• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian Pusat Studi Budaya yang berjudul Konsep Memayu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian Pusat Studi Budaya yang berjudul Konsep Memayu"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian Pusat Studi Budaya yang berjudul Konsep Memayu Hayuning Bawana pada Masyarakat Wilayah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep Memayu Hayuning Bawana terpantul pada wujud budaya masyarakat melalui ide, perilaku, artefak, dan karya masyarakat. Salah satu hasil budaya yang tanpak pada masyarakat adalah adanya kesenian tradisi yang menjadi media perekat hubungan sosial masyarakat di desa tersebut.

Pasca bencana gunung Merapi, desa tersebut menjadi rusak parah karena letusan gunung Merapi. Kerusakan yang dihasilkan meliputi lahan pertanian, pertenakan, air bersih, jembatan, akses jalan, dan fasilitas-fasilitas umum. Keadaan semakin parah dengan adanya ancaman lahar dingin yang dapat datang kapan saja apabila musim hujan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terkait dengan konsep Memayu Hayuning Bawana, tampak adanya ketahanan hidup yang salah satunya didapatkan dari tradisi berkesenian. Dari identifikasi di lokasi terdapat beberapa kesenian tradisional yang dikembangkan oleh masyarakat Dukun. Kesenian yang ada di wilayah Dukun ini memiliki karakter yang khas. Kekhasan kesenian tersebut adalah difungsikannya kesenian tadisi tersebut sebagai sarana ketahanan hidup masyarakat dalam menghadapi kesulitan pasca bencana alam gunung Merapi. Di samping itu, kesenian tersebut juga berfungsi sebagai tontonan/hiburan dan tuntunan.

(2)

2

Kesenian tradisi yang terdapat di wilayah kecamatan Dukun, di samping yang sudah diurai di atas, masih banyak jenis kesenian tradisi lain yang dimiliki masyarakat Dukun yang belum teridentifikasi. Oleh karena itu pelu dideskripsikan. Hal itu disebabkan oleh perkembangan sosial budaya masyarakat sudah beralih ke sosial masyarakat industri. Generasi muda di wilayah kecamatan Dukun sudah banyak mengembara untuk mencari kehidupan yang lebih layak. Di samping itu, juga dipengaruhi oleh kemajuan teknologi terdapat pada kesenian dan tontonan modern. Modernisasi tersebut akan mengalihkan perhatian masyarakat kepada kesenian tradisional yang sudah dimiliki.

Sri Ahimsa-Putra (2009: 2) seni tradisi umumnya dapat bertahan hidup karena para pengabdian pemainnya bukan dari dukungan institusional baik dari pemerintah maupun swasta. Banyak seni tradisi Menurut yang berhasil tetap hidup karena kebaikan hati beberapa tokoh masyarakat yang menggemari kesenian tersebut dan pemain yang pengabdiannya sangat tinggi. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa kondisi seni tradisional popularitasnya semakin merosot. Untuk itu maka diperlukan penelitian yang dapat menginventaris dan memetakan serta mencari alternatif Pengelolaan dan Pengembangan seni tradisi.

Selaras dengan pemahaman di atas, maka peneliti memandang perlu untuk melakukan penelitian seni tradisional di wilayah kecamatan Dukun senyampang seni di daerah tersebut masih subur dengan dukungan masyarakat yang penuh. Dari keadaan tersebut maka Pengelolaan dan Pengembangan menjadi lebih mudah dilakukan.

(3)

3 B. Fokus Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada persoalan kesenian tradisi yang terdapat di wilayah kecamatan Dukun, kabupaten Magelang pasca recovery bencana alam gunung Merapi terkait dengan deskripsi bentuk kesenian, wilayah tumbuh, pengembangan, dan pengelolaannya.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Menemukan dan mendeskripsikan potensi seni tradisi di wilayah kecamatan Dukun, kabupaten Magelang pasca recovery bencana alam gunung Merapi.

2. Mendeskripsikan Pengelolaan dan Pengembangan Potensi seni tradisi di wilayah kecamatan Dukun, kabupaten Magelang.

(4)

4 BAB II KAJIAN TEORI A. Budaya, Kearifan Lokal, dan Folklor

Seni tradisi merupakan bagian dari kebudayaan. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan dan tindakan hasil karya manusia, dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjroningrat, 1980:180). Kebuyaan mempunyai tiga wujud, yaitu (a) wujud ideal yang sifatnya abstrak yang tidak dapat diraba atau difoto dan ada dalam pikiran atau otak manusia. (b) Sistem sosial yang terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi satu dengan lainnya yang selalu menurut pola-pola tertentu berdasarkan adat dan tata kelakuan. (c) Kebudayaan fisik, kebudyaan ini berupa total hasil fisik dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat. Oleh karena itu sifatnya paling kongkrit yang berupa benda-benda yang dapat diraba dan difoto (Koentjroningrat, 1990:186-188).

Kebudayaan memiliki beberapa unsure. Unsure tersebut adalah bahasa yang merupakan alat komunikasi, (2) sistem pengetahuan, (3) organisasi sosial, (4) sistem peralatan hidup dan teknologi, (5) sistem mata pencarian hidup, dan (6) sistem religi.

Budaya mempunyai pengertian lebih luas dari kearifan lokal, karena budaya mencakul hal-hal yang bersifat klasik maupun modern, mencakup seluruh perilaku manusia yang dimiliki karena belajar. Sementara kearifan lokal mempunyai pengertian sebagai hasil pemikian nenek moyang yang berupa pengetahuan-pengetahuan yang dirumuskan dari pemahaman dan pandangan hidupnya tentang makro kosmos dan mikro

(5)

5

kosmos serta sudah di ujicoba turun temurun melalui titen maupun langsung digunakan masyarakat. Sedangkan folklor adalah salah satu bentuk kebudayaan yang berasal dari satu tradisi masyarakat yang ditukarkan dalam bentuk lisan dan bersifat arkais. Menurut Dundes (melalai Danan Jaya 1994:1) folk adalah sekelompok orang yang mengenal ciri-ciri fisik sosial dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri-ciri pengenal itu antara lain warna kulit yang sama, bentuk rambut yang sama, mata pencarian yang sama, bahasa yang sama, taraf pendidikan yang sama, dan agama yang sama. Namun yang lebih penting lagi adalah bahwa mereka telah memiliki suatu tradisi yakni kebudayaan yang mereka warisi turun menurun, sedikitnya dua generasi yang dapat mereka akui sebagai milik bersama. Disamping itu, yang paling penting adalah mereka sadar identitas kelompok mereka sendiri. Seni tradisi sebagai bagian dari folklor menunjukkan identitas folk sebagai masyarakat penghasil seni. Lebih lanjut Danan Jaya (1994: 2) mendefinisikan folklor sebagai berikut. Folklor adalah sebagai bagian dari kebuyaan kolektif semacam apa saja secara tradisional dalam fersi berbeda baik dalam bentuk tulisan maupun contoh dengan gerak isyarat atau alat bantu pengingat.

Folklor mempunyai ciri-ciri pengenal utama. Ciri itu adalah (1) penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan, yaitu disebarkan melalui tutur kata dari mulut kemulut atau dengan suatu contoh dengan isyarat dan alat bantu pengingat dari generasi satu ke generasi berikutnya. (2) Folklor bersisat tradisiobal disebarkan dalam bentuk relatif tetap dalam bentuk standar disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu yang

(6)

6

lama, paling sedikit dua generasi. (3) Folklor dalam fersi-fersi bahkan farian-farian yang berbeda. (4) Folklor bersifat anonym, nama penciptanya sudah tidak diketahui lagi. (5) Folklor biasanya berbentuk berpola. (6) Folklor kegunaan dalam kehidupan bersama suatu kolektif. (7) Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum. (8) Folklor menjadi miliki bersama dari kolektif tertentu. (9) Folklor bersifat polos dan lugu, bahwa banyak folklor merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur.

Merunut pengertian-pengertian di atas, maka seni tradisi termasuk unsur budaya yang merupakan jenis kearifan lokal yang dapat pula dimasukan ke dalam hasil folklor dalam hal ini ciri-ciri seni tradisi tanpak pada ciri-ciri folklore, yaitu bersifat tradisional, muncul dalam versi-versi, bersifat anonim, mempunyai bentuk berpola, mempunyai kegunaan dalam kehidupan, serta bersifat polos dan lugu.

B. Fungsi Folklor

Menurut William R. Baskom (Danan Jaya 1994: 19) folklor memiliki beberapa fungsi jika dilihat dari sisi pendukungnya. Fungsi tersebut adalah (a) sebagai sistem proyeksi atau sebagai pencermin angan-angan suatu kolektif, (b) sebagai pengesahan pranata-pranata dan lembaga kebudayaan, (c) sebagai alat pendidikan anak, dan (d) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat selalu dipatuhi anggota kolektifnya. Fungsi tersebut juga tanpak terdapat pada seni tradisi, karena seni tradisi sesungguhnya sebagai pencermin angan-angan suatu kolektif, sebagai alat pendidikan, dan juga

(7)

7

sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma dipatuhi oleh masyarakatnya.

