• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ali MF. 2011. Kerbau dan masyarakat Banten: Perspektif Etno-Historis. Di dalam: Percepatan Perbibitan dan Pengembangan Kerbau melalui Kearifan Lokal dan Inovasi Teknologi untuk Mensukseskan Swasembada Daging Kerbau dan Sapi serta Peningkatan Kesejahteraan Peternak. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau; Lebak, 2-4 Nov 2010. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm 23-29.

Amano T, Katsumata M, Suzuki S. 1981. Morphological and genetical survey of water buffeloes in Indonesia. Grant-in-Aid for overseas scientific survey. The origin and phylogeny of Indonesian native livestock. Part II. The Research Group of Overseas Scientific Survey.

Ancok J. 1989. Validitas dan reabilitas instrumen penelitian. Di dalam: Singarimbun M, editor. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES. hlm 122- 145.

Angraeni A, Sumantri C, Praharani L, Dudi, Andreas E. 2011. Estimasi jarak genetik kerbau rawa lokal melalui pendekatan analisis morfologi. JITV in press.

[Bapeda] Badan Perencanaan Daerah Provinsi Banten. 2006. Pengembangan komoditi unggulan usaha mikro, kecil dan menengah dan komoditi berorientasi ekspor di Provinsi Banten. Banten: Bapeda.

[Bapeda] Badan Perencanaan Daerah Provinsi Banten. 2011. Indikator ekonomi Provinsi Banten. Banten: Bapeda.

Bandiati S. 2010. Ilmu Pemuliaan Ternak. Bandung: UNPAD Pr. hlm 40-45. Banerjee GC. 1982. A Text Book of Animal Husbandry. Ed ke-5. New Delhi: IBH

Pub. hlm 79-85.

Berthouly C, Rognon X, Nhu Van T, Maillard JC. 2009. Genetic and morphometric characterization of a local Vietnamese Swamp Buffalo population. J Anim BreedGen 4:1-11.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Banten dalam Angka. Jakarta: BPS.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Laporan Eksekutif Produksi dan Kebutuhan Daging Nasional. Jakarta: BPS.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Rilis Akhir Pendataan Sapi Potong, Perah dan Kerbau 2011. Jakarta: BPS.

Bourdon R.M. 2000. Understanding Animal Breeding. Ed ke-2. New Jersey: Prentice Hall. hlm 72-80.

Chagunda MGG, Wollny CBA. 2005. A concept note on interactive processes and technologies to conserve indigenous farm animal genetic resources Malawi. Univ of Malawi Pr. hlm 23-30.

Chantalakana Ch. 1986. Breeding Improvement of Swamp Buffalo. Didalam: 3rd World Congress on Genetics Applied to Livestock Production. Lincoln: University of Nebraska Pr.

Chantalakana C, Skunmun P. 2002. Sustainable Smallholder Animal Systems in The Tropics. Ed ke-1. Bankok: Kasetsart University Pr. hlm 15-17.

Cockrill WR. 1974. Observation on Skin Colour and Hair Patterns In The Husbandry and Health of the Domestic Buffalo. Rome: FAO.

Cruz L. 2007. Trends in buffalo production in Asia. J Anim Sci 6:9-12. . [Deptan] Departemen Pertanian. 2006. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 35/ Permentan/OT.140/8/2006 tentang Pedoman Pelestarian dan Pemanfaatan Sumberdaya Genetik Ternak. Jakarta: Deptan.

[Deptan] Departemen Pertanian. 2006. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 56/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Pedoman Pembibitan Kerbau yang Baik (Good Breeding Practice). Jakarta: Deptan.

[Ditjenak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2007. Statistik Peternakan 2006. Jakarta: Arena Seni Pr. hlm 10-16.

[Ditjenak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Statistik Peternakan 2009. Jakarta: Arena Seni Pr. hlm 15-20.

