• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abdullah, Irwan.2001. Seks, Gender & Reproduksi Kekuasaan. Yogyakarta: Tarawang Press Astuti, Mary; Aisyah Indati dan Siti Hariti Satriyani. 1999. “Bias Gender dalam Buku

Pelajaran Bahasa Indonesia”. Dalam Jurnal Gender, Volume 1 Nomor 1 Juli 1999. Yogyakarta: Pusat Studi Wanita Universitas Gajah Mada

Baidhawy, Zakiyuddin. 2002. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultur. Jakarta: Penerbit Erlangga

Budiman, Arief. 1985. Pembagian Kerja Secara Seksual: Sebuah Pembahasan Sosiologis tentang Peran Wanita di dalam Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia

Burhanuddin. 2002. Tantangan Prularisme Agama dan Sistem Pendidikan Agama. Dalam Aryo Danusiri dan Wasmi Alhaziri (Editor). Pendidikan Memang Multikultur.

Jakarta: SET (Sains Estetika dan Teknologi) dan Ragam (Center for Multicultural Understanding)

Dahlan, Juwairiyah. 1992. “Wanita dalam Perspektif Agama Hindu”. Dalam M. Mansyur Amin dan Masruchah (Editor). Wanita dalam Percakapan Antar Agama.

Yogyakarta: NU DIY Yogyakarta

Diarsi, Myra. 1989. Ideologi Gender Dalam Pendidikan. Makalah. Jakarta: Program Kajian Wanita UI

Dzuhayatin, Siti Zuhaini. 1998. ”Ideologi Pembebasan Perempuan: Perspektif Feminisme dalam Islam”. Dalam Wacana Perempuan dalam Keindonesiaan dan Kemordernan. Jakarta: Penerbit CIDES-UII

Fakih, Mansour. 1997. Menggeser Konsepsi Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Hidayati dkk .2008. Pengembangan Pendidikan IPS di Sekolah Dasar. Jakarta: Proyek PGSD Illich.Ivan. 1998. Matinya Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Koentjaraningrat. 1990. Sejarah Teori Antropologi II. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press)

Kuntowijoyo. 1997. ”Agama dan Kohesi Sosial: Tinjauan Teoritis/Konseptual dan Operasional”. Makalah dengan Tema Agama dan Pembinaan Ketahanan Nasional.Yogyakarta: Program Studi Ketahanan Nasional Pascasarjana Universitas Gajah Mada

Logsdon., M. 1985. ”Gender Roles in Elementary school Texts in Indonesia”. Dalam Womenin AsiaThe Fasific.Hawaii: The Women’s Studies Program, University Hawaii

Ma’arif Syamsul. 2005. Pendidikan Pluralisme di Indonesia. Yogyakarta: LOGUNG PUSTAKA

Margi, I Ketut; Luh Putu Sendratari; Wayan Budi Utama. 2010. Pengembangan Buku Panduan Praktis Adil Gender dalam Pembelajaran Agama Hindu di Sekolah Dasar. Laporan Penelitian. Singaraja: Undiksha.

Mulkhan, Abdul Munir. 2005. Dilema Manusia Dengan Diri Tuhan. Dalam Elga Sarapung dan Tri Widiyanto (Editor). Pluralisme, Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia. Yogyakarta: Institut Dian/Interfidei

Muthaliin, Achmad. 2001. Bias Gender dalam Pendidikan. Surakarta: Muhammadiyah University Press

Noer, Deliar. 1982. ”Diperlukan Pendekatan Bukan Barat Terhadap Kajian Masyarakat Indonesia. Dalam Mulyanto Sumardi (Penyusun). Penelitian Agama Masalah dan Pemikiran. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan

Oka, Gedong Bagoes. 1992. ”Wanita dalam Perspektif Agama Hindu dan Pembangunan”.

Dalam M. Mansyur Amin dan Masruchah (Editor). Wanita dalam Percakapan Antar Agama. Yogyakarta: NU DIY Yogyakarta

Pudja, G dan Sudharta Tjok R. 1981. Manavadharmasastra. Jakarta: Proyek PengadaanKitab Suci Hindu Departemen Agama RI

Rostiawati, Yustina.1997. “Memutus Sosialisasi Ketimpangan Peran Gender: Guru Sekolah Dasar Sebagai Agen yang Potensial”. Dalam Smita Notosusanto dan E. Kristi Poerwandari (Penyunting). Perempuan dan Pemberdayaan, Kumpulan Karangan untuk Menghormati Ulang Tahun ke 70 Ibu Saparinah Sadli. Jakarta:

Program Kajian Wanita PPS UI dengan Harian Kompas dan Yayasan Obor Indonesia

Sadli, Saparinah dan Patmonodewo, Soemarti. 1995. ”Identitas Gender dan Peranan Gender”.

