• Tidak ada hasil yang ditemukan

Danandjaja, James, 1994. Folklor Indoneisia . Jakarta, Pustaka Utama Grafiti.

Endaswara, Suwardi. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Widia Utama.

Harti, Widyastuti Sri. 2011. Konsep Memayu Hayuning Bawana Sebagai Upaya Recovery Bencana Alam Gunung Merapi di Kecamatan Dukun Magelang. Yogyakarta. Lemlit UNY

Koentjaraningrat. 1980. Beberapa pokok antropologi social. Jakarta: Dian Rakyat.

--- 1990. Pengantar Ilmu Atropologi. Jakarta: Rineka Cipta

Moeleong. 2007. Metodologi penelitian Kualitatif edidi revisi: Bandung: Pt. Rosda karya.

Sri Ahimsa Putra, Heddy. 2009. Seni tradisi, masalah, dan pengembangannya. Pusat Budaya: UNY

Garjito hadi, seno Pu. tro. 2009. Pengelolaan dan Pengembanganseni tradisi di bokoharjo. Pusat Budaya: UNY.

67 a. Jathilan

a.1 Wilayah Tumbuh Kembang

Kelompok kesenian Jathilan banyak terbentuk di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Kesenian Jathilan di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten ada yang terbentuk sejak dahulu kala/peninggalan nenek moyang yang turun temurun dan ada pula kelompok yang baru terbentuk pada akhir-akhir ini. Kelompok Jathilan yang digemari oleh para penonton dan sering pentas di dalam daerah Kecamatan Dukun ataupun di luar daerah adalah 1) kelompok kesenian Jathilan di Dusun Dukuh, Desa Mangunsuko, Kecamatan Dukun, 2) kelompok kesenian Jathilan di Dusun Trono, Desa Krinjing, Kecamatan Dukun, dan 3) kelompok Jathilan di Dusun Sumber, Desa Sumber, Kecamatan Dukun. Selain ketiga kelompok tersebut masih ada beberapa kelompok kesenian Jathilan di daerah Kecamatan Dukun. Namun, kesenian tersebut tidak sering pentas dan tidak disenangi oleh penonton.

a.2 Deskripsi

Jathilan adalah salah satu kesenian yang masih ada di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Jathilan merupakan sebuah kesenian yang menyatukan antara unsur gerakan tari dengan kekuatan magis. Kesenian ini juga sering disebut dengan kesenian jaran kepang/kuda kepang. Jenis kesenian ini dimainkan dengan pemain yang menaiki properti berupa kuda tiruan yang terbuat dari anyaman bambu atau kepang dan membawa senjata berupa tameng dan pedang/cambuk.

68

Kesenian jathilan biasanya dimainkan berpasangan oleh 8, 10, 12, 14, ataupun sesuai dengan anggota masing-masing. Di satu pihak diibaratkan prajurit yang berkarakter baik, sedangkan dipihak lain merupakan prajurit yang berkarakter buruk. Pagelaran kesenian ini dimulai dengan tari-tarian oleh para penari yang gerakannya sangat pelan tetapi kemudian gerakanya perlahan-lahan menjadi sangat dinamis mengikuti suara iringan musik yang dimainkan. Alat musik yang digunakan untuk mengiringi kesenian ini terdiri dari drum, kendang, kenong, gong, bendhe, demung, saron, dan slompret, yaitu seruling dengan bunyi melengking. Iringan musik itu dikombinasikan dengan lagu-lagu yang dapat menambah hidupnya suasana. Lagu-lagu yang dibawakan dalam mengiringi tarian,biasanya berisikan himbauan agar manusia senantiasa melakukan perbuatan baik dan selalu ingat pada Sang Pencipta, lagu-lagu macapat, dan ada juga yang menyanyikan lagu-lagu lain. Setelah sekian lama, para penari kerasukan roh halus sehingga hampir tidak sadar dengan apa yang mereka lakukan, mereka melakukan gerakan-gerakan yang sangat dinamis mengikuti rancaknya suara gamelan yang dimainkan.

