanam pada media PDA, sampel diinkubasi terbalik selama 5 hari dan diinkubasi pada suhu 20-25℃ kemudian diamati pertumbuhan koloni nya setiap hari hingga hari kelima. Pada inkubasi ini dilakukan dengan teknik inkubasi terbalik dengan tujuan agar uap air

yang terbentuk selama masa inkubasi tidak menetes ke media dan mempengaruhi pertumbuhan mikroba.

Ciri-ciri dari khamir yaitu yang berbentuk bulat, berwarna putih dan terpisah sedangkan ciri-ciri dari kapang adalah yang berbentuk serabut halus seperti kapas. Apabila terdapat koloni yang bertumpuk maka dianggap sebagai 1 koloni (Yenny, 2006).

Hasil pengamatan selama inkubasi sampai hari kelima ditunjukkan pada tabel II: Tabel II. Angka Kapang Khamir (AKK) jamu temulawak waktu inkubasi 5

hari

Sampel AKK (koloni/mL)

Pedagang 1 <10 koloni/ mL

Pedagang 2 <10 koloni/ mL

Pedagang 3 <10 koloni/ mL

Berdasarkan data pada tabel II (tabel perhitungan lengkap pada lampiran 2 dengan mengacu pada MA PPOMN tahun 2006), dari ketiga sampel jamu temulawak yang diambil terlihat bahwa nilai ALT ketiga sampel jamu temulawak seluruhnya masuk dalam range atau ambang batas yang telah ditetapkan oleh BPOM RI 2014 dimana AKK yang diperbolehkan tidak lebih dari 103. Pada hasil penelitian nilai AKK yang didapat adalah <10 kondisi tersebut menunjukkan bahwa pembuatan jamu temulawak oleh pedagang jamu gendong telah memperhatikan CPOTB dengan baik. Dimana menurut survey yang telah dilakukan oleh peneliti pedagang jamu gendong sangat memperhatikan kebersihan dalam pembuatan jamunya dimana selalu menggunakan bahan yang segar seperti

memilih rimpang yang segar yang ditandai dengan kulit rimpang tidak keriput dan tidak dimakan serangga, meletakkan bahan baku ditempat yang kering seperti nampan dan meletakkannya ditempat yang sejuk dan kering sehingga terhindar dari pertumbuhan jamur, selalu mencuci bersih bahan-bahan yang akan diproses menjadi jamu gendong, selalu mencuci alat setelah digunakan dan sebelum dipakai, alat-alat yang digunakan dalam pembuatan jamu selalu dalam kondisi bersih dan kering, selalu memasak atau memanaskan jamu hingga mendidih, serta menyimpan jamunya dalam botol khusus jamu dan ditutup rapat sehingga kemungkinan untuk tercemar sangat rendah.

F. Uji Angka Lempeng Total

Uji Angka Lempeng Total (ALT) adalah suatu uji untuk mengamati pertumbuhan bakteri mesofil aerob setelah sampel diinkubasi dalam perbenihan yang cocok selama 24-48 jam pada suhu 37℃. Dalam pengujian ALT digunakan metode pour plate dengan cara menginokulasikan sampel uji pada media PCA pada suhu 45℃ dalam cawan petri.

Uji ALT dapat digunakan untuk menghitung banyaknya bakteri yang tumbuh dan berkembang pada sampel, juga sebagai acuan untuk menentukan kualitas dan keamanan simplisia. Simplisia dikatakan berkualitas apabila tidak ada sama sekali cemaran yang tumbuh, atau apabila ada maka jumlahnya haruslah berada dibata yang sudah ditentukan, yaitu tidak lebih dari 104 koloni/ml (Depkes RI, 2014).

Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah Plate Count Agar (PCA). Media PCA mengandung tripton, yeast extract, glukosa, dan agar untuk menutrisi pertumbuhan bakteri dalam media. Teknik yang digunakan adalah teknik pour plate yaitu teknik untuk menghitung jumlah sel yang hidup baik dalam keadaan aerob maupun anaerob.

Metode pour plate (lempeng tuang) adalah suatu teknik di dalam menumbuhkan mikroorganisme di dalam media agar dengan cara menginokulasikan sampel uji pada setiap pengenceran secara duplo dalam media PCA sehingga sel-sel tersebut tersebar merata dan diam baik di permukaan agar atau di dalam agar dan di inkubasi selama 24-48 jam pada suhu 37℃.

Seri pengenceran dibuat hingga 10−6 dengan tujuan sebagai orientasi untuk menentukan tingkat pengenceran yang paling efektif dimana koloni mudah dihitung dan sesuai range. Prinsip dari pengenceran serial adalah diperolehnya koloni bakteri yang tumbuh secara terpisah yang tampak pada cawan petri setelah inkubasi. Setelah sampel diencerkan dan ditanam pada media PCA dan dibiarkan memadat kemudian cawan petri diinkubasi secara terbalik. Tujuan dilakukan inkubasi terbalik adalah supaya uap air yang dihasilkan atau yang terbentuk pada cawan petri selama inkubasi tidak menetes pada media yang akan mengganggu dalam perhitungan jumlah koloni bakteri. Kemudian koloni yang tumbuh akan dihitung menurut cara perhitungan ALT yang tercantum dalam SNI 2897:2008.

