• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKOLAH PASCASARJANA IPB

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Jumlah penduduk Desa Jatibarang menurut mata pencaharian... 41 2 Jumlah pedagang Pasar Jatibarang menurut etnik... 42 3 Deskripsi karakteristik responden... 50 4 Rataan skor strategi komunikasi PKL Minang dan Penduduk asli ... 51 5 Perbedaan strategi komunikasi PKL Minang dan Penduduk Aslli ... 61 6 Perbedaan strategi komunikasi PKL Minang dan Penduduk Aslli... 62 7 Persepsi pembeli tentang efektifitas komunikasi ... 70 8 Hubungan antara strategi komunikasi dengan efektifitas ... 71 9 Keinginan pembeli untuk menerapkan strategi komunikasi bagi PKL ... 75

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Kerangka konseptual penelitian ... 7 2 Kerangka pemikiran operasional ...

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Hasil korelasi antara strategi komunikasi dengan efektifitas ... 116 2 Hasil realibilitas instrumen ... 117 3 Hasil uji T-Test ... 118 4 Kuisioner penelitian ... 121

PENDAHULUAN Latar Belakang

Disadari atau tidak sebagian besar masyarakat Indonesia bekerja disektor informal. Salah satu sektor informal yang digeluti oleh berbagai masyarakat etnik di Indonesia adalah pedagang kaki lima. Mereka biasanya identik dengan keramaian seperti di pasar, di pusat perbelanjaan di stasiun, di trotoar bahkan sampai pada acara-acara wisuda. Jenis dagangannyapun sangat beragam dari menjual pakaian, makanan, kebutuhan rumah tangga sampai dengan buku-buku komik ataupun pelajaran.

Memang tak dapat disangkal, ketika kita mendengar tentang PKL hal pertama terbayang adalah bahwa sektor informal (Pedagang Kaki Lima) identik dengan kemacetan, semrawut, kumuh, terlihat umumnya tidak teratur, bermodal kecil dan bersifat harian, tempat tidak tetap, berlaku di kalangan orang berpenghasilan rendah, tidak membutuhkan keahlian atau keterampilan khusus, bergerak di lingkungan kecil dan kekeluargaan, tak harus mengenal sistem perbankan, pembukuan atau perkreditan. Akibatnya, sektor informal di mana Pedagang Kaki Lima merupakan bagian yang terbesar sering ditolak keberadaannya dan sama sekali tidak memperoleh perlindungan. Kebalikannya mereka diburu-buru dan digusur, karena dianggap mengganggu ketertiban umum. Sering perilaku mereka menjengkelkan, karena menguasai trotoar atau menutup pintu masuk ke toko-toko formal, namun hal ini terjadi karena tak ada tempat khusus untuk menampung mereka sesuai dengan sifat alamiah informal mereka yang selalu mendekati kerumunan orang dan lokasi- lokasi yang ramai dikunjungi orang.

Namun pada kenyataannya ditengah kondisi krisis ekonomi yang berkepanjangan sektor informal termasuk salah satu sektor yang dapat bertahan dan menjadi klep pengaman kehidupan ekonomi kota dan daerah. tak hanya itu pedagang kaki lima ternyata juga sebagai penyumbang terbesar PAD (pendapatan asli daerah) di beberapa daerah,

Disamping itu sektor ini adalah sektor yang bisa menyerap tenaga kerja karena sektor ini relatif lebih mudah untuk ditekuni oleh setiap orang yang memiliki kekurangan dalam hal modal, pendidikan, keahlihan dan sebagainya (Nusantara, 2002).