a.3 Busana

Pelaku seni/pemain kesenian Jathilan menggunakan pakaian kejawen berupa surjan, menggunakan celana panji dengan ukuran kurang lebih selutut, dan menggunakan jarit yang dipakai sedemikian rupa. Perlengkapan/atribut lain yang digunakan berupa begel di kedua tangan pemain, tutup kepala berupa udheng/blangkon, krincing pada kaki, pangkat pada bahu, sumping pada telinga, dan lain sebagainya. Tata rias wajah para jongki/pemain yang menunggang kuda kepang adalah rias muka yang dibuat tebal, terutama alis dan perona pipi. Hal tersebut ditujukan agar pemain lebih kelihatan berkarakter. Lebih jelasnya, kesenian Jathilan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

69 a.4 Pengelolaan dan Pengembangan

Kesenian Jathilan di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang masih sangat digemari oleh masyarakat. Hal tersebut terbukti dari antusias warga, entah itu pemain/pelaku seni maupun penonton. Pelaku seni sangat antusias/memiliki semangat yang tinggi untuk latihan dan ikut pentas meskipun mereka tidak mendapatkan upah/bayaran dalam mereka berkesenian. Pelaku seni berkesenian tidak mencari nafkah, namun mereka mempunyai rasa untuk melestarikan budaya dan kesenian tradisi peninggalan nenek moyang. Di sisi lain, pelaku seni dalam berkesenian didorong oleh jiwa seni yang melekat pada diri masing-masing. Jika mereka pentas, ada kepuasan tersendiri dan merasa bangga. Hal tersebut mendorong pelaku seni untuk tetap berkesenian dan kesenian Jathilan di Daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang tetap lestari hingga saat ini.

Kesenian Jathilan di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang waktu demi waktu tidak ada penurunan/tidak ada tanda-tanda akan punah, namun justru sebaliknya. Waktu demi waktu kesenian ini makin berkembang. Perkembangan tersebut terlihat dari beberapa bukti, yaitu 1) penonton yang selalu membludak/selalu ramai jika ada pementasan Jathilan. 2) Pada jaman dahulu tarian dalam Jathilan dapat dikatakan monoton, namun kini selalu ada perkembangan, entah itu dalam gerakan tari, pola lantai, maupun kekompakan para pemain. 3) Kostum yang dikenakan juga berkembang. Jika jaman dahulu

70

kesenian Jathilan hanya mengenakan kostum yang seadanya, saat ini kostum yang dikenakan sangat megah dan menarik. Sering kali ada penambahan kostum untuk memperindah penampilan saat pentas dan sering pula pengadaan kostum baru agar saat pentas para pemain tidak jenuh dengan kostum yan dikenakan. 4) Tata rias kesenian Jathilan pada jaman dahulu sangat sederhana, namun kini kelihatan lebih menarik dan lebih berkarakter. Bahan yang digunakan juga sangat berbeda. Jika dahulu hanya menggunakan perlengkapan rias yang seadanya, kini telah menggunakan perlengkapan rias yang tidak jauh berbeda dengan perlengkapan di salon rias wajah. 5) Iringan musik pada jaman dahulu hanya monoton, namun sekarang telah diolah sedemikian rupa sehingga musik pengiring Jathilan dapat lebih menarik dan meriah. Jika jaman dahulu alat musik yang digunakan mungkin hanya bendhe, kempul, gong, dan kendhang, kini telak dikolaborasikan dengan alat musik modern seperti bas, gitar, orgen, drum, ketipung, angklung, dan lain-lainnya. Bahkan untuk memeriahkan pertunjukan, banyak kesenian Jathilan yang diiringi dengan musik dangdut. 6) Dahulu anggota kesenian tidak ada keorganisasian, jika ada hanya sederhana. Namun, kini organisasi kesenian Jathilan di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang sangat tertata. 7) Kesenian Jathilan sangat sering pentas di dalam maupun di luar daerah. Hal di atas menunjukkan bahwa kesenian Jathilan di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang selalu berkembang waktu demi waktu.

