STRATEGI KOMUNIKASI PEDAGANG KAKI LIMA
PERANTAU MINANGKABAU DAN PENDUDUK ASLI
(Studi Kasus di Pasar Jatibarang Kecamatan Jatibarang
Kabupaten Indramayu-Jawa Barat
Oleh : ERNITA ARIF
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
ERNITA. ARIF. 2007. Strategi Komunikasi Pedagang Kaki Lima Perantau Minangkabau dan Penduduk Asli (Studi Kasus di Pasar Jatibarang, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu - Jawa Barat). Dibimbing oleh SJAFRI MANGKUPRAWIRA dan SUTISNA RIYANTO
Pedagang kaki lima merupakan salah satu sektor informal yang banyak digeluti oleh sebagian kelompok masyarakat. Salah satunya adalah etnik Minangkabau yang berada di perantauan tepatnya di pasar Jatibarang. Di pasar tersebut tidak hanya pedagang kaki lima Minang namun juga ada penduduk asli. Dalam menjual barang dagangannya tentunya masing-masing pedagang tersebut memiliki cara tersendiri untuk mengkomunikasikan barang dagangannya agar laku terjual. Untuk itu penelitian ini bertujuan ingin: (1) menganalisis perbedaan strategi komunikasi pedagang kaki lima perantau Minangkabau dengan penduduk asli di Pasar Jatibarang, (2) menganalisis hubungan strategi komunikasi pedagang kaki lima perantau Minangkabau dan penduduk asli dengan persepsi pembeli mengenai pemahaman, daya tarik dan dorongan membeli, (3) merumuskan strategi komunikasi yang efektif bagi pedagang kaki lima di pasar Jatibarang. Metode penelitian adalah deskriptif korelasional dan data dianalisis dengan program SPSS versi 12.00. uji statistik yang digunakan adalah Rank Spearman untuk melihat hubungan antar peubah dan uji T-Test untuk melihat perbedaan antara dua pedagang. Jumlah responden sebanyak 60 orang pembeli. Hasil penelitian menunjukkan : (1) strategi komunikasi pedagang kaki lima Minangkabau secara verbal dan non verbal sedang, begitu juga dengan penduduk asli. Artinya strategi yang dilakukan oleh kedua pedagang biasa-biasa tidak secara berlebihan (2) secara verbal tidak terdapat perbedaan antara pedagang kaki lima minang dengan penduduk asli, namun secara non verbal terdapat perbedaan. Namun secara keseluruhan strategi komunikasi pedagang kaki lima minangkabau lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk asli. (3) pembeli memiliki persepsi yang rendah terhadap pedagang kaki lima Minang dalam pemahaman, tinggi dalam daya tarik dan tinggi juga dalam dorongan membeli. Sedangkan pada penduduk asli, pembeli juga rendah dalam pemahaman, sedang dalam daya tarik dan tinggi dalam dorongan membeli. (4) strategi komunikasi verbal pada pedagang kaki lima MInang memiliki hubungan dengan pemahaman, daya tarik dan dorongan membeli. Secara non verbal hanya berhubungan dengan pemahaman. Sedangkan pada pedagang kaki lima penduduk asli, secara verbal berhubungan dengan pemahaman dan secara non verbal dengan pemahaman dan daya tarik. (5) strategi komunikasi yang efektif bagi pedagang kaki lima di pasar Jatibarang adalah secara verbal menyapa dan mempersilahkan, sedangkan secara non verbal tersenyum, posisi tubuh dan memajang
ABSTRACT
Communications Strategy of Retail Dealer Originated of Minangkabau Ethnics and Natives (Case Study in Jatibarang Market, District of Jatibarang, Sub-Province of Indramayu- West Java). Under the direction of SJAFRI MANGKUPRAWIRA and of SUTISNA RIYANTO
Retail dealer originated is one of the informal sectors which are deeply involved by some of group societies. One of them is come from ethnic of Minangkabau who live in Jatibarang market. In the Jatibarang market, retail dealer originated not only come from Minang ethnics but also natives. The ways they sell their products, off course each merchant have different way to communicate their products to be sold. The aim of this research are: (1) to analyzed the difference of communications strategy retail dealer originated of Minangkabau ethnics compare with natives in Jatibarang market, (2) to analyzed the relation of communications strategy retail dealer originated between Minangkabau ethnics and natives with perception of buyer concerning understanding, motivation and fascination buy, (3) to formulate effective communications strategy for retail dealer originated in Jatibarang market. Research method using descriptive of data and correlation analysis with SPSS version 12.00 program. Test of statistic using Rank Spearman to see the relation between test and variable. T-Test is used to see the difference between two merchants. Amount of responders counted 60 buyer people. Result of research show: (1) communications strategy retail dealer originated of Minangkabau ethnics using verbal and non verbal, so do the natives. It means that the strategy used by both of groups in ordinary way (2) by verbal, there are no difference between retail dealer originated of Minang ethnics and natives. But by non verbal there are differences. Merchant of Minang ethnics prefer to show and display the product with lowest price of their products, while natives don’t do that way. Communications strategy retail dealer originated of minangkabau ethnics is much better than natives. (3) Buyer has low perception in understanding to retail dealer originated of minang ethnics, high in fascination and also high in motivation to buy. While of natives merchant, buyer also low in understanding, average in fascination and high in motivation to buy. (4) Communications strategy of verbal at retail dealer originated of Minang ethnics have relation with understanding, motivation and fascination to buy. By non verbal only relating to understanding. While at retail dealer originated of natives, by verbal relate to understanding and by non verbal with fascination and understanding. (5) Effective communications strategy for retail dealer originated in Jatibarang market is by verbal address and passes in, while by non verbal smile, body position and display the products.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: Strategi Komunikasi Pedagang Kaki Lima Perantau Minangkabau dan Penduduk Asli (Studi Kasus di Pasar Jatibarang, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat) adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Agustus 2007
STRATEGI KOMUNIKASI PEDAGANG KAKI LIMA
PERANTAU MINANGKABAU DAN PENDUDUK ASLI
(Studi Kasus di Pasar Jatibarang Kecamatan Jatibarang
Kabupaten Indramayu-Jawa Barat)
Oleh : ERNITA ARIF
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
PROGRAM STUDI
KOMUNIKASI PEMBANGUNAN PERTANIAN
DAN PEDESAAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tesis : Strategi Komunikasi Pedagang Kaki Lima Perantau Minangkabau dan Penduduk Asli di Pasar Jatibarang, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramyu – Jawa Barat
Nama : Ernita Arif
NRP : P054040181
Program Studi : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Sjafri Mangkuprawira,M.SC Ir. Sutisna Riyanto Subarna, MS Ketua Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Komunikasi Pembangunan Pertanian
dan Pedesaan
Dr. Ir. Sumardjo, MS Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang Pariaman, Sumatera Barat pada tanggal 15 Juni 1977. Anak pertama dari empat bersaudara pasangan Z. Arifin Wahid dan Murniati.
Penulis memulai pendidikan dasar di SD N 1 Bukit Malintang, namun tidak sampai tamat karena mengikuti orang tua pindah ke Jatibarang. Sekolah dasar penulis tamatkan di SDN 1 Jatibarang. Kemudian lulus SMP N 1 Jatibarang pada tahun 1993. Tahun 1997 lulus dari SMA N 1 Indramayu. Pada tahun 1997 penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di IPB pada Fakultas Pertanian, program studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian lewat jalur UMPTN dan mendapat gelar sarjana pada tahun 2002. Karena merasa selalu rindu untuk kuliah pada tahun 2004 penulis melanjutkan studi di Pasca Sarjana IPB Jurusan Komunikasi Pembangunan.
Selama menempuh pendidikan penulis aktif berorganisasi dan menyukai petualangan alam bebas. Selain itu penulis memiliki minat yang tinggi terhadap dunia pendidikan, mengajar adalah salah satu hobbi yang ditekuninya. Sejak kuliah penulis sudah mulai mengajar diantaranya: fasilitator lingkungan hidup untuk anak SD Darmaga 1, fasilitator lingkungan hidup untuk tenaga sukarelawan Rimbawan Muda Indonesia (RMI) di Kebun Raya Bogor, mengajar mengaji di TPA Al-Malikussaleh, asisten dosen pada mata kuliah sosiologi umum selama tiga semester, dosen luar biasa pada Fakultas Peternakan IPB. Setelah penulis lulus dari kuliah, penulis bekerja di sebuah lembaga pendidikan sebagai tenaga pengajar dan marketing. Disela-sela berkerja penulis juga mengajar di SMA Al-hidayah dan SMK Bakin.
PRAKATA
Puji dan syukur selalu tercurahkan kehadirat Illahi Robbi atas nikmat yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini selesai tidak dengan sendirinya. Butuh perjuangan dan support dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan ke berbagai fihak diantaranya:
1. Prof. Dr. Sjafri Mangkuprawira, selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan arahan, motivasi dan kemudahan untuk berkonsultasi. Beliau bukan hanya sebagai dosen tetapi juga seorang guru, dari beliaulah penulis banyak belajar.