Diwyanto K, Handiwirawan E. 2006. Strategi Pengembangan Ternak Kerbau Aspek Penjaringan dan Distribusi. Di dalam: Usahaternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau; Sumbawa, 4-5 Agu 2006. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm 35-39.

Effendi S. 1989. Proses Penelitian Survey. Di dalam: Singarimbun M, editor. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES. hlm 16-30.

Fahimuddin M. 1979. Domestic Water Buffalo. New Delhi: IBH Pub. Hlm 76-89.

Falconer DS, Mackay TFC. 1996. Quantitative Genetics. Ed ke-4. England: Longman. hlm 84-86.

Gunawan, Romjali E, Thalib C. 2011. Kebijakan Pengembangan Pembibitan Kerbau mendukung Swasembada Daging Sapi/Kerbau. Di dalam:

Percepatan Perbibitan dan Pengembangan Kerbau melalui Kearifan Lokal dan Inovasi Teknologi untuk Mensukseskan Swasembada Daging Kerbau dan Sapi serta Peningkatan Kesejahteraan Peternak. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau; Lebak, 2-4 Nov 2010. Bogor: Pusat Penelitian dan PengembanganPeternakan. hlm 241-245.

Handiwirawan E, Suryana, Thalib C. 2009. Karakteristik Tingkah Laku Kerbau untuk Manajemen Produksi yang Optimal. Di dalam: Peningkatan Peran Kerbau dalam Mendukung Kebutuhan Daging Nasional. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau; Tana Toraja, 24-26 Okt 2008. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm 97-103. Hardjosubroto W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Jakarta:

Gramedia. hlm 202-209.

Hardjosubroto W. 2006. Kerbau mutiara yang terlupakan. Orasi purna tugas. Yogyakarta: Fapet UGM.

Herera M, Rodero E, Guiterrez, Peria F, Rodero JM. 1996. Application of multifactorial discriminant analysis in the morpho structural differentiation of Andalusian caprine breeds. Small Rum Res 22:39-47.

Hokkonen JM and Jutzi S. 2002. Trends in animal agriculture indeveloping countries and implications on animal Recording. Di dalam: Hokkonen JM, editor. Proceedings of the FAO/ICAR Seminar held in Interlaken.

Switzerland, 27 May 2002.

Intaramongkol J. 1998. Prospects on genetic improvement of swamp buffaloes in Thailand. Memeograph note. Thailand: Surin Livestock Breeding Station. hlm 22.

Irurueta M , Cadoppi A, Langman L, Grigoni G, Carduza F. 2008. Effect of aging on the characteristics of meat from water buffalo grown in the Delta del Prana region of Argentina. Meat Sci 79:529-533.

Juarini E, Sumanto, Budiarsana IGM, Praharani L. 2011. Studi Kelayakan Usaha Pembibitan Ternak Kerbau di Propinsi Banten. Di dalam: Percepatan Perbibitan dan Pengembangan Kerbau melalui Kearifan Lokal dan Inovasi Teknologi untuk Mensukseskan Swasembada Daging Kerbau dan Sapi serta Peningkatan Kesejahteraan Peternak. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau; Lebak, 2-4 Nov 2010. Bogor: Pusat Penelitian dan PengembanganPeternakan. hlm 127-134.

Kandeepan G, Biswas S, Rajkumar RS. 2009. Buffalo as a potential food animal. J Livst Prod 1:001-005.

Kosgey IS. 2004. Breeding objective and breeding strategies for small suminants in the tropics. [Disertasi]. Wageningen: Animal Breeding and Genetics Group, Wageningen University.

Koobkaew K, Wanapat M. 2004. Village buffalo production, conservation and development. http://www.mekarn.org/procbuf/koob.htm. [04 Sep 2006].

Kumar S, Tamura K, Nei M. 1993. MEGA. Molecular Evolutionary Genetics Analysis. Version 1.01. Pensylvania: Institut of Molecular Evolutioner Genetic, The Pennsylvania University.

