• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI Halaman

DAFTAR PUSTAKA 46 LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jenis asam amino yang terkandung dalam tanaman lidah buaya... 6

2. Data iklim mikro di lokasi penelitian pada bulan Mei 2005 ... 16

3. Interaksi naungan dan jenis pupuk kandang terhadap tinggi tanaman

lidah buaya... 17

4. Pengaruh naungan dan jenis pupuk kandang terhadap tinggi tanaman

lidah buaya ... 18

5. Interaksi naungan dan jenis pupuk kandang terhadap panjang pelepah lidah buaya ... 21

6. Pengaruh naungan dan jenis pupuk kandang terhadap panjang pelepah lidah buaya... 22

7. Pengaruh naungan dan jenis pupuk kandang terhadap jumlah pelepah

lidah buaya ... 23

8. Interaksi naungan dan jenis pupuk kandang terhadap tebal pelepah

lidah buaya... 24

9. Pengaruh naungan dan jenis pupuk kandang terhadap lebar pelepah

lidah buaya... 25

10.Interaksi naungan dan jenis pupuk kandang terhadap bobot basah

total pelepah lidah buaya ... 27

11. Interaksi naungan dan jenis pupuk kandang terhadap bobot basah tiap pelepah lidah buaya ke ... 28

12.Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kadar klorofil a, klorofil b

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Data curah hujan bulan September 2004 – Juni 2005... 54 2. Hasil analisis tanah awal... 55 3. Hasil analisis pupuk kandang ... 56 4. Hasil analisis tanah akhir ... 57 5. Prosedur analisis klorofil pelepah lid ah buaya... 58 6. Tabel sidik ragam pengaruh naungan dan pupuk kandang terhadap

tinggi tanaman pada 3 – 37 MST ... 59

7. Tabel sidik ragam pengaruh naungan dan pupuk kandang terhadap

panjang pelepah lidah buaya pada 3 – 37 MST ... 60

8. Tabel sidik ragam pengaruh naungan dan pupuk kandang terhadap

jumlah pelepah lidah buaya pada 3 – 37 MST... 61

9. Tabel sidik ragam pengaruh naungan dan pupuk kandang terhadap

tebal pelepah lidah buaya pada 3 – 37 MST ... 62

10.Tabel sidik ragam pengaruh naungan dan pupuk kandang terhadap

lebar pelepah lidah buaya pada 3 – 37 MST ... 63

11.Tabel sidik ragam pengaruh naungan dan pupuk kandang terhadap bobot basah total tanaman lidah buaya pada 3 - 37 MST ... 64

12.Tabel sidik ragam pengaruh naungan dan pupuk kandang terhadap

bobot pelepah ke 1 – 6 tanaman lidah buaya pada 37 MST... 65

13.Tabel sidik ragam pengaruh naungan dan pupuk kandang terhadap kadar klorofil a, klorofil b dan klorofil total pelepah lidah buaya

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lidah buaya (Aloe vera) merupakan tanaman sukulen yang dimanfaatkan sebagai bahan baku kosmetik, makanan dan minuman. Kecenderungan masyarakat untuk kembali ke pengobatan alami menyebabkan pemanfaatan lidah buaya sebagai suplem en dan pengobatan semakin maju sehingga mengakibatkan semakin beragamnya produk olahan lidah buaya.

Gel yang diekstrak dari daun lidah buaya digunakan sebagai obat tradisional untuk perawatan eksternal maupun internal pada manusia dan hewan. Gel lidah buay a mengandung berbagai macam mineral, vitamin dan enzim yang berpotensi sebagai obat. Taryono dan Agus (2001) mengemukakan bahwa lidah buaya mengandung lebih dari 75 macam zat yang sangat diperlukan oleh tubuh dan aman untuk dikonsumsi. Lendir lidah buaya mengandung berbagai macam zat mineral yang sangat berguna untuk pertumbuhan tulang, pembentukan dan pergantian jaringan, pengaturan metabolisme dalam tubuh dan pengaturan urat syaraf (Sudarto, 1997). Lidah buaya juga bermanfaat untuk menurunkan panas, mengatasi peradangan, mengurangi gatal-gatal, membunuh bakteri penyebab infeksi, melebarkan pembuluh kapiler dan mempercepat penyembuhan luka (Tarigans, 2001).