b. Reog

b.1 Wilayah Tumbuh Kembang

Reog merupakan kesenian yang berasal dari Jawa bagian timur. Namun, kesenian itu juga tumbuh dan berkembang di Jawa bagian tengah. Salah satu tempat tumbuh dan berkembang kesenian Reog yang ada di daerah Jawa tengah adalah di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Di kecamatan tersebut terdapat beberapa kelompok kesenian yang berkecimpung dalam tari Reog. Kelompok kesenian Reog yang terdapat di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten magelang antara lain adalah 1) kesenian Reog di Dusun Tontro Desa Sumber, 2) kesenian Reog di Dusun Sewukan Tegal Desa Sewukan, 3) kesenian Reog di Dusun Gejiwan Desa Dukun, dan 4) kesenian Reog di Dusun Gumuk Desa

71

Sumber. Keempat kelompok tersebut merupakan kelompok yang sering pentas di dalam maupun di luar Kecamatan Dukun. Selain keempat kelompok itu, masih ada kelompok kesenian Reog lain yang terdapat di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Namun, kelompok itu tidak begitu sering pentas dan tidak begitu mengundang perhatian penonton.

b.2 Deskripsi

Reog adalah sebuah kesenian budaya berbentuk teater yang dilakukan oleh sekelompok pemain drama tari dengan berbagai karakter dan perwatakan pelaku. Kesenian Reog ini diakui berasal dari daerah Ponorogo.

Kesenian Reog mempunyai 5 pemeran utama yang selalu bermain di saat pertunjukan berlangsung. Pemeran itu adalah sebagai berikut.

5. Singo Barong yang berbentuk kepala harimau dengan tatanan bulu merak yang mengembang lebar sebagai mahkota yang disebut dengan dadak merak. Berat dadak merak bisa mencapai 50–60 kg yang cara memakainya/menggunakannya dengan cara digigit.

6. Raja Klana Sewandana, yaitu seorang raja yang memakai topeng dengan ciri khas satria dan pemberani.

7. Pujangga Anom atau Bujangganong. Pemeran Bujanganong memakai topeng yang bentuknya lucu dan seram dengan gerak tarian lincah dan akrobatik. 8. Sekelompok Jathilan, jumlahnya bisa mencapai empat, enam, delapan, dan

seterusnya yang berjumlah genap, penari berpenampilan kesatria tapi feminim dengan menunggang kuda replika dari kepang atau anyaman bambu.

Warok, yaitu berperan sebagai Pembina atau sesepuh. Warok diperankan oleh laki-laki yang bertubuh kekar, mempunyai jambang dan kunis yang tebal, serta memakai tutup kepala yang disebut belangkon.

Dalam kesenian Reog, tentu saja diiringi dengan iringan musik. Musik pengiring di bagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok penyanyi yang terdiri dari dua penyanyi yang menyanyi lagu daerah seperti Jathilan Jonorogo apabila diadakan di kabupaten Ponorogo dan apabila di Surabaya para aguyuban reog di Surabaya sering menggantinya dengan Semanggi Surabaya atau Jembatan Merah yang merupakan lagu khas Surabaya dengan bahasa jawa lalu kelompok

72

instrument gamelan memiliki anggota sekitar 9 orang yang terdiri dari, 2 orang penabuh gendang, 1 orang penabuh ketipung atu gendang terusan, 2 orang peniup slompret, 2 orang penabuh kethuk dan kenong, 1 orang penabuh gong, dan 2 orang pemain angklung. Salah satu ciri khas dari tabuhan reog adalah bentuk perpaduan irama yang berlainan antara kethuk kenong dan gong yang berirama selendro dengan bunyi slompret yang berirama pelog sehingga menghasilkan irama yang terkesan magis. Kesenian reog dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

b.3 Busana

Busana kesenian Reog di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang tidak begitu banyak perubahan. Hal tersebut disebabkan busana Reog memang sudah ada ketentuannya. Namun, pada umumnya aspek busana mengandung 4 warna, yaitu warna merah, hitam, putih, dan kuning. Jika dilihat dari makna filosofi yang terkandung, keempat warna tersebut menggambarkan nafsu manusia. Pakaian/busana pemeran kesenian Reog adalah sebagai berikut.

