Halaman
1 Peta landuse Kota Metro klasifikasi citra landsat Tahun 2004 ... 4
2 Persentase penggunaan lahan di Kota Metro Tahun 2006 ... 7
3 Pendekatan dua tahap dalam evaluasi lahan ... 12 4 Kerangka pemikiran ... 23 5 Kerangka analisis penelitian ... 41 6 Peta administrasi Kota Metro ... 44 7 Persentase jumlah penduduk Kota Metro berdasarkan lapangan
pekerjaan ... 47 8 Peta kelas kemampuan lahan ... 62 9 Peta kesesuaian lahan untuk padi ... 67 10 Peta kesesuaian lahan untuk jagung ... 70 11 Peta kesesuaian lahan untuk peternakan/penggembalaan ... 73 12 Peta kesesuaian lahan untuk permukiman ... 76 13 Peta kesesuaian lahan untuk jalan ... 79 14 Peta kesesuaian lahan untuk kawasan permukiman dan
kawasan pertanian ... 81 15 Peta penggunaan lahan Kota Metro Tahun 2006 ... 83 16 Peta overlay kesesuaian lahan dengan penggunaan lahan Kota
Metro Tahun 2006... 85 17 Peta hirarki wilayah Kota Metro ... 91
18 Grafik jumlah penduduk Kota Metro dalam 5 (lima) tahun ... 93
xix Halaman
1 Analisis skalogram data podes Kota Metro Tahun 2006 ... 133 2 Tabel I-O Kota Metro hasil RAS I-O Provinsi Lampung
Tahun 2005 ... 142 3 Tabel koefisien I-O Kota Metro Tahun 2005 ... 144 4 Tabel backward linkagesI-O Kota Metro Tahun 2005 ... 146 5 Tabel forward linkages I-O Kota Metro Tahun 2005 ... 147 6 Tabel multipliersI-O Kota Metro Tahun 2005 ... 148
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial, ekonomi dan fisik suatu daerah itu sendiri. Pembangunan juga sering diartikan sebagai suatu perubahan dan merupakan sesuatu yang semestinya terjadi dalam masyarakat, baik masyarakat maju maupun masyarakat yang sedang berkembang. Pembangunan sebagai upaya untuk melakukan perubahan guna mewujudkan kondisi yang lebih baik. Dalam konteks ini, pembangunan memerlukan adanya rangkaian kegiatan- kegiatan yang dilakukan dalam suatu sistem kemasyarakatan untuk mencapai hasil akhir yang diinginkan.
Dari segi ruang, pembangunan daerah akan mencapai arah dan tujuannya bila diimplementasikan kedalam rangkaian perencanaan ruang yang terdapat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah. Rencana Tata Ruang Wilayah adalah hasil perencanaan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang. Adapun yang dimaksud dengan wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur- unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan buatan yang secara hirarki dan struktural berhubungan satu dengan lainnya membentuk tata ruang; diantaranya meliputi hirarki pusat pelayanan seperti pusat kota, lingkungan; prasarana jalan seperti jalan arteri, kolektor, lokal dan sebagainya. Sementara pola pemanfaatan ruang adalah bentuk pemanfaatan ruang yang menggambarkan ukuran fungsi, serta karakter kegiatan manusia dan atau kegiatan alam; diantaranya meliputi pola lokasi, sebaran permukiman, tempat kerja, industri, dan pertanian, serta pola penggunaan tanah di perdesaan dan perkotaan (Revisi RTRW Kota Metro, 2007).
Demikian juga Kota Metro terus mengupayakan terjadinya perubahan atau dinamika yang ada dalam masyarakat melalui kegiatan pembangunan. Pembangunan ini dilakukan pada berbagai sektor seperti sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor industri dan sebagainya. Dalam penyelenggaraan pembangunan tentunya diperlukan konsep dan strategi perencanaan untuk menjadi
acuan bagi pelaksana pembangunan. Disamping itu diperlukan juga arah dan
tujuan menuju terwujudnya sasaran yang akan dicapai oleh masyarakat Kota Metro.