Berbagai manfaat dari lidah buaya dapat dirasakan oleh masyarakat menyebabkan kebutuhannya terus meningkat. Komarudin (2001) melaporkan pada tahun 2000 terdapat 60 perusahaan lokal menggunakan tepung lidah buaya dengan kebutuhan rata-rata 40 kg tepung/bulan dan total kebutuhan industrinya 28.8 ton tepung/tahun. Hanya sekitar 5 - 10 ton tepung/tahun saja yang dapat dipenuhi oleh perusahaan tepung lokal dari total kebutuhan tersebut, sisanya masih harus diimpor. Permintaan ekspor untuk produk tepung lidah buaya sebesar 57.6 ton/tahun dan tepung kulitnya mencapai 144 ton/tahun.

Peningkatan kebutuhan baik di dalam dan di luar negeri mendorong budidaya lidah buaya dilakukan secara intensif pada lahan -lahan di bawah tegakan

2

tanaman tahunan sebagai tanaman sela dengan kondisi lingkungan tumbuh yang berbeda di antaranya dengan naungan. Lidah buaya membutuhkan tempat yang terbuka sehingga pada kondisi tertentu cahaya akan menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan. Peranan cahaya bagi tanaman terlihat jelas dalam proses fotosintesis, cahaya akan ditangkap oleh klorofil untuk menghasilkan fotosintat melalui serangkaian reaksi kimia dan digunakan bagi pertumbuhan tanaman. Hasil fotosintesis juga digunakan untuk membangun struktur tubuh tanaman (Gardner, Pearce dan Mitchell, 1991).

Naungan akan mengurangi intensitas radiasi surya dan berpengaruh terhadap perubahan suhu maksimum, suhu tanah dan kelembaban nisbi. Cahaya dan suhu akan menentukan kegiatan fisiologi, translokasi dan akumulasi asimilat (Gardner, et al, 1991).

Hasil penelitian Las (1983) pada tanaman padi gogo menunjukkan bahwa besarnya proporsi naungan akan berpengaruh terhadap komponen pertumbuhan. Tinggi tanaman akan meningkat seiring dengan meningkatnya proporsi naungan, demikian juga jumlah anakan dan bobot kering tanaman kecuali indek luas daun yang tidak dipengaruhi oleh naungan. Harris (1999) menyatakan peningkatan luas daun merupakan salah satu mekanisme toleransi tanaman terhadap naungan untuk memperoleh cahaya yang lebih tinggi atau optimasi penerimaan cahaya oleh tanaman. Peningkatan luas daun ini menurut Halle dan Occurt (1987) sebagai upaya pengurang an penggunaan metabolit dan mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan direfleksikan. Suhardi (2000) menyatakan karakter morfologi yang diduga berkaitan erat dengan toleransi terhadap naungan adalah karakter daun seperti : luas daun, ketebalan daun, tegakan dan bentuk daun. Pengaruh naungan pada tanaman lidah buaya penting dipelajari, mengingat ukuran daun (pelepah) yakni tebal, lebar dan panjang daun merupakan kriteria pelepah yang dapat dipasarkan.

Selain pengaruh intensitas cahaya, tempat tumbuh juga merupakan as pek yang perlu diperhatikan dalam pengembangan lidah buaya. Perbaikan terhadap sifat fisik, biologi dan kimia tanah melalui pemupukan sangat diperlukan untuk

3

memacu pertumbuhan tanaman. Menurut Sudarto (1997) penambahan pupuk sangat diperlukan untuk penanaman lidah buaya di tanah mineral sehingga pemberian pupuk organik seperti pupuk kandang akan meningkatkan bahan organik tanah. Penelitian Kurnianingsih (2004) mendapatkan lidah buaya tumbuh baik pada kondisi tanah yang kaya bahan organik (gambut).

