• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anwar MR, Rahmanto MC, Suroso. 2007. Studi Pengaruh Sedimentasi Kali Brantas terhadap Kapasitas dan Usia Rencana Waduk Sutami Malang. Jurnal Rekayasa Sipil. 1(1):33-42.doi: 1978 – 5658.

Arsyad, S. 2010. Konservasi Air dan Tanah. Bogor (ID): IPB Press.

Asiyanto. 2011. Metode Konstruksi Bendungan. Jakarta (ID): Penerbit Universitas Indonesia.

Basiran A, Pamungkas SW, Sudiana R. 2014. Perhitungan Usia Manfaat Waduk Ir. H. Djuanda. [Internet]. [diperbaharui 2014 Maret 3, diunduh 2014 Agustus 23]. Tersedia pada: http//jatiluhurdam.wordpress.com.

Latifah, S. 2010. Pendugaan erosi dalam Perspektif Sistem Informasi Geografis (SIG).[skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.

[PPPTSDA] Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Sumber Daya Air. (ID). 2000. Laporan Akhir Pemeruman Waduk Ir. H. Djuanda. Purwakarta (ID): Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Badan Penelitian dan Pengembangan Permukiman dan Pengembangan Wilayah.

Raharjo, P. 2008. Simulasi Sedimentasi dan Analisis Umur Waduk Studi Kasus Waduk Saguling [skripsi]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Setyono, E. 2011. Kajian Distribusi Sedimentasi Waduk Wonorejo, Tulungagung,

Jawa Timur. Media Teknik Sipil. 9(2): 132 – 141.

[TETKBKPU] Tim Evaluasi Tingkat Keamanan Bendungan Kementrian Pekerjaan Umum. (ID). 2007. Pengkajian dan Evaluasi Tingkat Keamanan Bendungan di Jawa, Volume III (Jawa Barat, 8 Bendungan). Bandung (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air.

Wahid, A. 2007. Analisis Karakteristik Sedimentasi di waduk PLTA Bakaru. Jurnal Hutan dan Masyarakat. 2(2): 229-236.

Wikandinata, B dan Adinugroho B. 2007. Evaluasi Laju Erosi dan Laju Sedimentasi pada Waduk Cacaban Tegal [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Katolik Soegijapranata.

Wilson, EM. 1993. Hidrologi Teknik. Purbohadiwidjoyo, penerjemah; Suroso, editor. Bandung (ID): Penerbit ITB. Terjemahan dari: Engineering Hydrology. Ed ke-4.

Sumber: PPPTSDA 2000

Sumber: PPPTSDA 2000

Lampiran 2 Lokasi DAS Citarum Hulu dan Sub DAS Waduk Jatiluhur

Sub DAS Waduk Jatiluhur (Bagian dari DAS Citarum Hulu) DAS Citarum Hulu

1. Menurut Basiran et al (2014), selama 24 tahun (1963-1987) sebelum dibangun waduk Saguling dan Cirata, kandungan lumpur pada waduk Jatiluhur dihitung dari selisih kapasitas air waduk di tahun 1963 dan tahun 1987 dan kemudian dibagi dengan selisih tahunnya. Volume waduk tahun 1963 dan 1987 secara berurutan adalah 2.970.000.000 m3 dan 2.556.000.000 m3

� ℎ = � �ℎ ℎ

� ℎ = . . . − . . . = . .

2. Dengan faktor keamanan 10% maka sedimen per tahun tersebut diperbesar dengan asumsi kondisi sedimentasi terburuk

� ℎ = % −% % . . = . .

3. Banyaknya persentase lumpur setiap m3 aliran inflow didapat dengan membagi sedimentasi per tahun dengan inflow waduk Jatiluhur sebelum dibangun waduk Saguling dan Cirata lalu dikalikan 100%. Debit rata- rata tahunan inflow waduk Jatiluhur selama tahun 1963-1987 adalah sebesar 5.755.000.000 m3

% � � = . . . . . % = , %

1. Masuk ke dalam ArcGIS versi 10

2. Setelah melihat tampilan seperti gambar di bawah, maka selanjutnya ikuti instruksi.

3. Klik menu file > new > new blank document > pilih folder > OK

4. Lakukan Georeferencing process dengan instruksi berikut: Klik menu view > Data Frame Properties > Tab Coordinate System > Select Coordinate System > Predefined > Project Coordinate System > UTM > WGS 1984 > Southern Hemisphere > Zone 48S

5. Wilayah Southern Hemisphere berarti lokasi berada di selatan garis khatulistiwa dan zona 48S merupakan nomor zona pada sistem WGS 1984 dimana lokasi berada.