5. Pakaian/busana beserta atribut yang dikenakan oleh pemeran Singo Barong terdiri dari beberapa perlengkapan. Pakaian/busana beserta atribut tersebut adalah celana panjang warna hitam dengan hiasan gombyok merah di bagian bawah dan sisi kiri kanan, baju kimolong, embong/penutup perut bagian bawah

73

berbentuk setengah lingkaran berwarna hitam dengan gombyok warna kuning dari benang songket, sabuk/epek timang hitam, setagen (ubet), cinde, dan cakep hitam. Selain itu, Singo Barong mengenakan atribut yang sangat besar dan berat, yaitu topeng yang disebut dhadhak merak. Dhadhak merak berbentuk seperti kepala harimau dengan tatanan bulu merak yang mengembang lebar sebagai mahkota. Berat dadak merak bisa mencapai 50–60 kg yang cara memakainya/menggunakannya dengan cara digigit. Topeng inilah yang disebut dengan reog.

6. Pakaian/busana Raja Klana Sewandana adalah dengan mengenakan celana cinde panjang berwarna merah, memakai jarit parang barong gagrak Ngayogyan (dasaran putih), bara-bara dan samir, epek timang merah, setagen ubet cinde warna merah, uncal, sampur warna merah dan kuning, kace merah dari monte, ulur warna merah, cakep warna merah, klat bahu, keris blangkrak, praba, topeng klana, binggel, dan membawa cambuk.

7. Busana Pujangga Anom/Bujangganong adalah celana dingkikan, binggel, embong gobyok, epek timang warna hitam, setagen warna hitam, cakep warna hitam, sampur warna merah dan kuning, rompi warna merah, serta topeng hidung panjang warna merah dengan rambut terurai.

8. Busana Jatil adalah clana dingkikan kepanjen, memakai jarit motif parang barong, bara-bara dan samir, sampur warna merah kuning, epek timah hitam, ubet cinde, hem putih lengan panjang, gulon ter, kace, srempang, cakep, iket hitam, iketnya berupa gadhung tapak dara, binggel, serna eblek jaranan/jaran kepang.

Pakaian yang dijelaskan di atas adalah pakaian secara keseluruhan yang dikenakan oleh pemeran kesenian reog. Namun, dalam kenyataannya pemakaian perlengkapan dan busana oleh kelompok kesenian Reog di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang tidak selengkap yang telah disebutkan di atas. Hal tersebut disebabkan kurang lengkapnya perlengkapan dan busana yang dimiliki oleh anggota kelompok Reog di daerah Kecamatan Dukun. Sebagai contoh, Bujangganong harus memakai sampur berwarna merah dan kuning. Namun jika

74

ternyata ada salah satu sampur yang hilang/tidak ada saat pentas, maka ada salah satu pemeran Bujangganong yang hanya memakai satu sampur.

b.4 Pengelolaan dan Pengembangan

Sama halnya dengan kesenian Jathilan di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang, kesenian Reog di daerah tersebut juga berkembang waktu demi waktu. Awal mula ada kesenian Reog di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang hanya meniru gerakan Reog Ponorogo dalam VCD. Namun, kini ada yang menggeluti gerakan Reog dan seluk beluk tentang Reog hingga kini menjadi pelatih kesenian tersebut. Tarian kesenian Reog tidak begitu banyak perkembangan, hanya pola lantai yang dikembangkan.

Antusias warga di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang untuk menonton pertunjuka Reog sangat besar. Walaupun kini hiburan telah banyak yang lebih praktis, misal radio, televisi, game online, dan lainnya, namun tiap kali ada pementasan tetap saja dipenuhi penonton. Rasa semangat yang dimiliki pemain juga amat tinggi. Mereka tetap semangat latihan dan ikut pentas meskipun harus menyita waktu mereka untuk istirahat. Hal tersebut disebabkan waktu latihan dan pentas kesenian ini hampir selalu di malam hari. Pelaku seni tidak mendapatkan upah dari berkesenian, namun mereka tetap semangat.

Sumber dana awal yang dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan latihan dan pentas, yaitu untuk pembelian kostum, gamelan/alat musik, perlengkapan tat arias, dan lain-lain diperoleh dari hasil iyuran anggota. Kini karena sering pentas, pendanaan diperoleh dari hasil pentas tersebut. Hasil pentas seluruhnya masuk ke dalam kas dan sama sekali tidak digunakan untuk membayar pemain. Pendapatan yang diperoleh dari pentas dipergunakan untuk memperbaiki kostum yang rusak, membeli kostum baru, membeli perlengkapan rias, dan lainnya. Selain dari hasil pentas, pendanaan juga sering kali mendapat bantuan dari dinas melalui pengajuan proposal.