Memang terasa sangat dilematis, disatu pihak PKL memberikan kontribusi yang cukup besar, namun disisi yang lain mereka juga dapat menjadi sumber masalah di perkotaan. Namun apabila kita lebih jeli melihat bahwa aktifitas yang dilakukan oleh PKL penuh dengan keunikan dan menarik untuk diamati. Seperti cara atau strategi mereka dalam menawarkan barang dagangannya. PKL biasanya memiliki ciri khas masing-masing sesuai dengan latar belakang etnik mereka. Seperti PKL etnik Minang yang memiliki ciri khas tersendiri dalam menawarkan atau menarik perhatian pembeli. Dengan cara atau strategi yang mereka gunakan tersebutlah yang membuat mereka tetap bertahan dan maju di suatu wilayah. Seperti kondisi PKL etnik Minang di Pasar Jatibarang, dimana pedagang kaki lima mendapat tempat yang layak dan menjadi sebuah percontohan bagi pedagang lain. Bentuk dan pola perdagangan yang mereka lakukan sangat berbeda dengan pedagang kaki lima pada umumnya, dimana dilokasi sekitar pasar sampai di sepanjang jalan menuju jalan raya banyak terdapat pedagang kaki lima terutama pada hari pasar yaitu Minggu dan Rabu. Akan terlihat suasana yang ramai mirip dengan pasar sepanjang jalan menuju pasar dengan pedagang dan pembeli dengan jenis barang dagangan sama berupa pakaian. Para pedagang tidak pernah mengenal istilah pengusiran atau penertiban seperti yang banyak dialami oleh pedagang kaki lima lainnya malahan difasilitasi dengan membolehkan mereka berdagang di tempat yang seharusnya bukan tempat berdagang seperti tempat parkir, jalan dan pinggir sungai.

Satu hal yang menarik bagi peneliti adalah setelah kedatangan perantau Minang ke daerah tersebut dan memulai berdagang sebagai pedagang kaki lima, menjadikan pasar tersebut semakin ramai oleh pedagang baik pedagang dari Minang maupun penduduk asli. Jenis

barang dagangannya tidak jauh berbeda dengan yang dijual di dalam kios atau toko, sehingga pembeli lebih ramai di lokasi pedagang kaki lima dibandingkan dengan di dalam pasar. Umumnya mereka menjual jenis barang dagangan yang sama yaitu pakaian. Diantara mereka memiliki cara tersendiri untuk menarik pembeli dengan beragam strategi. Apapun strategi yang digunakan oleh PKL pada dasarnya adalah untuk menarik pembeli. Untuk itu penelitian ini akan mengkaji strategi komunikasi yang dilakukan oleh PKL dari sudut pandang pembeli khususnya kepada PKL etnik Minang dan penduduk asli.

Perumusan Masalah

Fenomena yang melekat pada pelaku Pedagang Kaki Lima terutama yang berada di pasar tradisional Jatibarang sangatlah unik,. dimana kondisi pedagang kaki lima yang berada di pasar tersebut sangat berbeda dengan pasar lain, sebab pedagang kaki lima tidak mengenal penggusuran dan mereka memenuhi lokasi parkir, tepi sungai, trotoar bahkan sampai kerumah-rumah penduduk. Aktifitas ini sangat terlihat pada hari-hari pasar yaitu Minggu dan Rabu. Kondisi ini baru terlihat setelah kehadiran pedagang kaki lima etnik Minangkabau yang terkenall dengan sifat ulet, tekun, mandiri dan pandai berdagang yang membuat pasar tersebut semakin ramai dikunjungi oleh pembeli, dengan sendirinya menarik pedagang lain untuk berdagang di lokasi tersebut.

Melihat begitu semaraknya aktifitas perdagangan di pasar Jatibarang, tentu setiap pedagang memiliki strategi tersendiri yang sedemikian rupa dalam rangka menarik pembeli untuk membeli dagangan mereka. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa orang Minangkabau memiliki ciri khas tersendiri dalam berdagang dan ciri yang melekat kepada mereka dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah adanya budaya merantau. Pola-pola yang mereka terapkan dalam berdagang khususnya dalam menawarkan barang dagangan kepada pembeli memiliki strategi khusus. Begitu juga dengan penduduk asli pasti

mereka memiliki strategi tersendiri dalam memenangkan persaingan untuk menarik pembeli. Masing-masing pedagang tentu berupaya menemukan cara-cara tersendiri supaya dagangan mereka laku terjual. Namun apapun yang mereka lakukan tentu akan dirasakan oleh pembeli. Melalui respon atau tanggapan dari pembeli inilah akan terlihat apakah yang selama ini mereka lakukan tepat atau tidak.

Bertitik tolak dari uraian di atas maka dirumuskan beberapa permasalahan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana perbedaan strategi komunikasi penjualan Pedagang Kaki Lima perantau etnik Minangkabau dan penduduk asli di pasar tradisional Jatibarang?

2. Bagaimana hubungan strategi komunikasi Pedagang Kaki Lima perantau etnik Minangkabau dan penduduk asli dengan pemahaman, daya tarik dan dorongan membeli di pasar tradisional Jatibarang?