C. Seni Tradisi

Sebagai bagian dari budaya, kearifan lokal, dan folklor, seni tradisi sering diidentikkan dengan seni kerakyatan. Kesenian dibedakan dalam ranah kesenian tradisional yang terdiri dari seni keraton dan seni kerakyatan, kemudian kesenian modern serta keseniaan massa yang merupakan perkawinan seni tradisi dengan seni modern yang berupaya untuk memperluas jangkauan penonton dan pendapatan. Berkaitan dengan keadaan seni tradisi masa sekarang, di mana kehidupannya semakin menurun, maka menurut pandangan Sri Alhimsa Putra (2009: 3) seni tradisi perlu dilestarikan karena unsur budaya ini memiliki beberapa fungsi sosiokultural yang sangat penting, baik itu yang bersifat material maupun yang bersifat non-material. Pertama, dari sudut pandang praktis ekonomis, seni tradisi dapat menjadi salah satu atraksi wisata yang dapat menarik wisatawan lokal maupun manca negara untuk datang ke suatu daerah. Kedua menunjukkan jati diri.

Seni tradisi dari suatu daerah biasanya adalah di dapat dengan mudah dan menjadi ciri khas atau jati diri daerah tertentu. Apalagi seni tradisi tersebut sudah sejak lama dikenal dan hanya satu-satunya di darah itu. Seni tradisi di sini dapat menjadi salah satu penanda utama daerah tersebut yang dapat disebut denga jati diri atau identitas. Ketiga, dasar dan sumber ide penciptaan. Seni tradisi juga sering menjadi suatu inspirasi penciptaan karya seni oleh seniman. Tidak hanya bagi penciptaan karya di bidang yang sama tetapi juga di bidang yang

(8)

8

berbeda. Sebagai contoh banyak koreografer Indonesia yang mendapat inspirasi membuat tari kreasi baru dari berbagai tari tradisional yang ada diberbagai daerah di Indonesia. Sebagai sumber penciptaan karya seni dalam bidang yang berbeda terlihat berbagai lukisan Bali yang menampikalkan penari Bali dalam berbagai posisi.

Dari contoh di atas terlihat dengan jelas bahwa seni tradisi di Indonesia tetap mempunyai fungsi yang belum dapat tergantikan oleh seni modern. Salah satu fungsi yang sulit tergantikan tersebut adalah fungsi sebagai penanda identitas atau penanda jati diri suatu komunitas. Apabila bangsa adalah suatu komunitas, maka seandainya dengan sendirinya seni tradisi menjadi penanda utama jati diri sebuah bangsa.

D. Seni Tradisi Pengelolaan dan Pengembangannya.

Menurut Sri Alhisa Putra (2009: 4) untuk pengembangan seni tradisi perlu ditetapkan langkah-langkah yang disepakati bersama melalui kiat-kiat atau siasat-siasat untuk melestarikan seni tradisional tersebut. Disebutkan pula olehnya, bahwa terdapat kelemahan utama dalam masyarakat Indonesia yang kurang rapi tekait dalam pengembangan seni tradisonal oleh pemerintah berkenaan dengan berbagai seni tradisi yang pernah dan masih ada di Indonesia.

Menurut Garjito Hadi (2009:1-6) infentarisasi, deskripsi, dan pengelolaan cagar budaya yang termasuk di dalamnya adalah seni tradisi perlu dilakukan melalui pengelompokan. Pengelompokan tersebut didasarkan pada titik situs atau cagar budaya atau titik yang akan digunakan sebgai pangkal pengelompokan. Dengan begitu dapat dikelompok sebelah barat,

(9)

9

kelompok tengah, kelompok tenggara, dan kelompok selatan dari titik tersebut. Dari kelompok-kelompk tersebut dideskripkan seni tradisi yang terdapat di daerah tersebut. Hasil deskripsi seni menunjukan seni tradisi di daerah tersebut.

Menurut Sri Alhimsa Putra (2009: 4) langkah-langkah pengembangan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan seni tadisi di masa depan, yaitu (a) pemetaan seni tradisi, peta itu tidak hanya menunkukan asal daerah seni tradisi tetapi persebarannya, tingkat popularitasnya serta situasi dan kondisi kehidupan para seniman serta perkumpulan seni taradisi tersebut. Peta ini sebaiknya juga mencantumkan sejarah seni tradisi serta berbagai upaya yang telah dilakukan oleh masyarakat untuk melestarikannya. (b) Formalisasi, yaitu penetapan secara formal masing-masing jenis seni tardisi tersebut untuk memberikan rambu-rambu berkenaan dengan ciri-ciri pokok dari jenis seni tradisi tersebut. Maka dari itu, dengan formalisasi akan dapat dilihat dengan mudah kekurangan yang ada dari seni tradisi tersebut. Dari sini akan berkembang apresiasi dari seni itu adalah kritik seni. (c) Pendidikan seni tradisi, yaitu formalisasi yang memudahkan proses pengajaran atau pewarisan seni tradisi tersebut yang akan dapat mendorong munculnya lembaga-lembaga pendidikan yang mengkhususkan diri pada pelestarian dan pengembangan seni tradisi. (d) Pengembangan kritik seni tradisi, apabila pendidikan seni tradisi telah berkebang secara formal melalui sekolah-sekolah seni, maka yang perlu diperhatikan adalah kritik seni tradisi. Melalui kritik seni, maka dapat ditetapkan seni tradisi seperti apa yang layak dan kelemahan yang ada untuk ditinggalkan. (e) Pengembangan estetika seni tradisi, selama ini estetika yang

(10)

10

diajarkan di sekolah dan di perguruan tinggi adalah estetika barat, sementara estetika dapat digali dari seni tradisi yang kemudian akan muncul estetika asli dari seni tradisi tersebut. Di sini perlu dikembangkan ethnoestetik. Estetika seni inilah yang kemudian dapat digunakan untuk menilai keindahan sebuah karya seni tradisi. Dengan adanya penilaian ini, maka kualitas seni tradisi dapat ditingkatkan. Meningkatnya kualiatas seni tradisi akan meningkatkan minat masyarakat, melestarikan, dan mengembangkannya. (f) Sosialisasi, perlu dilakukan sosialisasi dengan giat melalui dungkan masyarakat dan pemerintah. Selama pihak swasta belum ada yang tertarik dan meminati, maka pemerintah menjadi motor pengerak pelestarian dan pengembangan seni tradisi. (g) Dukungan finansial dan fasilitas, dana merupakan unsur yang sangat penting dalam upaya pelestarian dan pengemabangan seni tradisi. Dengan finansial tidak hanya diperlukan untuk rutinitas pelestarian dan pengembangan tetapi juga untuk kegiatan festival seni. Kegiatan ini akan meningkatkan perhatian dan minat masyarakat terhadap seni tradisi.

Strategi pemetaan, pegelolaan, dan pengembangan seperti yang sudah di urai di atas, digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian dan analisis seni tradisi di wilayah kecamatan Dukun, kabupaten Magelang. Untuk itu rujukan tidak seluruhnya dapat diterapkan, yaitu menyesuaikan temuan di lapangan.

E. Roadmap Penelitian

Penelitian Sri Harti W dkk, 2011 dengan judul Konsep Memayu Hayuning Wahana yang menghasilkan temuan berupa

(11)

11

kearifan lokal yang mewujud dalam bentuk perilaku pengelolaan lingkungan, upacara tradisi, dan kesenian tradisional merupakan jabaran dari konsep memayu hayuning wahana. Oleh karena itu seni tradisi yang dihasilkan menjadi alat untuk memperkuat ketahanan hidup masyarakat pasca bencana alam gunung Merapi. Sebagai hasil budaya, folklor, dan kearifan lokal, maka temuan ini perlu ditindak lanjuti dengan menginfentarisasi, memetakan, dan menyajikan alternatif pengelolaan dan pengembangannya. Hal itu didasarkan pada pandangan bahwa seni tradisi di wilayah kecamatan Dukun, kabupaten Magelang telah menjadi sistem dalam kehidupan masyarakatnya.

(12)

12 BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian naturalistik. Metode ini termasuk pada ranah penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang mempunyai latar alamiah atau pada konteks suatu keutuhan atau entiti. Menurut Lincoln dan Guba (Endraswara 2006: 88) ontology alamiah menghendaki adanya kenyataan-kenyataan sebagai keutuhan yang tidak dapat dipahami jika dipisahkan dengan konteksnya. Hal tersebut didasarkan pada asumsi bahwa tindakan pengamatan mempengaruhi apa yang dilihat, karena itu hubungan penelitian harus mengambil tempat pada keutuhan dalam konteks dalam upaya pemahaman, konteks sangat menentukan dalam menetapkan apakah suatu penemuan memiliki arti bagi konteks lainnya yang berarti suatu fenomena harus diteliti dalam keseluruhan pengaruh lapangan dan sebagian struktur nilai kontekstual bersifat determinative terhadap apa yang dicari.

B. Sumber Data

Sumber data utama dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan yang didapat melalui wawancara dan observasi yang dapat menghasilkan gambaran kesenian tradisi yang ada di wilayah tersebut. Data tambahan di dapat dari dokumen dan buku-buku penunjang. Sumber data diperoleh dari nara sumber yang berupa informan kunci dan informan. Informan kunci dalam penelitian ini adalah tokoh masyarakat yang mengetahui tentang seluk-beluk seni tradisi di wilayah Kecamatan Dukun, kab. Magelang. Disamping itu informan kunci yang ditunjuk adalah

(13)

13

pelatih seni tradisi, beberapa pelaku kunci seni tradisi, dan penonton.