Secara garis besar pertumbuhan dan kemajuan di Kota Metro terbentuk dari empat sektor ekonomi, masing-masing adalah pertanian, perdagangan, jasa dan industri (RTRW Kota Metro 2001). Sebagai kota yang terbentuk dari lahan permukiman transmigrasi, sektor pertanian merupakan kegiatan ekonomi pertama yang menjadi mata pencarian masyarakat. Kemudian kegiatan ekonomi perdagangan dan jasa tumbuh dari perkembangan kota pada fase berikutnya. Keberadaan kegiatan perdagangan dan jasa semakin pesat seiring perubahan status administrasi Metro menjadi kota, sebelumnya sebagai ibukota pemerintahan Kabupaten Lampung Tengah. Karakteristik urban yang dominan dengan kegiatan jasa dan perdagangan tersebut tersebar di kelurahan-kelurahan yang terletak di sekitar pusat kota, sementara itu pada daerah yang berada di pinggir kota umumnya masih berbasis pertanian dan beberapa kelurahan lainnya didukung oleh kegiatan perindustrian.
Kota Metro dengan pusat pemerintahan di Kelurahan Metro dan Kelurahan Imopuro, Kecamatan Metro Pusat, merupakan tempat konsentrasi berbagai macam kegiatan kota dan merupakan orientasi bagi berbagai kegiatan yang dilakukan penduduk kota. Perkembangan Kota Metro kearah urban, terlihat dari semakin bertambahnya kawasan terbangun, seperti kawasan perumahan, perdagangan dan pemerintahan.
Selanjutnya jika dilihat dari sudut komposisi penggunaan lahan kota secara keseluruhan, maka dominasi penggunaan lahan pertanian juga terlihat dominan bila dibandingkan dengan penggunaan lahan yang lain. Strukturnya memperlihatkan bahwa kegiatan pada pusat kota terjadi akumulasi penggunaan lahan terbangun dengan fungsi peruntukan bagi kegiatan perkantoran, perdagangan, jasa serta perumahan, sedangkan menuju kearah kawasan pinggiran kota, kepadatan mulai berkurang dengan akumulasi penggunaan lahan terbangun terjadi dalam bentuk kelompok-kelompok kecil pemukiman dan diantara kelompok-kelompok tersebut diisi dengan lahan pertanian. Gambaran tersebut
3
memperlihatkan bahwa pada beberapa kawasan, karakteristik urban telah mewarnai kegiatan ekonomi masyarakat Kota Metro.
Berdasarkan RTRW Kota Metro 2001, secara garis besar penggunaan lahan di Kota Metro dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok besar, yaitu lahan terbangun dan lahan tidak terbangun. Termasuk dalam kelompok penggunaan lahan terbangun adalah kawasan perumahan, sebaran fasilitas umum dan sebaran fasilitas perdagangan. Sedangkan kawasan pertanian seperti sawah, ladang dan penggunaan lain-lain merupakan kelompok penggunaan lahan tidak terbangun.
Apabila dilihat dari komposisi penggunaan lahan berdasarkan Interprestasi Citra Landsat Tahun 2004 maka didapatkan 68% dari luas Kota Metro merupakan lahan pertanian, 13,9% permukiman, 4,5% lahan terbuka dan sisanya digunakan untuk aktivitas lainnya. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Penutupan lahan di Kota Metro berdasarkan Interprestasi Citra Landsat Tahun 2004
Klasifikasi Lahan Area (Ha) % Luas
Air 68 0,92 Awan 77 1,05 Bayangan awan 18 0,24 Hutan 0 0,01 Kebun campuran 744 10,17 Lahan terbuka 325 4,44 Permukiman 1.021 13,97 Perkebunan 2 0,02
Pertanian lahan kering 3.724 50,92
Sawah 1.323 18,09
No data 12 0,17
Total 7.314 100
Sumber: Lab. Inderaja dan Kartografi Dept. ITSL IPB
Pola penggunaan lahan di Kota Metro menunjukan penggunaan lahan yang tercampur untuk permukiman, perdagangan dan jasa, pemerintahan serta lahan pertanian dan industri. Sebagian besar lahan digunakan sebagai lahan pertanian. Ditinjau dari aspek tata ruang, maka kondisi penggunaan lahan ini kurang efisien, karena letak atau lokasi peruntukan lahan tidak didasarkan pada hubungan fungsional antara tiap peruntukan lahan tersebut (RTRW Kota Metro, 2001)
Sumber: Lab. Inderaja dan Kartografi IPB
Gambar 1 Peta land use Kota Metro klasifikasi Citra Landsat Tahun 2004
Penggunaan lahan di Kota Metro dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok besar, yaitu lahan terbangun dan lahan tidak terbangun. Adapun yang termasuk dalam penggunaan lahan terbangun adalah kawasan perumahan, sebaran fasilitas umum dan sebaran fasilitas perdagangan, sedangkan areal persawahan, perladangan dan penggunaan lain-lain merupakan penggunaan lahan tidak terbangun. Penggunaan lahan terbangun antara lain: kawasan perumahan, fasilitas pelayanan umum seperti perkantoran, gedung sekolah, fasilitas peribadatan, fasilitas kesehatan, bangunan fasilitas olahraga, bangunan fasilitas utilitas dan lain-lain. Sedangkan penggunaan lahan tidak terbangun antara lain terdiri dari: areal persawahan, perladangan dan kawasan penggunaan lahan lain-lain seperti lapangan olahraga, taman dan lahan terbuka lainnya.