Dalam T.O Ihromi (Penyunting). Kajian Wanita dalam Pembangunan. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia

Sanderson, Stephen. K. 1995. Sosiologi Makro, Sebuah Pendekatan terhadap Realitas Sosial.

Jakarta: Rajagrafindo Persada

Saroni, Mohammad. 2011. Personal Branding Guru. Meningkatkan Kualitas dan Profesionalitas Guru. Jogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.

Satria, Yurni, dkk. 2004. Bunga Rampai Panduan dan Bahan Pembelajaran Pelatihan Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional. Jakarta :Kementrian PP. Dan Badan Koordinasi KB Nasional

Soedjatmoko. 2001. ”Pendidikan Agama dan Kehidupan Sosial”. Dalam Sindhunata (Editor).

Pendidikan: Kegelisahan Sepanjang Zaman. Yogyakarta: Penerbit Kanisius Soeparlan, Parsudi.1995. Orang sakai di Riau, Masyarakat Terasing dalam masyarakat

Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Sudarmanto, JB. 1987. Agama dan Ideologi. Jakarta: Penerbit Kanisius

Sumartana, Th. 1997. “Agama dan Kohesi Sosial”. Makalah dengan Tema Agama dan Pembinaan Ketahanan Nasional.Yogyakarta: Program Studi Ketahanan Nasional Pascasarjana Universitas Gajah Mada

Wahyuningsih, Rutiana Dwi dan Ismi Dwi Astuti Nurhaeni. 2007. Buku Panduan Praktis Adil Gender Integrasi Perspektif Adil Gender Dalam Proses Pembelajaran di Sekolah Dasar. Surakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Gender (P3G).

Widy, N. Hastanti. 2004. Diskriminasi Gender. Potret Perempuan dalam Hegemoni Laki-laki. Suatu Tinjauan Filsafat Moral. Yogyakarta: CV Hanggar Creator.

Yamin, Martinis. 2007. Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP. Jakarta: Gaung Persada Press.

LAMPIRAN: 01

DAFTAR GAMBAR KEGIATAN DISEMINASI DAN SOSIALISASI PENDIDIKAN ADIL GENDER BAGI GURU AGAMA HINDU JENJANG SEKOLAH DASAR DI

KECAMATAN SUKASADA, BULELENG, BALI

No GAMBAR KEGIATAN KETERANGAN

1 Spanduk

kegiatan yang dipasang di lokasi yaitu Ruang Seminar Fakultas Ilmu Sosial Undiksha

2 Ketua LP2M

pada saat

membuka kegiatan pelatihan

3 Para Nara Sumber dan Moderator pada saat panel penyampaian materi pelatihan

4 Para peserta dgn

tekun mengikuti pelatihan

5 Peserta

pelatihan sedang

kerja di

kelompok untuk menyelesaikan silabus

6 Situasi pada saat presentasi wakil kelompok dari silabus yang dihasilkan dalam pelatihan

Sumber: Dokumentasi, 2014

LAMPIRAN: 02

Materi Pelatihan

Landasan Normatif PUG dan Kebutuhan Adil Gender di dunia Sekolah1 Oleh

Luh Putu Sendratari2 Pendahuluan

Istilah gender digolongkan sebagai isu baru dalam pembangunan. Setidaknya itulah yang dijadikan dasar oleh Nugroho (2008) untuk membuka kesadaran kita bahwa sesuatu yang baru penting untuk diketahui. Spirit yang mengawali ide dasar dilakukannya kegiatan desiminasi di kalangan guru agama Hindu di tingkat sekolah dasar di Kecamatan Sukasada, Buleleng terinspirasi bukan hanya berpijak pada pandangan baru, tidaknya istilah ini, tetapi lebih jauh dari itu esensi implikasi yang ditimbulkan dari adanya istilah tersebut jauh lebih menarik. Terlebih ketika tahun 1999 Amartya Sen, peraih nobel ilmu ekonomi mencoba mengkaitkan istilah gender dengan pembangunan. Pada umumnya pembangunan sering diartikan sebagai modernisasi kehidupan (Nugroho,2008:2). Dalam konteks ini salah satu keberhasilan pembangunan adalah tercapainya kesetaraan gender. Negara yang baik adalah negara yang mampu mengantarkan warganya mampu mencapai kesetaraan dan keadilan gender. Warga kampus adalah perpanjangan tangan negara yang memiliki missi melakukan program pembangunan agar tercipta akselerasi (percepatan) program kesetaraan dan keadilan gender.