Pupuk kandang sebagai pupuk organik berperan dalam menambah ketersediaan unsur hara, memperbaiki struktur tanah dan mendorong aktivitas jasad renik tanah, selain itu pupuk kandang juga mengandung unsur-unsur mikro (tembaga, mangan dan boron) yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Penguraian yang terjadi dalam pupuk kandang dapat mempertinggi humus. Menurut Stevenson (1994), Asmara dan Rahayu (2001) humus berwarna hitam kelam, berukuran koloidal pada tanah gambut dapat menyerap air 20 kali lipat berat sendiri sedangkan pada tanah mineral dapat memperbaiki struktur tanah dan porositas tanah, sebagai bahan perekat karena mengandung gugus karboksil dan hidroksil, mampu berikatan dengan ion-ion logam, tidak larut dalam air, sebagai bahan penyangga dan sebagai sumber hara tanaman.

Tisdale et al (1995) menambahkan bahwa pupuk kandang yang diberikan ke dalam tanah dapat mensuplai nitrogen, meningkatkan P dan unsur mikro. Pupuk kandang juga dapat meningkatkan daya mengikat air, kelembaban tanah dan kadar CO2. Menurut Suhardjo (1993) pupuk organik dapat menetralisir sifat

racun dari Al dan Fe. Kurnianingsih (2004) dan Tatipata (2005) menyatakan bahwa peningkatan pH tanah, menurunkan kejenuhan basa dan menurunkan KTK tanah dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman pada lahan gambut.

Pemberian bahan organik seperti pupuk kandang diharapkan dapat menciptakan kondisi tanah yang remah dan gembur sehingga mendukung pertumbuhan tanaman lidah buaya mengingat perakarannya yang dangkal dengan tipe serabut dan berada di permukaan tanah. Atas dasar pemikiran tersebut maka dilakukan penelitian mengenai adaptasi lidah buaya terhadap naungan dan pemberian beberapa jenis pupuk kandang.

4

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah :

1. Mempelajari adaptasi tanaman lidah buaya terhadap naungan.

2. Mempelajari pemberian berbagai jenis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman lidah buaya.

3. Mempelajari interaksi naungan dan jenis pupuk kandang terhadap pertumbuhan tanaman lidah buaya.

Hipótesis

Hipótesis yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Perlakuan naungan sampai taraf tertentu belum menekan produksi dan kualitas pelepah lidah buaya.

2. Pengaruh pupuk kandang terhadap pertumbuhan tanaman lidah buaya berbeda di antara jenis pupuk kandang.

3. Pengaruh naungan terhadap pertumbuhan tanaman lidah buaya berbeda dengan berbedanya pupuk kandang.

5

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Lidah Buaya

Tanaman lidah buaya (Aloe vera) berasal dari Afrika. Aloe vera berasal dari kata Alloeh dalam bahasa Arab berarti sangat pahit, Vera berasal dari kata verus yang berarti betul-betul. Menurut Wahyono dan Koesnandar (2002), di Indonesia dikenal sebagai lidah buaya, di Malaysia disebut jadam dan di Prancis, Jerman dan lain-lain disebut Aloe. Aguilar dan Brink (1999), menyatakan terdapat tiga jenis lidah buaya yang umum dibudidayakan, yaitu : Curacao aloe ( Aloe barbadensis Miller), Cape aloe ( Aloe ferox Miller) dan Socotrine aloe ( Aloe chinensis Baker).

Lidah buaya Pontianak dikategorikan sebagai Aloe vera chinensis Baker karena dideskripsikan oleh Baker pada tahun 1877. Ciri-ciri tanaman ini adalah bunga berwarna orange, pelepah berwarna hijau muda, pelepah bagian atas agak cekung, ber totol putih saat masih muda, mempunyai duri lunak di bagian pinggir, batang pendek dan akar tipe serabut yang pendek berada di sekitar permukaan tanah (Wahid, 2000; Wahjono dan Koesnandar, 2002).

Daun lidah buaya mengandung cairan kuning (aloin) yang berlendir mencapai 30% (Duryatmo dan Raharjo, 1999). Hagen (2001) menambahkan bahwa daun lidah buaya mempunyai kandungan gizi yang sama dengan kandungan sayuran hijau lainnya. Secara kimia, lidah buaya terdiri dari 90% air, 4% karbohidrat dan sisanya terdiri atas mineral dan 17 macam asam amino (Kurnianingsih, 2004). Jenis kandungan asam amino lidah buaya dapat dilihat pada Tabel 1.

