• Tidak ada hasil yang ditemukan

[AAK] Aksi Agraris Kanisius. 2004. Panduan Lengkap Budidaya Kakao : Penerbit Kanisius.

Abdurachman A dan Sutono. 2002. Teknologi Pengendalian Erosi Lahan Berlereng, hlm. 103-145 dalam Abdurachman, A. Mappaona dan Asril Saleh (Eds) Teknologi Pengelolaan Lahan Kering. Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Agus FA, Gintings NG, Kurnia U, Abdurachman A and Van der Poel P. 1998. Soil erosion research in Indonesia. Past experince and future direction. In FWT. Penning de Vries, F. Agus and J Kerr (Eds) Soil Erosion at Multiple Scales : Principles and Methods for Assessing causes and Impacts.

[APED]. Aceh Partnerships Economic Development. 2007. Potensi Pengembangan Cluster Kakao di Propinsi Aceh. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Propinsi Aceh.

Arsyad S. 2010. Konservasi tanah dan air. Bogor : Serial Pustaka IPB Press. Asdak C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta.

Gadjah Mada University Press.

[Baplan Dephut] Badan Planologi Departemen Kehutanan RI. 2003. http://www.walhi.or.id/ kampanye/hutan.

[Baplan Dephut] Badan Planologi Departemen Kehutanan RI. 2011. Citra landsat propinsi Aceh.

[BPDAS Aceh] Balai Pengelolaan DAS Aceh. 2009. Database dan informasi. Balai Pengelolaan DAS Propinsi Aceh.

[BPS] Badan Pusat Statistik Aceh Besar. 2005. Aceh Besar dalam Angka 2004/2005.

[BPS] Badan Pusat Statistik Aceh. 2009. Aceh dalam Angka 2010.

Banuwa IS. 2008. Pengembangan Alternatif Usahati Berbasis Kopi Untuk Pembangunan Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan Di DAS Sekampung Hulu [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Baver LD. 1980. Soil Physic. New York .John Wiley and Sons Inc.

Charles D and Simpson T. 2002. Goal Programming Application in Multidisciplinary Design.

Dent D and Young, A. 1981. Soil Survey and Land Evaluation. London. George Allen and Unwin.

[Disbunhut Aceh] Dinas Perkebunan dan Kehutanan Propinsi Aceh. 2008. Luas dan Produksi Komoditi Kakao Perkebunan Rakyat Propinsi Aceh Berdasarkan Kabupaten dan Kota.

[Disbun A.Besar] Dinas Perkebunan Kabupaten Aceh Besar. 2011. Luas Tanaman Kakao di Kecamatan Seulimum dan Lembah Seulawah Kabupaten Aceh Besar. [Ditjen RRL] Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Departemen Kehutanan. 1999. Luas Lahan Kritis di Indonesia dan Statistik Dalam Angka. Ditjen RRL Departemen Kehutanan. Dephut. Jakarta.

[Ditjen SDA] Direktorat Jenderal Sumberdaya Air Departemen Pertanian. 2004. Sebanyak 65 DAS dalam kondisi semakin kritis. Harian Kompas 20 Agustus 2004 : 15.

Djaenudin D, Marwan H, Subagyo H, Mulyani A dan Suharta N. 2003. Kriteria

kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian. Versi 4. Bogor : Pusat Penelitian

Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian.

[ESP] Environmental Services Program. 2006. Kantor Regional Nanggroe aceh Darussalam, Banda Aceh.

[FAO] Food and Agriculture Organization. 1976. A Framework for Land Evaluation. Soil Resources Development and Conservation Service Land and Water Development Division Food and Agriculture Organization of the United Nations.

[FKA] Forum Kakao Aceh. 2010. Petani Kakao di Aceh Masih Miskin. Harian

Serambi Indonesia 9 Oktober 2010 : 6.

[FKA] Forum Kakao Aceh. 2011. Produksi Kakao Aceh 2012 sebanyak 27 ribu ton. Harian Waspada 9 Januari 2011 : 19

[FFI] Fauna dan Flora International. 2009. Degradasi Hutan Aceh Ancam Proses Rekonstruksi. Harian Suara Pembaharuan 26 Januari 2009 : 15

[FWI/GFW] Forest Watch Indonesia-Global Forest Watch . 2001. Potret

Keadaan Hutan Indonesia. Bogor, Indonesia: ISBN : 979-96730-0-3. Forest

Watch Indonesia dan Washington D.C.: Global Forest Watch.