C. Setting Penelitian

Penelitian ini mengambil setting tempat di wilayah kecamatan Dukun, kabupaten Magelang yang terdiri dari 10 dusun, yaitu dusun Trono, Pugeran, Trayen, Gendelan, Kepil, Ngaglik, Semen, Krajan, Tempel, dan Munthuk. Setting kondisi sosial ekonomi masyarakat penghasil dan pelaku seni diperhatikan. Pengambilan data dilakukan pada saat adanya pertunjukan dan tidak adanya pertunukan, sehinga akan di dapat data yang diambil dari setting pertunjukan dan setting latihan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data perlu menggunakan beberapa teknik. Teknik pengambilan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Wawancara mendalam. Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan data secara lisan baik terbuka maupun tertutup. Wawancara dilakukan dengan tidak terstruktur bersifat informal, artinya pewawancara hanya menyiapkan pointer-pointer untuk dikembangan di saat wawancara berlangsung. Wawancara bersifat snowball, artinya data yang kurang akan diperoleh dari informasi lain sampai ditemukan data jenuh atau sudah tidak di dapat data baru lagi.

2. Wawancara partisipasi, yaitu wawancara atas dasar pengamatan peserta. Dalam hal ini peneliti mengamati situasi

(14)

14

setting yang dilakukan secara langsung dan diketahui oleh subjek pelaku. Observasi yang dilakukan adalah orservasi aktif dan observasi partipasi tidak aktif. Observasi aktif, peneliti mengamati dan ikut terlibat dalam pertunjukan seni setelah menjalin kerjasama dengan kelompok seni tersebut, sedangan observasi partipasi tidak aktif peneliti hanya melihat dan mengamati kegiatan dari awal hingga akhir.

E. Instrumen Penelitian

Instrument dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri yang merupakan pengumpul data utama. Peneliti berperan pelaksana dan penganalisis hasil penelitian. Pencatatan data menggunakan alat bantu berupa catatan, camera foto, dan camera video untuk memudahkan pengumpulan data.

F. Teknik Analisis Data

Data yang ditemukan melalui wawancara mendalam dan observasi aktif dilakukan secara analisis induktif, yaitu analisis yang dibangun melalui penalaran-penalaran yang disimpulkan dari hal-hal khusus atau contoh-contoh particular ke kesimpulan umum. Pemakaian analisis induktif didasarkan pada beberapa alasan (a) proses induksi lebih mendapatkan kenyataan-kenyataan dalam data. (b) Lebih dapat membuat hubungan peneliti responden menjadi inplisit dapat dikenal dan akuntabel. (c) Lebih dapat mengurai latar secara penuh dan dapat membuat keputusan-keputusan untuk di alihkan pada data lainnya. (d) Lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam hubungan-hungan dan hasil analisis dapat memperhitungan nilai-nilai inplisit.

(15)

15

G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Teknik yang digunakan adalah teknik tri angulasi. Tri anggulasi adalah teknik pemerikasaan data yang menggunakan sesuatu dari luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding dari data itu (Moeleong, 2007: 330). Tri anggulasi dalam penelitian ini menggunakan sumber dan metode. Tri anggulasi sumber berati mencari data dari banyak sumber informan. Informan adalah orang yang terlibat langsung dengan objek kajian, kemudian membandingkan dan mengecek kembali kebenaran informasi yang digali dari informan untuk mengetahui ketegasan informasinya. Teknik pemeriksaan dengan trianggulasi metode, yaitu pengumpulan data dengan macam-macam teknik pengumpulan data. Dalam penelitian ini dilakukan dengan cara pembandingan terhadap data yang ada.

(16)

16 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Geografi

1. Peta Geografis

Secara geografis Kecamatan Dukun terletak di sebelah timur laut Kecamatan Muntilan, di sebelah utara Kecamatan Srumbung, di sebelah barat Kecamatan Ngargomulyo, dan di sebelah tenggara Kecamatan Sawangan kabupaten Magelang. Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang akan nampak jelas dengan adanya peta di bawah ini.

(17)

17 2. Jumlah Dusun

Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang terdiri dari 15 desa/kelurahan. Desa/kelurahan tersebut adalah Ketunggeng, Ngadipuro, Wates, Kalibening, Ngargomulyo, Keningar, Sumber, Dukun, Banyubiru, Banyudono, Mangunsoko, Sewukan, Krinjing, Paten, Sengi. Dari kelimabelas desa/kelurahan tersebut terbagi menjadi 144 dusun. Lebih lengkapnya lihat tabel di bawah ini. Tabel 1. Tabel Nama Desa dan Nama Dusun di Kecamatan

Dukun Kabupaten Magelang

No. Nama Desa Nama Dusun

1. Ketunggeng Gaten, Jambon, Keron, Ketunggeng, Kwilet, Maguan, Plalangan, Sabrang, Sedan, dan Senggrikan

2. Ngadipuro Candigelo, Dukuh, Grawah,

Karanggondang, Kembang, Ngadipuro 1, Ngadipuro 2, Ngadipuro 3, dan Ngrajek 3. Wates Balong, Gelosari, Juwono, Gempon,

Kwayuhan Duwur, Kwayuhan Ngisor, Petung, Selosari, Sempon, dan Wates

4. Kalibening Argosono, Cepek, Demo, Gendungan, Gintung, Kalibening Kulon, Kalibening Wetan, Ngentak, dan Windusari

5. Ngargomulyo Batur Duwur, Batur Ngisor, Bojong, Braman, Gemer, Karanganyar, Kembang, Ngandong, Sabrang, Tanen, Ngargomulyo, dan Tangkil

6. Keningar Banaran, Gondang Rejo, dan Keningar

7. Sumber Berut, Candi, Diwak, Dukuhan, Gawok, Gumuk, Ngargotontro, Ngentak, Sumber, Suruh, Tutup Duwur, dan Tutup Ngisor 8. Dukun Banggalan, Blanten, Dukun, Duren,

Grogolan, Japunan, Joho, Kemiriombo, Musuk, Ngentak, Plambongan, sigran, Tegalsari, Garung, Gejiwan, dan rejo Sari 9. Banyubiru Banyubiru, Bentaan, Brajan, Candilopo,

Gadingan, Garonan, Gununggono, Karanganyar, Pandean, Salaman, Sanggrahan, Sukarame, Tegalurung, dan Wates

(18)

18 Tabel Lanjutan

No. Nama

Desa Nama Dusun

10. Banyudono Banjengan, Demo, Gejayan, Karang, Klatak, Kwadasari, Macanan, Selobendo, Selobentar, Seloiring, Selomerah, Setran, Sorobandan, Talun Kidul, dan Talun Lor 11. Mangunsoko Bendo, Dukuh, Grogol, Kajangkoso, dan

Mangunsoko

12. Sewukan Guwo, Jengkol, Sewukan 1, sewukan 2, Soka, Tegal, dan Wuni

13. Krinjing Dadapan, Gendelan, Kepil, Krajan, Ngaglik, Pugeran, Semen, temple, Trayem, dan Trono

14. Paten Babadan 1, Babadan 2, Badung, Gondang 1, Gondang 2, Jombong, dan Paten

3. Keadaan Kesuburan Tanah

Kecamatan Dukun dapat dikatakan mempunyai tingkat kesuburan tanah yang tinggi. Terbukti dengan adanya hasil pertanian yang beranekaragam. Hasil pertanian di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang berupa padi, sayur-sayuran, dan umbi-umbian. Untuk menambah kesuburan tanah para petani memberikan pupuk kandang dan sedikit pupuk pabrik di lahan pertaniannya.

4. Kondisi Infrastruktur

Infrastruktur yang terdapat di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang dapat dikatakan baik. Tempat tinggal masyarakat lebih dari 70% sudah permanen. Jembatan yang terdapat di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang meski ada beberapa yang kurang memenuhi standar, tetapi kebanyakan sudah kuat dan berkualitas tinggi. Jembatan yang rusak akibat adanya erupsi Merapi tahun 2011 kini telah diperbaiki dan dibangun kembali.

(19)

19

Jalur transportasi di Kecamatan Dukun sudah cukup baik. Jalur utama sudah terbuat dari aspal, sedangkan jalur perkampungan ada yang terbuat dari aspal, beton, ada yang masih berupa tatanan batu, dan ada juga yang masih tanah.

B. Kependudukan 1. Jumlah Penduduk

Kepadatan penduduk Kecamatan Dukun kabupeten Magelang sudah begitu padat. Menurut data sensus penduduk tahun 2010 total jumlah penduduk Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang adalah 42.931 jiwa.

2. Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang mayoritas petani. Petani di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang ada yang bertani padi/palawija, holtikultura, dan ada juga yang berkebun. Selain bertani ada pula masyarakat yang berpencaharian dibidang perikanan, peternakan, kehutanan/pertanian lainnya, pertambangan dan penggalian, dan industri pengolahan.

