• Tidak ada hasil yang ditemukan

Halaman 1 Persyaratan mutu teh hijau untuk cemaran logam, arsen dan mikroba 7 2 Cemaran logam dan arsen dalam flavouring preparation 7

3 Batas residu pestisida dalam teh 8

4 Residu pestisida pada hasil pertanian 9 5 Cross references antara klausul-klausul ISO 9001:2000 20 dan klausul-klausul ISO 22000:2005

6 Cross references antara HACCP dan ISO 22000:2005 43

7 Deskripsi produk ekstrak teh hijau 47

8 Uraian tahapan produksi ekstrak teh hijau 50

9 Bagan penetapan CCP/OPRP terhadap bahan baku 52 10 Hasil pengujian cemaran logam berat, arsen, mikroba dan residu pestisida 53 bahan baku teh hijau

11 Bagan pemantauan CCP ekstrak teh hijau (bahan baku) 56 12 Bagan pemantauan OPRP ekstrak teh hijau (bahan baku) 56

13 Bagan penetapan CCP/OPRP terhadap proses 59

14 Bagan pemantauan OPRP ekstrak teh hijau (tahapan proses) 60 15 Bagan kajian resiko bahaya produk ekstrak teh hijau 61 16 Hasil pengujian cemaran logam berat, arsen dan residu pestisida 64 esktrak teh hijau

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Urutan logis untuk penerapan HACCP (CAC 2003) 36

2 Pohon Keputusan (ISO 2005b) 40

3 Metode Kajian 46

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Identifikasi bahaya dan pencegahannya pada bahan baku pembuatan 93

ekstrak teh hijau

2 Identifikasi bahaya dan pencegahannya pada tahapan proses pembuatan 94 ekstrak teh hijau

3 Hasil pemeriksaan CPMB sarana produksi pangan 96 di PT. Indesso Aroma

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

PT. Indesso Aroma adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang minyak atsiri, kimia aromatik dan ekstrak bahan alam. Perusahaan ini berdiri sejak tahun 1968 dan saat ini memiliki 2 buah pabrik, yaitu di Purwokerto - Jawa Tengah yang merupakan pabrik pertama dan beroperasi sejak tahun 1968, serta di Cileungsi – Jawa Barat sebagai pabrik kedua yang mulai beroperasi sejak tahun 2001. Produk-produk perusahaan sebagian besar (lebih dari 90 %) diekspor ke berbagai negara di dunia, diantaranya ke Amerika, Eropa dan Asia, sedangkan sebagian lainnya untuk keperluan lokal.

Minyak atisri adalah minyak dengan rasa dan aroma yang khas yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, sedangkan kimia aromatik adalah bahan kimia dengan rasa dan aroma yang khas yang merupakan turunan dari minyak atsiri melalui suatu sintesis kimia atau isolasi secara fisik. Minyak atsiri dan kimia aromatik adalah bahan baku yang digunakan dalam industri perisa dan wewangian. Sedangkan esktrak bahan alam adalah ekstrak yang diperoleh dari bahan-bahan alam, yang digunakan sebagai bahan baku untuk industri pangan, seperti industri makanan (es krim, permen) dan industri minuman seperti minuman siap minum.

Produksi bahan baku yang digunakan untuk bahan pangan haruslah dilakukan sesuai dengan sistem manajemen keamanan pangan yang baik agar produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi. Melalui penerapan sistem manajemen keamanan pangan, perusahaan bisa menghasilkan produk pangan dengan kualitas yang baik dan konsisten, serta yang paling penting adalah aman untuk dikonsumsi, yang pada akhirnya akan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk perusahaan dan meningkatkan penjualan produk perusahaan.

