• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abbasi T, Abbasi SA, Tauseef SM. 2011. Biogas Energy. Spriger: New York. USA.

Asngari PS. 1984. Persepsi Direktur Penyuluhan Tingkat Karasidenan dan Kepala Penyuluh Pertanian terhadap Peran dan Fungsi Lembaga Penyuluhan Pertanian di Negara Bagian Texas Amerika Serikat. Jurnal Media Peternakan Vol. 9 No. 2 1984. Bogor (ID): Fakultas Peternakan IPB.

Asngari PS. 2001. Peranan Agen Pembaruan/Penyuluh dalam Usaha Memberdayakan (Empowerment) Sumberdaya Manusia Pengelola Agribisnis. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Indonesia. www.bps.go.id. [diunduh 25 Januari 2014].

Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Daerah Kecamatan Lembang. www.bps.go.id. [diunduh 25 Januari 2014].

Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi. 2004. Potensi energi Terbaharukan di Indonesia. [diunduh 25 Januari 2014].

Deptan. 2009. Program Bio Energi Pedesaan. http://www. Deptan.go.id/html. [diunduh 30 November 2013].

Ensminger . 1989. Feeds and Nutrition (2nd Edition). Ensminger Pub Co.

Emmann CH, Ludwig A, Ludwig T. 2013. Individual Acceptance of The Biogas Innovation: A Structural Equation Model. Journal Scientdirect: Energy Policy, Volume 62, November 2013, Pages 372-378 [diunduh 29 November 2013].

Febrianto dan Priyono. 2012. Studi Pemanfaatan Feces (kotoran manusia) sebagai Bahan Baku Alternatif Energi Terbarukan. Telaah Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Volume 30 (1) 2012 : 19-24. [diunduh 12 Januari 2014]. Hanan A, Pulungan I, Lumintang RW. 2005. Beberapa Faktor yang Berhubungan

dengan Diakuinya Seseorang Sebagai Pemimpin Opini Dan Manfaatnya Untuk Kegiatan Penyuluhan. Jurnal Penyuluhan September 2005, Vol. 1, No.1 [diunduh 16 September 2013].

Hambali, Mujdalifah S, Tambunan AH, Pattiwiru AW.2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta (ID): Agro Media Pusaka.

Haryati. 2006. Biogas : Limbah peternakan yang menjadi sumber energi alternatif.

Wartazoa 16(3):167. [diunduh 10 Desember 2013].

Hasanuddin. 2005. Adopsi inovasi dalam kegiatan usaha tani pada beberapa spesifik sosial budaya petani di Provinsi Lampung. Agrijati 1(1):22. [diunduh 10 Desember 2013].

Humaedah U. 2007. Peranan Kontaktani dalam Difusi Inovasi (Kasus: Penyebaran Benih Padi Bersertifikat di UPT BPP Menes Kabupaten Pandeglang, Banten) [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ibrahim, A Sudiyono. 2003. Komunikasi dan Penyuluhan Pertanian. Malang (ID): UMM Press.

Indartono YS. 2006. Reaktor Biogas Skal Kecil / Menengah. .[diunduh 19 Januari 2014]. Tersedia dalam http:www.indeni.org/content/view/63/48/.

Isniyati H. 2010. Kebutuhan dan Perilaku Pencarian Informasi Petani Gurem (Kasus Desa Rowo Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung). [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Kabir Humayun, Yegbemey RN, Bauer S. 2013. Factors determinant of biogas adoption in Bangladesh. Journal Renewable and Sustainable Energy Reviews, Volume 28, December 2013, Pages 881-889. http://www.sciencedirect.com[diunduh 29 Desember 2013].

Kartasapoetra AG. 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Jakarta (ID): Rineka Cipta.

Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung Barat. 2012. Analisa Sampel Sungai, Danau dan UMKM. Bandung.

Kementrian ESDM. 2012. Potensi Energi Baru Terbarukan Indonesia Cukup Untuk 100 Tahun. http://www.esdm.go.id/news-archives/323-energi-baru- dan-terbarukan/6071-potensi-energi-baru-terbarukan-indonesia-cukup- untuk-100-tahun-.html. [diunduh 10 Desember 2013].