Pada Tahun 2006 penggunaan lahan sudah semakin kompleks seiring dengan kemajuan dan perkembangan wilayah secara lebih detil kondisi eksisting dapat dilihat pada Tabel 2.
5
Tabel 2 Kondisi eksisting penggunaan lahan di Kota Metro Tahun 2006
Jenis Penggunaan (Ha) Metro Pusat Metro Utara Metro Selatan Metro Timur Metro Barat Jumlah % dari Total Permukiman 1. Permukiman 673,18 514,87 428,72 283,61 501,06 2.401,44 34,94 2. Olah raga/ Rekreasi 11,60 1,00 7,50 4,68 1,04 25,82 0,38 3. Tempat Peribadatan 10,65 8,27 4,00 4,00 2,82 29,74 0,43 Sub Total 695,43 524,14 440,22 292,29 504,92 2.456,99 35,74 Jasa 1. Perkantoran 12,00 1,42 2,25 9,35 2,28 27,30 0,23 2. Pendidikan 6,51 5,00 2,00 17,18 4,74 35,43 0,09 3. Kesehatan 2,00 0,25 0,50 0,35 0,75 3,85 0,18 Sub Total 20,51 6,67 4,75 26,88 7,77 66,58 0,97 Perusahaan dan Industri 1. Perdagangan 7,85 2,00 1,48 4,07 0,09 15,49 0,23 2. Hotel,Restoran/ Rumah makan 5,36 0 0 0,05 0 5,86 0,09 3. Aneka industri 4,76 3,50 4,00 0 0 12,26 0,18 Sub Total 17,97 5,50 5,48 4,57 0,09 33,61 0,49 Pertanian 1. Persawahan a. Sawah Irigasi teknik 225,96 1.118,24 710,36 447,70 479,89 2.982,15 43,38 b. Sawah non irigasi 0 0 14,00 18,00 9,50 41,50 0,60 2. Lahan kering a. Pekarangan 206,38 290,45 227,79 361,22 112,84 1.198,68 17,44 b. Tegalan 4,75 19,00 30,40 27,34 13,00 94,49 1,37 Sub Total 437,09 1.427,69 982,55 854,26 615,23 4.316,82 62,80
Total Luas Lahan 1.171 1. 964 1.433 1.178 1.128 6.874 100,00
Sumber: Bappeda Kota Metro, 2006
Dengan pola sebaran penggunaan lahan diatas dapat dilihat bahwa Kota Metro masih didominasi oleh lahan pertanian sebesar 62,8%, lahan pemukiman 35,4% dan sisanya untuk lahan industri dan jasa. Konsentrasi pemukiman terbesar berturut-turut terdapat di Kecamatan Metro Pusat, Kecamatan Metro Utara, Kecamatan Metro Barat, Kecamatan Metro Selatan dan Kecamatan Metro Timur.