2. Ir. Sutisna Riyanto. MS, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada penulis. Sikapnya yang terbuka dan ramah membuat penulis mudah untuk berkonsultasi.
3. Dr. Ir. Amiruddin Shaleh. MS, yang telah bersedia menjadi penguji dan memberikan arahan, kesempatan serta motivasi selama mengikuti perkulihan di Pascasarjana.
4. Kedua orang tua tercinta yang sampai kapanpun cinta, pengorbanan dan doanya tak pernah putus. Karena beliaulah penulis termotivasi untuk selalu memberikan yang terbaik.
5. Suami tercinta Syamsul Bahri, ST. MM, yang selalu memberikan support dan kesempatan kepada penulis untuk terus belajar, berkarya dan memperkaya ilmu serta sangat mengerti penulis.
6. Pemimpinku “Aruusalkhofiqoini Bahri Chaniago” dan lenteraku “Nibras Khalida Bahri Chaniago” semoga kalian dapat menghiasi dan menerangi dunia. Bunda bangga memilikimu.
7. Adik-adikku Uwa, Imen, Evi dan Fitri, yang telah banyak membantu. Semoga kalian menjadi orang yang bermanfaat dan dapat menopang serta membanggakan keluarga.
8. Teman-teman KMP 2004. Dini (telah banyak membantu), Mba Aan, Icha, Pegi, Bagyo, Narso, Jufri, Melki, Deden, Muji. Selamat telah menjadi Master. Kebersamaan itu indah dan mengesankan. Semoga kita selalu
kompak.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Perumusan masalah ... 2
Tujuan Penelitian ... 4
Manfaat Penelitian ... 5
TINJAUAN PUSTAKA ... 6
Komunikasi Verbal... 6
Komunikasi Non verbal ... 11
Efektivitas Komunikasi... 18
Strategi Komunikasi ... 23
Pedagang Kaki Lima ... Fenomene Pedagang Kaki Lima... Promosi Penjualan... Persepsi... Kelompok Etnik... KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 25
Kerangka Pemikiran Konseptual 25 Kerangka Pemikiran Operasional Hipotesis ... 26
METODE PENELITIAN ... 27
Desain Penellitian ... 27
Populasi dan Sampel... 27
Tempat dan Waktu Penelitian... 28
Data dan Instrumen... Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 29
Validitas dan Reliabilitas ... 29
Definisi Operasional ... 30
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38
Desa Jatibarang... 38
Letak dan Wilayah... Kependudukan ... 40
Kelompok Etnik) ... 49
Pasar Tradisional jatibarang ... 60
Lngetak Geografis dan Sejarah Pasar ... 68
Komoditi Dagangan... 74
Proses Kedatangan PKL ... 79
Tempat Bermukim... .... 84
Kegiatan Berdagang ... 91
Karakteristik Responden ... 93
Deskripsi Stratategi Komunikasi PKL Minang dan Penduduk Asli... 95
Analisa Perbedaan Stratategi Komunikasi PKL Minang dan Penduduk Asli... 102
Persepsi Pembeli tentang Efektifitas Komunikasi PKL Minang dan Penduduk Asli... 104
Hubungan antara Strategi Komunikasi dengan Pemahaman, Daya Tarik dan Dorongan Membeli... 105
Strategi yang Efektif di Pasar Jatibarang... KESIMPULAN DAN SARAN ... 108
Kesimpulan ... 108
Saran ... 110
STRATEGI KOMUNIKASI PEDAGANG KAKI LIMA
PERANTAU MINANGKABAU DAN PENDUDUK ASLI
(Studi Kasus di Pasar Jatibarang Kecamatan Jatibarang
Kabupaten Indramayu-Jawa Barat
Oleh : ERNITA ARIF
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
ERNITA. ARIF. 2007. Strategi Komunikasi Pedagang Kaki Lima Perantau Minangkabau dan Penduduk Asli (Studi Kasus di Pasar Jatibarang, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu - Jawa Barat). Dibimbing oleh SJAFRI MANGKUPRAWIRA dan SUTISNA RIYANTO
Pedagang kaki lima merupakan salah satu sektor informal yang banyak digeluti oleh sebagian kelompok masyarakat. Salah satunya adalah etnik Minangkabau yang berada di perantauan tepatnya di pasar Jatibarang. Di pasar tersebut tidak hanya pedagang kaki lima Minang namun juga ada penduduk asli. Dalam menjual barang dagangannya tentunya masing-masing pedagang tersebut memiliki cara tersendiri untuk mengkomunikasikan barang dagangannya agar laku terjual. Untuk itu penelitian ini bertujuan ingin: (1) menganalisis perbedaan strategi komunikasi pedagang kaki lima perantau Minangkabau dengan penduduk asli di Pasar Jatibarang, (2) menganalisis hubungan strategi komunikasi pedagang kaki lima perantau Minangkabau dan penduduk asli dengan persepsi pembeli mengenai pemahaman, daya tarik dan dorongan membeli, (3) merumuskan strategi komunikasi yang efektif bagi pedagang kaki lima di pasar Jatibarang. Metode penelitian adalah deskriptif korelasional dan data dianalisis dengan program SPSS versi 12.00. uji statistik yang digunakan adalah Rank Spearman untuk melihat hubungan antar peubah dan uji T-Test untuk melihat perbedaan antara dua pedagang. Jumlah responden sebanyak 60 orang pembeli. Hasil penelitian menunjukkan : (1) strategi komunikasi pedagang kaki lima Minangkabau secara verbal dan non verbal sedang, begitu juga dengan penduduk asli. Artinya strategi yang dilakukan oleh kedua pedagang biasa-biasa tidak secara berlebihan (2) secara verbal tidak terdapat perbedaan antara pedagang kaki lima minang dengan penduduk asli, namun secara non verbal terdapat perbedaan. Namun secara keseluruhan strategi komunikasi pedagang kaki lima minangkabau lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk asli. (3) pembeli memiliki persepsi yang rendah terhadap pedagang kaki lima Minang dalam pemahaman, tinggi dalam daya tarik dan tinggi juga dalam dorongan membeli. Sedangkan pada penduduk asli, pembeli juga rendah dalam pemahaman, sedang dalam daya tarik dan tinggi dalam dorongan membeli. (4) strategi komunikasi verbal pada pedagang kaki lima MInang memiliki hubungan dengan pemahaman, daya tarik dan dorongan membeli. Secara non verbal hanya berhubungan dengan pemahaman. Sedangkan pada pedagang kaki lima penduduk asli, secara verbal berhubungan dengan pemahaman dan secara non verbal dengan pemahaman dan daya tarik. (5) strategi komunikasi yang efektif bagi pedagang kaki lima di pasar Jatibarang adalah secara verbal menyapa dan mempersilahkan, sedangkan secara non verbal tersenyum, posisi tubuh dan memajang
ABSTRACT
Communications Strategy of Retail Dealer Originated of Minangkabau Ethnics and Natives (Case Study in Jatibarang Market, District of Jatibarang, Sub-Province of Indramayu- West Java). Under the direction of SJAFRI MANGKUPRAWIRA and of SUTISNA RIYANTO
Retail dealer originated is one of the informal sectors which are deeply involved by some of group societies. One of them is come from ethnic of Minangkabau who live in Jatibarang market. In the Jatibarang market, retail dealer originated not only come from Minang ethnics but also natives. The ways they sell their products, off course each merchant have different way to communicate their products to be sold. The aim of this research are: (1) to analyzed the difference of communications strategy retail dealer originated of Minangkabau ethnics compare with natives in Jatibarang market, (2) to analyzed the relation of communications strategy retail dealer originated between Minangkabau ethnics and natives with perception of buyer concerning understanding, motivation and fascination buy, (3) to formulate effective communications strategy for retail dealer originated in Jatibarang market. Research method using descriptive of data and correlation analysis with SPSS version 12.00 program. Test of statistic using Rank Spearman to see the relation between test and variable. T-Test is used to see the difference between two merchants. Amount of responders counted 60 buyer people. Result of research show: (1) communications strategy retail dealer originated of Minangkabau ethnics using verbal and non verbal, so do the natives. It means that the strategy used by both of groups in ordinary way (2) by verbal, there are no difference between retail dealer originated of Minang ethnics and natives. But by non verbal there are differences. Merchant of Minang ethnics prefer to show and display the product with lowest price of their products, while natives don’t do that way. Communications strategy retail dealer originated of minangkabau ethnics is much better than natives. (3) Buyer has low perception in understanding to retail dealer originated of minang ethnics, high in fascination and also high in motivation to buy. While of natives merchant, buyer also low in understanding, average in fascination and high in motivation to buy. (4) Communications strategy of verbal at retail dealer originated of Minang ethnics have relation with understanding, motivation and fascination to buy. By non verbal only relating to understanding. While at retail dealer originated of natives, by verbal relate to understanding and by non verbal with fascination and understanding. (5) Effective communications strategy for retail dealer originated in Jatibarang market is by verbal address and passes in, while by non verbal smile, body position and display the products.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: Strategi Komunikasi Pedagang Kaki Lima Perantau Minangkabau dan Penduduk Asli (Studi Kasus di Pasar Jatibarang, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat) adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Agustus 2007
STRATEGI KOMUNIKASI PEDAGANG KAKI LIMA
PERANTAU MINANGKABAU DAN PENDUDUK ASLI
(Studi Kasus di Pasar Jatibarang Kecamatan Jatibarang
Kabupaten Indramayu-Jawa Barat)
Oleh : ERNITA ARIF
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
PROGRAM STUDI
KOMUNIKASI PEMBANGUNAN PERTANIAN
DAN PEDESAAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tesis : Strategi Komunikasi Pedagang Kaki Lima Perantau Minangkabau dan Penduduk Asli di Pasar Jatibarang, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramyu – Jawa Barat
Nama : Ernita Arif
NRP : P054040181
Program Studi : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Sjafri Mangkuprawira,M.SC Ir. Sutisna Riyanto Subarna, MS Ketua Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Komunikasi Pembangunan Pertanian
dan Pedesaan
Dr. Ir. Sumardjo, MS Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang Pariaman, Sumatera Barat pada tanggal 15 Juni 1977. Anak pertama dari empat bersaudara pasangan Z. Arifin Wahid dan Murniati.