Hammer WI. 1981. Soil conservation consultant report. Bogor : Centre for soil research.

Hardiyatmo HC. 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.

Hardjoamidjojo S dan Sukartaatmadja S. 1993. Teknik Pengawetan Tanah dan Air. Fateta, IPB Bogor. Bogor.

Hardjowigeno S. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta : Akademika Pressindo.

Herdradjat N. 2008. Kebijakan perlindungan perkebunan dalam gerakan peningkatan produktivitas dan mutu kakao nasional [internet]. [diacu 2008 Desember 26]. Tersedia dari www.ditjenbun. deptan.go.id.

Hutabarat S. 2008. Kebijakan Pengelolaan DAS Terpadu dalam KES Manik, L Sitompul, IS Banuwa, A Setiawan, SB Yuwono (Ed). Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Prosiding Lokakarya Forum DAS Provinsi Lampung, 13 Desember 2007. ISBN 978-979-17517-0-4. Bandar Lampung.

Kahirun. 2000. Kajian Karakteristik Hidrologi DAS Roraya Sulawesi Tenggara dan Perencanaan Penggunaan Lahan Usahatani. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Krisnohadi A. 2008. Pembangunan Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Jambu Mete (Anacardium occidentale L) dan Optimasi Manajemen Spesifik Lokasi Usahatani Jambu Mete Di Kabupaten Dompu. [Tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Kurnia U, Sudirman dan Kusnadi H. 2005. Rehabilitasi dan Reklamasi Lahan Terdegradasi. Prosiding Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembaangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Lal R. 1994. Soil Erosion by Wind and Water : Problem and Prospects. In Lal, (Ed). Soil Erosion Research Methods. Soil and Water Conservation Society. Florida. p 1-10

Lim DHK. 1978. New Developments in Shade for Hybrid Cocoa in Sabah. International Conference on Cocoa and Coconut. Kuala Lumpur.

Manik KES. 1992. Analisis daya dukung lingkungan berdasarkkan optimasi penggunaan sumberdaya lahan di bagian hulu daerah aliran sungai Way Seputih, Lampung Tengah [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Meyer LD. 1981. Modelling Conservation Practices, p. 31-44. In Soil Conservation : Problem and Prospects. Ed: RPC. Morgan. A Wiley Interscience Publication.

Monde A. 2008. Dinamika Kualitas Tanah, Erosi dan Pendapatan Petani Akibat Alih guna Lahan Hutan Menjadi Lahan Pertanian dan Kakao/Agroforestri kakao di DAS Nopu, Sulawesi Tengah [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Mulyono S. 1991. Operations Research. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Nasendi BD dan Anwar A. 1985. Program Linear dan Variasinya. Jakarta: PT Gramedia.

Nurmi H. 2009. Keefektifan Tindakan Konservasi Tanah dan Air dengan Metode Vegetatif dalam Menekan Aliran Permukaan dan Erosi tanah pada Pertanaman kakao [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

[PPKKI] Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2004. Budidaya Kakao. Jember, Indonesia.

Pakpahan A, Syafaat N, Purwoto A dan Saliem HP. 1992. Kelembagaan Lahan dan Konservasi Tanah dan Air. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Prawoto AA. 1995. Tanaman Pisang sebagai Penaung Sementara Kakao. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Jember 11(2). 90-95.

Prawoto AA. 1996. Pengaruh Pemangkasan bentuk tanaman kakao asal Stek Cabang Plagiotrop Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Buah. Pelita Pekebunan. Jurnal Penelitian Kopi dan Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao 12 (3) : 119-126.