Dari hasil pendataan penduduk tahun 2010, mata pencaharian penduduk di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang yang berumur 10-64 tahun adalah sebagai berikut. a. Penduduk yang berpencaharian sebagai petani padi/palawija

berjumlah 7.039 jiwa.

b. Penduduk yang berpencaharian sebagai petani holtikultura berjumlah 6.562 jiwa.

c. Penduduk yang berpencaharian dibidang perkebunan berjumlah 77 jiwa.

(20)

20

d. Penduduk yang berpencaharian dibidang perikanan berjumlah 32 jiwa.

e. Penduduk yang berpencaharian dibidang peternakan berjumlah 297 jiwa.

f. Penduduk yang berpencaharian dibidang kehutanan berjumlah 44 jiwa.

g. Penduduk yang berpencaharian dibidang penambangan dan penggalian berjumlah 649 jiwa.

h. Penduduk yang berpencaharian dibidang industri penggolahan berjumlah 746 jiwa.

3. Jenis Kelamin

Jumlah penduduk di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang jika dikelompokkan menurut jenis kelamin, perbandingan antara laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda. Menurut pendataan penduduk tahun 2010, penduduk di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 21.390 jiwa, sedangkan yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 21.541 jiwa.

4. Asal Penduduk

Penduduk di Kecamatan Dukun kebanyakan bertempat lahir atau keturunan warga Kecamatan Dukun sendiri/bukan pendatang. Akan tetapi ada juga warga dari luar daerah yang masuk dan tinggal di Kecamatan Dukun kabupaten Magelang, yaitu orang yang mendapat istri atau suami dan diajak bertempat tinggal di kecamatan Dukun. Selain itu, ada juga masyarakat yang pindah dari daerah lain untuk menetap di kecamatan Dukun.

(21)

21 5. Usia Penduduk

Dari total jumlah penduduk, yaitu 42.931 jiwa jika dikategorikan ke dalam kelompok umur adalah sebagai berikut. a. Penduduk yang berumur antara 00-04 tahun berjumlah 3.204

jiwa.

b. Penduduk yang berumur antara 05-17 tahun berjumlah 9.302 jiwa.

c. Penduduk yang berumur antara 18-24 tahun berjumlah 3.659 jiwa.

d. Penduduk yang berumur antara 25-59 tahun berjumlah 21.304 jiwa.

e. Penduduk yang berumur lebih dari 60 tahun berjumlah 5.462 jiwa.

6. Pendidikan

Tingkat pendidikan di Kecamatan Dukun sudah tergolong tinggi. Sudah jarang sekali masyarakat yang masih menyandang buta huruf. Sesuai sensus penduduk tahun 2010 status sekolah dalam kelompok umur di Kecamatan Dukun dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Menurut Status Sekolah

No. Rentang Umur (Tahun) Tidak/Belum Sekolah Masih Sekolah Tidak Sekolah Lagi 1. 7-12 46 4.296 64 2. 13-15 18 1.973 227 3. 16-18 11 968 868

Tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Dukun yang berumur lebih dari atau samadengan 10 tahun dapat dikategorikan ke dalam 6 golongan, yaitu masyarakat yang tidak/belum tamat SD, tamat SD/sederajat, tamat

(22)

22

SMP/sederajat, tamat SMA/sederajat, Diploma I-III, Diploma IV/S1/S2/S3. Penggolongan penduduk yang berumur lebih dari arau samadengan 10 tahun menurut ijasah tertinggi sesuai dengan data sensus penduduk tahun 2010 adalah sebagai berikut.

Tabel 2. Jumlah Penduduk Umur Lebih Dari atau Samadengan 10 Tahun Menurut Ijazah Tertinggi

N o. Umur (Tahun) Tidak/ Belum Tamat SD Tamat SD/ Sedera jat Tamat SMP/ Sedera jat Tamat SMA/ Sedera jat DI-III Diploma IV/S1/ S2/S3 1. >= 10 4.706 13.083 7.966 5.997 61 0 563 Dilihat dari kepandaian masyarakat dalam membaca, di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang terdapat masyarakat yang dapat dan tidak dapat membaca. Penggolongan penduduk berumur di atas 10 tahun yang dapat dan tidak dapat membaca sesuai data sensus penduduk tahun 2010 adalah sebagai berikut. Tabel 3. Jumlah Penduduk Umur Lebih Dari atau Sama dengan

10 Tahun Menurut Kepandaian Membaca No. Membaca Dapat Tidak Dapat Membaca

1. 32.035 4.152 C. Sistem Religi

1. Agama Penduduk

Tidak menutup kemungkinan bahwa masyarakat yang tinggal di satu daerah memeluk agama yang berbeda. Seperti halnya di Kecamatan Dukun yang beragam pemeluk agama. Penduduk di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang mayoritas beragama Islam. Selain Islam ada juga masyarakat yang beragama Kristen dan Katolik.

(23)

23 2. Tempat Ibadah

Tempat ibadah di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang hanya ada masjid dan gereja. Setiap dusun di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang terdapat satu Masjid dan ada juga dusun yang memiliki musola. Jumlah dusun di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang adalah 144 dusun, maka di kecamatan ini terdapat 144 masjid. Jumlah gereja hanya ada lima, yaitu terdapat di dusun Wates, Sumber, Mangunsuko, Pathen, dan Miriombo.

3. Upacara Tradisional

Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang banyak terdapat upacara tradisi peninggalan nenek moyang. Upacara tradisi itu ada yang sudah mati dan banyak pula yang masih lestari dilakukan. Upacara tradisi tersebut adalah upacara merti dusun, nyadran, dan ngluari ujar/nadar. Selain itu, ada juga upacara upacara daur hidup seperti upacara pernikahan, mitoni, tedhak siten, upacara memperingati orang meninggal, yaitu telung dina, mitung dina, matang puluh, nyatus, mendhak pisan, mendhak pindho, dan lain sebagainya.

D. Sistem Sosial 1. Gotong Royong

Kerukunan di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang masih sangat nampak. Hal itu terbukti dengan adanya kegiatan gotong royong di lingkungan masrarakat. Gotong royong di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang sering disebut sambatan.

Di sisi kesibukan masyarakat dalam bercocok tanam, masyarakat juga masih mengedepankan adanya gotong royong.

(24)

24

Salah satu bukti adanya gotong royong adalah saat masyarakat mendirikan atau membangun rumah. Masyarakat di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang tidak perlu membayar tukang batu untuk proses pembangunannya. Mulai dari menggali tanah untuk baturan, peletakan batu pertama, membangun dinding, pemasangan atap, dan lainya semua dikerjakan dengan gotong royong tanpa adanya upah kerja. Upah kerja hanya diberikan kepada tukang kayu.

Gotong royong tidak hanya dilakukan saat seseorang mendirikan rumah. Pengolahan lahan pertanian juga dilakukan dengan cara gotong royong. Seseorang yang mempunyai pekerjaan untuk dikerjakan secara bergotong royong tidak harus mengeluarkan uang sebagai upah tetapi hanya menyediakan makanan dan juga rokok. Perbaikan jalan, memperbaiki saluran air, perbaikan fasilitas umum, dan kebersihan desa juga dilakukan dengan cara bergotong royong.

E. Pemetaan Kesenian di Daerah Kecamatan Dukun Potensi Seni Tradisi di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang

Setelah dilakukan penelitian ke daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang ditemukan berbagai jenis kesenian yang tersebar di daerah tersebut. Potensi seni tradisi wilayah tumbuh kembang tersebut disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 4. Tabel Tumbuh Kembang Kesenian di Daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang

No. Kesenian Nama Daerah Tumbuh dan Berkambang Kesenian 1. Jatilan  Dusun Dukuh Desa Mangunsuko

 Dusun Trono Desa Krinjing  Dusun Sumber Desa Sumber

(25)

25 Tabel Lanjutan

No. Kesenian Nama Daerah Tumbuh dan Berkambang Kesenian 2. Reog  Dusun Tontro Desa Sumber

 Dusun Sewukan Tegal Desa Sewukan  Dusun Gejiwan Desa Dukun

 Dusun Gumuk Desa Sumber 3. Ketoprak  Dusun Trono Desa Krinjing

 Dusun Dukuh Desa Mangunsuko

 Dusun Ngargomulyo Desa Ngargomulyo

 Dusun Keningar Desa Keningar 4. Kerawitan  Dusun Dukun Desa Mangunsuko

 Dusun Talun Lor Desa Banyudono 5. Campursari  Dusun Dukun Desa Mangunsuko

 Dusun Talun Lor Desa Banyudono 6. Macapatan  Kecamatan Dukun Kabupaten

Magelang

7. Gasir Ngenthir  Dusun Grogol Desa Karanganyar 8. Topeng Ireng  Dusun Kepil Desa Krinjing

 Dusun Bandung Desa paten 9. Angguk  Dusun Tontro Desa Sumber 10. Hadroh  Dusun Dukuh Desa Mangunsuko 11. Wayang Wong  Dusun Tutup Ngisor Desa Sumber 12. Pekbung  Dusun Dukun Desa Mangunsuko 13. Soreng  Dusun Banteng Desa Keningar

 Dusun Tontro Desa Sumber 14. Tari-tarian  Dusun Dukun Desa Mangunsuko 15. Kobra Siswa  Dusun Banggalan Desa Dukun 1. Wilayah Tumbuh Kembang

a. Jatilan

Kelompok kesenian Jatilan banyak terbentuk di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Kesenian Jatilan di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten ada yang terbentuk sejak dahulu kala/peninggalan nenek moyang yang turun temurun dan ada pula kelompok yang baru terbentuk pada akhir-akhir ini. Kelompok Jatilan yang digemari oleh para penonton dan sering pentas di dalam daerah Kecamatan Dukun ataupun di luar