Penulis memulai pendidikan dasar di SD N 1 Bukit Malintang, namun tidak sampai tamat karena mengikuti orang tua pindah ke Jatibarang. Sekolah dasar penulis tamatkan di SDN 1 Jatibarang. Kemudian lulus SMP N 1 Jatibarang pada tahun 1993. Tahun 1997 lulus dari SMA N 1 Indramayu. Pada tahun 1997 penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di IPB pada Fakultas Pertanian, program studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian lewat jalur UMPTN dan mendapat gelar sarjana pada tahun 2002. Karena merasa selalu rindu untuk kuliah pada tahun 2004 penulis melanjutkan studi di Pasca Sarjana IPB Jurusan Komunikasi Pembangunan.
Selama menempuh pendidikan penulis aktif berorganisasi dan menyukai petualangan alam bebas. Selain itu penulis memiliki minat yang tinggi terhadap dunia pendidikan, mengajar adalah salah satu hobbi yang ditekuninya. Sejak kuliah penulis sudah mulai mengajar diantaranya: fasilitator lingkungan hidup untuk anak SD Darmaga 1, fasilitator lingkungan hidup untuk tenaga sukarelawan Rimbawan Muda Indonesia (RMI) di Kebun Raya Bogor, mengajar mengaji di TPA Al-Malikussaleh, asisten dosen pada mata kuliah sosiologi umum selama tiga semester, dosen luar biasa pada Fakultas Peternakan IPB. Setelah penulis lulus dari kuliah, penulis bekerja di sebuah lembaga pendidikan sebagai tenaga pengajar dan marketing. Disela-sela berkerja penulis juga mengajar di SMA Al-hidayah dan SMK Bakin.
PRAKATA
Puji dan syukur selalu tercurahkan kehadirat Illahi Robbi atas nikmat yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini selesai tidak dengan sendirinya. Butuh perjuangan dan support dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan ke berbagai fihak diantaranya:
1. Prof. Dr. Sjafri Mangkuprawira, selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan arahan, motivasi dan kemudahan untuk berkonsultasi. Beliau bukan hanya sebagai dosen tetapi juga seorang guru, dari beliaulah penulis banyak belajar.
2. Ir. Sutisna Riyanto. MS, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada penulis. Sikapnya yang terbuka dan ramah membuat penulis mudah untuk berkonsultasi.
3. Dr. Ir. Amiruddin Shaleh. MS, yang telah bersedia menjadi penguji dan memberikan arahan, kesempatan serta motivasi selama mengikuti perkulihan di Pascasarjana.
4. Kedua orang tua tercinta yang sampai kapanpun cinta, pengorbanan dan doanya tak pernah putus. Karena beliaulah penulis termotivasi untuk selalu memberikan yang terbaik.
5. Suami tercinta Syamsul Bahri, ST. MM, yang selalu memberikan support dan kesempatan kepada penulis untuk terus belajar, berkarya dan memperkaya ilmu serta sangat mengerti penulis.
6. Pemimpinku “Aruusalkhofiqoini Bahri Chaniago” dan lenteraku “Nibras Khalida Bahri Chaniago” semoga kalian dapat menghiasi dan menerangi dunia. Bunda bangga memilikimu.
7. Adik-adikku Uwa, Imen, Evi dan Fitri, yang telah banyak membantu. Semoga kalian menjadi orang yang bermanfaat dan dapat menopang serta membanggakan keluarga.
8. Teman-teman KMP 2004. Dini (telah banyak membantu), Mba Aan, Icha, Pegi, Bagyo, Narso, Jufri, Melki, Deden, Muji. Selamat telah menjadi Master. Kebersamaan itu indah dan mengesankan. Semoga kita selalu
kompak.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Perumusan masalah ... 2
Tujuan Penelitian ... 4
Manfaat Penelitian ... 5
TINJAUAN PUSTAKA ... 6
Komunikasi Verbal... 6
Komunikasi Non verbal ... 11
Efektivitas Komunikasi... 18
Strategi Komunikasi ... 23
Pedagang Kaki Lima ... Fenomene Pedagang Kaki Lima... Promosi Penjualan... Persepsi... Kelompok Etnik... KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 25
Kerangka Pemikiran Konseptual 25 Kerangka Pemikiran Operasional Hipotesis ... 26
METODE PENELITIAN ... 27
Desain Penellitian ... 27
Populasi dan Sampel... 27
Tempat dan Waktu Penelitian... 28
Data dan Instrumen... Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 29
Validitas dan Reliabilitas ... 29
Definisi Operasional ... 30
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38
Desa Jatibarang... 38
Letak dan Wilayah... Kependudukan ... 40
Kelompok Etnik) ... 49
Pasar Tradisional jatibarang ... 60
Lngetak Geografis dan Sejarah Pasar ... 68
Komoditi Dagangan... 74
Proses Kedatangan PKL ... 79
Tempat Bermukim... .... 84
Kegiatan Berdagang ... 91
Karakteristik Responden ... 93
Deskripsi Stratategi Komunikasi PKL Minang dan Penduduk Asli... 95
Analisa Perbedaan Stratategi Komunikasi PKL Minang dan Penduduk Asli... 102
Persepsi Pembeli tentang Efektifitas Komunikasi PKL Minang dan Penduduk Asli... 104
Hubungan antara Strategi Komunikasi dengan Pemahaman, Daya Tarik dan Dorongan Membeli... 105
Strategi yang Efektif di Pasar Jatibarang... KESIMPULAN DAN SARAN ... 108
Kesimpulan ... 108
Saran ... 110
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Jumlah penduduk Desa Jatibarang menurut mata pencaharian... 41
2 Jumlah pedagang Pasar Jatibarang menurut etnik... 42
3 Deskripsi karakteristik responden... 50
4 Rataan skor strategi komunikasi PKL Minang dan Penduduk asli ... 51
5 Perbedaan strategi komunikasi PKL Minang dan Penduduk Aslli ... 61
6 Perbedaan strategi komunikasi PKL Minang dan Penduduk Aslli... 62
7 Persepsi pembeli tentang efektifitas komunikasi ... 70
8 Hubungan antara strategi komunikasi dengan efektifitas ... 71
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Kerangka konseptual penelitian ... 7 2 Kerangka pemikiran operasional ...
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Disadari atau tidak sebagian besar masyarakat Indonesia bekerja
disektor informal. Salah satu sektor informal yang digeluti oleh berbagai
masyarakat etnik di Indonesia adalah pedagang kaki lima. Mereka
biasanya identik dengan keramaian seperti di pasar, di pusat perbelanjaan
di stasiun, di trotoar bahkan sampai pada acara-acara wisuda. Jenis
dagangannyapun sangat beragam dari menjual pakaian, makanan,
kebutuhan rumah tangga sampai dengan buku-buku komik ataupun
pelajaran.
Memang tak dapat disangkal, ketika kita mendengar tentang PKL
hal pertama terbayang adalah bahwa sektor informal (Pedagang Kaki
Lima) identik dengan kemacetan, semrawut, kumuh, terlihat umumnya
tidak teratur, bermodal kecil dan bersifat harian, tempat tidak tetap,
berlaku di kalangan orang berpenghasilan rendah, tidak membutuhkan
keahlian atau keterampilan khusus, bergerak di lingkungan kecil dan
kekeluargaan, tak harus mengenal sistem perbankan, pembukuan atau
perkreditan. Akibatnya, sektor informal di mana Pedagang Kaki Lima
merupakan bagian yang terbesar sering ditolak keberadaannya dan sama
sekali tidak memperoleh perlindungan. Kebalikannya mereka diburu-buru
dan digusur, karena dianggap mengganggu ketertiban umum. Sering
perilaku mereka menjengkelkan, karena menguasai trotoar atau menutup
pintu masuk ke toko-toko formal, namun hal ini terjadi karena tak ada
tempat khusus untuk menampung mereka sesuai dengan sifat alamiah
informal mereka yang selalu mendekati kerumunan orang dan
lokasi-lokasi yang ramai dikunjungi orang.