Kusnadi A, Kusumaningrum DA, Sianturi RG, Triwulaningsih E. 2005. Fungsi dan peranan kerbau dalam sistem usaha tani di Provinsi Banten. Di dalam:

Potensi Kerbau menunjang Kecukupan Daging Nasional. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau; Bogor 12-13 Sep 2005. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm 316-322.

Mahadevan P. 1992. Distribution, ecology and adaptation buffalo. Di dalam: Cockrill WR, editor. World Animal Science (Buffalo Production). Rome: FAO.

Maijala K , Cherekaev AV, Devillard JM, Reklewski Z, Stain B. 1984. Conservation of animal genetic resources in Europe. Livest Prod Sci 11:3- 22.

Mantra IB, Kastro. 1989. Penentuan Sampel. Di dalam: Singarimbun M, editor. Metode Penelitian Survey. Jakrta: LP3ES. hlm 149-173.

Martojo H. 1990. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Timggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Martojo H. 2002. Analisis Manfaat dan Risiko Hasil Rekayasa Genetik dalam aspek: Produktivitas, perlindungan dan keanekaan hewan. Di dalam: Analisis Manfaat dan Risiko Hasil Rekayasa Genetik. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Genetik; Bandung, 10-12 Mar 2002. Bandung: UNPAD Pr. hlm 85-90.

Maureen CE, Kardiyanto E. 2011. Potensi Pengembangan Kerbau di Provinsi Banten mendukung Swasembada Daging. Di dalam: Percepatan Perbibitan dan Pengembangan Kerbau melalui Kearifan Lokal dan Inovasi Teknologi untuk Mensukseskan Swasembada Daging Kerbau dan Sapi serta Peningkatan Kesejahteraan Peternak. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau; Lebak, 2-4 Nov 2010. Bogor: Pusat Penelitian dan PengembanganPeternakan. hlm 121-125.

Mitra A, Schele P, Balakrisnan CR, Pirchner F. 1995. Polymorphisms at growth hormone and prolactin loci in India cattle and buffalo. J Anim Bred Genet 112:71-74.

Na-Chiangmai A. 2000. Development of Buffalo Breeding Shceme in Thailand. Didalam: Moioli B J. Hokkonen MJ, Galal S, Zjalic M, editor. ICAR Technical Series No.4.

Nei M. 1987. Molecular Evolutionary Genetics. New York: Columbia Univ Pr. hlm 23-34.

Olson TA. 1999. Genetic of Colour Variation. Di dalam: Fries RF, Ruvinsky A, editor. The Genetic of Cattle. New York: CABI Pub. hlm 33-40.

Panyachatrak P. 2001. Thai buffalo crisis. J Buffalo 20:75-78.

Philipsson J, JEO Rege. 2002. Sustainable breeding programes fo tropical farming systems. Animal Genetics Training Resources. ILRI-SLU.

Rahmat D. 2006. Analisis dan pengembangan pola pemuliaan (breeding scheme)

domba Priangan yang berkelanjutan. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Rohmat D, Sumantri C, dan Farajallah A. 2011. Identifikasi keragaman gen GH, GHRH, dan Pit-1 pada kerbau din Propinsi Banten. Di dalam: Percepatan Perbibitan dan Pengembangan Kerbau melalui Kearifan Lokal dan Inovasi Teknologi untuk Mensukseskan Swasembada Daging Kerbau dan Sapi serta Peningkatan Kesejahteraan Peternak. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau; Lebak, 2-4 Nov 2010. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm 43-48.

Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin. Proses hirarki analitik untuk pengambilan keputusan dalam situasi yang kompleks. Setiono L, Penerjemah; Peniwati K, editor. Jakarta: Pustaka Binaman Pr. Terjemahan dari: Decisions Making for Leaders. The Analytical Hierarchy Process for Decisions in Complex World.