3. Bagaimana strategi komunikasi penjualan yang efektif bagi pedagang kaki lima di pasar tradisional Jatibarang?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Menganalisis perbedaan strategi komunikasi penjualan Pedagang Kaki Lima perantau etnik Minangkabau dan penduduk asli di pasar tradisional Jatibarang.

2. Menganalisis hubungan strategi komunikasi Pedagang Kaki Lima perantau etnik Minangkabau dan penduduk asli dengan pemahaman, daya tarik dan dorongan membeli di pasar tradisional Jatibarang

3. Merumuskan strategi komunikasi penjualan yang efektif bagi pedagang kaki lima di pasar tradisional Jatibarang.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan masukan bagi pedagang kaki lima di daerah Jatibarang untuk mengetahui pandangan pembeli mengenai strategi yang mereka terapkan dan mengetahui strategi apa yang sesuai di pasar tersebut.

2. Memberikan informasi yang bermanfaat bagi pemerintah daerah dan kota untuk pengembangan dan penataan pasar-pasar tradisional serta memahami dan mengerti kebutuhan Pedagang Kaki Lima dalam membuat kebijakan.

3. Bahan pustaka dan pembanding tentang strategi Pedagang Kaki Lima perantau Minangkabau bagi penelitian selanjutnya.

TINJAUAN PUSTAKA

Komunikasi Verbal

Secara etimologis, kata komunikasi atau communication dalam Bahasa Inggris berasal dari kata communis yang berarti ”sama”. Komunikasi menyarankan bahwa fikiran, suatu makna atau pesan dianut secara sama (Mulyana, 2001). Dengan demikian berkomunikasi artinya menyamakan makna atau pengertian dengan rekan komunikasi.

Sebagai makhluk sosial dan juga sebagai makhluk komunikasi, manusia dalam hidupnya mengenai berbagai macam simbol, baik yang diciptakan oleh manusia itu sendiri maupun bersifat alami. Manusia dalam keberadaannya memang memiliki keistimewaan dibandingkan dengan makhluk lainnya. Selain kemampuan daya pikirnya maupun memiliki keterampilan berkomunikasi yang lebih indah dan lebih canggih,sehingga dalam berkomunikasi mereka bisa mengatasi rintangan jarak dan waktu. Manusia mampu menciptakan simbol-simbol dan memberi arti pada gejala-gejala alam yang ada disekitarnya.

Kemampuan manusia menciptakan simbol membuktikan bahwa manusia sudah memiliki kebudayaan yang tinggi dalam berkomunikasi mulai dari simbol yang sederhana seperti bunyi dan isyarat, sampai kepada simbol yang dimodifikasi dalam bentuk sinyal-sinyal melalui gelombang udara dan cahaya. Sekali lagi kita sepakat atas suatu sistem simbol verbal, kita dapat menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, tentu saja bila semua kata yang digunakan hanya menunjuk pada benda maka komunikasi menjadi sederhana.

Terkait dengan komunikasi verbal, menurut Tubbs and Moss (2001), komunikasi verbal dimulai dengan konsep makna, dengan maksud untuk menghasilkan sebuah makna yang serupa dengan konsep makna dalam pikiran sipengirim. Pesan verbal tersebut bisa melalui kata-kata yang merupakan unsur dasar bahasa. Devito (1997), mengatakan bahwa komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai sistem produktif yang dapat dialih-alihkan dan terdiri dari simbol-simbol

yang cepat lenyap dan bermakna bebas serta dipancarkan secara kultural. Selain itu Mulyana (2002) mengemukakan komunikasi verbal adalah semua jenis simbol atau pesan verbal yang menggunakan satu kata atau lebih yang disebut bahasa. Bahasa juga dapat dianggap sebagai suatu sistem kode verbal. Bahasa juga dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol dengan aturan yang mengkombinasikan simbol-simbol tersebut yang digunakan dan dipahami oleh suatu komunikasi.

Bahasa memiliki banyak fungsi, namun sekurang-kurangnya ada tiga fungsi yang erat hubungannya dalam menciptakan komunikasi yang efektif. Ketiga fungsi itu pertama, untuk mempelajari tentang dunia sekeliling kita. Kedua untuk membina hubungan yang baik diantara sesama manusia dan ketiga untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia. Untuk mempelajari dunia sekeliling kita, bahasa menjadi peralatan yang sangat dalam memahami lingkungan. Melalui bahasa kita dapat mengetahui sikap, perilaku dan pandangan suatu bangsa. Dengan bahasa juga dapat dijadikan sebagai alat pengikat dan perekat dalam hidup bermasyarakat, bahasa dapat membantu kita menyusun struktur pengetahuan menjadi logis dan mudah diterima oleh orang lain.