Namun pada kenyataannya ditengah kondisi krisis ekonomi yang
berkepanjangan sektor informal termasuk salah satu sektor yang dapat
bertahan dan menjadi klep pengaman kehidupan ekonomi kota dan
daerah. tak hanya itu pedagang kaki lima ternyata juga sebagai
Disamping itu sektor ini adalah sektor yang bisa menyerap tenaga kerja
karena sektor ini relatif lebih mudah untuk ditekuni oleh setiap orang yang
memiliki kekurangan dalam hal modal, pendidikan, keahlihan dan
sebagainya (Nusantara, 2002).
Memang terasa sangat dilematis, disatu pihak PKL memberikan
kontribusi yang cukup besar, namun disisi yang lain mereka juga dapat
menjadi sumber masalah di perkotaan. Namun apabila kita lebih jeli
melihat bahwa aktifitas yang dilakukan oleh PKL penuh dengan keunikan
dan menarik untuk diamati. Seperti cara atau strategi mereka dalam
menawarkan barang dagangannya. PKL biasanya memiliki ciri khas
masing-masing sesuai dengan latar belakang etnik mereka. Seperti PKL
etnik Minang yang memiliki ciri khas tersendiri dalam menawarkan atau
menarik perhatian pembeli. Dengan cara atau strategi yang mereka
gunakan tersebutlah yang membuat mereka tetap bertahan dan maju di
suatu wilayah. Seperti kondisi PKL etnik Minang di Pasar Jatibarang,
dimana pedagang kaki lima mendapat tempat yang layak dan menjadi
sebuah percontohan bagi pedagang lain. Bentuk dan pola perdagangan
yang mereka lakukan sangat berbeda dengan pedagang kaki lima pada
umumnya, dimana dilokasi sekitar pasar sampai di sepanjang jalan
menuju jalan raya banyak terdapat pedagang kaki lima terutama pada hari
pasar yaitu Minggu dan Rabu. Akan terlihat suasana yang ramai mirip
dengan pasar sepanjang jalan menuju pasar dengan pedagang dan
pembeli dengan jenis barang dagangan sama berupa pakaian. Para
pedagang tidak pernah mengenal istilah pengusiran atau penertiban
seperti yang banyak dialami oleh pedagang kaki lima lainnya malahan
difasilitasi dengan membolehkan mereka berdagang di tempat yang
seharusnya bukan tempat berdagang seperti tempat parkir, jalan dan
pinggir sungai.
Satu hal yang menarik bagi peneliti adalah setelah kedatangan
perantau Minang ke daerah tersebut dan memulai berdagang sebagai
pedagang kaki lima, menjadikan pasar tersebut semakin ramai oleh
barang dagangannya tidak jauh berbeda dengan yang dijual di dalam kios
atau toko, sehingga pembeli lebih ramai di lokasi pedagang kaki lima
dibandingkan dengan di dalam pasar. Umumnya mereka menjual jenis
barang dagangan yang sama yaitu pakaian. Diantara mereka memiliki
cara tersendiri untuk menarik pembeli dengan beragam strategi. Apapun
strategi yang digunakan oleh PKL pada dasarnya adalah untuk menarik
pembeli. Untuk itu penelitian ini akan mengkaji strategi komunikasi yang
dilakukan oleh PKL dari sudut pandang pembeli khususnya kepada PKL
etnik Minang dan penduduk asli.
Perumusan Masalah
Fenomena yang melekat pada pelaku Pedagang Kaki Lima
terutama yang berada di pasar tradisional Jatibarang sangatlah unik,.
dimana kondisi pedagang kaki lima yang berada di pasar tersebut sangat
berbeda dengan pasar lain, sebab pedagang kaki lima tidak mengenal
penggusuran dan mereka memenuhi lokasi parkir, tepi sungai, trotoar
bahkan sampai kerumah-rumah penduduk. Aktifitas ini sangat terlihat
pada hari-hari pasar yaitu Minggu dan Rabu. Kondisi ini baru terlihat
setelah kehadiran pedagang kaki lima etnik Minangkabau yang terkenall
dengan sifat ulet, tekun, mandiri dan pandai berdagang yang membuat
pasar tersebut semakin ramai dikunjungi oleh pembeli, dengan sendirinya
menarik pedagang lain untuk berdagang di lokasi tersebut.
Melihat begitu semaraknya aktifitas perdagangan di pasar
Jatibarang, tentu setiap pedagang memiliki strategi tersendiri yang
sedemikian rupa dalam rangka menarik pembeli untuk membeli dagangan
mereka. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa orang Minangkabau
memiliki ciri khas tersendiri dalam berdagang dan ciri yang melekat
kepada mereka dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah
adanya budaya merantau. Pola-pola yang mereka terapkan dalam
berdagang khususnya dalam menawarkan barang dagangan kepada
mereka memiliki strategi tersendiri dalam memenangkan persaingan untuk
menarik pembeli. Masing-masing pedagang tentu berupaya menemukan
cara-cara tersendiri supaya dagangan mereka laku terjual. Namun apapun
yang mereka lakukan tentu akan dirasakan oleh pembeli. Melalui respon
atau tanggapan dari pembeli inilah akan terlihat apakah yang selama ini
mereka lakukan tepat atau tidak.
Bertitik tolak dari uraian di atas maka dirumuskan beberapa
permasalahan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana perbedaan strategi komunikasi penjualan Pedagang
Kaki Lima perantau etnik Minangkabau dan penduduk asli di pasar
tradisional Jatibarang?
2. Bagaimana hubungan strategi komunikasi Pedagang Kaki Lima
perantau etnik Minangkabau dan penduduk asli dengan
pemahaman, daya tarik dan dorongan membeli di pasar tradisional
Jatibarang?
3. Bagaimana strategi komunikasi penjualan yang efektif bagi
pedagang kaki lima di pasar tradisional Jatibarang?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Menganalisis perbedaan strategi komunikasi penjualan Pedagang
Kaki Lima perantau etnik Minangkabau dan penduduk asli di pasar
tradisional Jatibarang.
2. Menganalisis hubungan strategi komunikasi Pedagang Kaki Lima
perantau etnik Minangkabau dan penduduk asli dengan
pemahaman, daya tarik dan dorongan membeli di pasar tradisional
Jatibarang
3. Merumuskan strategi komunikasi penjualan yang efektif bagi
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan masukan bagi pedagang kaki lima di daerah
Jatibarang untuk mengetahui pandangan pembeli mengenai
strategi yang mereka terapkan dan mengetahui strategi apa yang
sesuai di pasar tersebut.
2. Memberikan informasi yang bermanfaat bagi pemerintah daerah
dan kota untuk pengembangan dan penataan pasar-pasar
tradisional serta memahami dan mengerti kebutuhan Pedagang
Kaki Lima dalam membuat kebijakan.
3. Bahan pustaka dan pembanding tentang strategi Pedagang Kaki
TINJAUAN PUSTAKA
Komunikasi Verbal
Secara etimologis, kata komunikasi atau communication dalam Bahasa Inggris berasal dari kata communis yang berarti ”sama”. Komunikasi menyarankan bahwa fikiran, suatu makna atau pesan dianut
secara sama (Mulyana, 2001). Dengan demikian berkomunikasi artinya
menyamakan makna atau pengertian dengan rekan komunikasi.
Sebagai makhluk sosial dan juga sebagai makhluk komunikasi,
manusia dalam hidupnya mengenai berbagai macam simbol, baik yang
diciptakan oleh manusia itu sendiri maupun bersifat alami. Manusia dalam
keberadaannya memang memiliki keistimewaan dibandingkan dengan
makhluk lainnya. Selain kemampuan daya pikirnya maupun memiliki
keterampilan berkomunikasi yang lebih indah dan lebih canggih,sehingga
dalam berkomunikasi mereka bisa mengatasi rintangan jarak dan waktu.
Manusia mampu menciptakan simbol-simbol dan memberi arti pada
gejala-gejala alam yang ada disekitarnya.
Kemampuan manusia menciptakan simbol membuktikan bahwa
manusia sudah memiliki kebudayaan yang tinggi dalam berkomunikasi
mulai dari simbol yang sederhana seperti bunyi dan isyarat, sampai
kepada simbol yang dimodifikasi dalam bentuk sinyal-sinyal melalui
gelombang udara dan cahaya. Sekali lagi kita sepakat atas suatu sistem
simbol verbal, kita dapat menggunakan bahasa untuk berkomunikasi,
tentu saja bila semua kata yang digunakan hanya menunjuk pada benda
maka komunikasi menjadi sederhana.
