• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab VIII Kejahatan Terhadap Penguasa Umum

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahnya.

Abduh Malik, Muhammad. 2003. Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP. Jakarta: Bulan Bintang.

Adji, Indrianto Seno. 2009. Korupsi dan Penegakan Hukum. Jakarta: Diadit Media. Cet. Pertama.

Alatas, Syed Hussain. 1987. Korupsi, Sifat, Sebab dan Fungsi. Jakarta: LP3ES.

Anggota IKAPI. 2001. Terjemahan Nailul Authar jilid 6. Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, Cet. Keempat.

Anwar, Syamsul dkk. 2006. Fikih Anti Korupsi Perspektif Ulama Muhammadiyah.Jakarta: Pusat Studi Agama dan Peradaban.

Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. 1999. Kemudahan dari Allah, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir jilid I. Jakarta: Gema Insani Press.

Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2001. Hukum-hukum Fiqh Islam tinjauan antar mazhab. Semarang: PT pustaka rizki putra.

Asmawi. 2010. Teori Maslahat dan Perundang-Undangan Pidana Khusus di Indonesia. Tanpa tempat: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.

---. 2011. Terjemahan Fiqh Islam Wa Adillatuhu. Jakarta: Gema Insani.

Az-Zuhaili, Wahbah. 2011. Fiqh Islam Wa Adillatuhu Jilid 7, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani dkk. Jakarta: Gema Insani.

Chazawi, Adami. 2005. Hukum Pidana Materil dan Formil Korupsi di Indonesia. Jakarta: Bayumedia Publishing. Cet. Pertama.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum.

Djaja, Ermnasyah. 2009. Korupsi Bersama KPK. Jakarta: Sinar Grafika. Cet. Kedua.

Doi, A. Rahman I. 2002. Penjelasan Lengkap Hukum-hukum Allah, Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Effendy, Marwan. 2013. Korupsi dan Strategi Nasional, pencegahan serta pemberantasannya. Jakarta: Referensi.

Harahap, Krisna. 2006. Pemberantasan Korupsi jalan tiada ujung. Bandung: PT Grafitri.

Irfan, M. Nurul dan Masyrofah. 2013. Fiqh Jinayah. Jakarta: Amzah.

Irfan, M.Nurul. 2012. Korupsi dalam Hukum Pidana Islam edisi kedua. Jakarta: Amzah. Cet. Pertama.

Iskandar, 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Gaung Persada Press.

Klitgaard, Robert. 2001. Membasmi Korupsi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Komisi Pemberantasan Korupsi. 2006. Memahami Untuk Membasmi.Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.

Lamintang, P.A.F. 2011. Delik-delik Khusus Kejahatan Jabatan Tertentu Sebagai Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika.

Marbun, B.N. 2006. Kamus Hukum Indonesia edisi kedua. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Mas’ud, Ibnu. 2000. Fiqh Mazhab Syafi’i, Bandung: Pustaka Setia. Cet. ke-1, Buku: II.

Muhardiansyah, Doni, dkk. 2010. Buku Saku Memahami Gratifikasi. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia. Cet. Pertama.

Muslich,Ahmad Wardi. 2005. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika. Cet. Pertama.

Noeh, Munawar Fuad. 1997. Islam dan Gerakan Moral Anti Korupsi. Jakarta: Zihru’l Hakim. Cet. Pertama.

Rafi, Abu Fida’ Abdur. 2006. Terapi Penyakit Korupsi dengan Tazkiyatun Nafs. Jakarta: Republika. Cet. Pertama.

Rosidi, Ajip. 2006. Korupsi dan Kebudayaan. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. Cet. Pertama.

Shan’ani. Subulussalam 1/216.

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia.

Tim Tsalisah. Ensiklopedia Hukum Islam jilid IV. Bogor: PT Kharisma Ilmu.

Wasito, Wojo. 1997. Kamus Umum Belanda Indonesia. Jakarta: Ichtar Baru Van Hoeve.

Wiyono, R. 2009. Pembahsan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika.

Wawancara dengan Ferdi Diansyah (Staf Direktorat Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi) pada tanggal 25 april 2014.

Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, P U T U S A N No. 161 PK / PID. SUS / 2010, putusan.mahkamahagung.go.id.

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Komisi_Pemberantasan_Korupsi (situs ini terakhir diperbarui 18 mei 2014 oleh Lukman Tomayahu).

Republika Online. “Ungkap Gratifikasi Seks, KPK Akan Kerjasama dengan Singapura”, diakses pada Senin, 30 Desember 2013 dari:

http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/13/12/30/mymjxa-ungkap-gratifikasi-seks-kpk-akan-.

Republika. “Gratifikasi Seks itu Korupsi”. diakses pada 25 juni 2013 dari: http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/13/06/25/moyapw-bambang-widjojanto-gratifikasi-seks-itu-korupsi.

Suroso, Jusuf. “Gratifikasi Seks”. diakses pada 21 Januari 2013 dari http://cps-sss.org/?p=1104

Tempo.co. “Gratifikasi Seks Menjadi Pelengkap Suap”. diakses pada Sabtu, 22 Juni 2013 Sabtu, 22 Juni 2013 dari:

http://www.tempo.co/read/news/2013/06/22/063490318/Gratifikasi-Seks-Menjadi-Pelengkap-Suap.