Untuk mendukung operasional perusahaan dan untuk menunjukkan komitmen perusahaan terhadap mutu, perusahaan telah menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9002 sejak tahun 1996 dan memperoleh sertifikat ISO 9002:1994 pada tahun yang sama. Sertifikat ini telah di perbaharui dengan sertifikasi ISO 9001:2000 pada tahun

2003. Disamping itu perusahaan juga telah memperoleh sertifikat Halal dan Kosher untuk produk-produknya.

Menyadari pentingnya penerapan sistem manajemen keamanan pangan di perusahaan, manajemen perusahaan berkeinginan untuk menerapkan sistem manajemen keamanan pangan di perusahaan. Sistem manajemen keamanan pangan yang telah diakui secara internasional adalah sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 yang baru saja dikeluarkan oleh lembaga ISO pada bulan September 2005. Sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 ini sesuai atau harmonis dengan sistem manajemen yang lain, termasuk sistem manajemen mutu ISO 9001.

Untuk menerapkan sebuah sistem manajemen keamanan pangan berbasis ISO 22000, perusahaan harus terlebih dahulu menerapkan cara produksi pangan yang baik (CPMB) yang merupakan salah satu program prasyarat yang harus dipenuhi. PT. Indesso Aroma saat ini sudah menerapkan CPMB di pabriknya. Dengan demikian pondasi atau syarat utama untuk pengembangan sistem manajemen keamanan pangan berbasis ISO 22000 sudah ada. Untuk pengembangan sistem manajemen keamanan pangan berbasis ISO 22000 di PT. Indesso Aroma yang perlu dilakukan adalah menerapkan HACCP dan beberapa elemen lain sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh ISO 22000.

Mengingat perusahaan telah menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001, dan mengingat sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 ini cocok dengan sistem manajemen mutu ISO 9001, maka langkah paling efektif dan efisien dalam pengembangan sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 di perusahaan adalah dengan mengembangkan sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 dengan dasar dokumentasi sistem manajemen mutu ISO 9001 yang sudah diterapkan di perusahaan.

Integrasi kedua sistem ini akan mengurangi biaya yang sangat signifikan dalam hal biaya dokumentasi, operasi dan juga auditing. Sertifikasi untuk integrasi sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 dan sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000:2005 telah dicakup oleh lembaga akreditasi UKAS (United Kingdom Accreditation Services) sejak April 2006 (Silva 2006).

Beberapa keuntungan yang diperoleh perusahaan dengan mengintegrasikan sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 dengan sistem manajemen mutu ISO 9001 ini diantaranya adalah :

a. Perusahaan tidak perlu mengelola 2 buah sistem secara terpisah, namun cukup memelihara 1 buah sistem manajemen yang merupakan integrasi dari kedua sistem tersebut.

b. Surveillance oleh lembaga sertifikasi bisa dijadikan satu yang mencakup kedua sistem manajemen tersebut.

c. Dimungkinkan bahwa perusahaan menunjuk 1 orang sebagai management representative dan sekaligus food safety team leader (jika memang mempunyai kompetensi yang diperlukan).

d. Internal audit bisa dijadikan satu yang mencakup kedua sistem tersebut e. Perusahaan mampu menghasilkan produk yang berkualitas sekaligus aman

untuk dikonsumsi karena dikelola dengan menggunakan integrasi dari kedua sistem manajemen tersebut.

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sebuah sistem manajemen keamanan pangan sesuai dengan standar sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000:2005 dengan model produk ekstrak teh hijau di PT. Indesso Aroma. Dengan telah dikembangkannya sistem manajemen keamanan pangan berbasis ISO 22000 dengan menggunakan model salah satu produk yang diproduksi oleh PT. Indesso Aroma ini yaitu produk ekstrak teh hijau, maka bisa dijadikan panduan untuk produk-produk ekstrak lainnya yang dihasilkan oleh perusahaan. Dipilihnya produk-produk ekstrak teh hijau sebagai model karena produk ini adalah produk esktrak yang paling sering diproduksi di PT. Indesso Aroma Cileungsi, tempat dimana penulis bekerja.