Terkait dengan komunikasi verbal, menurut Tubbs and Moss
(2001), komunikasi verbal dimulai dengan konsep makna, dengan maksud
untuk menghasilkan sebuah makna yang serupa dengan konsep makna
dalam pikiran sipengirim. Pesan verbal tersebut bisa melalui kata-kata
yang merupakan unsur dasar bahasa. Devito (1997), mengatakan bahwa
komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai
yang cepat lenyap dan bermakna bebas serta dipancarkan secara
kultural. Selain itu Mulyana (2002) mengemukakan komunikasi verbal
adalah semua jenis simbol atau pesan verbal yang menggunakan satu
kata atau lebih yang disebut bahasa. Bahasa juga dapat dianggap
sebagai suatu sistem kode verbal. Bahasa juga dapat didefinisikan
sebagai seperangkat simbol dengan aturan yang mengkombinasikan
simbol-simbol tersebut yang digunakan dan dipahami oleh suatu
komunikasi.
Bahasa memiliki banyak fungsi, namun sekurang-kurangnya ada
tiga fungsi yang erat hubungannya dalam menciptakan komunikasi yang
efektif. Ketiga fungsi itu pertama, untuk mempelajari tentang dunia
sekeliling kita. Kedua untuk membina hubungan yang baik diantara
sesama manusia dan ketiga untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam
kehidupan manusia. Untuk mempelajari dunia sekeliling kita, bahasa
menjadi peralatan yang sangat dalam memahami lingkungan. Melalui
bahasa kita dapat mengetahui sikap, perilaku dan pandangan suatu
bangsa. Dengan bahasa juga dapat dijadikan sebagai alat pengikat dan
perekat dalam hidup bermasyarakat, bahasa dapat membantu kita
menyusun struktur pengetahuan menjadi logis dan mudah diterima oleh
orang lain.
Sesuai dengan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi
verbal sangat terkait dengan bahasa yang diucapkan. Terkait dengan
strategi komunikasi secara verbal yang dilakukan oleh PKL dapat
berbentuk berteriak, menyapa dan mempersilahkan.
Komunikasi nonverbal
Manusia dalam berkomunikasi selain menggunakan komunikasi
verbal juga memakai komuniasi nonverbal. Komunikasi nonverbal biasa
disebut bahasa isyarat atau bahasa diam. Komunikasi nonverbal yang
digunakan dalam berkomunikasi sudah lama menarik perhatian para ahli
terutama dari kalangan antropolgi, bahasa dan bidang kedokteran. Porter
nonverbal mencakup semua ransangan (kecuali ransangan verbal) dalam
suatu setting komunikasi yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan
lingkungan oleh individu yang mempunyai nilai pesan potensial bagi
pengirim dan penerima. Selain itu menurut Mark L Knapp dalam Hafied (2004) bahwa istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan
semua peristiwa komunikasi diluar kata-kata terucap dan tertulis. Pada
saat yang sama kita harus menyadari bahwa peristiwa dan perilaku
nonverbal ini ditafsirkan melalui simbol-simbol verbal.
Fungsi dari komunikasi nonverbal (Mark L Knapp dalam Hafied, 2004) antara lain:
a) Meyakinkan apa yang diucapkan
b) Menunjukkan perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan
dengan kata-kata
c) Menunjukkan jati diri sehingga orang lain bisa mengenalinya
d) Menambah atau melengkapi ucapan-ucapan yang dirasakan
belum sempurna
Pemberian arti terhadap kode nonverbal sangat dipengaruhi oleh
sistem sosial budaya masyarakat yang menggunakannya. Kode nonverbal
dapat diartikan dalam beberapa bentuk antara lain: kinesis adalah kode
nonverbal yang ditunjukkan oleh gerakan-gerakan badan, gerakan mata,
mata adalah alat komunikasi yang paling berarti dalam memberi isyarat
tanpa kata. Sentuhan adalah isyarat yang dilambangkan dengan sentuhan
badan. Paralanguage adalah isyarat yang ditimbulkan dari tekanan atau
irama suara sehingga penerima dapat memahami sesuatu dibalik yang
diucapkan, diam, postur tubuh, kedekatan dan ruang, artifak dan
visualisasi, warna, waktu, bunyi dan bau.
Berdasarkan pemaparan mengenai komunikasi non verbal jadi
dapat disimpulkan bahwa komunikasi nonverbal adalah bentuk
komunikasi selain yang diucapkan guna menyampaikan pesan dan
dijadikan sebagai penekanan bagi komunikasi verbal misalnya gerakan
tubuh, senyuman, raut wajah dan isyarat lainnya. Jika dikaitkan dengan
menggunakan komunikasi verbal, tak lepas juga dari komunikasi
nonverbal seperti tersenyum, sikap tubuh, mimik wajah / ekspresi wajah
menghadapi pembeli, cara memajang dagangan, dan memasang bandrol
harga.
Efektifitas Komunikasi
Menurut Vardiasyah, D (2004), efek komunikasi adalah pengaruh
yang ditimbulkan pesan komunikasi dalam diri komunikannya. Efek
komunikasi dapat kita bedakan atas efek pengetahuan (kognitif), sikap
(afektif) dan tingkah laku (konatif). Efek komunikasi adalah salah satu
elemen komunikasi yang penting untuk mengetahui berhasil atau tidaknya
komunikasi. Pesan yang sampai pada komunikan menimbulkan dampak,s
ehingga persolan utama dalam komunikasi efektif adalah sejauh mana
tujuan komunikasi komunikator terwujud dalam diri komunkannya:
a. Apabila hasil yang didapatkan sama dengan tujuan yang
diharapkan dikatakan bahwa komunikasi berlangsung efekti
b. Apabila hasil yang didapatkan lebih besar dari tujuan yang
diharapkan dikatakan bahwa komunikasi berlangsung sangat efekti
c. Apabila hasil yang didapatkan lebih kecil dari tujuan yang
diharapkan dikatakan bahwa komunikasi berlangsung tidak atau
kurang efekti
Menurut Goyer dan Tubs S.L dan Moss, S (1996) bila S adalah
sumber pesan dan R adalah penerima pesan, maka komunikasi disebut
mulus dan lengkap bila respon yang diinginkan S dan respon yang
diberikan R identik:
Strategi Komunikasi
Strategi banyak kita dengar dalam kehidupan manusia sehari-hari,
bahkan strategi tidak hanya milik manusia sebagai salah satu makhluk
setiap makhluk hidup yang perlu bertahan hidup. Kata strategi itu sendiri
berasal dari bahasa Yunani yang berarti: kepemimpinan dalam
ketentaraan. Dimana pada jaman Yunani masih terdapat dan terjadi
perang dalam berbagai kondisi, baik antar suku maupun antar kelompok
kecil maupun besar, disitulah telah diterapkan berbagai strategi-strategi
yang tumbuh dan berkembang menjadi sebuah manajemen ketentaraan
dalam mengelola dan mobilisasi tentara atau anggota kelompok perang (
Crown, 2001). Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning)
dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Akan tetapi, untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan
yang hanya menunjukan arah saja, melainkan harus mampu menunjukan
bagaimana taktik operasionalnya (Effendy, 1990).
Banyak sekali definisi-definisi strategi yang ada dan berkembang
dalam segenap lapisan masyarakat. Bagi pelaku olahraga sepak bola,
strategi diperlukan sebagai cara untuk mengatur posisi dan serangan
kearah gawang lawan untuk memciptakan gol sebanyak-banyaknya, maka
disini strategi telah didefinisikan sebagai cara untuk pencapaian sebuah
tujuan dengan mengatur dan optimalisasi potensi yang dimiliki.
Mahasiswa yang akan mengikuti tes ujian kelulusan, akan
mempersiapkan strategi belajar, buku mana yang harus dibaca, catatan
mana yang mesti dipahami dan contoh-contoh soal mana seharusnya
mendapatkan perhatian khusus, maka disini terlihat bahwa mahasiswa
tersebut telah berstrategi. Definisi strategi bagi mahasiswa adalah
bagaimana mempersiapkan diri dan memperbanyak pengetahuan dan
mengembangkan wawasan agar mampu menjawab semua pertanyaan
yang diujikan.
Dari dua contoh kondisi diatas dapatlah diambil sebuah kesimpulan
bahwa pada kenyataanya definisi strategi sangat banyak, kembali kepada
konteks kondisi dan pelaku yang memainkan strategi tersebut. Tidak
sebuah bukupun yang memberikan sebuah definisi yang baku tentang
strategi. Namun didunia bisnis strategi dapat didefinisikan sebagai
mengidentifikasikan kondisi yang yang memberikan keuntungan terbaik
untuk membantu memenangkan persaingan di dalam pasar. Dengan kata
lain, definisi strategi mengandung dua komponen yaitu: (1) Future Intentions atau tujuan jangka panjang dan (2) competitive advantage atau keunggulan bersaing (Dirgantoro, 2001).