Sartini. 2004. Menggali kearifan lokal nusantara sebuah kajian filsafati. J Fils

37:2. hlm 111-115.

Searle AG, 1968. Comparative genetics of coat colour in mammals. London:Logos Pr. hlm 187-189

Sivarajasingam S. 1986. Improvement And Conservation Of Buffalo Genetic Rresources In Asia. Livestock Research Division, MARDI, Kuala Lumpur. Sudjana. 1982. Metoda Statistika. Edisi ke-1. Bandung:Tarsito Pr. hlm 207-209.

Sumantri C.Diyono R, Farajallah A, Anggraeni A, Andreas E. 2010. Pemanfaatan famili gen Hormon Pertumbuhan (GH, GHR, GHRH dan PIT-1) untuk mendeteksi keragaman genetik kerbau di Kabupaten Pandeglang dan Lebak Provinsi Banten. JITV 15:286-296.

Suparyanto A, Purwadaria T, Subandriyo. 1999. Pendugaan jarak genetik dan faktor peubah pembeda bangsa dan kelompok domba di Indonesia melalui pendekatan analisis morfologi. JITV 4:80-87.

Suryanto B, Mukh A, Edy R. 2002. Potential swamp buffalo development in Central Java, Indonesia. Buffalo Bul 21:3-11.

Talib C., Matondang RH, Herawati T. 2011. Pembibitan kerbau menunjang swasembada daging di Indonesia. Di dalam: Percepatan Perbibitan dan Pengembangan Kerbau melalui Kearifan Lokal dan Inovasi Teknologi untuk Mensukseskan Swasembada Daging Kerbau dan Sapi serta Peningkatan Kesejahteraan Peternak. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau; Lebak, 2-4 Nov 2010. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm 8-14.

Thevamanoharan K, Vandepitte W, Mohiuddin G, Chantalakhana C. 2001. Restricted maximum likelihood animal model estimates of heritability for various growth traits and body measurements of swamp buffaloes. Pak J Agr Sci 38:1-4.

Trivedi KR. 2000. Buffalo Recording Systems in India. Di dalam: Moioli B J. Hokkonen MJ, Galal S, Zjalic M, editor. ICAR Technical Series No.4. Warwick EJ, JM Astuti dan W Hardjosubroto. 1995. Pemuliaan Ternak.

Yogyakarta: UGM Pr.

Willey EO. 1981. Phylogenetics: The Theory and Practice of Phylogenetics Systematics. New York: John Wiley & Son.

Wollny CBA, Banda JW, Mlewah TFT, Phoya RKD. 2002. The lesson livestock improvement failure: revising breeding strategies for indigenous Malawi sheep. Di dalam: Proceeding of the seventh World Congress on Genetics Applied to Livestock. Production. Montpellier, 19-23 Aug 2002. hlm 345-348.

Wollny CBA. 2003. The need to conserve farm animal genetic resources through community-based in Africa. J Ecol Econ 45:341-351.

Lampiran 1 Daftar Pertanyaan untuk Responden

IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama : ………..

2. Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan. 3. Lokasi : a. Kabupaten : ………... b. Kecamatan : ... c. Desa : ………... Karakteristik Responden a. Umur : ……….. Tahun b. Pendidikan Formal : a. SD b. SLTP

c. SLTA d. Perguruan Tinggi e. Tidak sekolah c. Pendidikan Non Formal : a. ……….………..

b. ……….………..

c. ……….………..

d. Pekerjaan Utama/Pokok : ……….……….

e. Pekerjaan sampingan : ……….……….

f. Lama beternak Kerbau : ……….……….

g. Identifikasi pengetahuan peternak dalam kegiatan pemuliaan Uraian Skor/nilai * 1. Mengetahui gejala-gejala berahi kerbau. ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

2. Peternak mengetahui bahwa mengawinkan kerbau harus dilakukan pada waktu berahi.

( ) ( ) ( ) ( ) ( )