Dunia pendidikan merupakan arena yang sangat strategis dalam merancang program pengembangan sumberdaya manusia, termasuk upaya mencapai kesetaraan dan keadilan gender. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Margi dan Sendratari (2010) ditemukan fakta pembelajaran agama Hindu pada jenjang Sekolah Dasar belum sesuai dengan tuntutan program PUG (Pengarusutamaan Gender). Paper ini akan mengajak peserta untuk memahami beberapa hal yaitu: (1) Apakah pengertian sex dan gender; (2) Apakah landasan normatif pelaksanaan PUG; (3) Bagaimanakah pengintegrasian adil gender ke dalam pembelajaran agama Hindu ?

Pembahasan

Pengertian Sex dan Gender Apa itu Gender ?

Sebelum membahas konsep gender perlu juga dipahami mengapa perlu memahami konsep gender ? Dalam hubungan ini ada landasan formal perlunya memahami konsep gender sebagai berikut:

a. Konferensi Dunia Pertama di Mexico oleh PBB diperoleh gambaran bahwa di negara mana pun status wanita lebih rendah dari laki-laki dan terbelakang dalam berbagai aspek kehidupan baik sebagai pelaku maupun penikmat pembangunan

1 Disampaikan pada kegiatan Diseminasi dan Sosialisasi di kalangan guru-guru Agama Hindu pada jenjang Sekolah Dasar di Ruang Seminar Fakultas Ilmu Sosial Undiksha

2 Dosen Pengajar di Jurusan Pendidikan Sejarah, FIS Undiksha

b. Pada Tahun 1980 diselenggarakan Konferensi Dunia tentang wanita kedua di Kopenhagen untuk melihat kemajuan dan evaluasi tentang upaya berbagai negara peserta, tentang keikutsertaan dalam pembangunan

c. Pada Tahun 1985 diadakan Konferensi Dunia Wanita ketiga di Nairobi, di mana salah satu kesepakatannya adalah bahwa gender digunakan sebagai alat analisis untuk mengkaji mengapa terjadi berbagai ketimpangan antara wanita dan laki-laki di berbagai bidang kehidupan.

Istilah Gender digunakan secara sosiologis atau sebagai sebuah katagori konseptual, dan ia telah diberikan sebuah makna yang sangat khusus. Gender merujuk kepada definisi sosial budaya dari laki-laki dan wanita, cara masyarakat membedakan laki-laki dan wanita serta memberikan peran-peran sosial kepada mereka (Fakih,1997). Semua

”pengemasan” sosial dan budaya yang dilakukan terhadap wanita dan laki-laki semenjak lahir adalah ”pengenderan” (gendering). Setiap masyarakat secara perlahan merubah seorang laki-laki dan wanita menjadi jantan dan betina, menjadi maskulin dan feminin dengan kualitas, pola perilaku, peran, tanggung jawab, hak dan pengharapan yang berbeda. Berbeda dengan jenis kelamin yang bersifat biologis, identitas gender dari wanita dan laki-laki ditentukan secara psikologis dan sosial yang berarti secara historis dan budaya.

Dalam kehidupan sehari-hari, ada tugas, peran, atau pun tanggung jawab yang dilakukan oleh anggota masyarakat supaya kelangsungan hidupnya terjamin. Tugas, peran, tanggung jawab tersebut dapat dilakukan oleh wanita atau laki-laki, atau oleh keduanya secara bersama-sama. Oleh karena itu, kita mengenal pembagian tugas, peran, dan tanggung jawab untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut. Demikian pula dalam masyarakat Bali yang beragama Hindu dikenal adanya pembagian peran dan tugas antara wanita dan laki-laki.