Menurut Sudarto (1997) lidah buaya dapat tumbuh dari dataran rendah sampai dataran tinggi, dengan ketinggian 0 – 1500 m dpl, keasaman (pH) yang diinginkan 5.5 - 6.0, suhu optimum berkisar 16 - 33°C, curah hujan 1000 - 3000 mm/tahun. Pada jenis tanah latosol, podsolik, andosol atau regosol dengan drainase yang baik tanaman dapat berproduksi secara maksimal (Balittro, 1986).

6

Tanaman lidah buaya dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di lahan gambut (Kurnianingsih, 2004; Tatipata, 2005; Wasonowati, 2005 dan Wentasari , 2005).

Tabel 1. Jenis asam amino yang terkandung dalam tanaman lidah buaya

Jenis asam amino Kandungan (ppm) Jenis asam amino Kandungan (ppm) Histidin Asam glutamat Prolina Serina Asam aspartat Phenil alanina Glisina Alanina Tirosina 48.61 41.68 38.18 36.54 36.23 35.98 33.62 31.29 26.63 Methionina Lisina Sistina Valina Treonina Isoleusina Arginina Leusina 26.54 26.38 23.80 21.57 21.45 15.79 10.28 5.21 Sumber : Kurnianingsih (2004)

Tanaman ini merupakan tanaman serofit tahunan yang efisien dalam penggunaan air untuk pertumbuhannya sehingga dapat tumbuh di daerah basah atau kering dengan daya adaptasi yang tinggi (Sudarto, 1997). Berdasarkan metabolisme CO2 tanaman lidah buaya digolongkan sebagai tanaman CAM

(Crassulaceae Acid Metabolism). Salisbury dan Ross (1995), Loveless (1991) bahwa tanaman CAM dapat memfiksasi CO2 pada malam hari dan melakukan

fotosíntesis pada siang hari dengan stomata tertutup. Gardner et al (1991) menyatakan bahwa tanaman lidah buaya efisiensi dalam penggunaan air dengan cara menurunkan transpirasi lebih rendah dari fotosíntesis.

7

Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan

Pemberian naungan dilakukan untuk mengurangi intensitas cahaya yang sampai pada tanaman. Naungan dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Darjanto (1983), naungan bukanlah faktor yang berdiri sendiri tetapi pengaruhnya terdiri dari berbagai faktor seperti intensitas cahaya, suhu dan kelembaban.

Cahaya

Selain curah hujan, unsur cuaca dan iklim yang sangat penting dalam sistem produksi tanaman adalah cahaya dan suhu. Variasi lingkungan yang berhubungan dengan perubahan dari variabel diatas dapat mempengaruhi produktifitas tanaman. Radiasi surya merupakan sumber energi utama bagi pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman berhubungan erat dengan jumlah total radiasi surya yang diterima oleh tanaman (Buhr dan Sinclair, 1998).

Cahaya yang sampai ke tanaman mempengaruhi tanaman dalam tiga hal yaitu mempengaruhi : (a) laju pertumbuhan; (b) laju transpirasi; (c) pada titik kritis pertumbuahan cahaya yang tinggi dapat menyebabkan terbakar (Squire, 1993). Januwati dan Muhammad (1997) menambahkan pengaruh intensitas penyinaran terhadap pertumbuhan tanaman lebih besar dibanding pengaruh dari perubahan dalam mutu penyinaran.

Menurut Gardner et al. (1991), cahaya yang diserap selama siang hari oleh permukaan tanaman budidaya dibagi dalam beberapa kegiatan :75 % - 85 % digunakan untuk menguapkan air, 5 % - 10 % menjadi cadangan bahang dalam tanah, 5 % - 10 % lainnya menjadi bahan pertukaran bahan dengan atmosfir bumi melalui proses konveksi dan 1 % - 5 % berfungsi dalam proses fotosintesis.