(26)

26

daerah adalah 1) kelompok kesenian Jatilan di Dusun Dukuh, Desa Mangunsuko, Kecamatan Dukun, 2) kelompok kesenian Jatilan di Dusun Trono, Desa Krinjing, Kecamatan Dukun, dan 3) kelompok Jatilan di Dusun Sumber, Desa Sumber, Kecamatan Dukun. Selain ketiga kelompok tersebut masih ada beberapa kelompok kesenian Jatilan di daerah Kecamatan Dukun. Namun, kesenian tersebut tidak sering pentas dan tidak disenangi oleh penonton.

b. Reog

Reog merupakan kesenian yang berasal dari Jawa bagian timur. Namun, kesenian itu juga tumbuh dan berkembang di Jawa bagian tengah. Salah satu tempat tumbuh dan berkembang kesenian Reog yang ada di daerah Jawa tengah adalah di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Di kecamatan tersebut terdapat beberapa kelompok kesenian yang berkecimpung dalam tari Reog. Kelompok kesenian Reog yang terdapat di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten magelang antara lain adalah 1) kesenian Reog di Dusun Tontro Desa Sumber, 2) kesenian Reog di Dusun Sewukan Tegal Desa Sewukan, 3) kesenian Reog di Dusun Gejiwan Desa Dukun, dan 4) kesenian Reog di Dusun Gumuk Desa Sumber. Keempat kelompok tersebut merupakan kelompok yang sering pentas di dalam maupun di luar Kecamatan Dukun. Selain keempat kelompok itu, masih ada kelompok kesenian Reog lain yang terdapat di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Namun, kelompok itu tidak begitu sering pentas dan tidak begitu mengundang perhatian penonton.

c. Ketoprak

Kesenian Ketoprak di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang kini sudah tidak sesemarak jaman dahulu. Kini

(27)

27

kesenian itu telah merosot dan sudah jarang pentas. Namun, hingga saat ini masih ada kelompok kesenian Ketoprak yang masih tetap bertahan dan jika diminta untuk pentas tetap sanggup memenuhi permintaan. Kelompok kesenian tersebut adalah 1) kesenian Ketoprak di Dusun Trono Desa Krinjing, 2) kesenian Ketoprak di Dusun Dukuh Desa Mangunsuko, 3) kesenian Ketoprak di Dusun Ngargomulyo Desa Ngargomulyo, dan 4) kesenian Ketoprak di Dusun Keningar Desa Keningar. d. Kerawitan

Dahulu di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang banyak terbentuk kelompok kesenian Kerawitan. Namun, seiring perkembangan jaman kesenian itu banyak yang terkikis keberadaannya. Kini kelompok kesenian kerawitan di daerah Kecamatan Dukun yang masih berdiri dan masih sering pentas adalah kelompok yang ada di Dusun Dukun, Desa Mangunsuko dan di Dusun Talun Lor Desa Banyudono.

e. Campursari

Di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang tidak begitu banyak adanya kelompok kesenian Campursari. Kelompok kesenian Campursari di daerah Kecamata Dukun muncul/terbentuk di Dusun Dukun Desa Mangunsuko dan di Dusun Talun Lor Desa Banyudono.

f. Macapatan

Kesenian Macapatan tidak banyak tumbuh di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Di kecamatan Dukun, kesenian ini hanya ada satu, yaitu bertempat di Kantor Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.

(28)

28 g. Gasir Ngenthir

Kesenian Gasir Ngenthir juga tumbuh berkembang di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Kasenian ini tumbuh dan berkembang di Dusun Grogol, Desa Karanganyar, Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.

h. Topeng Ireng

Kesenian Topeng Ireng banyak tumbuh dan berkembang di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Kesenian yang sering pentas dan digemari oleh para penonton karena kreatifitasnya adalah kelompok kesenian di Dusun Kepil Desa Krinjing dan kelompok kesenian di Dusun Bandung Desa paten. Kelompok kesenian tersebut sering pentas di dalam maupun di luar daerah.

i. Angguk

Kesenian Angguk tidak banyak tumbuh dan berkembang di daerah tersebut. Wilayah Tumbuh Kembang Angguk di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang adalah di Dusun Tontro Desa Sumber.

j. Hadroh

Kesenian Hadroh tidak banyak tumbuh di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Di daerah tersebut, kesenian ini tumbuh di Dusun Dukuh, Desa Mangunsuko.

k. Wayang Wong

Dahulu di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang banyak terdapat kelompok kesenian Wayang Orang. Namun, kini kelompok tersebut terkikis dan banyak yang tinggal sejarah. Kini kelompok kesenian Wayang Orang di daerah tersebut yang masih ada adalah di Dusun Tutup Ngisor Desa Sumber.

(29)

29 l. Pekbung

Pekbung adalah salah satu kesenian yang hanya ada di Dusun Dukun, Desa Mangunsuko, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Kesenian itu tidak terdapat di daerah lain. Hal tersebut disebabkan kesenian itu adalah kesenian yang alat musiknya dibuat oleh kreatifitas salah satu seniman di Dusun Dukun.

m. Soreng

Kesenian Soreng muncul dan berkembang di beberapa dusun di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Kesenian tersebut tumbuh dan berkembang di Dusun Banteng Desa Keningar dan di Dusun Tontro Desa Sumber.

n. Tari-tarian

Tumbuh kembang kesenian Tari-tarian di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang adalah di Dusun Dukun Desa Mangunsuko.

o. Kobra Siswa

Di wilayah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang tidak banyak tumbuh kesenian Kobra Siswa. Kesenian tersebut tumbuh dan berkembang di Dusun Banggalan Desa Dukun.

2. Deskripsi a. Jatilan

Jatilan adalah salah satu kesenian yang masih ada di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Jatilan merupakan sebuah kesenian yang menyatukan antara unsur gerakan tari dengan kekuatan magis. Kesenian ini juga sering disebut dengan kesenian jaran kepang/kuda kepang. Jenis kesenian ini dimainkan dengan pemain yang menaiki properti

(30)

30

berupa kuda tiruan yang terbuat dari anyaman bambu atau

kepang dan membawa senjata berupa tameng dan

pedang/cambuk.

Kesenian jatilan biasanya dimainkan berpasangan oleh 8, 10, 12, 14, ataupun sesuai dengan anggota masing-masing. Di satu pihak diibaratkan prajurit yang berkarakter baik, sedangkan dipihak lain merupakan prajurit yang berkarakter buruk. Pagelaran kesenian ini dimulai dengan tari-tarian oleh para penari yang gerakannya sangat pelan tetapi kemudian gerakanya perlahan-lahan menjadi sangat dinamis mengikuti suara iringan musik yang dimainkan. Alat musik yang digunakan untuk mengiringi kesenian ini terdiri dari drum, kendang, kenong, gong, bendhe, demung, saron, dan slompret, yaitu seruling dengan bunyi melengking. Iringan musik itu dikombinasikan dengan lagu-lagu yang dapat menambah hidupnya suasana. Lagu-lagu yang dibawakan dalam mengiringi tarian,biasanya berisikan himbauan agar manusia senantiasa melakukan perbuatan baik dan selalu ingat pada Sang Pencipta, lagu-lagu macapat, dan ada juga yang menyanyikan lagu-lagu lain. Setelah sekian lama, para penari kerasukan roh halus sehingga hampir tidak sadar dengan apa yang mereka lakukan, mereka melakukan gerakan-gerakan yang sangat dinamis mengikuti rancaknya suara gamelan yang dimainkan.

Pelaku seni/pemain kesenian Jatilan menggunakan pakaian kejawen berupa surjan, menggunakan celana panji dengan ukuran kurang lebih selutut, dan menggunakan jarit yang dipakai sedemikian rupa. Perlengkapan/atribut lain yang digunakan berupa begel di kedua tangan pemain, tutup kepala berupa udheng/blangkon, krincing pada kaki, pangkat pada

(31)

31

bahu, sumping pada telinga, dan lain sebagainya. Tata rias wajah para jongki/pemain yang menunggang kuda kepang adalah rias muka yang dibuat tebal, terutama alis dan perona pipi. Hal tersebut ditujukan agar pemain lebih kelihatan berkarakter. Lebih jelasnya, kesenian Jatilan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

b. Reog

Reog adalah sebuah kesenian budaya berbentuk teater yang dilakukan oleh sekelompok pemain drama tari dengan berbagai karakter dan perwatakan pelaku. Kesenian Reog ini diakui berasal dari daerah Ponorogo.

Kesenian Reog mempunyai 5 pemeran utama yang selalu bermain di saat pertunjukan berlangsung. Pemeran itu adalah sebagai berikut.

1. Singo Barong yang berbentuk kepala harimau dengan tatanan bulu merak yang mengembang lebar sebagai mahkota yang disebut dengan dadak merak. Berat dadak merak bisa

(32)

32

mencapai 50–60 kg yang cara memakainya/menggunakannya dengan cara digigit.