C. MANFAAT

Dengan telah dilakukannya pengembangan sistem manajemen keamanan pangan berbasis ISO 22000 dengan menggunakan model produk ekstrak teh hijau di PT. Indesso Aroma, maka akan mempermudah dalam pengembangan untuk produk-produk ekstrak yang lain di perusahaan, yang pada akhirnya memungkinkan untuk dilakukan

sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 di perusahaan. Dengan demikian perusahaan bisa menjamin keamanan pangan untuk produk-produk ekstrak yang dihasilkan, yang mana bisa meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap perusahaan, dan pada akhirnya meningkatkan penjualan terhadap produk perusahaan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TEH HIJAU

Tanaman teh adalah termasuk dalam genus Camelia yang mana di dalamnya terdapat sekitar 90 spesies. Teh, Camellia Sinenis (L.) O. Kuntze dikonsumsi sebagai minuman di seluruh dunia. Camellia Sinensis terdiri dari dua varietas yaitu varietas

sinensis, yang ditandai dengan daun kecil dan pohonnya pendek, dan varietas assamica, yang memiliki daun yang besar dan pohonnya tinggi. Secara umum, teh hijau buatan Jepang dan China diproduksi dari varietas sinensis, sedangkan teh hitam dibuat dari varietas assamica (Takeo 1992). Kandungan senyawa flavanol dalam varietas assamica

dua kali lebih banyak dibandingkan dengan varietas sinensis. Varietas assamica tidak digunakan untuk produksi teh hijau karena kandungan flavanol-nya yang tinggi akan menghasilkan minuman teh yang pahitnya berlebihan dan tidak sesuai untuk minuman. Sebaliknya kandungan flavanol yang rendah pada varietas sinensis sesuai untuk memberikan rasa sepat pada minuman teh hijau.

Pucuk daun teh hijau sangat kaya akan senyawa poliphenol, yang mana kelompok paling besar adalah catechin (flavan-3-ol) yang menyusun hingga 30% berat kering. Meskipun ada kelompok phenol yang lain dalam pucuk daun teh hijau, semua ada dalam jumlah yang relatif kecil. Spesies tanaman yang lain juga mensintesa senyawa flavanol, namun Camelia Sinensis adalah unik dalam hal kandungan flavanol-nya. Enam senyawa flavanol ada dalam jumlah yang tinggi (diatas 1% berat kering), yaitu (+)-catechin (C), (+)-gallocatechin (GC), epicatechin (EC), (-)-epigallocatechin (EGC), (-)-epicatechin-3-gallate (ECG) dan (-)- (-)-epigallocatechin-3-gallate (EGCG) (Robertson 1992).

Rasa sepat pada minuman teh hijau adalah disebabkan oleh senyawa polyphenol dalam teh hijau, yang mana lebih dari 75 % adalah golongan flavanol. Flavanol utama dalam daun teh adalah )-epicatechin, )-epigallocatechin, )-epicatechingallate dan (-)-epigallocatechingallate. Rasa gurih (brothy) pada minuman teh berasal dari fraksi asam amino, khususnya L-theanine yang berjumlah 60-70% dari total asam amino dalam daun teh. Caffeine memberikan kontribusi pada rasa pahit pada minuman teh melalui pembentukan senyawa kompleks dengan flavanol. Teh hijau tipe Sen-cha

(Japanese green tea) telah dipisahkan dengan Sephadex G-75 chromatography dan intensitas rasa pahit, sepat, gurih dan manis dari kelima fraksi diestimasi dengan uji sensori. 70 hingga 75 % rasa pahit dan sepat disebabkan oleh flavanol dan 70% rasa gurih disebabkan oleh asam amino (Nakagawa 1975; Kubota dan Hara 1976; Nakagawa et al 1976; dalam Takeo 1992).