Pada tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill) pemberian naungan 50% merupakan intensitas cahaya terbaik untuk pertumbuhan dan hasil (Evita, 2000). Penambahan cahaya empat jam pada umur 30 hari setelah tanam memberikan pertumbuhan vegetatif dan reproduktif tanaman mentha yang terbaik (Rosman et al., 2004). Pemberian naungan sebelum dan sesudah pembungaan

8

menghasilkan jumlah biji pertangkai dan berat biji gandum varietas lumai 22 lebih rendah dibandingkan varietas yannong 15 (Wang et al., 2003).

Suhu

Faktor lingkungan lain yang penting dapat mempengaruhi produksi tanaman adalah suhu. Suhu ekstrim di lahan dapat membatasi tipe-tipe tanaman yang dapat tumbuh dan waktu tanam yang sesuai untuk tumbuh. Suhu yang lebih hangat dan meningkat hingga optimum menyebabkan laju pertumbuhan yang lebih cepat (Buhr dan Sinclair, 1998).

Laju perkembangan tanaman berkorelasi tin ggi dengan suhu. Jumlah buku, tinggi tanaman, dan laju perkembangan lainnya berkorelasi positif dengan akumulasi panas daripada dengan fotosintesis (Boote dan Gardner, 1998). Tanaman Gloxinia yang tumbuh dalam stadia vegetatif dan generatif berada di lingkungan dataran rendah lebih cepat berbunga dibandingkan dengan tanaman Gloxinia yang stadia vegetatif dimodifikasi lingkungan dataran tinggi dan dan stadia generatifnya modifikasi lingkungan dataran rendah (Sanjaya, Prasetio, Sutater, 1992).

Kelembaban

Chang (1968) mengemukakan bahwa kelembaban nisbi yang tinggi memberikan dua pengaruh terhadap tanaman : 1) uap air yang terdapat diudara dapat diserapnya, 2) meningkatkan laju fotosintesis sehingga laju pertumbuhan meningkat akibat pertumbuhan akar dan efisiensi penyerapan air lebih baik.

Kelembaban udara yang rendah dapat meningkatkan kehilangan kandungan air tanaman akibat evaporasi melebihi kapasitas tanaman untuk menggantikannya dengan air yang ada, sehingga akan terjadi pelayuan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hasil pembibitan dipercepat pertumbuhannya ketika dilakukan pada ruang yang dirancang spesifik dimana kelembaban relatif dipertahankan pada level 65% dan faktor-faktor lingkungan lainnya dikontrol pada level optimum (Esmay dan Dixon, 1986). Pertumbuhan Blue Blazer

9

ageratum, Pink Cascade petunia dan semaian. Double Eagle marigold dapat meningkat dua sampai lima kali lipat bila kelembaban relatif ditingkatkan dari 40% menjadi 65% pada suhu 18oC di malam hari dan 24oC pada siang hari. Namun demikian peningkatan kelembaban relatif sampai 90% tidak berpengaruh nyata pada kultivar -kultivar tersebut. Kelembaban nisbi = 70% memberikan hasil yang baik terhadap pertumbuhan dan mutu planlet kelapa sawit di prapembibitan (Subronto, 1997).

Adaptasi Tana man terhadap Cahaya

Tanaman yang mendapat cekaman cahaya dapat menyebabkan energi cahaya yang diabsorbsi lebih besar dari pada energi yang digunakan dalam fotosintesis dan berpengaruh terhadap pigmen -pigmen klorofil. Hasil penelitian Adams et al. (1996) menyatakan bahwa rasio klorofil a/b tanaman Crassula argentea pada kondisi naungan menunjukkan angka lebih kecil dari pada tanpa naungan.

Hasil penelitian Allard, Nelson dan Pallardi, (1991); Kephard, Buxton and Taylor, (1992), memperlihatkan bahwa rumput-rumputan merespon naungan dengan mengurangi bahan kering untuk mempertahankan luas daun, panjang batang dan pertumbuhan akar. Lukitariati et al. (2000) yang melakukan penelitian pada tanaman manggis mendapatkan pertumbuhan semai manggis yang lebih baik dengan naungan daripada tanpa naungan.