2. Raja Klana Sewandana, yaitu seorang raja yang memakai topeng dengan ciri khas satria dan pemberani.

3. Pujangga Anom atau Bujangganong. Pemeran Bujanganong memakai topeng yang bentuknya lucu dan seram dengan gerak tarian lincah dan akrobatik.

4. Sekelompok Jatilan, jumlahnya bisa mencapai empat, enam, delapan, dan seterusnya yang berjumlah genap, penari berpenampilan kesatria tapi feminim dengan menunggang kuda replika dari kepang atau anyaman bambu.

Warok, yaitu berperan sebagai Pembina atau sesepuh. Warok diperankan oleh laki-laki yang bertubuh kekar, mempunyai jambang dan kunis yang tebal, serta memakai tutup kepala yang disebut belangkon.

Dalam kesenian Reog, tentu saja diiringi dengan iringan musik. Musik pengiring di bagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok penyanyi yang terdiri dari dua penyanyi yang menyanyi lagu daerah seperti Jatilan Jonorogo apabila diadakan di kabupaten Ponorogo dan apabila di Surabaya para aguyuban reog di Surabaya sering menggantinya dengan Semanggi Surabaya atau Jembatan Merah yang merupakan lagu khas Surabaya dengan bahasa jawa lalu kelompok instrument gamelan memiliki anggota sekitar 9 orang yang terdiri dari, 2 orang penabuh gendang, 1 orang penabuh ketipung atu gendang terusan, 2 orang peniup slompret, 2 orang penabuh kethuk dan kenong, 1 orang penabuh gong, dan 2 orang pemain angklung. Salah satu ciri khas dari tabuhan reog adalah bentuk perpaduan irama yang berlainan antara kethuk kenong dan gong yang

(33)

33

berirama selendro dengan bunyi slompret yang berirama pelog sehingga menghasilkan irama yang terkesan magis. Kesenian reog dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Busana kesenian Reog di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang tidak begitu banyak perubahan. Hal tersebut disebabkan busana Reog memang sudah ada ketentuannya. Namun, pada umumnya aspek busana mengandung 4 warna, yaitu warna merah, hitam, putih, dan kuning. Jika dilihat dari makna filosofi yang terkandung, keempat warna tersebut menggambarkan nafsu manusia.

Pakaian/busana pemeran kesenian Reog adalah sebagai berikut. 1. Pakaian/busana beserta atribut yang dikenakan oleh pemeran

Singo Barong terdiri dari beberapa perlengkapan. Pakaian/busana beserta atribut tersebut adalah celana panjang warna hitam dengan hiasan gombyok merah di bagian bawah dan sisi kiri kanan, baju kimolong, embong/penutup perut bagian bawah berbentuk setengah lingkaran berwarna

(34)

34

hitam dengan gombyok warna kuning dari benang songket, sabuk/epek timang hitam, setagen (ubet), cinde, dan cakep hitam. Selain itu, Singo Barong mengenakan atribut yang sangat besar dan berat, yaitu topeng yang disebut dhadhak merak. Dhadhak merak berbentuk seperti kepala harimau dengan tatanan bulu merak yang mengembang lebar sebagai mahkota. Berat dadak merak bisa mencapai 50–60 kg yang cara memakainya/menggunakannya dengan cara digigit. Topeng inilah yang disebut dengan reog.

2. Pakaian/busana Raja Klana Sewandana adalah dengan mengenakan celana cinde panjang berwarna merah, memakai jarit parang barong gagrak Ngayogyan (dasaran putih), bara-bara dan samir, epek timang merah, setagen ubet cinde warna merah, uncal, sampur warna merah dan kuning, kace merah dari monte, ulur warna merah, cakep warna merah, klat bahu, keris blangkrak, praba, topeng klana, binggel, dan membawa cambuk.

3. Busana Pujangga Anom/Bujangganong adalah celana dingkikan, binggel, embong gobyok, epek timang warna hitam, setagen warna hitam, cakep warna hitam, sampur warna merah dan kuning, rompi warna merah, serta topeng hidung panjang warna merah dengan rambut terurai.

4. Busana Jatil adalah clana dingkikan kepanjen, memakai jarit motif parang barong, bara-bara dan samir, sampur warna merah kuning, epek timah hitam, ubet cinde, hem putih lengan panjang, gulon ter, kace, srempang, cakep, iket hitam, iketnya berupa gadhung tapak dara, binggel, serna eblek jaranan/jaran kepang.

(35)

35

Pakaian yang dijelaskan di atas adalah pakaian secara keseluruhan yang dikenakan oleh pemeran kesenian reog. Namun, dalam kenyataannya pemakaian perlengkapan dan busana oleh kelompok kesenian Reog di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang tidak selengkap yang telah disebutkan di atas. Hal tersebut disebabkan kurang lengkapnya perlengkapan dan busana yang dimiliki oleh anggota kelompok Reog di daerah Kecamatan Dukun. Sebagai contoh, Bujangganong harus memakai sampur berwarna merah dan kuning. Namun jika ternyata ada salah satu sampur yang hilang/tidak ada saat pentas, maka ada salah satu pemeran Bujangganong yang hanya memakai satu sampur.

c. Ketoprak

Ketoprak merupakan drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian dan digelarkan di sebuah panggung dengan mengambil cerita dari sejarah, cerita panji, dongeng dan lainnya dengan diselingi lawak. Kesenian ini diiringi musik dari gamelan. Sebagai ciri khas kesenian Ketoprak adalah adanya tanda pembabagan dengan menggunakan keprah. Keprak merupakan sejenis kentongan yang cara membunyikannya dengan cara dipukul menggunakan pemukul dari kayu/bambu.

Ketoprak dilakukan oleh beberapa orang sesuai dengan keperluan ceritanya. Adapun ciri khas dari ketoprak ini dilakukan dengan dialog bahasa Jawa. Tema cerita dalam sebuah pertunjukan ketoprak bermacam-macam, biasanya diambil dari cerita legenda atau sejarah Jawa. Kesenian ketoprak dapat dilihat pada gambar berikut ini.

(36)

36

Kostum/busana kesenian kesenian Ketoprak di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang tidak ada perkembangan/perbaikan. Hal tersebut disebabkan kesenian Ketoprak di daerah tersebut sudah tidak banyak permintaan untuk pentas. Tidak semua kelompok kesenian Ketoprak di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang memiliki kostum secara lengkap. Sering kali tiap akan pentas harus menyewa kostum dari kelompok lain.

d. Kerawitan

Kerawitan adalah salah satu kesenian tradisional Jawa yang hingga saat ini masih ada di daerah-daerah tertentu, misalnya di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Kesenian ini merupakan kesenian musik duduk, yang mana para pelaku seni memainkan alat musik berupa gamelan. Gamelan merupakan alat musik Jawa yang terdiri dari berbagai jenis alat musik. Alat musik gamelan terdiri dari gong, kempul, kethuk, kenong, bonang barung, bonang penerus, kendhang, demung,

(37)

37

saron, penyacah/peking, gambang, rebab, gender, slenthem, rebab, dan siter. Biasanya kesenian ini dipadukan dengan lagu-lagu Jawa klasik. Selain hanya dinikmati alunan musiknya saja, kerawitan juga sering digunakan untuk mengiringi pertunjukan Ketoprak, Wayang Kulit, Wayang Orang, Wayang Golek, dan kesenian teater Jawa lainnya yang berfungsi sebagai penguat suasana cerita. Pelaku seni Kerawitan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Tidak ada ketentuan untuk busana yang digunakan oleh pelaku seni kesenian Kerawitan. Namun, biasanya busana yang dikenakan adalah busana tradisional Jawa, entah itu gagrag Ngayogjan maupun gagrag Solo. Busana yang dikenakan oleh pelaku seni Kerawitan di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang juga tidak ada ketentuannya. Saat pentas mengiringi Jatilan, Ketoprak, atau kesenian lain, busana yang dikenakan oleh pelaku seni Kerawitan justru sering tidak seragam. Jadi busana yang dikenakan oleh pelaku seni kesenian Kerawitan di daerah Kecamatan Dukun tidak begitu diperhatikan.

e. Campursari

Kesenian Campursari adalah suatu kesenian yang mirip dengan kesenian Kerawitan. Pembedanya adalah lagu yang dibawakan dan adanya alat musik modern sebagai pengkolaborasian dengan alat musik tradisional Jawa, yaitu gamelan. Jika lagu dalam kesenian Kerawitan berupa lagu Jawa klasik, lagu-lagu dalam Campursari berupa lagu Jawa modern yang digarap sedemikian rupa sehingga dapat lebih ramai/gumyak. Alat musik dalam kesenian Campursari biasanya berupa gong, kempul, saron, demung, peking/pencacah,

(38)

38

kendhang, ketipung, keybord, gitar, bas, dan drum. Kesenian Campursari saat pentas dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Busana/pakaian seragam yang dikenakan oleh pelaku seni campursari sangatlah beragam di tiap masing-masing kelompok. Namun, biasanya mereka memakai busana kejawen. Ada kelompok Campursari yang mengenakan pakaian Jawa gagrag Ngayogyakarta ada pula yang memakai pakaian gagrag Solo. f. Macapatan

Kesenian Macapatan adalah kesenian melagukan Tembang Macapat. Kesenian ini bukanlah kesenian yang dipertontonkan untuk kalayak umum. Namun, kesenian ini adalah kesenian yang bertujuan untuk melestarikan budaya leluhur agar generasi muda tetap mengenal dan mengetahui budaya ini, yaitu budaya melagukan Tembang Macapat. Biasanya temgang yang dilagukan berasal dari naskah Jawa yang berupa Tembang Macapat. Para anggota bergantian melagukan tembang runtut

(39)

39

dari pada awal ke pada berikutnya. Salah satu anggota membaca/melagukan Tembang Macapat dari teks yang telah dipersiapkan, sedangkan anggota lain menyimak. Setelah dilagukan, biasanya ada salah seorang yang memimpin untuk mengulas isi yang terkandung di dalam tembang tersebut.