Kementrian ESDM. 2014. Program BIRU dukung Potensi Energi di Indonesia. www.kementrian esdm.go.id . [diunduh 12 Januari 2014].

Leeuwis Cess. 2009. Komunikasi untuk Inovasi Pedesaan. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Makin M. 2011. Tata Laksana Peternakan Sapi Perah. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.

Mappa, A Basleman (2011). Teori Belajar Orang Dewasa. Jakarta (ID): Depdikbud.

Muatib K. 2008. Kompetensi Kewirausahaan Peternak Sapi Perah: Kasus Peternak Sapi Perah Rakyat di Kabupaten Pasuruan Jawa Timur dan Kabupaten Bandung Jawa Barat . [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mulyadi, Sugihen BS, Asngari PS, Susanto D. 2007. Proses Adopsi Inovasi Pertanian Suku Pedalaman Arfak di Kabupaten Manokwari. Jurnal Penyuluhan September 2007 Vol.03 No.02.

Mwirigi, Makenzi PM, Ochola WO. 2009. Socio-Economic Constraints to Adoption and Sustainability of Biogas Technology by Farmers in Nakuru Districts, Kenya. Journal Energy Volume 13, Issue 2, June 2009. [diunduh14 Januari 2014].

Narso, Saleh A, Asngari PS, Pudji Muljono. 2012. Persepsi Penyuluh Pertanian Lapang tentang Perannya dalam Penyuluhan Pertanian Padi di Provinsi Banten. Jurnal Penyuluhan Maret 2012 Vol. 8 No. 1.

Nasution Z. 1995. Perencanaan Program Komunikasi. Jakarta (ID): Universitas Terbuka.

Nurhasanah, Bambang. 2006. Perkembangan Digester Biogas di Indonesia(Studi Kasus di Jawa Barat dan Jawa Tengah). Balai Besar Pengembangan

Mekanisasi Pertanian. [diunduh12 Januari 2014].

Purnaningsih N. 2006. Adopsi Inovasi Kemitraan Agribisnis Sayuran di Propinsi Jawa Barat.[disertasi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor.

Pedoman Pengguna BIRU. 2010. Pedoman Pemakaian dan pemeliharaan BIRU (Biogas Rumah). Jakarta (ID): BIRU (Biogas Rumah).

Penny DH. 1990. Kemiskinan Peranan Sistem Pasar. Jakarta (ID): UI Press. Prihandana dan Hendroko. 2008. Energi Hijau. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Riduwan. 2013. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung (ID): Alfabeta. Robbins, Stephen P dan Timothy AJ . 2008. Perilaku Organisasi Edisi ke-12.

Jakarta (ID) : Salemba Empat.

Robbins Stephens dan Coulter Mary. 2010. Manajeman Jilid 2 edisi kesepuluh. Jakarta (ID): Erlangga.

Rogers Edan Shoemaker FF. 1971. Communication of Innovations. New York: The Free Press.

Rogers E. 2003. Diffusion of Innovations Fifth edition. New York:The Free Press. Roswida R. 2003. Tahapan Proses Keputusan Adopsi Inovasi Pengendalian

Hama dan Penyakit Tanaman dengan Agen hayati (Kasus Petani Sayur di Kecamatan Banuhampu dan Sungai Puar Kabupaten Agam Sumatera Barat

.[Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Salmi N. 2008. Analisis Pendapatan Usaha Ternak Sapi Potong pada Berbagai Skala Tingkat Kepemilikan di Desa Mattunreng Tellue Kecamatan Sinjai

Tengah Kabupaten Sinjai. Tersedia

http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/3323.[Tesis]. Universitas Hasanudin.

Sanders DJ, Robbin MC, Ernst SC, Thraen CS. 2010. Digesters and Demographics: Identifying Support for Anaerobic Digesters on Dairy Farms. Journal of Dairy Science Vol. 93 No. 11. [diunduh 28 Juli 2013]. Sanni, Ademola S, Awang Z, Karim, Abdul NH, Abdullah, Noorhidawati,

Waheed, Mehwish. 2013. Using the Diffusion of Innovation Concept to Explain the Factors That Contribute to the Adoption Rate. Department of Library & Information Science, Faculty of Computer Science & Information Technology, University of Malaya. Journal EBSCO ISSN: 0098-7913

[diunduh 12 April 2014].