Demikian pula dengan strategi komunikasi yang merupakan
paduan perencanaan komunikasi (communication planning) dengan manajemen komunikasi (communication management) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi komunikasi ini harus mampu
menunjukan bagaimana operasionalnya secara praktis harus dilakukan,
dalam arti kata pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung pada situasi dan kondisi. Tujuan sentral kegiatan komunikasi
terdiri atas tiga tujuan utama, yaitu:
a.to secure understanding, b.to establish acceptance, c. to motivate action.
Pertama adalah to secure understanding, memastikan bahwa komunikasi mengerti dan menerima, maka penerimaannya itu harus dibina
(to establish acceptance) pada akhirnya kegiatan dimotivasikan (to motivate action).
Dalam strategi komunikasi perlu diperhatikan komponen-komponen
dan faktor-faktor pendukung dan penghambat pada setiap komponen
tersebut diantaranya (Effendy,1990):
a. Mengenali sasaran komunikasi
b. Pemilihan media komunikasi
c. Pengkajian tujuan pesan komunikasi
Dari penjelesan diatas dapat disimpulkan bahwa strategi adalah milik
siapa saja dan merupakan suatu cara yang mengoptimalkan segala
sumber daya untuk mencapai tujuan yang diinginkan, begitu juga dengan
strategi yang dimiliki oleh pedagang kaki lima dalam rangka untuk meraih
keuntungan dan memenangkan persaingan.
Pedagang Kaki Lima
Perdagangan adalah kegiatan jual-beli barang atau jasa yang
dilakukan secara terus-menerus dengan tujuan pengalihan hak atas
barang atau jasa dengan disertai imbalan atau kompensasi yang
seimbang.
Berniaga atau berdagang adalah salah satu bentuk manusia
mencari rezeki yang halal di muka bumi ini. Berdagang merupakan suatu
proses komunikasi antara penjual atau pedagang dengan pembeli atau
pedagang lainnya. Dimana proses komunikasi tersebut untuk mencari
sebuah kata sepakat, yaitu sepakat penjual/pedagang memberikan
barang dagangannya kepada pembeli dan sepakat pembeli memberikan
uang atau bentuk materi lainnya yang dijadikan nilai tukar kepada penjual.
Komunikasi antara pedagang dengan pembeli dapat berlangsung secara
langsung maupun tidak langsung, baik di tempat terbuka maupun tertutup,
dijalan ataupun dirumah. Pedagang Kaki Lima merupakan salah satu
bentuk sebutan bagi profesi pedagang/penjual atau pelaku perniagaan.
Tarjo dalam Yulia (1986), mengatakan bahwa istilah Pedagang Kaki Lima timbul pada zaman pemerintahan kolonial Belanda, pada masa
Raffless memimpin tahun 1811. Ketika itu Raffless mengeluarkan
peraturan lalu lintas untuk perencanaan kota yang menyatakan bahwa 5
feet (lima kaki) disebelah kiri kanan jalan dari tepi jalan ditetapkan untuk pejalan kaki yang kemudian digunakan sebagai tempat bedagang. Maka
timbullah istilah Pedagang Kaki Lima.
Hal lain yang mendukung istilah Pedagang Kaki Lima muncul pada
toko yang berbatasan langsung dengan jalan (GSB/garis sepadan
bangunan), di kawasan perdagangan tengah kota biasanya merupakan
bangunan bertingkat dua atau lebih. Bagian depan dari tingkat dasar
rumah toko itu, serambi yang lebarnya sekitar lima kaki, wajib dijadikan
suatu lajur di mana pejalan kaki dapat melintas. Lajur ini kemudian dikenal
sebagai kaki lima, dari lebarnya yang lima kaki itu. Pedagang yang
memanfaatkan lajur itu, kemudian dikenal sebagai pedagang kaki lima
(Sidharta, 2000).
Fenomena Pedagang Kaki Lima
Menurut Budiantoro dalam www.ekonomirakyat.org (2002), tahun 1998 pertumbuhan ekonomi merosot menjadi –13,7 persen dari
pertumbuhan sebesar +4,9 persen, atau jatuh -18,6 persen dalam
setahun. Pakar ekonomi ortodoks pesimis ekonomi nasional akan pulih
kurang dari 5 tahun. Namun terbukti, meski mengalami bleeding berupa
pelarian modal $ 10 milyar per tahun dan ambruknya industri besar, hanya
dalam 2 tahun ekonomi nasional telah tumbuh 4,8 persen. Akhirnya diakui
bahwa usaha mikro, kecil dan menengah (sering disebut ekonomi rakyat
atau non formal), memberi kontribusi signifikan pada pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Jadi ekonomi sektor non formal yang telah
menyelamatkan Indonesia dari krisis, yaitu ekonomi yang ”berdikari” dan
ulet. Mereka yang berjuang dari apa yang ada, atau modal sendiri.
Pedagang Kaki Lima yang merupakan bagian ekonomi sektor non
formal (ekonomi kerakyatan), yang memiliki keterbatasan modal dan
beusaha dengan apa adanya. Namun mampu bertahan ditengah-tengah
deraan badai keterpurukan ekonomi nasional Indonesia. Pedagang Kaki
Lima merupakan sebuah fenomena yang timbul dalam masyarakat,
banyak sikap-sikap negatif yang diperlihatkan sebagian masyarakat
kepada Pedagang Kaki Lima, tapi pada kenyataan Pedagang Kaki Lima
Lima adalah sebuah profesi fenomenal yang terbukti mampu
menyelamatkan perekonomian bangsa.
Hasil penelitian tentang pedagang kaki lima telah banyak dilakukan
diantarannya oleh kerja sama PPES UNPAD dan BKPMD DKI Jakarta
dengan judul pola pembinaan usaha pedagang kaki lima di wilayah DKI
Jakarta, studi ini telah dipublikasikan pada Maret 1981. Penelitian ini
mempunyai tujuan tunggal yaitu menyusun pola pembinaan pedagang
kaki lima di DKI Jakarta dengan suatu paket pembinaan yang terpadu.
Sehingga dengan pola demikian akan dilibatkan secara aktif pihak
pemerintah daerah, perguruan tinggi, asosiasi-asosiasi, perbankan dan
pedagang kaki lima itu sendiri. Pola pembinaan ini adalah untuk
memberikan kemungkinan eksistensi usaha pedagang kaki lima dengan
suatu tata cara pedagang yang lebih baik dan dalam iklim yang
memungkinkan untuk berkembang. Selain itu juga ada penelitian yang
dilakukan oleh Suriatmi (2006) yang mengkaji tentang pedagang kaki lima
sebagai dampak sosial dari peningkatan jumlah pengangguran di Kota
Bogor. Penelitian ini ingin melihat seberapa jauh pengaruh tingkat
pengangguran terhadap timbulnya PKL khususnya di Kota Bogor. Beliau
mengambil sampel sebanyak dua ratus PKL dengan menggunakan
kuisioner. Hasilnya ternyata krisis ekonomi mempunyai dampak pada
keberadaan PKL. Akibat krisis tersebut banyak orang yang kehilangan
pekerjaan dan menjadi pengangguran. Untuk bertahan hidup salah satu
alternatif adalah dengan menjadi PKL. Penelitian yang sama juga pernah
dilakukan oleh Riani (2005) yang ingin melihat dampak krisis ekonomi
terhadap maraknya PKL. Studi ini dilakukan terhadap PKL di Kota
Surabaya. Ternyata akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan di
Indonesia, menyebabkan maraknya timbulnya PKL di Kota Surabaya.
Studi mengenai pedagang kaki lima Minang juga pernah diteliti
oleh Yulia (1986), yang melihat kehidupan sosial mereka di Pasar Tanah
Abang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pedagang kaki lima
Minangkabau di Pasar Tanah Abang saling terlibat dalam kerjasama
dikala dapat musibah. Pada saat mereka berjualan juga terdapat suatu
fenomena yaitu kegiatan maantau yaitu suatu cara dengan menjualkan barang dagangan pedagang lain dengan mengambil keuntungan dari
harga jual. Setiap pembeli yang sedang lewat mereka selalu bertanya
kebutuhan pembeli, dan mereka selalu mengatakan barang tersedia,
tetapi dengan mengambilnya di tempat lain. Ini adalah salah satu strategi
yang mereka lakukan untuk mendapatkan penghasilan tambahan dan
menunjukkan kepada pembeli bahwa di temapt mereka selalu tersedia.
Mereka tidak pernah mengatakan barang tidak ada.
Promosi Penjualan
Menurut Arifin (2005), penjualan merupakan urat nadi dari semua
unit usaha. Orang yang tidak bekerja pun sebenarnya juga melakukan
penjualan. Yakni bagaimana menjual diri mereka, ide-ide, atau
pengetahuan yang dimilikinya agar bisa diterima, dipandang, dan dihargai
sebagaimana mestinya. Kita bertutur kata, berpakaian, dan berperilaku
sedemikian rupa setiap hari juga karena ingin dihargai dan diterima oleh
orang lain. Dan itu semua adalah prinsip dasar dari menjual.