Busana/pakaian yang dikenakan oleh pelaku seni/kelompok seni Macapatan tidak ada ketentuannya. Hal tersebut disebabkan kesenian Macapatan hanyalah perkumpulan yang mempunyai tujuan untuk melestarikan budaya dan bukan kesenian yang dipentaskan. Pakaian yang dikenakan oleh pelaku seni Macapatan adalah pakaian yang biasa dipakai keseharian. Saat menghadiri acara Macapatan biasanya pelaku seni memakai baju/hem dan bercelana panjang. Ada pula pelaku seni yang menggunakan baju batik, jaket, dan lain sebagainya.

g. Gasir Ngenthir

Kesenian Gasir Ngenthir adalah kesenian yang mirib dengan kesenian Jatilan. Tarian dan properti yang dipakai hampir sama, yaitu memakai jaran kepang. Pemain kesenian ini

(40)

40

terdiri dari pemeran menaiki kuda dan pemeran sebagai lelucon/penthul. Pada pertunjukan ini pemain bisa sampai trans. Adapun properti gamelan yang digunakan adalah sebuah terbang dan empat bendhe. Busana/penutup kepala yang digunakan adalah kuluk. Jumlah pemain adalah sekitar 6 atau 8 pelaku penunggang kuda kepang dan dua pelaku sebagai penthul.

Busana kesenian yang dikenakan Gasir Ngenthir hampir sama dengan kesenian Jatilan, yaitu mengenakan surjan dan berjarik. Kepala pemain kesenian Gasir Ngenthir juga mengenakan udheng/iket sebagai mana Jatilan. Ada juga yang menggunakan pakaian gaya beskap dan menggunakan topi prajurit.Penari mengenakan binggel di kedua tangan, ksrincing di kaki kanan dan kiri, sumping di telinga, dan sebagainya.

h. Topeng Ireng

Topeng ireng merupakan kesenian masyarakat sejenis dengan jatilan, hanya saja tidak naik kuda kepang. Masyarakat di daerah Dukun Kabupaten Magelang sering menyebut Topeng Ireng dengan sebutan Ndayakan. Hal itu disebabkan karena kesenian Topeng Ireng menggunakan kuluk yang terbuat dari bulu. Selain itu, jaman dahulu Topeng Ireng menggunakan pakaian yang terbuat dari raffia yang dirumbai-rumbai sehingga menyerupai pakaian suku Dayak. Itulah yang menyebabkan warga sekitar menyebut Topeng Ireng dengan sebutan Ndayakan. Kesenian Topeng Ireng dapat dilihat pada foto di bawah ini.

(41)

41

Topeng Ireng berpakaian hitam tanpa lengan, hiasan dada berupa rompi, celana pendek dengan rumbai-rumbai dari kain warna-warni, bersepatu, menggunakan klinthing di kaki kiri kanan, menggunakan begel pada pergelangan tangan, serta berkuluk yang terbuat dari rangkaian bulu ayam. Wajah para pemain dimake up sedemikian rupa agar kelihatan lebih menarik.

Costum/busana Topeng Ireng selalu berkembang waktu demi waktu. Jika jaman dahulu kelihatan sederhana, kini nampak lebih megah dan mewah. Dahulu rumbai-rumbai yang terdapat pada pinggang terbuat dari raffia, namun kini telah dibuat menggunakan kain warna-warni sehingga lebih menarik. Krincing pada kaki juga nampak lebih banyak, sehingga bunyi yang dihasilkan juga lebih.

(42)

42 i. Angguk

Kesenian angguk adalah kesenian berbentuk tarian disertai dengan pantun-pantun rakyat yang berisi pelbagai aspek kehidupan manusia, seperti pergaulan dalam hidup bermasyarakat, budi pekerti, nasihat-nasihat dan pendidikan. Dalam kesenian ini juga dibacakan atau dinyanyikan kalimat-kalimat yang ada dalam kitab Tlodo, yang walaupun bertuliskan huruf Arab, namun dilagukan dengan cengkok tembang Jawa. Nyanyian tersebut dinyanyikan secara bergantian antara penari dan pengiring tetabuhan dengan alat musik berupa Terbang dan Jedor. Selain itu, terdapat satu hal yang sangat menarik dalam kesenian ini, yaitu adanya pemain yang “ndadi” atau mengalami trance pada saat puncak pementasannya.

Pada mulanya angguk hanya dimainkan oleh kaum laki-laki saja. Namun, dalam perkembangan selanjutnya tarian ini juga dimainkan oleh kaum perempuan. Busana yang dikenakan oleh pelaku seni kesenian Angguk memang unik. Kesenian angguk berpakaian baju lengan panjang dihiasi sedemikian rupa, memakai celana pendek kurang lebih sampai lutut, bersepetu lengkap dengan kaos kaki panjang, memakai topi, berkacamata hitam, dan membawa kipas lipat sebagai atributnya. Namun, ada satu pemain yang tidak membawa kipas lipat, yaitu pemimpin barisan. Pemimpin barisan membawa cambuk dan peluit. Peluit digunakan sebagai alat untuk menata barisan dan mengatur pergantian gerakan. Jika peluit dibunyikan maka itu pertanda gerakan akan berubah.

Kesenian Angguk di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang kadang pentas dengan mengenakan pakaian yang tidak lengkap. Kadang kala ada salah satu atau beberapa pelaku

(43)

43

seni yang pakaian atau atribut yang dikenakan tidak seragam dengan pelaku yang lainnya. Bahkan, kadang kala ada pula pelaku seni yang pentas dengan tidak mengenakan beberapa atribut yang seharusnya dikenakan. Sebagai contoh, ada salah satu pelaku seni yang memakai sepatu putih, padahal seharusnya seragam/sepatu yang dipakai adalah berwarna hitam. Hal tersebut disebabkan oleh ketidaklengkapan pakaian dan perlengkapan yang dimiliki oleh kelompok kesenian Angguk di daerah Kecamatan Dukun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar di bawah ini.

j. Hadroh

Hadroh adalah seni pembacaan salawat yang diiringi dengan terbang (rebana) dan gerakan tarian dari puluhan laki-laki. Para pelantun nyanyian solawat biasanya berdiri dan menggerakkan anggota badan secara serempak dengan mengikuti iringan musik. Kesenian ini sudah sangat jarang ditemukan di daerah-daerah tertentu, apalagi di daerah perkotaan. Namun, di salah satu daerah di Kecamatan Dukun

(44)

44

Kabupaten Magelang masih dapat ditemukan kesenian Hadroh. Di salah Satu daerah di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang masih ada kelompok kesenian Hadroh yang hingga saat ini masih hidup dan sering pentas diacara-acara tertentu.

Busana/pakaian yang dikenakan oleh pelaku seni kesenian Hadroh adalah mengenakan pakaian muslim/koko. Bagian bawah menggunakan sarung. Selain itu, para pelaku seni juga mengenakan peci, yang biasanya warna putih.

k. Wayang Wong

Wayang Wong/Wayang Orang adalah wayang yang diperagakan oleh manusia yang memakai kostum atau pakaian sesuai dengan tokoh wayang yang diperankannya. Wayang Orang tidak dimainkan oleh dalang, karena setiap tokoh dalam wayang orang bisa bergerak dan berdialog sendiri. Dalam

(45)

45

kesenian ini, dalang berperan sebagai sutradara yang mengarahkan para pemain. Cerita yang dikisahkan, yaitu Mahabharata dan Ramayana.

Setiap gerakan Wayang Wong diwujudkan dengan gerakan tari dan disesuaikan dengan iringan musik yang dihasilkan dari Gamelan. Ini merupakan salah satu ciri khas dari kesenian Wayang Wong. Hal tersebut bertujuan untuk menambah estetika pertunjukan dan bernilainya suatu kesenian. Gambar pertunjukan Wayang Wong dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Busana dan atribut yang dikenakan oleh pelaku seni kesenian Wayang Wong/Wayang Orang adalah menyerupai pakaian wayang kulit. Tiap-tiap pemeran akan mengenakan pakaian dan atribut sama seperti tokoh pada wayang kulit. Sebagai contoh, busana dan atribut yang dikenakan oleh Arjuna dalam Wayang Wong akan mengikuti pakaian dan atribut Arjuna pada wayang kulit.