Dalam praktek keagamaan, ada anggapan bahwa pekerjaan tertentu dipandang cocok dilakukan oleh laki-laki saja atau wanita saja. Padahal dalam kenyataan, wanita dan laki ada dan mampu melakukan pekerjaan tersebut dengan sama baiknya. Misalnya:

 Mebanten canang, Mesaiban, Mesegeh, Mejejahitan, Metanding dianggap lebih cocok dilakukan oleh wanita, padahal dalam kenyataannya ada laki-laki yang mau melakukan hal itu tetapi biasanya diberi label bancih/banci

 Peran sebagai pedanda/sulinggih dianggap cocok bagi laki-laki, padahal secara empirik ada wanita yang telah menjadi pedanda

 Peran sebagai raja seringkali diagung-agungkan, sedangkan peran sebagai ibu yang melahirkan sang raja tidak begitu ditampakkan dalam sejarah, termasuk sejarah perkembangan agama Hindu

Contoh lainnya dapat dipaparkan sebagai berikut: ”Dewa Siwa adalah gurunya alam semesta dan diberi julukan Maha Guru”. Dewa Siwa dengan jelas digambarkan berjenis kelamin laki-laki dan diberi sebutan utama sebagai Maha Guru. Dengan penggambaran dewa Siwa berjenis kelamin laki-laki dan diberi sebutan Maha Guru mencerminkan adanya pemberian kedudukan yang utama sebagai dewa. Padahal secara tekstual Tuhan/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa tidaklah berjenis kelamin. Pada sisi yang lain, kehadiran dewi hanyalah dikatagorikan sebagai pendamping dewa bahkan seringkali kehadiran Dewi sebagai saktinya Dewa tidaklah

ditonjolkan. Hal ini dapat berakibat wajah agama Hindu yang Tuhannya dikatagorikan berjenis kelamin dapat dikatakan berwajah maskulin.

Apa itu Jenis Kelamin ?

Jenis kelamin adalah perbedaan bentuk, sifat, dan fungsi biologi laki-laki yang menentukan perbedaan peran mereka di dalam menyelenggarakan upaya meneruskan keturunan atau memiliki anak. Perbedaan laki-laki dan wanita terjadi karena mereka memiliki alat reproduksi. Alat reproduksi wanita yaitu : vagina (alat kelamin wanita), kandung telur, rahim, beserta fungsi hormon yang antara lain membantu mengeluarkan air susu ibu (ASI).

Alat reproduksi laki-laki yaitu: penis (alat kelamin laki-laki), sperma, dan fungsi hormon laki-laki yang melengkapinya. Perbedaan biologis inipun berakibat adanya peran dan fungsi wanita dengan laki-laki yang berbeda satu sama lain. Perbedaan fungsi alat biologis tersebut tidak dapat diubah maupun dipertukarkan. Sepanjang masa, di masyarakat mana pun karena ini merupakan kodrat. Artinya, sesuatu yang diberikan kepada manusia tanpa bisa mengelaknya.

Apa Beda antara Gender dan Jenis Kelamin ?

Perbedaan antara jenis kelamin dengan gender dapat disusun sebagai berikut.

No Jenis Kelamin Gender

1 Jenis Kelamin bersifat alamiah Gender bersifat sosial budaya dan merupakan buatan manusia

2 Jenis kelamin bersifat biologis. Ia merujuk kepada perbedaan yang nyata dari alat kelamin dan perbedaan terkait dalam fungsi kelahiran

Gender bersifat sosial budaya dan merujuk kepada tanggung jawab, peran, pola perilaku, kualitas-kualitas, danlain-lain yang bersifat maskulin dan feminin

3 Jenis kelamin bersifat tetap, ia akan sama di mana saja

Gender bersifat tidak tetap, ia berubah dari waktu ke waktu, dari satu kebudayaan ke kebudayaan lainnya, bahkan dari satu keluarga ke keluarga lainnya

4 Jenis kelamin bersifat alamiah Gender dapat diubah

5 Jenis kelamin tidak bisa diubah Gender bersifat sosial budaya dan merujuk kepada tanggung jawab peran, pola perilaku, kualitas-kualitas, dan lain-lain yang bersifat maskulin dan feminin

Sumber: Bhasin, 2002:4

Berdasarkan perbedaan antara jenis kelamin dan gender, maka dapat ditegaskan bahwa konsep gender berarti sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun wanita yang dikontruksi secara sosial maupun kultural (Fakih,1997:9). Sifat yang dilekatkan pada wanita misalnya, bahwa wanita itu dikenal: lemah lembut, cantik, emosional, keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Pada prinsipnya, dalam pemahaman gender ada beberapa karakter dari sifat tersebut yang dapat dipertukarkan. Artinya, ada lelaki yang emosional, lemah lembut dan keibuan, sementara ada juga wanita yang kuat, rasional, perkasa. Semua itu bisa berbeda berdasarkan waktu, tempat, maupun kelas sosial.