Rauf A. 2004. Kajian sistem dan optimasi penggunaan lahan agroforestry di kawasan penyangga Taman Nasional Gunung Leuser [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Reijntjes C, Haverkort B dan Water-Bayer Ann. 1999. Pertanian Masa Depan. Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan Dengan Input Luar Rendah. Jakarta: Kanisius

Roose EJ. 1986. Runoff and Erosion Before and After Clearing Depending on the Type of Crop in Western Africa. p. 317-330. In R. Lai, P.A. Sanchez, R.W. Cummings, JR (Ed.) Land Clearing and Development in The Tropics. A.A, Balkemal Roterdam/Boston

Rose CW, Coughland KJ, Ciesiolka CAA and Fentie B. 1997. Program GUEST (Griffith University Erosion System Template) In : A New Soil Conservation Methodology and Application to Cropping Systems in Tropical Steeplands. ACIAR Technical Reports, No 40, Canberra. p : 34-58

Ruslan. 1989. Pola Penggunaan Lahan Optimal Berdasarkan Lingkungan Fisik dan Sosial Ekonomi Daerah Aliran sungai Peusangan Aceh [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sajogyo dan Sajogyo P. 1990. Sosiologi Pedesaan. Jilid 2. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Press.

Salikin KA. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Jakarta : Penerbit Kanisius. Schwab GO, Frevert RK, Etminster TW and Barnes KK. 1997. Soil and Water

Conservation Engineering. John Wiley & Sons. New York.

Sinukaban N. 1989. Konservasi tanah dan air di daerah transmigrasi. PT. Indeco Duta Utama International Development Consultants Berasosiasi dengan BCEOM.

Sinukaban N. 1997. Konservasi Tanah dan Air (Materi Kuliah), Institut pertanian Bogor, Bogor.

Sinukaban N. 1997. Penggunaan model WEPP untuk memprediksi erosi dalam Collate Information and Analyzed Assesment Effect on Land Use on Soil Erosion. Pusat Penelitian Hutan.

Sinukaban N. 1999. Masalah dan konsepsi pengembangan daerah aliran sungai.

Makalah pada seminar sehari tentang pengelolaan DAS terpadu di Sulawesi Tenggara. Universitas Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara, 1 Nopember

1999.

Sinukaban N. 2001. Sistem Pertanian Konservasi Kunci Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Prosiding Kebijakan Konservasi Tanah dan Air dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah. MKTI-April 2001, Medan.

Sinukaban N. 2004. Pengelolaan DAS. Materi Kuliah Pengelolaan DAS. IPB. Bogor.

Sinukaban N. 2005. Implikasi Otonomi Daerah pada Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Makalah disampaikan pada Seminar dalam rangka Peringatan Satu Abad Lembaga Penelitian Tanah Indonesia pada 28-29 Juni 2005 di Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu. Bogor.

Sinukaban N, Murtilaksono K dan Sudarmo. 2007a. Pengaruh Penggunaan Mulsa dan Pengolahan Tanah terhadap Erosi, Aliran Permukaan dan Selektivitas Erosi pada Latosol Coklat Kemerahan Darmaga dalam Konservasi Tanah dan

Air Kunci Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: Direktorat Jenderal RLPS

Departemen Kehutanan RI.

Sinukaban N. 2007b. Membangun Pertanian Menjadi Industri yang Lestari Dengan Pertanian Konservasi dalam Konservasi Tanah dan Air Kunci

Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: Direktorat Jenderal RLPS Dept

Kehutanan RI.

Sinukaban N. 2007c. Conservation Farming Systems For Sustainable Development in Java, Indonesia. Di dalam : Soil and Water Conservatioan in

Sustainable Development. Ed ke-1. Bogor: Direktorat Jenderal RLPS. Hlmn

120–130.

Siregar, Tumpal HS, Riyadi S dan Nuraeni L. 2007. Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran Coklat. Jakarta. Penerbit Penebar Swadaya.

Siswanto. 1990. Sistem Komputer Manajemen Lindo. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Kelompok Gramedia.

Sitorus SRP. 2004. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Penerbit Tarsito, Bandung. Soekartawi. 2002. Analisis usahatani. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Steel PGD and Torrie JH, 1980. Principles and Procedure of Statistics. New

York: Mc. Graw-Hill Book Co. Inc.

Sowardjo. 1981. Peranan Sisa-sisa Tanaman dalam Konservasi Tanah dan air dalam Usahatani Tanaman semusim. [Disertasi]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi Yogyakarta, Yogyakarta.