3. Peternak mengetahui bahwa mengawinkan kerbau yang berkerabat dekat dapat meng- hasilkan keturunan yang jelek. ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

4. Mengetahui tujuan pemulian. ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

5. Kegiatan yang dilakukan untuk meningkat- Kan mutu genetik kerbau. ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

6. Mengetahui cara dan manfaat seleksi. ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

7. Mengetahui kriteria seleksi untuk pejantan. ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

8. Mengetahui kriteria seleksi untuk induk. ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

9. Mengetahui cara dan manfaat pencatatan. ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

10. Catatan kerbau yang dilakukan peternak. ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) * 1 = sangat jelek; 2 = jelek; 3 = sedang; 4 = baik; 5 = sangat baik

Lampiran 1 (lanjutan)

h. Identifikasi motivasi peternak dalam kegiatan pemuliaan

Uraian Skor/nilai *

1. Tujuan beternak kerbau. ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) 2. Pengalaman beternak kerbau. ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) 3. Tujuan meningkatkan mutu genetik kerbau. ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) 4. Keuntungan materi/non materi dengan

kepemilikan kerbau unggul.

( ) ( ) ( ) ( ) ( )

5. Apa yang mendorong peternak berkelompok. ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) 6. Apakah berkelompok atas inisiatif sendiri. ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) 7. Apakah dengan berkelompok, peternak.

mendapatkan manfaat.

( ) ( ) ( ) ( ) ( )

8. Apakah dengan berkelompok mendapatkan kemajuan dalam usaha ternak kerbau.

( ) ( ) ( ) ( ) ( )

9. Apakah peternak aktif mencari pengetahuan budidaya kerbau di luar kelompok.

( ) ( ) ( ) ( ) ( )

10. Apakah dengan mengikuti kegiatan kelompok akan mendapatkan fasilitas yang dibutuhkan untuk kegiatan beternak kerbau.

( ) ( ) ( ) ( ) ( )

Lampiran 1 (lanjutan)

i. Identifikasi partisipasi peternak dalam kegiatan pemuliaan

Uraian Skor/nilai *

1. Apakah peternak berperan aktif dalam kegiatan kelompok.

( ) ( ) ( ) ( ) ( )

2. Apakah peternak menghadiri pertemuan Kelompok.

( ) ( ) ( ) ( ) ( )

3. Dalam pertemuan kelompok apakah sering membrikan ide untuk kemajuan kelompok.

( ) ( ) ( ) ( ) ( )

4. Apakah peternak ikut dalam merencanakan kegiatan kelompok.

( ) ( ) ( ) ( ) ( )

5. Apa peternak ikut menentukan dalam pemasaran hasil usaha ternak kerbau.

( ) ( ) ( ) ( ) ( )

6. Berapa jauh peternak memanfaatkan hasil kegiatan kelompok.

( ) ( ) ( ) ( ) ( )

7. Apakah peternak melaporkan kemajuan usahanya dan mengevaluasi hasil kegiatan kelompok.

( ) ( ) ( ) ( ) ( )

8. Berapa jauh peternak memberikan kontribusi terhadap kelompok, termasuk ternak bibit atau fasilitas yang dimilikinya untuk digunakan

bersama.

( ) ( ) ( ) ( ) ( )

9. Apakah peternak memberikan kontribusi dalam pembiayaan kelompok.

( ) ( ) ( ) ( ) ( )

10. Apakah peternak ikutserta menyebarluaskan informasi yang dimiliknya kepada sesama anggota kelompok atau peternak lain di luar kelompok.