Apa itu Bias Gender ?

Bias Gender adalah suatu pembedaan aktivitas peran dan tanggung jawab wanita dan laki-laki yang cenderung memihak/menguntungkan salah satu jenis kelamin dan merugikan jenis kelamin lain.

Apakah Kesetaraan dan Keadilan Gender ?

Kesetaraan dan keadilan gender adalah suatu kondisi di mana porsi dan siklus sosial wanita dan pria setara, serasi, seimbang dan harmonis. Kondisi ini dapat terwujud apabila terdapat perlakuan adil antara pria dan wanita.

Landasan Normatif PUG (Pengarusutamaan Gender) Pengertian PUG

Strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah aspek kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan pria dan wanita ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan (Kementerian, & BKKBN,2004).

Landasan Normatif

Keluarnya Inpres No. 9 Tahun 2000 merupakan landasan normatif pelaksanaan PUG di berbagai sektor pembangunan.

Sasaran PUG

Para pelaksana dari lembaga pemerintah, LSM, organisasi wanita, organisasi swasta, organisasi profesi, keagamaan, dll. Pengarusutamaan gender akan tercapai, jika secara konsisten dan bertanggung jawab dilaksanakan oleh seluruh kalangan masyarakat (pemerintah dan non pemerintah).

Prinsip Dasar Penerapan PUG di Indonesia

1. Menghargai keragaman Pluralistis, yaitu keragaman etnis, budaya, agama dan adat iatiadat karena bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari yang terdiri dari berbagai suku bangsa, agama dan adat istiadat merupakan kekayaan potensial dan keragaman yang perlu dipertahankan di dalam Pengarusutamaan Gender tanpa harus mempertentangkan keragaman tersebut.

2. Bukan pendekatan dikotomis, yaitu pendekatan dalam rangka PUG tidak melalui pendekatan dikotomis yang selalu mempertimbangkan antara kepentingan pria dan wanita.

3. Melalui proses pemampuan sosialisasi dan advokasi, pelaksanaan PUG tidak semudah membalikkan telapak tangan atau ibarat makan “cabe”. Tetapi pelaksanaannya harus melalui proses sosialisasi dan advokasi yang tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat.

4. Menjungjung nilai HAM dan Demokrasi

Pengintegrasian Adil Gender ke dalam Pembelajaran Agama Hindu

Integrasi Adil Gender adalah usaha untuk menyisipkan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender kepada peserta didik dalam proses pembelajaran di sekolah. Hanya saja, pengintegrasian tersebut hanya dilakukan pada materi pembelajaran yang relevan. Dalam pembelajaran agama Hindu di sekolah dasar tidak semua materi pelajaran dapat disisipkan tentang gender. Oleh karena itu, guru harus bisa menetapkan materi yang relevan untuk bisa disisipkan tentang gender. Namun demikian, selain penyisipan pada materi, pengintergasian dapat pula dilakukan melalui apersepsi, media/alat peraga dan sebagainya.

Tujuan integrasi adil gender adalah untuk mendorong peserta didik laki-laki maupun wanita secara pribadi maupun bersama-sama mengembangkan prilaku androgini.

Menurut Soepangat (1988: 245) androgini berarti integrasi dari maskulin dan feminin. Kata itu berasal dari bahasa Yunani ”andro” (laki-laki) dan ”gyne” (wanita). Definisi yang lebih mendekati tentang androgini adalah keadaan kesadaran individu di mana maskulin dan feminin saling bertemu dalam ko-eksistensi yang harmonis. Pandangan androgin menginginkan penemuan kembali human being dibalik laki-laki maupun wanita, karena keduanya pertama-tama adalah manusia. Manusia yang harmonis mengatasi pembatasan dan ketentuan yang dibuat oleh budayanya. Tidak ada khas laki-laki atau khas wanita yang menjadi hambatan, karena yang paling penting adalah khas manusianya.

Alasan perlunya pengintegrasian adil gender dalam pembelajaran agama Hindu karena pada dasarnya anak laki-laki dan wanita memiliki potensi dan kemampuan yang sama untuk dikembangkan. Kemampuan tersebut meliputi kecerdasan visual-spasial, kemampuan intelegensi kinetik, intelegensi ritmik, intelegensi interpersonal, intelegensi intrapersonal dan intelegensi verbal. Di samping itu, dengan pengintegrasian adil gender dalam pembelajaran agama Hindu akan ditanamkan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender sedini mungkin kepada peserta didik wanita dan laki-laki. Penanaman sejak dini nilai-nilai tersebut akan menjadi bekal dasar bagi mereka ketika dewasa dalam kehidupan bermasyarakat.