6. Munculkan menu editor dan georeferencing dengan klik kanan di toolbar menu 7. Untuk menghitung luas wilayah maka peta yang digunakan adalah peta pos dan stasiun cuaca yang memiliki keterangan garis lintang dan juga bujur dengan format jpg. Instruksi memasukkan gambar tersebut adalah dengan klik ikon

Add Data > Connect to folder > Pilih gambar peta

8. Tentukan 4 titik koordinat terluar yang membatasi cakupan area yang diinginkan

9. Klik ikon Add Control Point kemudian klik kanan di salah satu titik koordinat

10.Masukkan nilai garis bujur dan garis lintang. Harap diperhatikan jika garis lintang di bawah garis khatulistiwa maka harus ditambahkan tanda minus (-) di depan angka. Kemudian lakukan untuk 3 titik lainnya

11.Setelah lengkap maka klik ikon kemudian klik Rectify > save as dengan format .tiff

12.Setelah file menjadi .tiff maka file sudah bukan bersifat gambar biasa melainkan menjadi data yang sudah bisa ditelusuri luas dan jaraknya.

Lampiran 4 Lanjutan

13.Untuk memulai proses digitasi maka klik jendela catalog > klik kanan di folder tujuan > new shape file > pilih feature type > point > edit > masukkan daftar sistem koordinat > select > Project Coordinate System > UTM > WGS 1984 > Southern Hemisphere > Zone 48S > OK

14.Jika sudah maka file tersebut sudah berformat .shp

15.Klik ikon > Start editing > Pilih file point.shp > klik pos stasiun 16.Input peta batas sub DAS Waduk Jatiluhur dan lakukan georeferencing process

seperti langkah nomor 4

17.Ulang proses digitasi menghitung dan membatasi sub DAS waduk Jatiluhur seluruhnya sehingga menjadi data .tiff

18.Untuk memulai proses digitasi sub DAS waduk Jatiluhur maka klik jendela catalog > klik kanan di folder destinasi > new shape file > pilih feature type > polygon > edit > masukkan daftar sistem koordinat > select > Project Coordinate System > UTM > WGS 1984 > Southern Hemisphere > Zone 48S > OK

19.Klik ikon > Start editing > pilih polygon.shp > lalu buat poligon mengikuti batas sub DAS Waduk Jatiluhur. Jika sudah lengkap klik editor > stop editing > save editing

Lampiran 4 Lanjutan

20.Lalu untuk memulai menyambungkan titik- titik stasiun agar bisa dikembangkan dengan metode polygon thiessen adalah dengan melakukan seperti langkah 13.

21.Lakukan proses digitasi maka klik file point.shp yang sebelumnya sudah dibuat 22.Kemudian save as dengan format .DWG dan dibuka di software AutoCAD 2010. Hubungkan titik- titik tersebut dengan command line. Lalu dibuat offset dari setiap garis yang terbentuk. Buat garis pada mid point setiap pasang garis. Lalu pertemuan dari perpotongan 3 garis tengah menjadi pusat. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut.

23.Setelah selesai dari AutoCAD, file kemudian di-save dan dibuka ulang di ArcGIS

24.Dari 3 wilayah yang sudah dibatasi lalu kemudian dihitung luasnya dengan cara seperti pada tahap 18

25.Ulangi tahap 19 dan pilih .shp lalu buat poligon dari setiap wilayah yang dibatasi. Lengkapi 2 wilayah lainnya mengikuti batas terluar dari sub DAS Waduk Jatiluhur

26.Masuk ke Table of content lalu klik kanan di file poligon.shp lalu pilih open attribute table

27.Dari attribute table lalu klik kanan di kolom Id > calculate geometry > lalu pilih satuan luasan yang dikehendaki. Misalnya pada kasus ini digunakan satuan m2 sehingga pada Polygon jenis 1 luasannya adalah 143.877 m2 atau 14,38 ha.

Luasan DTA 1 Luasan DTA 2 Luasan DTA 3

1. Untuk tahun 2004 Masukkan luas dan curah hujan dari stasiun Tegalwaru, Cilentah dan Karangtoman

= , � . + , � + , � , + , + ,

=

. , + . , + . ,

=

. , = 1.292,82

2. Langkah yang sama juga dilakukan sampai tahun 2013 lalu direkapitulasi seperti Tabel 10

3. Kemudian dicari rata- rata curah hujan 10 tahun (Y) sehingga didapatkan 2.109,96 mm

4. Konversi nilai Y dalam satuan cm menjadi 210,99 cm dan dimasukkan ke dalam persamaan berikut sehingga nilai R nya dapat diketahui:

= 237,4 + 2,61 (210,99) = 788,08 N/h

1. Langkah- langkah hampir mirip dengan lampiran 2

2. Dengan menggunakan file batas sub DAS Waduk Jatiluhur .shp yang sudah dibuat sebelumnya, maka peta jenis tanah, peta kemiringan lereng dari DEM dan peta tutupan lahan dipotong berdasarkan luasan sub DAS Waduk Jatiluhur 3. Karena file ketiga peta tersebut sudah berformat .tiff sehingga tidak perlu

dilakukan georeferencing kembali

4. Peta yang harus diolah dulu sebelum proses digitasi luas dimulai adalah peta DEM. Peta DEM bisa diatur kemiringan lerengnya sesuai yang dikehendaki 5. Klik ArcToolbox > Pilih (klik +) 3D Analyst Tools > Pilih (klik +) Raster