( ) ( ) ( ) ( ) ( )

Lampiran 2 Kuesioner penentuan bobot faktor-faktor yang berpengaruh terhadap program pemuliaan kerbau rawa pada peternakan rakyat

KUESIONER

Penentuan Bobot Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Program Pemuliaan Kerbau Rawa pada Peternakan Rakyat

Nama Responden : ... Umur : ... Pendidikan terakhir : ... Pekerjaan : ... Alamat : ... Penjelasan:

1. Penentuan bobot dilakukan dengan penerapan Metode Proses Hirarki Analitik.

2. Pertanyaan yang diajukan berbentukperbandingan antara elemen baris dengan elemen kolom pada tabel yang disediakan.

3. Masing-masing kotak dalam tabel diberikan nilai oleh responden berdasarkan tingkat kepentingan dari elemen-elemen yang dibandingkan secara berpasangan.

4. Responden hanya mengisi kotak dalam tabel yang berwarna putih sajabdengan salah satu nilai skala yang disediakan.

5. Nilai komparasi yang diberikan mempunyai skala 1 sampai 9 dan kenalikannya (1, ½, 1/3, ... 1/9) yang didefinisikan pada tabel berikut. Skala banding berpasangan (Saati 1993)

Intensitas Pentingnya

Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen menyumbangnya sama besar pada sifat itu

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting ketimbang yang lainnya

Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas yang lainnya

5 Elemen yang satu esensial atau sangat penting ketimbang elemen lainnya

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas elemen yang lainnya 7 Satu elemen jelas lebih penting

dari elemen yang lainnya

Satu elmen dengan kuat disokong, dan dominannya telah terlihat dalam praktek

9 Satu elemen mutlak lebih penting ketimbang elemen lainnya

Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan

2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua pertimbangan yang berdekatan

Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan

Faktor A B C D E F G H I A B C D E F G H I Keterangan: A. Sumberdaya manusia B. Sumberdaya ternak C. Tujuan pemuliaan D. Parameter genetik E. Seleksi dan perkawinan F. Infrastruktur

G. Sosial budaya H. Pasar

Lampiran 3 Matrik Bobot Faktor

Responden Peternak Kerbau Rawa Serang

Faktor A B C D E F G H I A 1.00 0.50 0.33 0.50 0.50 0.50 0.14 0.50 0.50 B 2.00 1.00 0.50 0.50 0.50 0.50 0.14 0.50 0.33 C 3.00 2.00 1.00 0.20 0.50 0.33 0.14 0.33 0.50 D 2.00 2.00 5.00 1.00 0.25 0.50 0.14 0.50 0.50 E 2.00 2.00 2.00 4.00 1.00 0.14 0.14 0.17 0.50 F 2.00 2.00 3.00 2.00 7.00 1.00 0.14 0.50 0.50 G 7.00 7.00 7.00 7.00 7.00 7.00 1.00 0.14 0.50 H 2.00 2.00 3.00 2.00 6.00 2.00 7.00 1.00 0.50 I 2.00 3.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 1.00 Total 23.00 21.50 23.80 19.20 24.80 14.00 10.90 5.64 4.83 Faktor A B C D E F G H I Vektor A 0.04 0.02 0.01 0.03 0.02 0.04 0.01 0.09 0.10 0.04 B 0.09 0.05 0.02 0.03 0.02 0.04 0.01 0.09 0.07 0.05 C 0.13 0.09 0.04 0.01 0.02 0.02 0.01 0.06 0.10 0.06 D 0.09 0.09 0.21 0.05 0.01 0.04 0.01 0.09 0.10 0.08 E 0.09 0.09 0.08 0.21 0.04 0.01 0.01 0.03 0.10 0.07 F 0.09 0.09 0.13 0.10 0.28 0.07 0.01 0.09 0.10 0.11 G 0.03 0.33 0.29 0.36 0.28 0.50 0.09 0.18 0.10 0.27 H 0.09 0.09 0.13 0.10 0.24 0.14 0.64 0.18 0.10 0.19 I 0.09 0.14 0.08 0.10 0.08 0.14 0.18 0.35 0.21 0.15 Total 1.00 Keterangan: J. Tujuan pemuliaan K. Parameter genetik L. Seleksi dan perkawinan M. Sumberdaya ternak N. Sumberdaya manusia O. Infrastruktur P. Sosial budaya Q. Pasar R. Kebijakan pemerintah