Sarwono J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.

Sihombing, Simamora, Siagian. 1984. Pendaurulangan dan Penanganan Kotoran Ternak Babi dan Pembuatan Biogas. Bogor (ID): Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Simamora S, Siagian, Sri Wahyuni. 2003. Peneliti IPB temukan Energi alternatif. www.sinarharapan.com /. [ diunduh 5 Januari 2014].

Subagyo, Rusidi, dan Sekarningsih R. 2005. Kajian Faktor-faktor Sosial yang Berpengaruh terhadap Adopsi Inovasi Usaha Perikanan Laut di Desa Pantai Selatan Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 18(2):313.

Sudono A. 2002. Ilmu Produksi Ternak Perah. Bogor (ID): Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Sugiyono B, Purwono A, Suyanta, Rahbini. 2013. Biogas Digester as an Alternative Energy Strategy in The Marginal Villages in Indonesia. Journal Energy Procedia 32 ( 2013 ). Tersedia di www.sciencedirect.com. [diunduh 12 Januari 2014].

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung (ID): CV Alfabeta.

Suryabrata S. 2006. Metode penelitian. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada. Setiawan A I. 2007. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Depok (ID): PT. Penebar

Swadaya.

Soekartawi. 2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Jakarta (ID): UI Press. Soehadji. 1992. Usaha Peternakan Sekarang dan Masa di Depan. Prosiding Agro

Industri Peternakan di Pedesaan. Bogor (ID): Balai Penelitian Ternak Bogor.

Stoddard I. 2010. Communal Polyethylene Biogas Systems Experiences from On- farm Researchin Rural West Java. [Tesis]. Universitas Uppsala. [19 Januari 2014].

Syafril D. 2002. Hubungan Karakteristik Petani dan Jaringan Komunikasi dengan Adopsi Inovasi Teknologi Sistem Usaha Pertanian Jagung. (Kasus di Kecamatan Rambah Hilir, Riau). [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Tondok AR, Mappigau P, Kaimuddin. 2011. Pengaruh Motivasi, Modal Sosial dan Peran Model Terhadap Adopsi Teknologi PTT Cabai di Kabupaten Maros. Tesis. Makasar (ID): Universitas Hasanudin.

Tom Bond, Michael R Templeton. 2011. History And Future of Domestic Biogas Plants In The Developing World. Journal Energy for Sustainable Development Vol. 15 (2011) Pages 347–354. Tersedia di www.sciencedirect.com. [diunduh 29 Mei 2014].

Wahyuni S. 2008. Biogas. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

. 2011. Menghasilkan Biogas Dari Aneka Limbah. Jakarta (ID): Agro Media Pustaka.

Walekhwa, Peter N, Mugisha, Johnny, Drake, Lars. Biogas Energy from Family- Sized Digesters in Uganda: Critical Factors and Policy Implications.

Journal Energy Policy July 2009, Vol. 37. [diunduh 29 November 2013]. Widodo, A Asari, N Ana. 2006. Rekayasa dan Pengujian Reaktor Biogas Skala

Kelompok Tani Ternak. Jurnal Teknik Pertanian Vol.IV No. 1. BPPP dan BPMEKTAN [diunduh 29 November 2013].

Wei Qu, Qin Tu, Bettina Bluemling. 2013. Which Factors are Effective for

Farmers’ Biogas Use?Evidence from a Large-Scale Survey in China . Journal Scientdirect: Energy Policy, Volume 63, December 2013, Pages 26- 33. [diunduh 29 November 2013].

Wellinger J, Patrick Murphy MD, Baxter D. 2013. The Biogas Handbook: Science, Production and Applications (Woodhead Publishing Series in Energy). Cambridge: Woodhead Publishing Series in Energy No. 25.