Sutono S, Tala’ohu SH, Sopandi O dan Agus F. 2004. Erosi pada Berbagai Penggunaan Lahan Di DAS Citarum. Prosiding Seminar Nasional Multifungsi dan Konversi Lahan Pertanian. Balai Penelitian Tanah, Bogor

Tarigan SD dan Sinukaban N. 2001. Peran sawah sebagai filter sedimen, studi kasus di DAS Way Besai, Lampung. Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah. Bogor, 1 Mei 2001. ASEAN Secretariat –

MAFF Japan – Puslitbang Tanah dan Agroklimat, hlm : 29-37.

Thong K.C and Ng WL. 1978. Growth and Nutrient Consumption of Monocorp Cocoa Plant in Island Malaysia Soil. Int. Cocoa Coconut Conf. Kuala Lumpur. 25p.

US Society of Agronomy. 1989. Agronomy News dalam Agriculture, Fertilizers and the Environment. 1999. CABI. Norway.

Vadari T, Subagyono K dan Sutrisno N. 2004. Model Prediksi Erosi : Prinsip, Keunggulan dan Keterbatasan. Prosiding Teknologi Konservasi Tanah Pada Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Vorone RP, Van ven JA and Paul EA. 1981. Organic carbon dynamics and grass land soil. Model validation and simulation of the long term effects of cultivation and rainfall erosion. Canadian journal of soil science. (61) : 211-224

[Walhi Aceh]. Wahana Lingkungan Aceh. 2006. Degradasi Hutan Aceh Ancam Proses Rekonstruksi [Internet]. [diacu 2006 Jan 26] Tersedia dari : http :// kompas.com

[Walhi Aceh]. Wahana Lingkungan Aceh 2009. Siapa Gunduli Hutan Aceh. [Internet]. [diacu 2009 No 22]. Tersedia dari : http :// serambiindonesia.com [Walhi Aceh]. Wahana Lingkungan Aceh 2012. Tiap Tahun Aceh Kehilangan

23.124 hektar [Internet]. [diacu 2012 Jan 2]. Tersedia dari : http :// kompas.com

Weischmeier WH and Smith DD. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses. A

guide to conservation planning. USDA-SED Agric. Handbook No. 537.

Wahyuzar D. 2005. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan terhadap Debit Puncak Di DAS Krueng Seulimum.

Wischmeier WH and Mannering JV. 1969. Relation of soil properties to its Erodibility. Soil Sci. Am. Proc. 33 : 131-137.

Wood SR and Dent FJ. 1983. A land evaluation computer system methodology. AGOF/INS/78/006. Manual 5 versi 1. Ministry of Agriculture Govern of Indonesia in corporation with UNDP and FAO.

[YLI]. Yayasan Leuser Indonesia. 2009. Program Perlindungan Daerah Aliran Sungai Tahap I. Banda Aceh.

Lampiran 1 Faktor - faktor penghambat dalam klasifikasi kemampuan lahan

Kecuraman lereng

A (l0) = 0 sampai 3% (datar)

B (l1) = 3 sampai 8% (landai atau berombak)

C (l2) = 8 sampai 15% (agak miring atau bergelombang) D (l3) = 15 sampai 30% (miring atau berbukit)

E (l4) = 30 sampai 45% (agak curam) F (l5) = 45 sampai 65% (curam) G (l6) = lebih dari 65% (sangat curam)

Kepekaan erosi tanah (nilai K)

KE1 = 0,00 sampai 0,10 (sangat rendah) KE2 = 0,11 sampai 0,20 (rendah)

KE3 = 0,21 sampai 0,32 (sedang) KE4 = 0,33 sampai 0,43 (agak tinggi) KE5 = 0,44 sampai 0,55 (tinggi) KE6 = 0,56 sampai 0,64 (sangat tinggi)

Kerusakan erosi yang telah terjadi

e0 = tidak ada erosi

e1 = ringan : kurang dari 25% lapisan atas hilang e2 = sedang : 25 sampai 75% lapisan atas hilang

e3 = agak berat : lebih dari 75% lapisan atas sampai kurang dari 25% lapisan bawah hilang

e4 = berat : lebih dari 25% lapisan bawah hilang e5 = sangat berat : erosi parit

Kedalaman Tanah

k0 = lebih dari 90 cm (dalam) k1 = 90 sampai 50 cm (sedang) k2 = 50 sampai 25 cm (dangkal)

k3 = kurang dari 25 cm (sangat dangkal)

Tekstur Tanah

t1 : tanah bertekstur halus, meliputi tekstur liat berpasir, liat berdebu dan liat.

t2 : tanah bertekstur agak halus, meliputi tekstur lempung liat berpasir, lempung berliat dan lempung berliat berdebu.

t3 : tanah bertekstur sedang, meliputi tekstur lempung, lempung berdebu dan debu.

t4 : tanah bertekstur agak kasar, meliputi lempung berpasir, lempung berpasir halus dan lempung berpasir sangat halus.

t5 : tanah bertekstur kasar, meliputi tekstur pasir berlempung dan pasir.