Pendapat lain mengatakan bahwa, penjualan adalah sebuah
proses interaksi langsung antara penjual dengan pembeli dimana para
penjual dapat mengkomunikasikan produk/jasa yang dimiliki kepada
calon pembeli atau konsumen. Sebaliknya pembeli dapat melihat secara
langsung kondisi produk/jasa yang akan dibeli atau ingin dimiliki serta
layanan yang akan digunakan.
Kamus istilah penjualan kementrian koperasi dan usaha kecil dan
menengah, kegiatan penjualan dikelompokkan kedalam 2 (dua) kelompok berdasarkan proses transaksi antara penjual dan pembeli, yaitu penjualan
langsung (tatap muka) dan tidak langsung (penjualan melalui media).
Penjualan langsung (direct Sales) didefinisikan sebagai sebuah kegiatan penjualan dimana penjual (pemilik usaha) dan pembeli dapat bertatap
usaha merangkap sebagai tenaga penjual. Sedangkan penjualan tidak
langsung (indirect sales) proses transaksi terjadi melalui media perantara (misalnya: Internet, agent yang tidak menyediakan barang), dimana antara
pembeli dengan penjual atau pemilik produk tidak terjadi interaksi secara
tatap muka.
Kekuatan dari sistem penjualan langsung adalah tradisi
kemandirian layanan ke konsumen, dimana penjual dapat
mengkomunikasikan dan mengemas keunggulan produk/jasa yang dimiliki
kepada konsumen secara langsung dengan melihat suasana dan kondisi
konsumen. Interaksi sosial antara penjual dengan pembeli sangat tinggi,
terutama dalam memastikan jenis, bentuk dan kualitas produk atau jasa
yang dijadikan objek transaksi/penjualan. Bahkan sebagian orang
mengatakan, bahwa kelebihan proses penjualan interaksi langsung antara
pembeli dan penjual dapat tawar-menawar harga.
Dalam kegiatan usaha perdagangan Pedagang Kaki Lima sebagai
pemilik, juga berfungsi menjalani kegiatan penjualan dalam
kesehariannya. Jadi Pedagang Kaki Lima merupakan salah satu pelaku
penjualan secara langsung. Ini sangat terlihat jelas dalam memasarkan
barang dagangannya, dimana interaksi dengan pembeli sangat terlihat,
komunikasi dan tawar-menawar antara Pedagang Kaki Lima dengan
pembeli sudah umum terlihat.
Untuk mencapai tingkat penjualan yang optimum dibidang bisnis
kita mengenal bauran pemasan yang dikenal dengan marketing mix 4P
yaitu serangkain kegiatan penentu harg, pengembangan produk, promosi
dan pendistribusian produk yang harus dikombinasikan dengan baik.
Salah satu bauran pemasaran yang erat kaitannya dengan komunikasi
adalah promosi. Dimana promosi penjualan terdiri dari kumpulan
alat-alat insentif yang beragam sebagian besar berjangka pendek, dirancang
untuk mendorong pembelian suatu produk/jasa tertentu secara lebih cepat
dan/atau lebih besar oleh konsumen atau pedagang. Promosi konsumen
mencakup alat untuk promosi konsumen (sampel, kupon, tawaran
percobaan gratis, garansi, promosi berhubungan, promosi silang,
pajangan dan demonstrasi di toko tempat pembelian; promosi
perdagangan mencakup potongan harga, tunjangan iklan dan pajangan,
dan barang gratis dan promosi bisnis dan wiraniaga misalnya pameran
dan konvensi perdagangan, konteks untuk wiraniaga dan iklan khusus
(Kotler, 2000).
Kiat promosi digunakan oleh sebagian besar organisasi termasuk
juga pedagang kaki lima dimana dalam rangka menarik pembeli mereka
melakukan promosi penjualan dengan berbagai cara diantaranya
potongan harga, pajangan dan menjanjikan barang dikembalikan atau
dapat ditukar kalau terdapat barang rusak.
Tujuan promosi penjualan sebagai alat promosi penjualan
berbeda-beda dalam hal tujuan spesifiknya. Contoh gratis mendorong konsumen
untuk mencoba, sementara jasa konsultasi manajemen gratis bertujuan
untuk mempererat hubungan jangka panjang dengan seorang pengecer.
Penjual menggunakan promosi tipe insentif untuk menarik pencoba baru,
untuk menghargai pelanggan setia dan untuk menaikkan tingkat
pembelian ulang dari pemakai sesekali. Promosi penjualan yang
digunakan di pasar dengan kesamaan merek yang tinggi menghasilkan
tanggapan penjualan yang tinggi dalam jangka pendek tetapi sedikit
perolehan permanen dalam pangsa pasara. Dalam pasar dengan
perbedaan merek yang tinggi promosi penjualan dapat mengubah pangsa
pasar secara lebih permanen. Dalam menggunakan promosi penjualan
sebuah organisasi harus menetapkan tujuan, memilih alatnya,
mengembangkan program, menguji program itu terlebih dahulu,
menerapkan dan mengendalikan serta mengevaluasinya.
Persepsi
Persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan. Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli
menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra kita.
Persepsi mempengaruhi rangsangan (stimulus) atau pesan apa yang kita
serapdan apa makna yang kita berikan kepada mereka ketika mencapai
kesadaran
Porter dan Samovar yang dikutip oleh Mulyana (1996) mengartikan persepsi dalam kaitannya dengan faktor budaya yang akan
mempengaruhi persepsi seseorang dan persepsi-persepsi yang berlainan
dari para pelaku komunikasi seringkali mengganggu saling pengertian
antar budaya. Persepsi adalah proses internal yang dilakukan seseorang
untuk memilih, mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari
lingkungan eksternal. Dengan kata lain, persepsi adalah cara seseorang
mengubah energi fisik lingkunganya menjadi pengalaman yang bermakna.
Landasan-landasan untuk seleksi dalam kegiatan persepsi sangat
dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman kebudayaan. Walaupun
pengalaman pribadi turut menentukan variasi-variasi dalam persepsi,
tetapi seringkali kebudayaan mempunyai dampak sebagai kekuatan
pemersatu dalam persepsi sekelompok orang tentang lingkunganya.
Perilaku-perilaku dipelajari sebagai bagian dari pengalaman budaya.
Seseorang memberi respon terhadap stimulasi sedemikian rupa
sebagaimana yang budaya ajarkan kepada orang tersebut. Karakter
budaya cenderung memperkenalkan kepada pengalaman-pengalaman
yang tidak sama, dan karenanya membawa kepada persepsi yang
berbeda pula.
Proses pembentukan persepsi menurut Feigl dalam Yusuf (1991) terjadi melalui tiga mekanisme pembentukan yaitu pertama selectivity
dimana terjadi ketika seseorang diterpa oleh informasi maka akan
berlangsung proses penseklesian pesan mana yang dianggap penting dan
mana yang tidak. Kedua proses closure, dimana terjadi ketika hasil seleksi
tersebut akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan yang
ketiga adalah interpretation berlangsung ketika yang bersangkutan
memberi tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut secara
Faktor lainnya yang sangat mempengaruhi persepsi adalah
perhatian. Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian
menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimulinya melemah.
Perhatian terjadi bila kita mengkonsentrasikan diri pada salah satu alat
indra kita dan mengesampingkan masukan-masukan melalui alat indra
yang lain. Manusia akan memperhatikan stimuli yang lebih menonjol dari
stimuli yang lain seperti pengulangan kata-kata yang sering diucapkan.
Jadi persepsi pada dasarnya merupakan pandangan seseorang terhadap
apapun berdasarkan pengamatan dan pengalamannya terhadap sesuatu
tersebut yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Terkait dengan persepsi
pembeli terhadap strategi komunikasi penjualan yang dilakukan oleh PKL
juga dipengaruhi oleh pengalaman dan pengamatan.
Kelompok Etnik
Menurut Francis dalam Sunarto (1993), kelompok, wilayah, sejarah, sikap dan sistim politik. Sementara itu etnik merupakan sejenis komunitas
yang menampilkan persamaan bahasa, adat kebiasaan Narroll dalam
Barth (1969), mendefinisikan kelompok etnik dikenal sebagai suatu
populasi yang:
a. Secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan.
b. Mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa
kebersamaan dalam suatu bentuk budaya
c. Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri
d. Menentukan ciri kelompoknya sendiri dan diterima oleh
kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.