Yusriadi. 2011. Adopsi Teknologi Biogas oleh Peternak Sapi Perah peternak di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

59 Lampiran 1. Materi Penyuluhan Biogas dari Feces Sapi Perah

Pembangunan Instalasi Biogas Tipe Fixed Dome

Salah satu reaktor pengolahan biogas di Indonesia adalah jenis kubah yang tidak dapat dipindah-pindah dan disemen (fixed dome). Reaktor biogas model

fixed dome berukuran 4m³, 6 m³, 8 m³, 10 m³ dan 12 m³. Informasi dasar mengenai ukuran-ukuran reaktor biogas dan kuantitas bahan baku yang dibutuhkan secara lengkap disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Ukuran reaktor biogas dan kuantitas bahan baku yang dibutuhkan No. Kapasitas tempat pengolahan* (m³) Produksi gas per hari (m³) Feces sapi perah yang dibutuhkan per hari ** (kg) Air yang dibutuhkan setiap hari (liter) Jumlah sapi perah yang dibutuhkan (ekor) 1. 4 0,8-1,6 20-40 20-40 3-4 2. 6 1,6-2,4 40-60 40-60 5-6 3. 8 2,4-3,2 60-80 60-80 7-8 4. 10 3,2-4,2 80-100 80-100 9-10 5. 12 4,2-4,8 100-120 100-120 11-12

* Kapasitas tempat pengolahan artinya adalah volume reaktor biogas dan kubah penyimpanan gas

** rata-rata waktu penyimpanan feces sapi perah pertama kali sebelum digunakan untuk memproses biogas adalah 50 hari.

Gambar 1 dan Gambar 2 merupakan instalasi biogas fixed dome yang dapat digunakan oleh peternak:

Gambar 1 Instalasi biogas Gambar 2 Instalasi biogas Keterangan

1. Tangki pecampur (inlet) dengan pipa masukan dan penjebak pasir. 2. Digester.

3. Kompensator dan tangki buangan (over flow). 4. Tempat gas (gasholder).

5. Pipa gas.

6. Katup gas utama. 7. Digester

8. Pipa outlet.

9. Referensi ketinggian. 10. Buih.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika membangun instalasi biogas, yaitu memperhatikan pembangunan inlet, reaktor dan penyesuaian saluran pipa dengan penggunaan kompor biogas.

(1) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membangun reaktor: 1. Pembangunan reaktor

Pembuatan reaktor biogas dimulai dengan menggambar desain. Kegiatan ini dilakukan untuk menentukan lokasi bangunan di tanah sebelum memulai proses penggalian. Diawali dengan penancapan patok kecil di tanah, tepat di tengah titik reaktor.

2. Penggalian lubang (Gambar 3)

Setelah desain tampilan selesai, mulailah menggali lubang. Peralatan seperti linggis, pencongkel, sekop, pendorong, dan keranjang harus tersedia.

Gambar 3 Penggalian lubang reaktor 3. Pembangunan kubah penampung gas (Gambar 4)

a. Setelah pembangunan reaktor selesai, buatlah bentuk lengkung (kubah) yang berfungsi sebagai tempat penampungan gas.

b. Pembangunan dilakukan dengan mencampur semen Portland: pasir: kerikil dengan perbandingan 1:2:3 dibantu cetakan tanah yang disiapkan dari timbunan tanah di sekitar reaktor.

c. Sebelum membangun kubah, bagian dalam reaktor harus diisi dengan timbunan tanah yang dipadatkan. Jika hal ini tidak dilakukan, maka tekanan tanah dapat menimbulkan retakan pada reaktor. Sebuah pipa harus dipasang pada sumbu tengah lantai. Ujung pipa ini harus menyembul 2.5 cm dari cetakan tanah.

d. Setelah penimbunan selesai, pipa tegak bisa dikeluarkan dengan cara ditarik. Pipa itu diganti dengan pipa yang lebih pendek berdiameter 0.5 inci, dengan panjang kira-kira 1 m. Sekarang, cetakan kubah dapat digunakan.

e. Bagian atas cetakan tanah harus bersih ketika proses pencetakan dilakukan. Cetakan itu bisa digunakan untuk memeriksa kepadatan tanah di bagian

atas dan di bagian samping. Lebihjauh lagi, bagian cetakan yang mengenai reaktor harus sesuai dengan keliling dinding itu. Hal ini penting ketika cetakan tanah selesai dipadatkan. Tekanan tanah ditekan setelah pengecoran kubah, ditambah beban sendiri dan beban coran, maka akan menyebabkan keretakan. Tanah yang dipakai untuk cetakan harus lembab untuk mencegah penyerapan air semen. Ketika bentuk cetakan tanah sudah menyerupai kubah, pasir halus ditebarkan di permukaan cetakan. Sisa pasir dan tanah yang berlebih di atas reaktor harus dibuang. Sebelum memulai mengecor, harus tersedia jumlah pekerja yang cukup.