(46)

46 l. Pekbung

Pekbung merupakan salah satu kesenian tradisional yang berada di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang, khususnya di Dusun Dukuh Desa Mangunsuko. Kasenian ini merupakan kesenian duduk seperti kerawitan, yang mana para pelaku seni memainkan alat musik yang dipadukan dengan nyanyian-nyanyian. Lirik dari nyanyian-nyanyian kesenian Pekbung berisi ajaran-ajaran kebaikan/sabda tama. Alat musik dalam kesenian ini mungkin tidak dimiliki oleh masyarakat daerah lain dan mungkin juga alat-alat musik tersebut tidak begitu dikenal oleh para masyarakat umum. Hal tersebut disebabkan alat-alat itu merupakan hasil kreatifitas dari salah satu seniman di Dusun Dukuh Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang yang terbuat dari bahan yang boleh dikatakan seadanya. Alat musik itu adalah berupa sepotong bambu/bumbung, sebuah klenthing yang diberi tutup menggunakan karet/ban mobil bagian dalam, serta satu alat musik yang telah memasyarakat, yaitu harmonika.

Kesenian Pekbung diciptakan oleh Pak Sumardi pada tahun 1963. Pada jaman dahulu kesenian ini digunakan untuk mengiringi pencak silat. Namun, seiring perkembangan jaman dan kebutuhan masyarakat, sekarang kesenian ini digunakan sebagai hiburan pada waktu resepsi pernikahan atau acara-acara tertentu. Sekarang kesenian ini juga sering dikombinasikan dengan lagu-lagu campursari dan lagu-lagu macapat. Anggota kesenian ini adalah para Hansip, yaitu berjumlah kurang lebih 30 orang.

Pekbung memang kesenian yang sangat tradisional. Hal tersebut disebabkan alat musik yang tidak boleh dicampur/dikolaborasikan dengan alat musik modern. Namun,

(47)

47

kini mengikuti perkembangan jaman dan kebutuhan masyarakat, kesenian ini dicampur dengan lagu-lagu baru seperti lagu campur sari, solawat, dan lain-lainnya.

Busana yang dikenakan oleh pelaku seni pekbung tidak ada ketentuannya. Namun, para pelaku seni biasanya mengenakan busana kejawen saat pentas.

m. Soreng

Soreng adalah kesenian rakyat yang masih membudaya di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Kesenian ini berupa tarian dramatikal dengan iringan musik yang dipadu dengan musik. Tarian ini menceritakan tentang tokoh Ariya Penangsang dengan para pengikutnya. Semua pemain yang berperan sebagai pengikut Arya Penangsang menari dengan menunggang kuda kepang berukuran kecil. Kesenian Soreng kurang lebih berjumlah 20 pemain, yaitu biasa dimainkan oleh para lelaki dan perempuan.

Pemain kesenian Soreng menggunakan pakaian kejawen dengan beberapa atribut untuk estetika dalam pertunjukan. Pakaian yang digunakan berupa baju lengan panjang berwarna putih menggunakan rompi berwarna merah dan menggunakan songkok warna merah di kepala. Para pemain di-make up sedemikian rupa untuk mempertajam karakteristik pemain/tokoh.

n. Tari-tarian

Di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang terdapat kesenian tari-tarian. Kesenian ini merupakan seni gerak tubuh yang disesuaikan dengan alunan musik dan ada alur carita/inti cerita yang tersirat di dalamnya. Di daerah tersebut tari-tarian diajarkan oleh salah satu seniman kepada anak-anak kecil yang

(48)

48

sedang bersekolah dijenjang sekolah dasar dan sekolah menengan pertama. Tarian-tarian yang diajarkan, misalnya Tari Bondan, Tari Jaipong, Tari Gambyong, Tari Perang Bambangan Cakil, dan sebagainya. Kesenian tari-tarian oleh anak-anak kacil ini biasa pentas pada acara pembukaan pertunjukan besar, seperti pertunjukan Ketoprak, Jatilan, Topeng Ireng, Reog, atau kesenian lainnya. Busana/pakaian yang dikenakan oleh pelaku seni tari-tarian adalah menyesuaikan jenis tari yang ditarikan.

Kesenian tari-tarian yang para pelakunya anak-anak ini dilatih oleh salah satu seniman di daerah Kecamatan Dukun. Setiap satu minggu sekali diadakan latihan di dalam sanggar kesenian. Waktu untuk latihan adalah setelah waktu asar hingga menjelang magrib.

o. Kobra Siswa

Kobra Siswa adalah salah satu kesenian yang masih lestari di daerah Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Kobra Siswa merupakan kesenian gerak yang diiringi dengan lagu Islam/sholawatan serta alunan musik. Asal mula adanya Kobra Siswa di daerah Dukun Kabupaten Magelang adalah saat penyebaran agama Islam. Pada saat itu, ketika ada kegiatan kataman Al Quran sering diiringi dengan iringan musik dari terbang dan diikuti permainan api. Lama kelamaan seiring berkembangnya zaman, iringan terbang itu berkembang menjadi Ketiplak, Bendhe, Jedhor, Seruling dan Orgen dan dipadukan dengan gerak dan lagu Islam atau sholawatan.

Pakaian/busana yang dikenakan oleh pelaku seni kesenian Kobra Siswa pada jaman dahulu sangat sederhana, yaitu menggunakan pakaian seadanya, kaki yang digambar menggunakan cat menyerupai sepatu, srempang menggunakan

(49)

49

janur, serta tutup kepala menggunakan caping. Seiring berkembangnya zaman, pakaian untuk kesenian ini diperindah. Saat ini Kobra Siswa menggunakan sepatu berkaos kaki, kaos tangan, celana dan baju sedemikian rupa, tutup kepala dari rangkaian pernik-pernik, serta serempang dada yang kelihatan lebih megah. Kesenian ini juga memakai atribut berupa pedang dan tameng yang terbuat dari kayu. Agar lebih jelasnya dapat dilihat foto di bawah ini.

3. Pengelolaan dan Pengembangan 3.1 Pengelolaan

a. Jatilan

Setiap kelompok kesenian Jatilan di daerah Kecamatan Dukun dikelola dengan baik. Setiap kelompok kesenian pasti terdapat kepengurusan yang mengelola kesenian tersebut. Dalam tiap kelompok dapat dipastikan ada penasehat, ketua,

(50)

50

sekertaris, bendahara, dan seksi lain demi kelancaran dalam berkesenian.

Pemasukan dan pengeluaran dana tiap-tiap kelompok dikelola dengan baik. Setiap ada pemasukan dan pengeluaran dana akan dicatat dan akan dilaporkan saat ada rapat anggota. Dengan demikian, dana yang dimiliki akan terkelola dengan baik. Pengelolaan juga dilakukan dalam saat latihan. Walaupun latihan tidak dilakukan dalam tempo yang pasti, namun setiap akan ada pentas selalu diadakan latihan. Latihan biasa dilakukan dua bulan sebelum pentas. Namun, jika jarak pentas terlalu dekat, maka latihan akan menyesuaikan waktu yang ada.

b. Reog

Pengelolaan tiap-tiap kelompok kesenian Reog di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang sangat baik. Organisasi setiap kelompok kesenian ini dibentuk dan berjalan sesuai dengan tugas masing-masing. Pengelolaan keluar masuk dana juga dikelola dengan baik. Hampir setiap keluar dan masuk dana dicatat di buku kas.

c. Ketoprak

Pengelolaan kelompok kesenian Ketoprak di daerah Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang sudah tidak terlaksana dengan baik. Keanggotaan kelompok-kelompok kesenian Ketoprak telah menurun dan sudah jarang diadakan pertemuan untuk membahas berkembangnya kesenian. Keorganisasian tiap-tiap kelompok seni tersebut masih ada, namun sudah tidak aktif. Hal tersebut disebabkan kesenian Ketoprak sudah sangat jarang pentas.

Latihan kesenian Ketoprak, entah itu kelompok teater maupun kelompok kerawitan pengiring kesenian ketoprak sudah

Referensi

Dokumen terkait

Pada umumnya manusia sekarang ini, sudah memiliki ketergantungan pada suatu sistem informasi yang sudah terintegrasi dengan baik sehingga dapat melakukan komunikasi antara

Pendekodean khalayak pembaca rubrik Rame Kondhe pada posisi oposisi akan menghasilkan pandangan bahwa khalayak pembaca rubrik Rame Kondhe menolak makna pesan

Untuk itu guna mengantisipasi akan adanya kegagalan proses maka PT.XYZ menerapkan Quality management System ISO/TS 16949 dengan tools yang digunakan seperti FMEA (

Dala6 rangka6eningkatkan6utu7anke!ela6atana!ien9RSTN 6enerakan 6et#7erootcauseanalysisRCAatauanali!akar6a!ala89-aitu !uatu kegiatan in=e!tiga!iter!truktur-ang

Jawa Tengah Sejahtera merupakan suatu kondisi masyarakat yang terpenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, perumahan, air bersih, kesehatan, pendidikan,

Solusi Kerusakan seperti ini dapat terjadi jika rangkaian horizontal pada IC utama tidak rusak (bekerja), tapi bagian gambar dan suara mengalami kerusakan.. Kerusakan

Tentukan titik pusat dari jari-jari dari persamaan bola di bawah ini, serta gambarlah grafik persamaan bola tersebut menggunakan.. perangkat lunak mathematica atau

Dalam Suliswati, Payopo, Maruhawa, dkk (2005) mengatakan stress adalah kondisi dinamis dengan rasa tegang dan cemas pada individu atau kumpulan individu