Lampiran 3 (lanjutan)

Responden Peternak Kerbau Rawa Pandeglang

Faktor A B C D E F G H I A 1.00 0.25 0.33 1.00 1.00 0.50 0.14 1.00 0.50 B 4.00 1.00 0.25 0.50 1.00 0.50 0.17 0.50 0.33 C 3.00 4.00 1.00 0.33 0.25 0.50 0.14 0.50 0.50 D 1.00 2.00 3.00 1.00 0.50 0.50 0.14 0.50 0.50 E 1.00 1.00 4.00 2.00 1.00 0.33 0.25 0.33 0.50 F 2.00 2.00 2.00 2.00 3.00 1.00 0.20 0.50 0.50 G 7.00 6.00 7.00 7.00 4.00 5.00 1.00 0.14 0.50 H 1.00 2.00 2.00 2.00 3.00 2.00 7.00 1.00 0.50 I 2.00 3.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 1.00 Total 22.00 21.25 21.58 17.83 15.75 12.33 11.05 6.48 4.83 Faktor A B C D E F G H I Vektor A 0.05 0.01 0.02 0.06 0.06 0.04 0.01 0.15 0.10 0.06 B 0.18 0.05 0.01 0.03 0.06 0.04 0.02 0.08 0.07 0.06 C 0.14 0.19 0.05 0.02 0.02 0.04 0.01 0.08 0.10 0.07 D 0.05 0.09 0.14 0.06 0.03 0.04 0.01 0.08 0.10 0.07 E 0.05 0.05 0.19 0.11 0.06 0.03 0.02 0.05 0.10 0.07 F 0.09 0.09 0.09 0.11 0.19 0.08 0.02 0.08 0.10 0.10 G 0.32 0.28 0.32 0.39 0.25 0.41 0.09 0.15 0.10 0.26 H 0.05 0.09 0.09 0.11 0.19 0.16 0.63 0.15 0.10 0.18 I 0.09 0.14 0.09 0.11 0.13 0.16 0.18 0.31 0.21 0.16 Total 1.00 Keterangan: A. Tujuan pemuliaan B. Parameter genetik C. Seleksi dan perkawinan D. Sumberdaya ternak E. Sumberdaya manusia F. Infrastruktur G. Sosial budaya H. Pasar I. Kebijakan pemerintah

Lampiran 3 (lanjutan)

Responden Peternak Kerbau Rawa Lebak

Faktor A B C D E F G H I A 1.00 0.50 0.33 0.50 0.25 0.50 0.14 1.00 1.00 B 2.00 1.00 1.00 1.00 1.00 0.50 0.17 0.50 0.33 C 3.00 1.00 1.00 0.20 0.50 0.33 0.14 0.50 1.00 D 2.00 1.00 5.00 1.00 0.25 0.50 0.14 0.50 0.50 E 4.00 1.00 2.00 4.00 1.00 0.20 0.17 0.17 0.50 F 2.00 2.00 3.00 2.00 5.00 1.00 0.20 0.50 1.00 G 7.00 6.00 7.00 7.00 6.00 5.00 1.00 0.14 0.50 H 1.00 2.00 2.00 2.00 6.00 2.00 7.00 1.00 0.50 I 1.00 3.00 1.00 2.00 2.00 1.00 2.00 2.00 1.00 23.00 17.50 22.33 19.7 22.00 11.03 10.96 6.31 6.33 Faktor A B C D E F G H I Vektor A 0.04 0.03 0.01 0.03 0.01 0.05 0.01 0.16 0.16 0.06 B 0.09 0.06 0.04 0.05 0.05 0.05 0.02 0.08 0.05 0.05 C 0.13 0.06 0.04 0.01 0.02 0.03 0.01 0.08 0.16 0.06 D 0.09 0.06 0.22 0.05 0.01 0.05 0.01 0.08 0.08 0.07 E 0.17 0.06 0.09 0.20 0.05 0.02 0.02 0.03 0.08 0.08 F 0.09 0.11 0.13 0.10 0.23 0.09 0.02 0.08 0.16 0.11 G 0.30 0.34 0.31 0.36 0.27 0.45 0.09 0.16 0.08 0.26 H 0.04 0.11 0.09 0.10 0.27 0.18 0.64 0.16 0.08 0.19 I 0.04 0.17 0.04 0.10 0.09 0.09 0.18 0.32 0.16 0.13 Total 1.00 Keterangan: A. Tujuan pemuliaan B. Parameter genetik C. Seleksi dan perkawinan D. Sumberdaya ternak E. Sumberdaya manusia F. Infrastruktur G. Sosial budaya H. Pasar I. Kebijakan pemerintah