Teh hijau diproduksi dengan steaming (tipe Sen-cha, Japanese green tea) atau

pan-firing (tipe Kamaira-cha, Chinese green tea) dari daun teh segera setelah dipetik, sehingga aksi dari enzym dihambat dan komponen endogenous di dalam daun dipertahankan tidak berubah signifikan. Oleh karenanya rasa dari teh hijau utamanya ditentukan oleh jenis pohon teh, waktu pemetikan, kematangan pucuk dan metode penanaman. Di Indonesia proses pembuatan teh hijau sebagian besar menggunakan cara pan-firing (Chinese green tea).

Proses pembuatan teh hijau ini melibatkan paling tidak tiga pemanasan yang bisa membunuh mikroorganisme diantaranya adalah pada saat proses pelayuan (suhu 90 – 100 C selama sekitar 5 menit), pengeringan awal (suhu sekitar 130 – 135 C selama sekitar 20 menit), pengeringan akhir (suhu sekitar 70 – 100 C selama sekitar 2 jam). Oleh karenanya bahaya potensial bahan baku teh hijau ini dari sisi mikrobiologi seperti bakteri-bakteri patogen yang berasal dari kontaminasi tanah serta kotoran manusia / hewan seperti Bacillus cereus, Clostridium dan E. coli, tidak signifikan. Bahaya potensial yang paling mungkin ada pada bahan baku teh hijau adalah residu pestisida yang digunakan untuk pengendalian hama pada saat proses penanaman serta logam berat yang berasal dari lingkungan / tanah yang digunakan untuk penanaman, karena bahan-bahan ini tidak bisa dihilangkan selama proses produksi ekstrak teh hijau. Standar Nasional Indonesia (SNI) menetapkan spesifikasi persyaratan mutu teh hijau untuk cemaran logam, arsen dan mikroba seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Persyaratan mutu teh hijau untuk cemaran logam, arsen dan mikroba * Cemaran Logam ppm Pb Cu Zn Sn Hg Maks. 2 Maks. 150 Maks. 40 Maks. 40 Maks. 0.03 Cemaran Arsen ppm As Maks. 1 Cemaran Mikroba

Angka lempeng total (koloni/gr) MPN Coliform (APM/gr)

3 x 103 < 3 * BSN, SNI 01-3945-1995

Ekstrak teh hijau termasuk dalam kelompok flavouring preparation sesuai dengan definisi yang diberikan oleh Council Directive 88/388/EEC, yaitu suatu produk selain dari pada senyawa kimia yang memiliki sifat perisa, yang kental atau tidak, yang memiliki sifat perisa, yang diperoleh dengan proses fisik yang sesuai (termasuk distilasi dan ekstraksi pelarut) atau dengan menggunakan enzym atau dengan proses menggunakan mikrobiologi dari bahan yang berasal dari tanaman atau hewan, apakah dalam bentuk mentah atau setelah mengalami pengolahan untuk konsumsi manusia dengan proses pengolahan pangan tradisonal (termasuk pengeringan, torrefaction dan fermentasi), yang mana cemaran logam dan arsen ditetapkan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Cemaran logam dan arsen dalam flavouring preparation * Cemaran Logam ppm Pb Cd Hg Maks. 10 Maks. 1 Maks. 1 Cemaran Arsen ppm As Maks. 3 * Council Directive 1988

Serangga, tikus, nematode adalah kelompok utama hewan yang sering menginvestasi teh di Asia. Di Asia, negara penghasil teh yang paling penting adalah India, China, Indonesia, Jepang, Bangladesh dan Taiwan. Tanaman teh adalah subyek untuk serangan lebih dari 300 spesies binatang. Oleh karenanya untuk mengendalikan