Wiwoho, Jamal. Media Indonesia. Menyoal Gratifikasi Seks dalam Tindak Pidana Korupsi. diakses pada 07 Februari 2013 dari:

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/ MI/2013/02/07/ArticleHtmls/Menyoal-Gratifikasi-Seks-dalam-Tindak-Pidana-Korupsi-07022013006004.shtml?Mode=1.

i gratifikasi seks?

2. Apakah perbuatan gratifikasi seks termasuk ke dalam Tindak Pidana Korupsi? 3. Bagaimana kedudukan hukum gratifikasi seks?

4. Seandainya perbuatan gratifikasi seks termasuk dalam Tipikor, apa dasar hukumnya?

5. Dalam pasal 12B “gratifikasi” mempunyai arti luas, termasuk “fasilitas lainnya”, apakah perbuatan gratifikasi seks terakomodir dalam pasal tersebut?

ii

memahami pasal suap tentunya harus memahami pasal gratifikasi, begitupun sebaliknya untuk memahami pasal gratifikasi tentunya harus memahami pasal suap. Tidak benar suap itu hanya ada pemberi, suap itu tetap ada pemberi dan penerima.

Setiap pasal-pasal suap itu mempunyai perbedaan masing-masing. Pasal 5, 1 a 1 b: untuk pemberi, Pasal 5 ayat 2: untuk pemberi, Pasal 6: untuk pemberi, Pasal 11: suap pasif, tidak melakukan sesuatu, ia cukup karna jabatannya saja. Contoh: kasus pengadaan barang dan jasa. Pasal 12 huruf a: PNS/ penyelenggara negara menerima sebelum melakukan perbutan, Pasal 12 huruf b: PNS/ penyelenggara negara menerima sesudah melakukan perbutan, Pasal 12 huruf c: hakim menerima sebelum melakukan perbutan, Pasal 12 huruf d: advokat menerima sebelum melakukan perbutan.

Sedangkan tindak pidana korupsi gratifikasi dalam pasal 12B tidak berbicara nilai, artinya dalam pasal 12 B tersebut yang menjelaskan 10 juta itu adalah aspek pembuktian formil, jadi konsep pembuktian secara umum itu oleh jaksa penuntut umum, nah di sini diatur khusus ( the lex spesialis), kalau dibawah 10 juta pembuktiannya oleh jaksa penuntut umum, sedangkan yang di atas 10 juta pembuktiannya dilakukan oleh penerima gratifikasi (pasal 12B ayat 1 huruf a pembuktiannya oleh si penerima dan pasal 12B ayat 1 huruf b pembuktiannya oleh jaksa penuntut umum).Gratifikasi dalam pasal 12B redaksinya tidak ada satu

iii

pasal 12B ini hanya berhubungan dengan jabatannya atau yang bertentangan dengan kewajibannya.

Banyak orang berpikir bahwa semua gratifikasi itu haram. Perlu kita pahami bahwa gratifikasi terdiri dari dua jenis, yakni gratifikasi ilegal (terlarang) dan gratifikasi legal (tidak terlarang). Contoh, pemberian orang tua pada anaknya yang menjabat sebagai PNS semata-mata karna kasih sayangnya, ini merupakan gratifikasi yang tidak terlarang. Gratifikasi yang terlarang terjadi ketika dia terkait dengan jabatannya atau tugasnya. Jadi gratifikasi itu jangan disamaratakan, kalau disamaratakan, berarti semua pemberian secara adat itu terlarang. Gratifikasi yang terlarang itu yang terkait dengan jabatan atau kewajibannya.

Kemudian kita masuk kedalam gratifikasi seks, apakah gratifikasi seks terakomodir dalam paal suap atau gratifikasi? Nah.. kita harus mengetahui makna hadiah dan sesuatu, Hadiah adalah sesuatu yang mempunyai nilai, sesuatu bisa berbentuk apapun. Dalam putusan Hoge Raad (Mahkamah Agung di Belanda) tanggal 25 april 1916, NJ 1916, menyatakan “memberikan suatu hadiah dalam pasal ini mempunyai pengertian yang lain dari sekedar memberikan sesuatu karena kemurahan hati. Pemberian tersebut meliputi setiap penyerahan sesuatu yang mempunyai nilai bagi orang lain, dengan maksud seperti disebutkan dalam pasal ini”.

iv

bantahan-bantahan tentang tidak bernilainya sebuah pemberian bagi pejabat tertentu yang memiliki kekayaan dalam jumlah yang besar. Yang termasuk sesuatu dalam pasal tersebut sangatlah luas, baik benda berwujud atau tidak berwujud, termasuk juga hak asasi kekayaan intelektual ataupun fasilitas seperti fasilitas bermalam di hotel berbintang. Definisi dalam pasal tersebut mirip dengan definisi gratifikasi yang sangat luas, yang dapat mencakup “fasilitas lainnya” termasuk gratifikasi seksual. Dengan demikian, selain pasal 12B, gratifikasi seksual dapat dijerat dengan pasal 5, pasal 12 huruf a dan b UU No. 31/1999 Jo. UU No. 20/2001 sepanjang memenuhi unsur pasal tersebut.

1