75 c. Kethoprak

c.1 Wilayah Tumbuh Kembang

Kesenian Kethoprak di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang kini sudah tidak sesemarak jaman dahulu. Kini kesenian itu telah merosot dan sudah jarang pentas. Namun, hingga saat ini masih ada kelompok kesenian Kethoprak yang masih tetap bertahan dan jika diminta untuk pentas tetap sanggup memenuhi permintaan. Kelompok kesenian tersebut adalah 1) kesenian Kethoprak di Dusun Trono Desa Krinjing, 2) kesenian Kethoprak di Dusun Dukuh Desa Mangunsuko, 3) kesenian Kethoprak di Dusun Ngargomulyo Desa Ngargomulyo, dan 4) kesenian Kethoprak di Dusun Keningar Desa Keningar.

c.2 Deskripsi

Kethoprak merupakan drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian dan digelarkan di sebuah panggung dengan mengambil cerita dari sejarah, cerita panji, dongeng dan lainnya dengan diselingi lawak. Kesenian ini diiringi musik dari gamelan. Sebagai ciri khas kesenian Kethoprak adalah adanya tanda pembabagan dengan menggunakan keprah. Keprak merupakan sejenis kentongan yang cara membunyikannya dengan cara dipukul menggunakan pemukul dari kayu/bambu.

Kethoprak dilakukan oleh beberapa orang sesuai dengan keperluan ceritanya. Adapun ciri khas dari kethoprak ini dilakukan dengan dialog bahasa Jawa. Tema cerita dalam sebuah pertunjukan kethoprak bermacam-macam, biasanya diambil dari cerita legenda atau sejarah Jawa. Kesenian kethoprak dapat dilihat pada gambar berikut ini.

76 c.3 Busana

Kostum/busana kesenian kesenian Kethoprak di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang tidak ada perkembangan/perbaikan. Hal tersebut disebabkan kesenian Kethoprak di daerah tersebut sudah tidak banyak permintaan untuk pentas. Tidak semua kelompok kesenian Kethoprak di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang memiliki kostum secara lengkap. Sering kali tiap akan pentas harus menyewa kostum dari kelompok lain.

c.4 Pengelolaan dan Pengembangan

Perkembangan Kethoprak di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang tidak seperti Jathilan dan Reog. Kesenian ini kadang kala masih pentas, namun tidak sesering pertunjukan Jathilan dan Reog. Meskipun demikian, tiap kali ada pementasan Kethoprak di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang tetap saja banyak warga yang menyaksikan.

Latihan Kethoprak yang dilakukan oleh anggota-anggota kesenian telah menurun. Jika dahulu dilakukan setiap seminggu atau dua minggu sekali, kini hanya dilakukan sebulan atau dua bulan sebelum pementasan. Kesenian kethoprak jaman dahulu dengan jaman sekarang ada perubahan dalam sisi cerita. Pada jaman dahulu cerita yang dipertunjukkan sangan mengikuti pakem/tanpa ada

77

pemenggalan cerita, namun sekarang hanya diambil inti ceritanya dan banyak pemangkasan cerita. Saat ini justru banyak disisipi guyon oleh pelawak. Guyonan oleh pelawak ditujukan untuk menarik minat penonton.

d. Kerawitan

d.1 Wilayah Tumbuh Kembang

Dahulu di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang banyak terbentuk kelompok kesenian Kerawitan. Namun, seiring perkembangan jaman kesenian itu banyak yang terkikis keberadaannya. Kini kelompok kesenian kerawitan di daerah Kecamatan Dukun yang masih berdiri dan masih sering pentas adalah kelompok yang ada di Dusun Dukun, Desa Mangunsuko dan di Dusun Talun Lor Desa Banyudono.