serangan serangga ini banyak digunakan pestisida pada saat penanaman teh. Karena luas permukaan daun teh lebar dan interval antara pemberian pestisida dan pemanenan cukup pendek, maka residu pestisida pada teh biasanya akan lebih tinggi dari tanaman yang lain pada dosis pemakaian yang sama. Akan tetapi, pestisida biasanya dipakai setelah pemanenan. Antara pemakaian pestisida dan konsumsi teh, jumlah yang sangat besar dari pestisida akan berkurang selama fase pertumbuhan, pemrosesan teh pada suhu tinggi dan juga selama penyiapan minuman teh. Hujan, penguapan, photolysis dan biodegradasi juga merupakan salah satu penyebab residu pestisida berkurang. Selama pemrosesan jumlah yang cukup besar dari pestisida akan berkurang karena penguapan dan dekomposisi panas. Namun demikian resiko akan adanya residu pestisida dalam teh hijau akan tetap ada (Muraleedharam 1992). FAO/WHO merekomendasikan residu pestisida dalam teh seperti terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Batas residu pestisida dalam teh *

Pestisida Maximum residue limit (MRL)

mg / kg teh Bromopropylate Cartap Chlopyrifos-methyl Cyhexatin Cypermethrin Deltamethrin Dicofol Endosulfan Ethion Fenitrothion Methidathion Parathion-methyl Permethrin Propargite 5 20 0.1 2 20 10 5 30 7 0.5 0.1 0.2 20 10 * FAO/WHO dalam Muraleedharam 1992

Pemerintah R.I. melalui peraturan pemerintah R.I nomor 6 tahun 1995 tentang batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian menetapkan batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian seperti terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Batas residu pestisida pada hasil pertanian *

Pestisida Maximum residue limit (MRL) mg / kg

Endusulfan Metidation Klorpirifos Fenitrotion Paration Cypermethrin Permethrin Deltamethrin 30 0.1 0.1 0.5 0.2 20 20 10 * PP RI No. 6 1995

B. KEAMANAN PANGAN EKSTRAK TEH HIJAU

Ekstrak teh hijau adalah produk ekstrak yang diperoleh dari proses ekstraksi daun teh hijau (Camelia Sinensis L.) dengan menggunakan suatu pelarut tertentu. Cairan yang diperoleh dari proses ekstraksi ini selanjutnya dipekatkan dengan proses evaporasi untuk menghasilkan produk ekstrak kental yang shelf stable, yang disebut produk ekstrak. Cara lain untuk memperoleh produk ekstrak yang tahan lama adalah dengan melakukan spray drying produk ekstrak tersebut untuk menghasilkan produk akhir yang berbentuk powder. Saltmarsh (1992) menyatakan bahwa aspek mikrobiologi dari proses pembuatan teh instan pernah dipelajari oleh Vanos et al pada tahun 1987 yang menemukan bahwa spesies Lactobacillus ada dalam proses namun pertumbuhan dari organisme ini dihambat dengan meningkatnya total padatan dari produk teh ekstrak ini. Pertumbuhan Lactobacillus plantarum secara total terhambat pada total padatan ekstrak teh 60%. Hingga saat ini belum ada data kejadian keracunan pangan yang disebabkan oleh produk berbasis teh.

Ekstrak teh memiliki sifat antimikroba (Tiwari et al 2005, Bandypadhyay et al 2005, Hamilton JMT-Miller 1995) dan anti kariogenik (Hamilton JMT-Miller 2001). Yousef (2003) meneliti pengaruh penghambatan dari ekstrak dengan air panas dari teh hitam dan teh hijau pada beberapa mikroorganisme berbahaya dan pembusuk menggunakan teknik penghambatan in vitro. Pengaruh antimikroba ekstrak teh dievaluasi pada berbagai kelompok mikroba berbeda yaitu kapang (Aspergillus lipolytica, Aspergillus oryzae, Fusarium moniliforme, Tricchoderma viride dan

Trichoderma reesei), khamir (Candida lipolytica, Candida utilis, Geotricum candidum