Sesuai dengan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi verbal sangat terkait dengan bahasa yang diucapkan. Terkait dengan strategi komunikasi secara verbal yang dilakukan oleh PKL dapat berbentuk berteriak, menyapa dan mempersilahkan.

Komunikasi nonverbal

Manusia dalam berkomunikasi selain menggunakan komunikasi verbal juga memakai komuniasi nonverbal. Komunikasi nonverbal biasa disebut bahasa isyarat atau bahasa diam. Komunikasi nonverbal yang digunakan dalam berkomunikasi sudah lama menarik perhatian para ahli terutama dari kalangan antropolgi, bahasa dan bidang kedokteran. Porter dan Samavar yang dikutip oleh Sunarwinadi (2000) bahwa komunikasi

nonverbal mencakup semua ransangan (kecuali ransangan verbal) dalam suatu setting komunikasi yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim dan penerima. Selain itu menurut Mark L Knapp dalam Hafied (2004) bahwa istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi diluar kata-kata terucap dan tertulis. Pada saat yang sama kita harus menyadari bahwa peristiwa dan perilaku nonverbal ini ditafsirkan melalui simbol-simbol verbal.

Fungsi dari komunikasi nonverbal (Mark L Knapp dalam Hafied, 2004) antara lain:

a) Meyakinkan apa yang diucapkan

b) Menunjukkan perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan dengan kata-kata

c) Menunjukkan jati diri sehingga orang lain bisa mengenalinya d) Menambah atau melengkapi ucapan-ucapan yang dirasakan

belum sempurna

Pemberian arti terhadap kode nonverbal sangat dipengaruhi oleh sistem sosial budaya masyarakat yang menggunakannya. Kode nonverbal dapat diartikan dalam beberapa bentuk antara lain: kinesis adalah kode nonverbal yang ditunjukkan oleh gerakan-gerakan badan, gerakan mata, mata adalah alat komunikasi yang paling berarti dalam memberi isyarat tanpa kata. Sentuhan adalah isyarat yang dilambangkan dengan sentuhan badan. Paralanguage adalah isyarat yang ditimbulkan dari tekanan atau irama suara sehingga penerima dapat memahami sesuatu dibalik yang diucapkan, diam, postur tubuh, kedekatan dan ruang, artifak dan visualisasi, warna, waktu, bunyi dan bau.

Berdasarkan pemaparan mengenai komunikasi non verbal jadi dapat disimpulkan bahwa komunikasi nonverbal adalah bentuk komunikasi selain yang diucapkan guna menyampaikan pesan dan dijadikan sebagai penekanan bagi komunikasi verbal misalnya gerakan tubuh, senyuman, raut wajah dan isyarat lainnya. Jika dikaitkan dengan strategi komunikasi pedagang kaki lima, maka selain pedagang tersebut

menggunakan komunikasi verbal, tak lepas juga dari komunikasi nonverbal seperti tersenyum, sikap tubuh, mimik wajah / ekspresi wajah menghadapi pembeli, cara memajang dagangan, dan memasang bandrol harga.

Efektifitas Komunikasi

Menurut Vardiasyah, D (2004), efek komunikasi adalah pengaruh yang ditimbulkan pesan komunikasi dalam diri komunikannya. Efek komunikasi dapat kita bedakan atas efek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan tingkah laku (konatif). Efek komunikasi adalah salah satu elemen komunikasi yang penting untuk mengetahui berhasil atau tidaknya komunikasi. Pesan yang sampai pada komunikan menimbulkan dampak,s ehingga persolan utama dalam komunikasi efektif adalah sejauh mana tujuan komunikasi komunikator terwujud dalam diri komunkannya:

a. Apabila hasil yang didapatkan sama dengan tujuan yang diharapkan dikatakan bahwa komunikasi berlangsung efekti

b. Apabila hasil yang didapatkan lebih besar dari tujuan yang diharapkan dikatakan bahwa komunikasi berlangsung sangat efekti c. Apabila hasil yang didapatkan lebih kecil dari tujuan yang

diharapkan dikatakan bahwa komunikasi berlangsung tidak atau kurang efekti

Menurut Goyer dan Tubs S.L dan Moss, S (1996) bila S adalah sumber pesan dan R adalah penerima pesan, maka komunikasi disebut mulus dan lengkap bila respon yang diinginkan S dan respon yang diberikan R identik:

Strategi Komunikasi

Strategi banyak kita dengar dalam kehidupan manusia sehari-hari, bahkan strategi tidak hanya milik manusia sebagai salah satu makhluk hidup dibumi ini tapi juga merupakan sebuah keharusan yang dimiliki oleh

setiap makhluk hidup yang perlu bertahan hidup. Kata strategi itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti: kepemimpinan dalam ketentaraan. Dimana pada jaman Yunani masih terdapat dan terjadi perang dalam berbagai kondisi, baik antar suku maupun antar kelompok kecil maupun besar, disitulah telah diterapkan berbagai strategi-strategi yang tumbuh dan berkembang menjadi sebuah manajemen ketentaraan dalam mengelola dan mobilisasi tentara atau anggota kelompok perang ( Crown, 2001). Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Akan tetapi, untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukan arah saja, melainkan harus mampu menunjukan bagaimana taktik operasionalnya (Effendy, 1990).

Banyak sekali definisi-definisi strategi yang ada dan berkembang dalam segenap lapisan masyarakat. Bagi pelaku olahraga sepak bola, strategi diperlukan sebagai cara untuk mengatur posisi dan serangan kearah gawang lawan untuk memciptakan gol sebanyak-banyaknya, maka disini strategi telah didefinisikan sebagai cara untuk pencapaian sebuah tujuan dengan mengatur dan optimalisasi potensi yang dimiliki.

Mahasiswa yang akan mengikuti tes ujian kelulusan, akan mempersiapkan strategi belajar, buku mana yang harus dibaca, catatan mana yang mesti dipahami dan contoh-contoh soal mana seharusnya mendapatkan perhatian khusus, maka disini terlihat bahwa mahasiswa tersebut telah berstrategi. Definisi strategi bagi mahasiswa adalah bagaimana mempersiapkan diri dan memperbanyak pengetahuan dan mengembangkan wawasan agar mampu menjawab semua pertanyaan yang diujikan.

Dari dua contoh kondisi diatas dapatlah diambil sebuah kesimpulan bahwa pada kenyataanya definisi strategi sangat banyak, kembali kepada konteks kondisi dan pelaku yang memainkan strategi tersebut. Tidak sebuah bukupun yang memberikan sebuah definisi yang baku tentang strategi. Namun didunia bisnis strategi dapat didefinisikan sebagai kemampuan manajemen menetapkan arah bagaimana

mengidentifikasikan kondisi yang yang memberikan keuntungan terbaik untuk membantu memenangkan persaingan di dalam pasar. Dengan kata lain, definisi strategi mengandung dua komponen yaitu: (1) Future Intentions atau tujuan jangka panjang dan (2) competitive advantage atau keunggulan bersaing (Dirgantoro, 2001).

Demikian pula dengan strategi komunikasi yang merupakan paduan perencanaan komunikasi (communication planning) dengan manajemen komunikasi (communication management) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi komunikasi ini harus mampu menunjukan bagaimana operasionalnya secara praktis harus dilakukan, dalam arti kata pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung pada situasi dan kondisi. Tujuan sentral kegiatan komunikasi terdiri atas tiga tujuan utama, yaitu:

a.to secure understanding, b.to establish acceptance, c. to motivate action.

Pertama adalah to secure understanding, memastikan bahwa komunikasi mengerti dan menerima, maka penerimaannya itu harus dibina

(to establish acceptance) pada akhirnya kegiatan dimotivasikan (to motivate action).

Dalam strategi komunikasi perlu diperhatikan komponen-komponen dan faktor-faktor pendukung dan penghambat pada setiap komponen tersebut diantaranya (Effendy,1990):

a. Mengenali sasaran komunikasi b. Pemilihan media komunikasi c. Pengkajian tujuan pesan komunikasi d. Peranan komunikator dalam komunikasi

Dari penjelesan diatas dapat disimpulkan bahwa strategi adalah milik siapa saja dan merupakan suatu cara yang mengoptimalkan segala sumber daya untuk mencapai tujuan yang diinginkan, begitu juga dengan strategi yang dimiliki oleh pedagang kaki lima dalam rangka untuk meraih keuntungan dan memenangkan persaingan.