Untuk memberikan gambaran pembangunan ekonomi di Kota Metro diperlukan data statistik yang merupakan ukuran kuantitas. Pada Tabel 3 disajikan data statistik Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Metro yang menggambarkan keadaan perekonomian melalui angka pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita dan struktur ekonomi di Kota Metro. Produk Domestik
Regional Brutto merupakan keseluruhan dari nilai tambah (value added) yang
menggambarkan potensi sekaligus kemampuan suatu daerah untuk mengelola sumberdaya alam yang dimiliki, dalam suatu proses produksi, sehingga besarnya PDRB yang dihasilkan oleh suatu daerah sangat tergantung pada potensi sumberdaya alam dan faktor produksi yang tersedia. Untuk keperluan berbagai analisa, PDRB selain disajikan atas dasar harga berlaku juga disajikan atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku mempunyai kaitan erat dengan pendapatan perkapita sedangkan PDRB atas dasar harga konstan akan dapat menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi daerah (BPS Kota Metro, 2007). Tabel 3 Produk domestik regional bruto Kota Metro atas dasar harga berlaku dan
atas dasar harga konstan 2000 Tahun 2005 – 2006
Lapangan Usaha 2 0 0 5 *) (jutaan rupiah) 2 0 0 6 **) (jutaan rupiah)
ADHB 1) ADHK 2) ADHB 1) ADHK 2)
(1) (2) (3) (4) (5) 1. Pertanian 78. 771 64.699 81.261 66.008 2. Pertambangan dan Penggalian 0 0 0 0 3. Industri Pengolahan 23.794 21.418 25.391 22.408
4. Listrik, Gas dan Air Minum 11.152 4.134 11.610 4.221 5. Konstruksi 32.386 20.121 35.888 20.869 6. Perdagangan 100.697 84.941 106.120 87.774 7. Transportasi dan Komunikasi 60.116 42.420 72.624 46.356 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
117.447 81.364 129.107 90.964
9. Jasa – jasa 156.785 107.802 185.645 113.658
P D R B 581. 148 426. 899 647.646 452.257
Sumber : BPS Kota Metro 2007
Keterangan :
* ) Angka Diperbaiki 1) Atas Dasar Harga Berlaku
** ) Angka Sementara 2) Atas Dasar Harga Konstan 2000
Nilai PDRB Kota Metro atas dasar harga berlaku selama Tahun 2005–2006
mengalami kenaikan cukup signifikan yakni dari 581 milyar pada Tahun 2004 menjadi 647 milyar pada Tahun 2006 atau naik sebesar lebih kurang 66 Milyar (11,4%). Demikian juga dengan nilai PDRB Kota Metro atas dasar harga konstan
2000 selama Tahun 2005–2006, mengalami kenaikan sebesar lebih kurang
25 Milyar (5,9%) yakni dari 426 Milyar pada Tahun 2005 menjadi 452 Milyar pada Tahun 2006.
7
Sumber: Bappeda Kota Metro, 2006
Gambar 2 Persentase penggunaan lahan di Kota Metro Tahun 2006
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana kelas kemampuan dan kesesuaian lahan di Kota Metro?
2. Bagaimana hirarki wilayah di Kota Metro?
3. Bagaimana proyeksi penduduk dan standar pelayanan minimal
di Kota Metro?
4. Sektor apakah yang menjadi sektor unggulan dalam pengembangan
wilayah Kota Metro?
5. Bagaimana konsep strategi pengembangan wilayah Kota Metro berbasis
evaluasi kemampuan dan kesesuaian lahan?
Tujuan Penelitian
Dengan memperhatikan beberapa rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui sumberdaya lahan dengan melakukan analisis kelas
kemampuan lahan dan kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan kawasan permukiman dan pertanian.
3. Mengetahui proyeksi penduduk dan standar pelayanan minimal di Kota Metro.
4. Mengetahui sektor yang berkembang menjadi sektor unggulan dalam
pengembangan wilayah di Kota Metro.
5. Menyusun strategi pengembangan wilayah Kota Metro berbasis evaluasi
kemampuan dan kesesuaian lahan.
Batasan Penelitian
1. Aspek evaluasi kemampuan dan kesesuaian lahan yang dianalisis dalam
penelitian ini merupakan evaluasi lahan secara fisik.
2. Penelitian dilakukan di Kota Mero Provinsi Lampung yang merupakan
wilayah administratif terdiri dari 5 kecamatan dan 22 kelurahan.
Manfaat Penelitian
1. Memberikan sumbangan pemikiran kepada Pemerintah Kota Metro
sebagai bahan pertimbangan dan rekomendasi dalam menyusun perencanaan pembangunan daerah.
2. Sebagai bahan masukan untuk memperkaya khasanah pemikiran dan
proses (learning process) dalam perumusan kebijakan pembangunan dan