Permeabilitas

P1 = lambat : kurang 0,5 cm/jam P2 = agak lambat : 0,5 – 2,0 cm/jam P3 = sedang : 2,0 – 6,25 cm/jam P4 = agak cepat : 6,25 – 12,5 cm/jam P5 = cepat : lebih dari 12,5 cm/jam

Drainase

d0 = berlebihan (excessively drained), air lebih segera keluar dari tanah dan sangat sedikit air yang tahan oleh tanah sehingga tanaman akan segera mengalami kekurangan air.

d1 = baik : tanah mempunyai peredaran udara yang baik. Seluruh profil tanah dari atas sampai ke bawah (150 cm) berwarna terang yang seragam dan tidak terdapat bercak-bercak berwarna terang yang seragam dan tidak terdapat bercak-bercak kuning, coklat atau kelabu.

d2 = agak baik : tanah mempunyai peredaran udara baik di daerah perakaran. Tidak terdapat bercak-bercak berwarna kuning, coklat atau kelabu pada lapisan atas bagian atas lapisan bawah ( sampai sekitar 60 cm dari permukaan tanah).

d3 = agak buruk : lapisan atas tanah mempunyai peredaran udara baik; tidak terdapat bercak-bercak berwarna kuning, kelabu atau coklat. Bercak-bercak terdapat pada seluruh lapisan bagian bawah (sekitar 40 cm dari permukaan tanah).

d4 = buruk : bagian bawah lapisan atas (dekat permukaan) terdapat warna atau bercak-bercak berwarna kelabu, coklat dan kekuning. d5 = sangat buruk : seluruh lapisan sampai permukaan tanah berwarna

kelabu dan tanah lapisan bawah berwarna kelabu atau terdapat bercak-bercak berwarna kebiruan, atau terdapat air yang menggenang di permukaan tanah dalam waktu yang lama sehingga menghambat pertumbuhan tanaman.

Faktor-faktor Khusus Kerikil

b0 = tidak ada atau sedikit : 0 sampai 15% volume tanah. b1 = sedang : 15 sampai 50% volume tanah

b2 = banyak : 50% sampai 90% volume tanah. b3 = sangat banyak : lebih dari 90% volume tanah.

Batuan Kecil

b0 = tidak ada atau sedikit : 0 sampai 15% volume tanah.

b1 = sedang : 15 sampai 50% volume tanah; pengolahan tanah mulai agak sulit dan pertumbuhan tanaman agak terganggu.

b2 = banyak : 50 sampai 90% volume tanah; pengolahan tanah sangat sulit dan pertumbuhan tanaman terganggu.

b3 = sangat banyak : lebih dari 90% volume tanah; pengolahan tanah tidak mungkin dilakukan dan pertumbuhan tanaman terganggu.

Batuan lepas

b0 = tidak ada : kurang dari 0,01% luas areal.

b1 = sedikit : 0,01% sampai 3% permukaan tanah tertutup; pengolahan tanah dengan mesin agak terganggu tetapi tidak mengganggu pertumbuhan tanaman.

b2 = sedang : 3% sampai 15% permukaan tanah tertutup; pengolahan tanah mulai agak sulit dan luas areal produktif berkurang.

b3 = banyak : 15% sampai 90% permukaan tanah tertutup; pengolahan tanah dan penanaman menjadi sangat sulit.

b4 = sangat banyak : lebih dari 90% permukaan tanah tertutup; tanah sama sekali tidak dapat digunakan untuk produksi pertanian.