Secara genetik tanaman yang tahan terhadap naungan mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan (Mohr dan Schoofer, 1995). Berdasarkan hal di atas maka Smith (1983) mengelompokkan tanaman menjadi tiga bagian yaitu : tanaman suka cahaya (sun plant), tanaman suka naungan (shade plant) dan tanaman toleran naungan. Levitt, (1980) menambahkan ada dua mekanisme adaptasi tanaman terhadap cekaman lingkungan yakni mekanisme penghindaran (avoidance) dan mekanisme toleransi (tolerance).

10

Tanaman di bawah naungan biasanya menunjukkan perubahan morfologi anatomi dan fisiologi sebagai respon adaptasi terhadap penyinaran (Hidema et al, 1992). Karakter morfologi dan anatomi yang berkaitan dengan toleransi nau ngan adalah karakter daun seperti luas daun, ketebalan daun dan bentuk daun (Sahardi, 2000) dan tangkai bunga (Widiastoety, Prasetio dan Solvia, 2000). Daun cenderung menjadi lebih tipis dan lebih luas ( Fitter dan Hay, 1991),

Taiz dan Zeiger, (1991) men gemukakan bahwa penipisan daun ini disebabkan oleh berkurangnya jumlah dan ukuran sel palisade, di mana sel-selnya mengecil sehingga hanya berbeda sedikit ukurannya dengan sel bunga karang. Sebaliknya kondisi terang, sel-sel palisade lebih panjang dibandingkan sel-sel bunga karang. Selain itu daun-daun yang ternaungi memiliki sel-sel spongi (bunga karang) yang bentuknya tidak beraturan. Hal ini menyebabkan banyaknya rongga udara dan air yang terbentuk. Akibatnya pancaran cahaya menjadi baik dan mempertinggi jumlah cahaya yang bisa mencapai sel

Karakter fisiologi tanaman yang dipengaruhi oleh naung an antara lain : kandungan karbohidrat pada fase pembungaan menurun, N terlarut pada buku padi dan N total pada daun dan batang meningkat (Chaturvedi, 1996; Supriyono, 1999; Soverda, 2002).

Pupuk Kandang dan Peranannya bagi Tanaman

Pupuk dalam pertanian modern digunakan untuk menyediakan hara tanaman, agar diperoleh hara tanaman pada tingkat yang cukup, membantu tanaman bertahan pada kondisi cekaman, untuk mengelola kesuburan tanah yang optimum dan meningkatkan kualitas tanaman. Pupuk yang sering digunakan dalam pertanian ada dua macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik.

Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari perubahan atau penguraian bagian tanaman atau hewan. Salah satu jenis pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan adalah pupuk kandang. Pupuk kandang merupakan campuran kotoran padat, air seni, amparan dan sisa makanan ternak (Soepardi, 1983), komponen utama adalah kotoran padat dan air seni.

11

Menurut Abdulrachman et al (2001), pengaruh pupuk kandang terhadap sifat fisik tanah adalah menurunkan berat isi tanah, meningkatkan permeabilitas air tanah, dan peningkatan bahan organik tanah. Selanjutnya Simanjuntak (1997); Leomo (1998) menyatakan pupuk kandang dapat meningkatkan total pori tanah, air tersedia dan kemantapan agregat tanah.

Pupuk kandang mempunyai susunan kimia yang berbeda- beda dari satu tempat ke tempat lain tergantung jenis ternak, umur dan keadaan ternak, sifat dan jumlah amparan, cara penanganan penyimpanan sebelum digunakan (Soepardi, 1983), jenis pakan (Tisdale dan Nelson, 1995).

Penelitian Santoso (2003) pada tanaman lidah buaya menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang nyata meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah daun. Urnemi (2003) menunjukkan bahwa pemberian pupuk P dan herbal dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman, luas daun dan bobot basah tanaman jinten. Melati dan Andriyani (2005) menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang ayam dosis 10t/ha meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan produksi kedelai organik. Sudiarto et al (2002), aplikasi pupuk kandang dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman, bobot basah tanaman dan bobot basah daun katuk. media organik PHC (peanut husk charcoal) menghasilkan luas daun tanaman mentimun terbaik (Chulaka et al., 2004).