Gambar 4 Pembangunan kubah penampung gas 4. Memplester kubah penampung gas (Gambar 5)

Kepekatan gas dari penampung adalah hal terpenting untuk mengetahui keefektifan reaktor biogas. Jika gas yang disimpan dalam penampungan lepas melalui pori-pori kecil, pengguna tidak akan dapat menggunakan gas itu.

Gambar 5 Proses memplester kubah penampung gas

(2) Setelah pembangunan reaktor dan penampung gas selesai, hal lain yang perlu diperhatikan yaitu pembangunan inlet (Gambar 6), meliputi:

1. Pipa inlet ditempatkan sejajar dengan posisi tiang pipa gas utama dan overflow outlet.

2. Permukaan berbentuk lingkaran, tapi pondasinya berbentuk persegi. 3. Setelah dasar bangunan dibangun, bagian bundar dari tangki inlet juga

harus dibangun sebagai tempat percampuran kotoran dan air. Sebelum memulai pembangunan dinding melingkar inlet, persiapan-persiapan dapat

dilakukan pada dasar bangunannya di tempat proses percampuran berlangsung.

4. Pembangunan tempat percampuran ini sebaiknya tidak hanya mempertimbangkan kemudahan operasional, tetapi juga untuk memperbaiki kualitas campuran. Untuk menentukan posisi ketepatan tempat percampuran, poros harus diletakkan di tengah-tengah lantai inlet. Kemudian, lantai inlet dibangun. Pada permukaan yang selesai dikerjakan, buatlah tanda bundar dengan menggunakan benang atau kawat untuk menentukan bagian dalam tangki.

5. Tinggi dinding saluran masuk harus mencapai 60 cm. Tinggi keseluruhan termasuk dasar saluran adalah 90 cm. Pada kasus tertentu, ketinggian dari tanah harus di atas 100 cm.

6. Setelah dinding bundar telah dibangun, biarkan hingga adukan kering sempurna. Kedua bagian tangki diplaster menggunakan adukan semen (1 bagian semen : 3 bagian pasir).

7. Bagian dasar tangki setidaknya harus 15 cm di atas overflow dinding outlet.

8. Posisi pipa saluran masuk di lantai harus disesuaikan sehingga tiang dan batangan pipa dapat masuk tanpa ada menyulitkan penutupan sementara, jika perlu dilakukan. Apabila posisi pipa saluran masuk tidak benar, dinding saluran tersebut harus dijebol sedikit untuk memasukkan batangan atau tiang ke dalamnya.

Gambar 6 Pembuatan inlet (3) Penyesuaian Saluran Pipa dan Peralatan

Biogas diproduksi di reaktor dan disimpan di penampungan gas, baru kemudian dialirkan melalui pipa. Apabila lapisan dan siku pipa tidak dikerjakan dengan benar, gas yang dihasilkan tidak dapat dialirkan dengan sempurna ke lokasi penggunaan kompor biogas.

Gambar 7 Saluran pipa ke kompor biogas

Pemrosesan Biogas dari Feces Sapi Perah dengan Menggunakan Reaktor

Biogas Tipe Fixed Dome

Alat dan bahan serta langkah-langkah memproses biogas dari feces sapi perah dijelaskan sebagai berikut:

A.Alat terdiri:

(1) Raktor biogas ukuran 4m3 beserta kompor biogas (Gambar 8 dan 9) (2) Ember dan skop

Gambar 8 Instalasi biogas Gambar 9 kubah reaktor ukuran 4m3 B.Bahan terdiri : 2 ember air dan 2 ember feces sapi perah (perbandingan 1:1) C.Langkah-langkah pemrosesan biogas:

(1) Kumpulkan feces sapi perah yang murni dan tidak mengandung jerami atau bahan lain (Gamber 10)

(2) Pisahkan bahan yang tidak diinginkan seperti sisa-sisa pakan, tanah, batu dan material lainnya dari feces sapi perah atau pupuk kandang sebelum mencampurnya dengan air.