Batuan tersingkap (rock)

b0 = tidak ada : kurang dari 2 % permukaan tanah tertutup.

b1 = sedikit : 2% sampai 10% permukaan tanah tertutup; pengolahan tanah dan penanaman agak terganggu.

b2 = sedang : 10% sampai 50% permukaan tanah tertutup; pengolahan tanah dan penanaman terganggu.

b3 = banyak : 50% sampai 90% permukaan tanah tertutup; pengolahan tanah dan penanaman sangat terganggu.

b4 = sangat banyak : lebih dari 90% permukaan tanah tertutup; tanah sama sekali tidak dapat digarap.

Ancaman Banjir/Genangan

O0 = tidak pernah : dalam periode satu tahun tanah tidak pernah tertutup banjir untuk waktu lebih dari 24 jam

O1 = kadang-kadang : banjir yang menutupi tanah lebih dari 24 jam terjadinya tidak teratur dalam periode kurang dari satu bulan. O2 = selama waktu satu bulan dalam setahun tanah secara teratur tertutup

banjir untuk jangka waktu lebih dari 24 jam

O3 = selama waktu 2 sampai 5 bulan dalam setahun, secara teratur selalu dilanda banjir yang lamanya lebih dari 24 jam.

O4 = selama waktu 6 bulan atau lebih tanah selalu dilanda banjir secara teratur yang lamanya lebih dari 24 jam.

Salinitas

g0 = bebas = 0 sampai 0,15% garam larut ; 0 sampai 4 (EC x 103) mmhos cm-1 pada suhu 250C

g1 = terpengaruh sedikit = 0,15 sampai 0,3% garam larut; 4 sampai 8 (EC x 103) mmhos cm-1 pada suhu 250C

g2 = terpengaruh sedang = 0,35 sedang 0,65% garam larut; 8 sampai 15 (EC x 103) mmhos cm-1 pada suhu 250C

g3 = terpengaruh hebat = lebih dari 0,65% garam larut; lebih dari 15 (EC x 103) mmhos cm-1 pada suhu 250C

Lampiran 2 Kriteria kesesuaian lahan tanaman kakao

Kakao (Theobromae cacao L.)

Persyaratan penggunaan/ Karakteristik Lahan

Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N

Temperatur (tc)

Temperatur rerata (0C) 25 – 28 20 - 25 - < 20

28 – 32 32 – 35 > 35

Ketersediaan air (wa)

Curah Hujan (mm) 1.500 – 2.500 - 1.250 – 1.500 < 1.250 2.500 – 3.000 3.000 – 4.000 > 4.000

Lamanya masa kering (bln) 1 – 2 2 - 3 3 – 4 > 4

Kelembaban (%) 40 – 65 65 – 75 75 - 85 > 85

35 – 40 30 – 35 < 30

Ketersediaan oksigen (oa)

Drainase Baik, sedang Agak terhambat Terhambat, agak cepat Sangat terhambat, cepat Media Perakaran (rc)

Tekstur Halus, agak

halus, sedang - Agak kasar, sangat halus Kasar Bahan kasar (%) < 15 15 – 35 35 – 55 > 55 Kedalaman Tanah (cm) > 100 75 – 100 50 – 75 < 50 Gambut : Ketebalan (cm) < 60 60 – 140 140 – 200 > 200

Ketebalan (cm), jika ada sisipan bahan

mineral/pengkayaan

< 140 140 – 200 200 – 400 < 400

Kematangan Saprik+ Saprik,

hemik+ Hemik, fibrik+ Fibrik Retensi Hara (nr) KTK liat (cmol) > 16 ≤ 16 - - Kejenuhan basa (%) > 35 20 – 35 < 20 pH H2O 6,0 – 7,0 5,5 – 6,0 < 5,5 7,0 – 7,6 > 7,6 C-organik (%) > 1,5 0,8 - 1,5 < 0,8 Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) < 1,1 1,1 – 1,8 1,8-2,2 > 2,2 Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) - - - - Bahaya Sulfidik (cm) Kedalaman sulfidik (cm) > 125 100 – 125 60 – 100 < 60

Bahaya Erosi (eh)

Lereng (%) < 8 8 – 16 16 – 30 > 30

Bahaya erosi Sangat

rendah Rendah – sedang Berat Sangat berat Bahaya Banjir (fh) Genangan F0 - F1 > F1 Penyiapan Lahan (lp) Batuan di Permukaan (%) < 5 5 - 15 15 – 40 > 40

Lampiran 3 Kriteria kesesuaian lahan tanaman pisang

Pisang (Musa sp)