Surface > Double klik Slope 6. Muncul Toolbox

7. Pada bagian input raster, ketik atau pilih “file input DEM”

8. Pada bagian output raster, ketik atau pilih alamat dan nama “file hasil”

9. Klik “OK”

10. Setelah file DEM diinput maka selanjutnya peta tersebut tampil pada Tableof Content. Pilih peta DEM tersebut lalu klik kanan > properties

11. Pada Layer Properties > Symbology Lampiran 6 Proses digitasi

12.Lalu pada box show pilih > Classified

13.Pada classification pilih manual dan atur menjadi 5 classes

14.Masukan kemiringan lereng yang dikehendaki. 5 kelas ini adalah kemiringan lereng dengan kelas 0-5%, 5-15%, 15-35%, 35-50% dan lebih dari 50% lalu pilih OK maka peta dengan kemiringan lereng yang dikehendaki siap diolah lebih lanjut

15.Sebelum diolah, worksheet diberi kotak- kotak pembatas (grid) agar mempermudah proses digitasi. Pemberian grid dilakukan dengan klik pilihan menu view pada toolbar > Data frame Properties > Grid > New Grid > Graticule > Next > Atur menit dan detik serta skala yang dikehendaki.

16.Konsep dari digitasi luas pada tahap ini adalah membuat peta- peta tersebut seolah- olah seperti layer- layer yang saling tindih satu sama lain. Layer pertama adalah peta jenis tanah, layer kedua adalah peta tutupan lahan dan layer ketiga adalah peta kemiringan lereng

17.Urutan peta tersebut didasarkan pada tingkatan detail petanya. Peta dengan detail paling banyak dan rumit diolah paling terakhir.

18.Total ada 17 Grid dari seluruh wilayah sub DAS yang diolah. Pemberian Grid dimaksudkan agar pengolahan data dengan proses digitasi ini bisa secara detail dan teliti

19.Dari setiap grid diperiksa ada berapa jenis tanah, ada berapa macam tutupan lahan, dan dari setiap macam tutupan lahan ada berapa kemiringan lereng

Lampiran 7 Peta hasil digitasi

Sumber: Peta tutupan lahan rupa bumi Indonesia skala 1:25.000 tahun 1996 hasil ground check BAPEDAS Citarum-Ciliwung tahun 2013

Lampiran 8 Peta tutupan lahan sub DAS Waduk Jatiluhur

Sumber: Hasil analisis yang bersumber dari peta DEM citra SRTM tahun 2013 resolusi 30x30 m

Sumber: Peta jenis tanah berasal dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat tahun 1992 berskala 1:250.000

1. Perhitungan dengan metode Interpolasi pada Tabel 5 − − = � − � � − � Keterangan:

X = Luas yang diketahui

Xi = Koefisien yang dicari pada luas yang diketahui a = Luas selang bawah

ai = Koefisien pada luas selang bawah b = Luas selang atas

bi = Koefisien pada luas selang atas

Bila luas sub DAS Waduk Jatiluhur sebesar 30.600 ha, maka:

. − . . − . = � − , − . . = � − − , − , = � − − = � − � = − � = Xi = 10,11

2. Mencari laju sedimentasi dengan menggunakan SDR SR = SDR x A = 10,11% x 2.823.638,95 ton/tahun = 285.469,89 ton/tahun SR = . , / �ℎ ⍴ � �ℎ ��� = . , / �ℎ , / 3 = 190.313,26 m3/tahun

Bila: Qi.a = 2.563.000.000 m3/tahun Qi.b = 2.543.000.000 m3/tahun Qi.c = 649.000.000 m3/tahun Maka, . = % [ % % , % �. + , % �. + , % �. ] Qt.c = 90% x [ 10% (10% x 0,33% x 2.563.000.000 + 0,33% x 2.543.000.000) + (0,33% x 649.000.000)] Qt.c = 90% x [ 10% (845.790 + 8.391.900) + (2.141.700)] Qt.c = 90% x [ 10% (9.237.690) + (2.141.700)] Qt.c = 90% x [ 923.769 + 2.141.700] Qt.c = 90% x 3.065.469 = 2.758.922, 1 m3/tahun

Sumber: PPPTSDA 2000

Arah Aliran Menuju Waduk Jatiluhur Lampiran 14 Peta perkiraan umum konsentrasi sedimen

1. Volume dead storage didapatkan dengan memasukkan nilai elevasi dead storage sebesar 75 m ke dalam persamaan (7)

2. Volume dead storage kemudian dibagi dengan laju sedimentasi dengan pendekatan sistem kaskade

= , � − , � + , �

= , − , + ,

= , − , + , = ,

Karena persamaan (7) dalam satuan juta, maka volume dead storage menjadi 578.900.000 m3

= � � � � � �ℎ��� = . . . . , = 209,82

Atau dibulatkan menjadi 209 tahun terhitung semenjak tahun 2000. Oleh karena itu sejak tahun 2014, waduk diperkirakan masih dapat beroperasi hingga 195 tahun lagi

209 – ( 2014 - 2000) = 195 tahun

Dokumen terkait