Staphylococcus aureus) dan bakteri gram negatip (Erwinia carotovora dan Escherichia coli). Secara umum, ekstrak teh hitam menunjukkan sifat anti kapang yang lebih kuat pada kapang yang diuji dari pada ekstrak teh hijau. Juga konsentrasi ekstrak yang lebih tinggi dari ekstrak teh hitam dan teh hijau memberikan sifat anti kapang yang lebih kuat. Akan tetapi, Staphylococus aureus adalah satu-satunya bakteri gram positif yang dihambat oleh konsentrasi ekstrak teh hitam yang lebih tinggi, sementara ekstrak teh hijau tidak memberikan pengaruh penghambatan. Konsentrasi yang berbeda dari ekstrak teh hitam menghambat baketri Gram negatip yaitu Erwinia carotovora dan E. coli, sementara ekstrak teh hijau pada konsentrasi 3 dan 4% menghambat hanya E. coli.

C. lipolytica adalah satu-satunya khamir yang menunjukkan penghambatan pertumbuhan pada konsentrasi berbeda yang diujikan baik untuk ekstrak teh hitam maupun teh hijau. Berdasarkan hasil ini disimpulkan bahwa ekstrak teh dapat digunakan sebagai pengawet pangan alami untuk produk pangan organik olahan yang disebabkan oleh kapang pembusuk.

Bandypadhyay et al (2005) melakukan pengujian sifat antimikroba ekstrak methanol daun teh [Camellia sinensis (L) O. Kintze] terhadap 111 bakteri yang terdiri dari 2 genera Gram prositip dan 7 genera Gram negatip. Sebagian besar galur ini dihambat oleh ekstrak daun teh tersebut pada konsentrasi 10 – 50 ug/ml dan beberapa galur bahkan sensitif pada konsentrasi yang lebih rendah (5 µg/ml). Urutan bakteri berdasarkan sensitivitasnya dari yang paling sensitif terhadap ekstrak daun teh adalah :

Staphylococcus aureus, Vibrio cholerae, Escherichia coli, Shigella spp., Salmonella spp., Bacillus spp., Klebsiella spp. dan Pseudomonas aeruginosa. Aktivitas antibakteri dari esktrak daun teh ini juga dikonfirmasi secara in vivo. Pada saat pengujian ekstrak teh ini dengan tikus putih galur Swiss pada dosis yang berbeda (30, 60 µg/tikus), ekstrak teh ini dapat secara signifikan melindungi tikus dari Salmonella typhimurium NCTC 74.

Aktivitas antimikroba dari ekstrak teh dengan pelarut air dan pelarut organik terhadap Salmonella typhimurium 1402/84, Salmonella typhi, Salmonella typhi Ty2a, Shigella dysenteriae, Yersinia enteroliticia C770 dan Eschericia coli (EPC P2 1265) telah dipelajari oleh Tiwari et al (2005). Baik ektrak teh hijau maupun ekstrak teh hitam secara efektif menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri yang diteliti tersebut. Hasil studi juga menunjukkan bahwa aktivitas antimikroba ekstrak teh hijau lebih baik jika dibandingkan dengan esktrak teh hitam. Hal ini terlihat dari konsentrasi penghambatan

pertumbuhan mikroba dari ekstrak teh hijau yang lebih rendah jika dibandingkan dengan ekstrak teh hitam. Aktivitas antimikroba esktrak teh dengan pelarut organik (campuran methanol dan air dengan perbandingan 62.5 : 37.5 v/v) lebih baik jika dibandingkan dengan pelarut air. Hal ini kemungkinan disebabkan karena lebih tingginya kandungan catechin (30-40% b/b) dan sejumlah fraksi minyak disamping fraksi yang larut air, jika dibandingkan dengan ekstraksi yang hanya menggunakan pelarut air.