Persyaratan penggunaan/ Karakteristik Lahan

Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N Temperatur (tc) Temperatur rerata (0C) 25 - 27 27 - 30 30 - 35 > 35 22 - 25 18 - 22 < 18 Ketinggian tempat dpl (m) < 1.200 1.200 – 1.500 1.500 – 2.000 > 2.000

Ketersediaan air (wa)

Curah Hujan (mm) 1.500 2.500 1.250 1.500 1.000 – 1.250 < 1.000 2.500 –

3.000

3.000 – 4.000 > 4.000

Lamanya masa kering (bln) 0 – 3 3 - 4 4 - 6 > 6

Kelembaban (%) > 60 50 - 60 30 – 50 > 30

Ketersediaan oksigen (oa)

Drainase Baik, agak

terhambat Agak cepat, sedang Terhambat Sangat terhambat, cepat Media Perakaran (rc)

Tekstur Halus, agak

halus, sedang - Agak kasar, sangat halus Kasar Bahan kasar (%) < 15 15 - 35 35 – 55 > 55 Kedalaman Tanah (cm) > 75 > 75 50 – 75 < 50 Gambut : Ketebalan (cm) < 60 60 - 140 140 – 200 > 200

Ketebalan (cm), jika ada sisipan bahan

mineral/pengkayaan

< 160 140 - 200 200 – 400 > 400

Kematangan Saprik+ Saprik,

hemik+ Hemik, fibrik+ Fibrik Retensi Hara (nr) KTK liat (cmol) > 16 ≤ 16 Kejenuhan basa (%) > 50 35 - 50 < 35 pH H2O 5,6 – 7,5 5,2 – 5,6 < 5,2 7,5 – 8,0 > 8,2 C-organik (%) > 1,5 0,8 – 1,5 < 0,8 Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) < 2 2 – 4 4 – 6 > 6 Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) < 4 4 – 8 8 – 12 > 12 Bahaya Sulfidik (cm) Kedalaman sulfidik (cm) > 100 75 – 100 40 – 75 < 40

Bahaya Erosi (eh)

Lereng (%) < 8 8 – 16 16 – 30 > 30

Bahaya erosi Sangat

rendah Rendah – sedang Berat Sangat berat Bahaya Banjir (fh) Genangan F0 F1 F2 >F2 Penyiapan Lahan (lp) Batuan di Permukaan (%) < 5 5 – 15 15 – 40 > 40 Singkapan batuan (%) < 5 5 – 15 15 - 25 > 25

Lampiran 4 Nilai faktor C dengan pertanaman tunggal

No Tipe penggunaan untuk pertanaman tunggal Nilai Faktor C 1 Tanah yang diberakan tapi diolah secara periodik 1.00*

2 Semak Belukar 0.30*

3 Sawah tadah hujan 0.05*

4 Tanaman tegalan (tidak terspesifikasi) 0.70* 5 Tanaman rumput Brachiaria :

Tahun permulaan Tahun berikutnya 0.30* 0.02* 6 Ubi kayu 0.80* 7 Jagung 0.70* 8 Kacang-kacangan 0.60* 9 Kentang 0.40* 10 Kacang tanah 0.20* 11 Tebu 0.20* 12 Pisang 0.60* 13 Padang Penggembalaan 0.10*

14 Kopi dengan tanaman penutup tanah 0.20* 15 Cabe, jahe, dan lain-lain (rempah-rempah) 0.90* 16 Kebun campuran :

Kerapatan tinggi Ubi kayu-kedele Kerapatan sedang

Kerapatan rendah (kacang tanah)

0.10* 0.20* 0.30* 0.50* 17 Perladangan berpindah-pindah (shifting cultivation) 0.40* 18 Perkebunan (penutup tanah buruk)

Karet Teh Kelapa sawit Kelapa 0.80* 0.50* 0.50* 0.80* 19 Hutan alam :

Penuh dengan serasah Serasah sedikit

0.001* 0.005* 20 Hutan produksi :

Tebang habis (clear cutting) Tebang pilih (selective cutting)