Langkah Pengintegrasian Perspektif Adil Gender dalam Proses Pembelajaran Agama Hindu

1. Identifikasi apakah bahan ajar agama Hindu mengandung bias gender atau tidak 2. Sediakan media/alat peraga pembelajaran yang tidak bias gender

Bahan Ajar Bias Gender

Apabila kondisi ini ditemui, perlu dilakukan tindakan berikut : a. Menyiapkan materi dan media yang tidak bias gender

b. Menunjukkan hal yang bias gender dan menjelaskan tentang hal yang tidak bias gender dalam agama Hindu

c. Menjelaskan kepada peserta didik akibat negatif yang ditimbulkan oleh kebiasaan bias gender tersebut

Contoh Bias Gender dan Tidak Bias Gender Dalam Pelajaran Agama Hindu

BIAS GENDER TIDAK BIAS GENDER

1. Dalam gambar dan teks ada bias

f. Gambar ayah dan anak laki-laki berdiskusi tentang agama

g. Subordinasi: gambar orang suci/pedanda semuanya laki-laki

Gambar dibuat bergantian yang menampakkan laki-laki dan wanita (misalnya: anak laki-laki dengan anak wanita atau ayah/ibu dengan anak wanita)

h. Emininasi : Raja Kudungga berputra sedang mengerjakan yadnyasesa dan mebanten

Perlu diluruskan bahwa tanggung jawab melaksanakan Dewa Yadnya merupakan tanggung jawab bersama laki-laki dan wanita, sehingga dalam gambar dibuat laki-laki dan wanita sedang mebanten secara bergantian atau mengerjakan keperluan yadnya bersama-sama

Contoh Silabus Adil Gender Nama Sekolah :

Mata Pelajaran : Agama Hindu

Kelas : V (Lima)

Semester : 1 (satu)

Standar Kompetensi : 1. memahami, menghayati dan mengaplikasikan konsep-konsep yadnya dalam kehidupan nyata

Tri Rna

Tugas : Pilihlah dengan cara memberi tanda (v) pada kolom yang telah disediakan Daftar Tentatif Kegiatan Yajna oleh Pria dan Wanita Perspektif Adil Gender

No Nama Kegiatan Pantas Dilakukan Oleh

Pria Wanita Pria dan wanita

7 Nanding soda, canang raka, daksina, dll 7 Mejejahitan

8 Nanding caru 9 Mebanten caru 10 Mengolah ulam caru 11 Nyakan

12 Ngelawar 13 Memenjor 14 Ngulat klakat 15 Membuat Katik sate 16 Nguling

17 Nampah ben banten 18 Masang wastra

19 Membuat sanggah cucuk 20 Membuat wadah (untuk ngaben) 21 Nyampat di tempat suci

22 Nyuun banten 23 Membuat ogoh-ogoh 24 Dll

Peran Pria dan Wanita Dalam Kegiatan Yajna

No Contoh Peran Pria Wanita Pria & wanita

1 Pemimpin upacara agama

2 Mekidung

3 Pemimpin organisasi keagamaan (KMHD, WHDI, Peradah)

4 Memimpin Tri Sandya 5 Orang Suci/Sulinggih

6 Pemberi Dana

Punia/donatur 7 Merawat orang tua 8 Merawat lingkungan

Daftar Rujukan

Bhasin, Kamla. 2002. Memahami Gender. Jakarta: Penerbit Teplok Press.

Diarsi, Myra. 1989. Ideologi Gender Dalam Pendidikan. Makalah. Jakarta: Program Kajian Wanita UI.

Fakih, Mansour. 1997. Menggeser Konsepsi Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan BKKBN. 2004. Bunga Rampai Panduan dan Bahan Pembelajaran Pelatihan Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional.

Nugroho, Riant. 2008. Gender dan Administrasi Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Soepangat, Parwati. 1988. Citra Wanita Dalam Dunia Baru. Dalam Deliar Noer & Iskandar Alisjahbana (Editor). Perubahan, Pembaruan, dan Kesadaran Menghadapi Abad ke 21. Jakarta: Penerbit PT Dian Rakyat.

Dokumen terkait