(3) Pastikan perbandingan volume antara feces sapi perah dan air adalah 1:1 yaitu 2 ember feces: 2 ember air (Gambar 11) menghasilkan biogas yang dapat dipakai memasak selama 3 jam. Hindari menggunakan slurry yang sudah kering atau lama untuk dimasukkan ke dalam reaktor.

(4) Masukkan feces sapi perah ke dalam pengaduk, kemudian masukkan air ke dalam inlet (Gambar 12), kemudian aduk, dan buka tutup lubang saluran ke dalam reaktor biogas sehingga hasil adukan tadi masuk ke dalam reaktor.

(5) Setelah diproses, gas yang dihasilkan akan langsung disalurkan melalui selang yag terhubung pada kompor biogas (Gambar 13). Gas yang

dihasilkan dalam reaktor digunakan untuk pembakaran di kompor biogas. Keran gas mengatur aliran biogas. Aliran tergantung pada tekanan di dalam reaktor. Sesuaikan pengatur gas yang ada di kompor hingga api kompor berwarna biru, mekar dan mengeluarkan suara berdesis ketika dipakai. Jika api berbentuk kuncup dan panjang, itu berarti efisiensi kompor akan sangat rendah. Kompor biogas dengan satu tungku umumnya mengkonsumsi sekitar 350-400 liter gas per jam.

Berikut adalah gambar langah-langkah pemrosesan biogas:

Gambar 11 Gambar 10

Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian

Kegiatan wawancara dengan responden Tempat pembuatan pupuk cacing dari slurry biogas

Tumpukan pupuk kandang yang siap dijual Sapi perah dewasa

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Blora, Jawa Tengah pada tanggal 24 November 1988. Penulis adalah putri kedua dari dua bersaudara dengan orangtua bernama Arif Sukarmo, S.Pd dan Jumiati, S.Pd (Almh). Pada tahun 2007, penulis mengikuti ujian SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dan diterima pada Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian (PKP) Fakultas Pertanian Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta (UNS). Selama perkuliahan di UNS, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan pada Gabungan Mahasiswa Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian (GAMAKOMTA). Penulis juga pernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian.

Pada tahun 2012 penulis memperoleh kesempatan melanjutkan studi magister pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan (PPN), Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan Beasiswa Unggulan DIKTI. Selama kuliah, penulis menjadi anggota PAPPI (Perhimpunan Ahli Penyuluhan Pembangunan Indonesia) dan menjadi panitia dalam seminar yang diadakan pada tanggal 28 November 2013 bertema “Transformasi Penyuluhan Pembangunan Memasuki Era

Konektivitas Asia”. Penulis pernah menjadi enumerator dalam penelitian berjudul “ Model Pengelolaan Limbah Domestik Berwawasan Gender di Daerah Aliran Sungai

Cikapundung dalam Merespon Perubahan Iklim” pada periode bulan Juni hingga

Oktober 2013. Penulis juga pernah terlibat dalam workshop internasional di Bandung pada tanggal 28-29 Januari 2014 bertema “Climate and Water Security through

Sustainable Waste Management: Exploring New Bussiness Opportunities” yang

diadakan oleh Kementrian Lingkungan Hidup, bekerjasama dengan berbagai pihak yaitu ADB (Asian Development Bank), IPB, CCROM (Center for Climate Risk and Opportunity Management in Southeast Asia and Pacific), AECOM, KADIN INDONESIA (Kamar Dagang dan Industri), dan Energy for All.

Artikel ilmiah berjudul „Tingkat Difusi-Adopsi Inovasi Biogas di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat” telah disetujui untuk diterbitkan pada Jurnal Penyuluhan edisi September 2014 Volume X Nomor 2.

Dokumen terkait