Pada penelitian ini juga dibuat kontrol media dan kontrol pelarut. Kontrol media hanya berisi media PCA dengan tujuan untuk memastikan bahwa bakteri

yang tumbuh bukan berasal dari media. Kontrol pelarut berisi media PCA dengan pengencer BPW yang bertujuan untuk memastikan bahwa bakteri yang tumbuh bukan berasal dari pengencer BPW yang digunakan.

Gambar 2. Kontrol media (A) kontrol pelarut (B)

Dapat dilihat pada gambar 2 yaitu pada kontrol media maupun pelarut tidak terdapat pertumbuhan koloni bakteri setelah diikubasi pada suhu 37℃ selama 48 jam. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa media maupun pelarut yang digunakan tidak terkontaminasi mikroba sehingga apabila pada media biakan tumbuh koloni dapat dipastikan berasal dari jamu temulawak.

Hal-hal yang perlu diperhatikan juga terkait dengan alat serta media yang digunakan. Media yang digunakan perlu disterilisasi terlebih dahulu dalam autoklaf dengan suhu 121℃ selama 15 menit kemudian alat yang digunakan perlu disterilisasi terlebih dahulu dalam oven dengan suhu 180℃ selama 1 sampai dengan 2 jam serta pengujian dilakukan dengan metode aseptis untuk meminimalkan kontaminasi sehingga bakteri yang tumbuh pada media benar-benar dari jamu temulawak tersebut.

BPOM RI 2014 menyatakan bahwa ambang batas ALT yang diperbolehkan adalah tidak lebih dari 103 koloni/ ml untuk AKK dan 104 koloni/ ml untuk ALT.

Tabel III. Angka Lempeng Total (ALT) jamu temulawak waktu inkubasi 48 jam

Sampel ALT (koloni/mL)

Pedagang 1 <10 koloni/mL

Pedagang 2 4,3 x 102 koloni/ mL

Pedagang 3 10 koloni/ mL

Berdasarkan hasil ALT pada tabel III (tabel perhitungan lengkap ada pada lampiran 5 dengan mengacu pada SNI 2897:2008) menunjukkan bahwa ketiga sampel jamu temulawak berturut-turut seluruhnya masuk dalam kriteria ambang batas yang diperbolehkan atau masuk dalam range normal ALT seperti yang tercantum dalam BPOM RI 2014 nilai ALT yang diperbolehkan adalah tidak boleh melebihi 104. Sehingga dapat dikatakan bahwa jamu temulawak yang diproduksi oleh ketiga pedagang jamu gendong tersebut layak untuk dikonsumsi masyarakat. Berdasarkan survey yang telah dilakukan oleh peneliti pedagang jamu gendong di Pasar Tradisional Klaten telah memperhatikan cara pembuatan jamu dengan baik dimulai saat penyiapan bahan dimana bahan yang dipilih adalah bahan yang segar berupa rimpang temulawak yang tidak berjamur dan tidak dimakan serangga, selalu meletakkan bahan baku jamu yang akan diproses pada nampan kering dan disimpan pada tempat sejuk dan kering sehingga terhindar dari pertumbuhan jamur, kemudian saat proses pembuatan pedagang jamu selalu

menggunakan alat-alat yang bersih serta kering guna menjamin kebersihan jamunya, sebelum rimpang dilumatkan rimpang segar temulawak juga melewati proses seperti pengupasan kulit temulawak dan dibersihkan dengan dicuci menggunakan air mengalir sampai tidak ada lagi tanah atau kotoran lain yang menempel pada rimpang segar temulawak, para pedagang jamu juga selalu membuat jamu dengan menggunakan air mengalir yang bersih kemudian dipanaskan dengan cara merebusnya dalam api kecil selama 20 menit hingga mendidih. Sehingga dengan demikian layak bahwa jamu temulawak yang dijual oleh pedagang jamu gendong di Pasar Tradisional Klaten layak dan baik untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

60 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian, dapat diambil 2 kesimpulan utama, yaitu :

1. Angka Kapang/ Khamir pada jamu gendong temulawak yang beredar di Pasar Tradisional Klaten adalah <10 koloni/ mL.

2. Angka Lempeng Total pada jamu gendong temulawak yang beredar di Pasar Tradisional Klaten adalah <10 koloni/mL sampai dengan 4,3 x 102 koloni/ mL.

B. SARAN

1. Perlu dilakukan uji identifikasi bakteri Escherichia coli yang terdapat pada jamu untuk melihat adanya bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit.

Dokumen terkait