d.2 Deskripsi

Kerawitan adalah salah satu kesenian tradisional Jawa yang hingga saat ini masih ada di daerah-daerah tertentu, misalnya di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Kesenian ini merupakan kesenian musik duduk, yang mana para pelaku seni memainkan alat musik berupa gamelan. Gamelan merupakan alat musik Jawa yang terdiri dari berbagai jenis alat musik. Alat musik gamelan terdiri dari gong, kempul, kethuk, kenong, bonang barung, bonang penerus, kendhang, demung, saron, penyacah/peking, gambang, rebab, gender, slenthem, rebab, dan siter. Biasanya kesenian ini dipadukan dengan lagu-lagu Jawa klasik. Selain hanya dinikmati alunan musiknya saja, kerawitan juga sering digunakan untuk mengiringi pertunjukan Kethoprak, Wayang Kulit, Wayang Orang, Wayang Golek, dan kesenian teater Jawa lainnya yang berfungsi sebagai penguat suasana cerita. Pelaku seni Kerawitan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

78 d.3 Busana

Tidak ada ketentuan untuk busana yang digunakan oleh pelaku seni kesenian Kerawitan. Namun, biasanya busana yang dikenakan adalah busana tradisional Jawa, entah itu gagrag Ngayogjan maupun gagrag Solo. Busana yang dikenakan oleh pelaku seni Kerawitan di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang juga tidak ada ketentuannya. Saat pentas mengiringi Jathilan, Kethoprak, atau kesenian lain, busana yang dikenakan oleh pelaku seni Kerawitan justru sering tidak seragam. Jadi busana yang dikenakan oleh pelaku seni kesenian Kerawitan di daerah Kecamatan Dukun tidak begitu diperhatikan. d.4 Pengelolaan dan Pengembangan

Kesenian Kerawitan di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang sudah tidak begitu digemari masyarakat. Itu terbukti kesenian Kerawitan yang sudah sangat jarang pentas tunggal atau pentas yang bukan sebagai pengiring wayang, kethoprak, atau pengiring kesenian lain. Latihan Kerawitan juga sudah tidak teratur, sebulan sekali saja sudah tidak pasti diadakan latihan.

79 e. Campursari

e.1 Wilayah Tumbuh Kembang

Di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang tidak begitu banyak adanya kelompok kesenian Campursari. Kelompok kesenian Campursari di daerah Kecamata Dukun muncul/terbentuk di Dusun Dukun Desa Mangunsuko dan di Dusun Talun Lor Desa Banyudono.

e.2 Deskripsi

Kesenian Campursari adalah suatu kesenian yang mirip dengan kesenian Kerawitan. Pembedanya adalah lagu yang dibawakan dan adanya alat musik modern sebagai pengkolaborasian dengan alat musik tradisional Jawa, yaitu gamelan. Jika lagu dalam kesenian Kerawitan berupa lagu Jawa klasik, lagu-lagu dalam Campursari berupa lagu Jawa modern yang digarap sedemikian rupa sehingga dapat lebih ramai/gumyak. Alat musik dalam kesenian Campursari biasanya berupa gong, kempul, saron, demung, peking/pencacah, kendhang, ketipung, keybord, gitar, bas, dan drum. Kesenian Campursari saat pentas dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

80 e.3 Busana

Busana/pakaian seragam yang dikenakan oleh pelaku seni campursari sangatlah beragam di tiap masing-masing kelompok. Namun, biasanya mereka memakai busana kejawen. Ada kelompok Campursari yang mengenakan pakaian Jawa gagrag Ngayogyakarta ada pula yang memakai pakaian gagrag Solo.

e.4 Pengelolaan dan Pengembangan

Pementasan campursari di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang sudah tidak sesering pada jaman dahulu. Hal tersebut mungkin disebabkan adanya grup orgen tunggal yang lebih sederhana dan lebih murah meriah. Walaupun demikian, campursari di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang tetap ada hingga saat ini dan tidak sedikit orang yang mempunyai hajat mendatangkan grup campursari untuk memeriahkan acaranya.

Grup campursari di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang tetap dapat memenuhi permintaan konsumen meskipun jadwal latihan kesenian ini telah tidak rutin dilakukan. Latihan hanya dilakukan saat ada panggilan pentas. Namun, anggota tetap akan hadir latihan dengan semangat jika diadakan latihan untuk persiapan pentas. Tiap kali diminta untuk pentas tetap berusaha menampilkan yang terbaik dengan penggarapan lagu-lagu baru yang sedang popular.

Keorganisasian anggota kesenian Campursari di daerah Kecamatan Dukun

Dokumen terkait