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Cikarawang IPB Darmaga, Bogor terletak pada ketinggian 240 m di atas permukaan laut dengan jenis tanah Latosol Darmaga. Penelitian telah dilaksanakan mulai bulan Oktober 2004 sampai Juni 2005.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah bibit tanaman lidah buaya (Aloe vera var chinensis Baker) berasal dari pertanaman lidah buaya yang ada di Kebun Percobaan Cikarawang, dengan ukuran tinggi 20 – 25 cm dan telah berpelepah 5 – 6 buah. Sebagai wadah media tumbuh adalah polibag ukuran 40 cm x 40 cm. Naungan menggunakan paranet 50 % dan 75 %. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang ayam, pupuk kandang domba dan pupuk kascing. Pupuk dasar adalah N dari Urea, P2O5 dari SP-36, K2O dari KCl.

Pencegahan hama dan penyakit menggunakan fungisida Dithane M-45 dan Benlate. Bahan untuk analisis kimia adalah Aseton.

Alat yang digunakan adalah jangka sorong, penggaris, pisau, timbangan analitik, pH meter dan spektrophotometer UV VIS.

Metode Penelitian Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan faktorial dua faktor yang disusun dalam Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) dengan tiga ulangan. Faktor pertama sebagai petak utama adalah naungan (N) terdiri dari tiga taraf yaitu : tanpa naungan (N0), naungan 50 % (N1), naungan

75 % (N2) dan faktor kedua sebagai anak petak adalah jenis pupuk kandang (P)

13

kandang domba (P2), pupuk kascing (P3) dengan dosis masing - masing dua

kg/polibag.

Model linier aditif dari Rancangan Split Plot menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000) sebagai berikut :

Yijk = µ + Bi + Nj + γij + Pk + (NP)jk + εijk

Ket : i = 1, 2, 3 (ulangan) j = 1, 2, 3, (naungan)

k = 1, 2, 3, 4 (jenis pupuk kandang)

Yijk = nilai pengamatan pengaruh naungan ke-j, jenis pupuk kandang ke-k, dan

ulangan ke-i. µ = nilai tengah.

Bi = pengaruh Blok ke-i.

Nj = pengaruh naungan ke-j.

γij = pengaruh galat yang muncul pada naungan ke-j, ulangan ke-i.

Pk = pengaruh jenis pupuk kandang ke-k.

(NP)jk = pengaruh interaksi antara naungan ke-j dan jenis pupuk kandang ke-k. εijk = pengaruh galat anak petak, nau ngan ke-j dan jenis pupuk kandang ke-k

pada ulangan ke-i.

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan lahan. Terlebih dahulu diambil contoh tanah untuk dianalisis, meliputi : hara makro (N, P, K, Ca dan Mg), C-organik dan kemasaman tanah. Analisis dilakukan oleh Laboratorium Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor. Selanjutnya lahan dibersihkan dari vegetasi dan sampah yang ada di sekitarnya dan diratakan.

Pembuatan naungan dan persiapan media. Naungan dibuat dengan sistem para-para dengan ukuran 7 m x 7 m dengan tinggi dua meter dan disusun sesuai dengan pengacakan perlakuan. Polibag diisi media tanah dan pupuk kandang sesuai dengan perlakuan sehingga bobot akhirnya menjadi 5 kg,

14

kemudian disusun dalam naungan dengan jarak tanam 50 cm x 50 cm dan jarak antar ulangan satu meter dan dibiarkan selama seminggu.

Penanaman. Lidah buaya ditanam sampai kedalaman 20 cm dalam polibag yang telah diberi perlakuan dalam naungan dengan cara membenamkannya. Sebelum ditanam akar bibit lidah buaya direndam dulu dalam fungisida Benlate untuk menghindari serangan jamur. Bersamaan dengan itu dilakukan juga pemupukan NPK standar yaitu berupa pupuk Urea 20 gram, SP- 36 10 gram dan KCl 10 gram/tanaman.

Dokumen terkait