Lampira 3 (lanjutan)

Vektor prioritas keseluruhan

Faktor Vektor Prioritas

Sosial budaya Pasar

Kebijakan pemerintah Infrastruktur

Sumber daya manusia Sumber daya ternak Seleksi dan perkawinan Tujuan pemuliaan Parameter genetik 0.26 0.19 0.15 0.11 0.07 0.07 0.06 0.05 0.05

Vektor masing-masing faktor yang mempengaruhi pada masing-masing program pemuliaan kerbau rakyat pada peternakan rakyat ditentukan dengan cara sebagai berikut:

Contoh perhitungan vektor masing-masing faktor pada masing-masing lokasi peternakan kerbau rawa adalah sebagai berikut:

1. Sosial budaya

Serang Pandeglang Lebak Serang 1.00 1.00 1.00 Pandeglang 1.00 1.00 1.00

Lebak 1.00 1.00 1.00

Total 3.00 3.00 3.00

Normalisasi

Serang Pandeglang Lebak Vektor eigen Serang 0.3333 0.3333 0.3333 0.3333 Pandeglang 0.3333 0.3333 0.3333 0.3333 Lebak 0.3333 0.3333 0.3333 0.3333

Konsistensi rasio

Lambda 1 1 1 3 (principle eigen value)

N 3 CI = 0.00

CR= 0.00% (konsistensi rasio) Random Index (RI)

N 1 2 3 4 6 7 8 9 10

Lampiran 3 (lanjutan)

Faktor prioritas yang lainnya dihitung melalui prosedur perhitungan yang sama seperti pada faktor sosial budaya, maka diperoleh vektor prioritas sebagai berikut:

Faktor

Peternakan kerbau rawa

Serang Pandeglang Lebak

Tujuan pemuliaan 0.34 0.26 0.40

Parameter genetik 0.33 0.33 0.33

Seleksi dan perkawinan 0.33 0.33 0.33

Sumberdaya ternak 0.31 0.28 0.41 Sumberdaya manusia 0.34 0.40 0.26 Infrastruktur 0.34 0.40 0.26 Sosial budaya 0.33 0.33 0.33 Pasar 0.40 0.26 0.34 Kebijakan pemerintah 0.33 0.33 0.33

Pemilihan program pemuliaan dilakukan dengan cara mengalikan vektor prioritas pada masing-masing peternakan kerbau rawa dengan vektor keseluruhan dan diperoleh hasil sebagai berikut:

Serang = (0.34x0.05)+(0.33x0.05)+(0.33x0.06)+(0.31x0.07)+(0.34x0.07)+ (0.34x0.11)+(0.33x0.26)+(0.40x0.19)+(0.33x0.15)

= 0.3475

Melalui prosedur perhitungan yang sama diperoleh untuk Pandeglang = 0.3250 dan Lebak = 0.3475

Dokumen terkait