Pedagang Kaki Lima

Perdagangan adalah kegiatan jual-beli barang atau jasa yang dilakukan secara terus-menerus dengan tujuan pengalihan hak atas barang atau jasa dengan disertai imbalan atau kompensasi yang seimbang.

Berniaga atau berdagang adalah salah satu bentuk manusia mencari rezeki yang halal di muka bumi ini. Berdagang merupakan suatu proses komunikasi antara penjual atau pedagang dengan pembeli atau pedagang lainnya. Dimana proses komunikasi tersebut untuk mencari sebuah kata sepakat, yaitu sepakat penjual/pedagang memberikan barang dagangannya kepada pembeli dan sepakat pembeli memberikan uang atau bentuk materi lainnya yang dijadikan nilai tukar kepada penjual. Komunikasi antara pedagang dengan pembeli dapat berlangsung secara langsung maupun tidak langsung, baik di tempat terbuka maupun tertutup, dijalan ataupun dirumah. Pedagang Kaki Lima merupakan salah satu bentuk sebutan bagi profesi pedagang/penjual atau pelaku perniagaan.

Tarjo dalam Yulia (1986), mengatakan bahwa istilah Pedagang Kaki Lima timbul pada zaman pemerintahan kolonial Belanda, pada masa Raffless memimpin tahun 1811. Ketika itu Raffless mengeluarkan peraturan lalu lintas untuk perencanaan kota yang menyatakan bahwa 5

feet (lima kaki) disebelah kiri kanan jalan dari tepi jalan ditetapkan untuk pejalan kaki yang kemudian digunakan sebagai tempat bedagang. Maka timbullah istilah Pedagang Kaki Lima.

Hal lain yang mendukung istilah Pedagang Kaki Lima muncul pada akhir abad silam, bahwa dalam tata kota di era tersebut bangunan rumah

toko yang berbatasan langsung dengan jalan (GSB/garis sepadan bangunan), di kawasan perdagangan tengah kota biasanya merupakan bangunan bertingkat dua atau lebih. Bagian depan dari tingkat dasar rumah toko itu, serambi yang lebarnya sekitar lima kaki, wajib dijadikan suatu lajur di mana pejalan kaki dapat melintas. Lajur ini kemudian dikenal sebagai kaki lima, dari lebarnya yang lima kaki itu. Pedagang yang memanfaatkan lajur itu, kemudian dikenal sebagai pedagang kaki lima (Sidharta, 2000).

Fenomena Pedagang Kaki Lima

Menurut Budiantoro dalam www.ekonomirakyat.org (2002), tahun 1998 pertumbuhan ekonomi merosot menjadi –13,7 persen dari pertumbuhan sebesar +4,9 persen, atau jatuh -18,6 persen dalam setahun. Pakar ekonomi ortodoks pesimis ekonomi nasional akan pulih kurang dari 5 tahun. Namun terbukti, meski mengalami bleeding berupa pelarian modal $ 10 milyar per tahun dan ambruknya industri besar, hanya dalam 2 tahun ekonomi nasional telah tumbuh 4,8 persen. Akhirnya diakui bahwa usaha mikro, kecil dan menengah (sering disebut ekonomi rakyat atau non formal), memberi kontribusi signifikan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Jadi ekonomi sektor non formal yang telah menyelamatkan Indonesia dari krisis, yaitu ekonomi yang ”berdikari” dan ulet. Mereka yang berjuang dari apa yang ada, atau modal sendiri.

Pedagang Kaki Lima yang merupakan bagian ekonomi sektor non formal (ekonomi kerakyatan), yang memiliki keterbatasan modal dan beusaha dengan apa adanya. Namun mampu bertahan ditengah-tengah deraan badai keterpurukan ekonomi nasional Indonesia. Pedagang Kaki Lima merupakan sebuah fenomena yang timbul dalam masyarakat, banyak sikap-sikap negatif yang diperlihatkan sebagian masyarakat kepada Pedagang Kaki Lima, tapi pada kenyataan Pedagang Kaki Lima dapat tumbuh dan berkembang dalam kondisi apapun. Pedagang Kaki

Dokumen terkait