Proses ekstraksi untuk teh adalah sama dengan proses ekstraksi yang digunakan dalam proses ekstrak kopi atau kopi instan. Banyak pelarut telah dicoba, namun air tetap yang paling baik. Pelarut-pelarut petroleum telah digunakan untuk mengekstrak wax dan minyak, dan alkohol untuk mengekstrak resin dan alkaloid. Idealnya teh seharusnya diekstrak selama 5 hingga 6 menit dengan air mendidih. Waktu ekstraksi yang lebih lama akan melarutkan dalam jumlah berlebihan tanin dan zat-zat terekstrak lainnya yang rasanya kurang disenangi. Namun jika ekstraksi dilakukan dalam jumlah besar akan sangat sulit untuk melakukan ekstraksi dalam waktu singkat. Oleh karenanya dalam skala besar proses ekstraksi dilakukan secara berulang (Pintauro 1977).

C. SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN ISO 22000

Sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 adalah suatu sistem manajemen keamanan pangan yang baru saja dikeluarkan oleh The International Organization for Standardization (ISO) pada tanggal 1 September 2005. ISO 22000 ini menetapkan persyaratan-persyaratan untuk sebuah sistem manajemen keamanan pangan yang mengkombinasikan unsur-unsur kunci yang sudah banyak dikenal untuk menjamin keamanan pangan sepanjang rantai pangan, hingga ke konsumen (ISO 2005a). Unsur-unsur kunci tersebut adalah Komunikasi Interaktif, Sistem manajemen, Program Prasyarat (Prerequisite programmes), dan Prinsip-prinsip HACCP.

Komunikasi sepanjang rantai pangan sangat penting untuk memastikan bahwa semua bahaya kemanan pangan yang sesuai diidentifikasi dan dikendalikan dengan memadai pada setiap tahap dalam rantai pangan tersebut. Hal ini berarti bahwa organisasi harus melakukan komunikasi baik dengan rantai pangan sebelumnya pemasok maupun sesudahnya konsumen. Komunikasi dengan konsumen dan pemasok

berkaitan dengan langkah-langkah identifikasi dan pengendalian bahaya akan sangat membantu organisasi dalam memberikan penjelasan kepada pemasok tentang persyaratan-persyaratan bahan baku yang diperlukan maupun kepada konsumen tentang cara-cara penanganan produk yang dihasilkan oleh organisasi.

Sistem keamanan pangan yang paling efektif adalah yang ditetapkan, dioperasikan dan diperbaharui di dalam kerangka sistem manajemen yang terstruktur dan dimasukkan ke dalam keseluruhan aktifitas manajemen dalam organisasi. Hal ini akan memberikan manfaat yang optimal untuk organisasi dan pihak-pihak terkait. ISO 22000 ini telah disekutukan dengan ISO 9001 untuk meningkatkan kompatibilitas dari kedua standar tersebut.

Dalam penerapannya, ISO 22000 ini dapat diterapkan secara terpisah dari standar sistem manajemen yang lain, ataupun diintegrasikan dengan sistem manajemen yang sudah ada, misalnya dengan ISO 9001. Dengan mengintegrasikan dalam sistem manajemen yang sudah ada, maka organisasi bisa memberdayakan sistem manajemen yang sudah diterapkan untuk mencakup manajemen keamanan pangan.

ISO 22000 mengintegrasikan prinsip-prinsip sistem HACCP dan penerapan langkah langkah yang dikembangkan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC). Analisa bahaya adalah kunci untuk sebuah sistem manajemen keamanan pangan yang efektif, karena dengan melakukan analisa bahaya akan membantu organisasi dalam menetapkan langkah-langkah pengendalian yang efektif. ISO 22000 mempersyaratkan bahwa semua bahaya yang mungkin ada dalam rantai pangan, termasuk bahaya yang mungkin terkait dengan tipe proses dan fasilitas yang digunakan diidentifikasi dan dikaji. Selama melakukan analisa bahaya, organisasi menentukan strategi yang digunakan untuk menjamin pengendalian bahaya dengan mengkombinasikan program prasyarat, program prasyarat operasionaldan rencana HACCP.

Dalam ISO (2005a), program prasyarat definisikan sebagai kondisi-kondisi dan aktifitas-aktifitas dasar yang diperlukan untuk memelihara lingkungan yang higienis