0.50* 0.20*

21 Belukar/rumput 0.30*

22 Ubi kayu + kedele 0.181*

23 Ubi kayu + kacang tanah 0.195*

24 Padi + sorgum 0.345*

25 Padi + kedele 0.417*

26 Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha 0.049* 27 Padi + mulsa jerami 4 ton/ha 0.096* 28 Kacang tanah + mulsa jagung 4 ton/ha 0.128* 29 Kacang tanah + mulsa clotalaria 3 ton/ha 0.136* 30 Kacang tanah + mulsa kacang tunggak 0.259* 31 Kacang tanah + mulsa jerami 2 ton/ha 0.377* 32 Padi + mulsa clotalaria 3 ton/ha 0.387* 33 Padi tanam tumpang gilir + mulsa jerami 6 ton/ha 0.079* 34 Pola tanam berurutan + mulsa sisa tanaman 0.347* Sumber : Pusat Penelitian Tanah (1973 – 1981), diacu dalam Hardjowigeno (2007).

Lampiran 5 Nilai faktor tindakan konservasi tanah (P) dan pengelolaan tanaman (C)

No Jenis Tanaman/Penggunaan Lahan Nilai Faktor CP Sumber 1 Mulsa penahan air :

- serasah atau jerami 6 ton/ha/thn 0.30 2

- serasah atau jerami 3 ton/ha/thn 0.50 2

- serasah atau jerami 1 ton/ha/thn 0.80 2

2 Teras bangku ditanami :

- kacangtanah - kacang tanah 0.009 3

- jagung + mulsa jerami 4 ton/ha 0.006 3

- jagung 0.480 3

3 Penanaman strip rumput :

- bahia (3 thn) dalam sereh wangi 0.00 3

- bahia (2 thn) + padi gogo + ubi kayu,

rotasi sorgum 0.00 3

- bahia (1 thn) dalam kedelai 0.02 3

4 Penanaman clotalaria dalam :

- kedelai 0.111 3

- padi gogo 0.340 3

- kacang tanah 0.389 3

5 Penanaman strip kacang tanah dalam

pertanaman jagung, sisa tanaman sebagai 0.05 4 mulsa

6 Teras gulud

- dengan rumput penguat 0.5 4

- padi gogo - jagung (rotasi) 0.013 4

- ubi kayu 0.041 4

- jagung - kacang tanah (rotasi), mulsa sisa

tanaman 0.006 4

- kacang tanah - kedelai (rotasi) 0.105 4

- padi gogo – jagung - kacang tunggak

(rotasi), kapur 2 ton/ha 0.012 4

7 Teras bangku ditanami :

- jagung - ubikayu/kedelai (rotasi) 0.056 4

- kacang tanah - kacang tanah 0.009 4

- tanpa tanaman 0.039 4

8 Penanaman strip clotalaria dalam :

- kacang tanah - ubi kayu 0.405 4

- padi gogo - ubi kayu 0.193 4

9 Penanaman strip rumput dalam padi gogo 0.841 4

Sumber :

1. Wood dan Dent (1983) 2. Hammer (1981)

3. Abdurachman, S. Abujamil dan U. Kurnia (1984) 4. Pusat Penelitian Tanah (1973-1981)

Lampiran 6 Faktor kedalaman beberapa sub order tanah

No Sub order

Harkat Kemerosotan Sifat Fisika dan Kimia

Nilai Faktor Kedalaman Tanah Fisika Kimia 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 Aqualf Udalf Ustalf Aquent Arent Fluvent Orthent Psamment Andept Vitrand Udand Aquept Tropept Udepts Alboll Aquoll Rendoll Udoll Ustoll Aquox Humox Orthox Ustox Aquod Ferrod Humod Orthod Aquult Humult Udult Ustult Udert ustert Sedang Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sedang Tinggi Rendah Tinggi Tinggi Rendah Rendah 0.90 0.90 0.90 0.90 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 0.95 1.00 1.00 0.75 0.90 0.90 1.00 1.00 0.90 1.00 0.90 0.90 0.90 0.95 1.00 0.95 0.80 1.00 0.80 0.80 1.00 1.00 Sumber : Hammer (1981), diacu dalam Sinukaban (1989) dan Hardjowigeno

Lampiran 7 Kedalaman tanah minimum untuk berbagai jenis tanaman

No Jenis Tanaman Kedalaman minimum (cm)

1. Padi Sawah 2. Padi gogo 3. Jagung 4. Sorghum 5. Kedelai

Dokumen terkait