Pendekatan kelompok atau golongan etnik terletak pada
pengorganisasian sosialnya, sedangkan asal usul, asal negara, ataupun
keaslian dari para pelaku hanyalah salah satu referensi atau kerangka
acuan bagi pengorganisasian identitas sosial tersebut (Suparlan dalam
Pada umumnya kelompok etnik timbul akibat dari kondisi alam dan
iklim disuatu wilayah, dimana sekompok masyarakat yang berada dalam
sebuah wilayah tertentu dan hanya dapat berinteraksi sesama mereka,
akan melahirkan sebuah kelompok etnik dengan budaya dan kebiasaan
yang menyesuaikan dengan kondisi alam dimana mereka berada. Laut,
sungai, gunung, hutan belantara (jenis tumbuhan/pohon), cuaca dingin
dan panas merupakan kondisi alam yang mampu membentuk
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
Kerangka Konseptual
Pedagang Kaki Lima dari etnik Minangkabau merupakan kelompok
terbesar dalam kelompok pedagang kaki lima yang ada diseluruh wilayah
Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa orang Minangkabau termasuk ke
dalam kelompok yang paling banyak bergerak dalam arti
berpindah-pindah tempat untuk merantau. kondisi tersebut didukung oleh budaya
masyarakat Minangkabau yang gemar merantau dan melakukan kegiatan
perdagangan. Untuk menemukan Pedagang Kaki Lima dari etnik
Minangkabau bukanlah sesuatu hal yang sulit, baik dikota-kota besar
maupun dipelosok daerah diseantero Negara Kesatuan Republik
Indonesia, bahkan sampai ke manca negara etnik Minangkabau dapat
menyebar luas disana ( Naim, 1979).
Begitu juga di pasar tradisional Jatibarang yang terletak di dalam
wilayah kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu, provinsi Jawa
Barat, banyak dijumpai Pedagang Kaki Lima perantau Minangkabau. Dari
pengamatan yang penulis lakukan, ternyata pedagang kaki lima perantau
Minang semakin bertambah jumlahnya, dimana sekitar tahun 1980-an
pada awal pasar Jatibarang terbentuk hanya terdapat empat (4) orang
pedagang kaki lima yang berasal dari Minangkabau, namun pada saat ini
orang Minang di Jatibarang sudah mencapai sekitar 140 KK, umumnya
berprofesi sebagai pedagang kaki lima.
Kalau ditanya mengapa mereka menjadi pedagang kaki lima tentu
jawabannya beragam, namun yang pasti mereka tentu memiliki harapan
terhadap apa yang mereka usahakan. Pedagang dalam hal ini yang
berfungsi sebagai penjual ketika mereka memulai usaha berdagang hal
utama yang mereka harapkan adalah keuntungan, setelah itu baru
loyalitas eksistensi. Untuk mencapai ketiga hal tersebut mereka perlu
berbagai strategi dalam berdagang khususnya dalam mempromosikan
penjualan. Strategi komunikasi tersebut dapat berbentuk verbal maupun
non verbal. Kaitannya dengan strategi komunikasi pedagang kaki lima
bentuk verbal dapat berupa berteriak, menyapa pembeli dan
mempersilahkan, sedangkan dalam bentuk non verbal berupa tersenyum,
posisi tubuh, bentuk pajangan dan bandrol harga. Dari bentuk-bentuk
verbal dan non verbal tersebut diharapkan dapat meningkatkan efektifitas
komunikasi.
Strategi komunikasi yang dilakukan oleh pedagang kaki lima,
ditujukan untuk pembeli supaya pembeli tertarik datang dan membeli,
namun semua yang dilakukan oleh pedagang kaki lima tak luput dari
tanggapan/persepsi dari pembeli. Persepsi ini dapat berupa persepsi
terhadap penampilan, harga, pelayanan, fasilitas dan proses transaksi.
Selain pembeli memiliki persepsi terhadap pedagang kaki lima, mereka
juga mempunyai harapan tertentu yang mau tidak mau harus mendapat
perhatihan khusus, harapan tersebut antara lain: harapan terhadap
strategi komunikasi verbal dan nonverbal, individu, mutu, harga,
pelayanan, fasilitas dan proses transaksi. Dari keseluruhan proses yang
dilakukan oleh pedagang kaki lima diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan pembeli dan loyalitas dalam arti lain pembeli menjadi puas.
Gambar. 1. Kerangka Konseptual penelitian
Kerangka Pemikiran Operasional
Lingkup penelitian dibatasi pada hubungan strategi komunikasi
verbal dan non verbal dengan persepsi pembeli terhadap efektifitas
komunikasi penjualan. Variabel bebas adalah strategi komunikasi verbal
dan non verbal, serta variabel terikat adalah persepsi pembeli terhadap
efektifitas komunikasi penjualan.
Strategi komunikasi penjualan PKL merupakan teknik atau
cara-cara yang dilakukan oleh pedagang dalam rangka mengkomunikasikan
barang dagangannya dalam rangka untuk mencapai keuntungan. Strategi
komunikasi penjualan terdiri dari aspek verbal yang terdiri dari tiga
indikator yaitu berteriak, menyapa dan mempersilahkan. Sedangkan
aspek non verbal terdiri dari empat indikator yaitu tersenyum, posisi tubuh,
pajangan dan bandrol harga.
PKL yang berjualan di Pasar Jatibarang umumnya terdiri etnik
Minang dan penduduk asli. Masing-masing PKL memiliki strategi
komunikasi yang ditujukan untuk pembeli. Strategi komunikasi penjualan
Penjual Strategi
Komunikasi (promosi) Nonverbal: -Tersenyum -posisi tubuh -Bentuk pajangan -Harga bandrol Verbal: -Berteriak -Menyapa -mempersilahkan Efektifitas komunikasi penjualan Pembeli Kepuasan - sesuai yang diinginkan -loyalitas Persepsi: -penampilan -harga -Pelayanan -Fasilitas -Transaksi Harapan:
yang dilakukan oleh PKL diduga akan menimbulkan persepsi dari pembeli
mengenai apakah strategi tersebut efektif. Efektifitas tersebut diukur
berdasarkan pemahaman, daya tarik dan dorongan membeli. Agar
penelitian lebih bermakna dan memiliki nilai maka strategi komunikasi
penjualan yang dilakukan oleh PKL Minang akan dibandingkan dengan
penduduk asli. Dari hasil hubungan antara strategi komunikasi verbal dan
non verbal dengan persepsi pembeli terhadap efektifitas komunikasi
penjualan maka akan dapat dirumuskan strategi apa yang cocok
atau efektif bagi PKL. Hubungan antar variabel dapat dilihat pada gambar.
2.
[image:47.612.121.582.324.508.2]
Gambar. 2. Kerangka Pemikiran Operasional
Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran penelitian di atas, maka dapat
dikemukan beberapa hipotesis sebagai berikut:
Strategi Komunikasi
efektif
Rank Spearman PKL
Minang
Penduduk asli
Deskriptif PKL
Strategi komunikasi
verbal
Persepsi pembeli
Non Verbal Analisis
deskriptif
1. Terdapat perbedaan yang nyata antara strategi komunikasi verbal
PKL Minang dengan penduduk asli.
2. Terdapat perbedaan yang nyata antara strategi komunikasi non
verbal PKL Minang dengan penduduk asli.
3. Terdapat hubungan yang nyata antara strategi komunikasi verbal
PKL Minang dengan persepsi pembeli tentang efektifitas
komunikasi (pemahaman, daya tarik dan dorongan membeli).
4. Terdapat hubungan yang nyata antara strategi komunikasi non
verbal PKL Minang dengan persepsi pembeli tentang efektifitas
komunikasi (pemahaman, daya tarik dan dorongan membeli).
5. Terdapat hubungan yang nyata antara strategi komunikasi verbal
PKL penduduk asli dengan persepsi pembeli tentang efektifitas
komunikasi (pemahaman, daya tarik dan dorongan membeli).
6. Terdapat hubungan yang nyata antara strategi komunikasi non
verbal PKL penduduk asli dengan persepsi pembeli tentang
efektifitas komunikasi (pemahaman, daya tarik dan dorongan
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini dirancang sebagai metode penelitian survey yang
bersifat deskriptif korelasional yang menggambarkan dan menjelaskan
strategi komunikasi pedagang kaki lima etnik Minang dengan penduduk
asli di Pasar Jatibarang. Disamping itu juga melihat hubungan antara
strategi komunikasi dengan pemahaman, daya tarik dan dorongan
membeli.
Populasi dan sampel
Penelitian ini melihat strategi komunikasi PKL etnik Minang dan
penduduk asli yang dilihat dari sudut pandang atau persepsi pembeli.
Maka yang menjadi subyek penelitian adalah pembeli meskipun tak lepas
dari pengamatan terhadap pedagang itu sendiri. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh pembeli yang datang ke pasar Jatibarang.
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah convenience sampling atau sampel secara kebetulan. Dikarenakan sampel dalam penelitian ini adalah pembeli maka orang yang dijadikan sampel adalah
orang- orang yang mudah ditemui atau yang berada pada waktu yang
tepat, mudah ditemui dan dijangkau. Orang yang dijadikan sampel adalah
orang yang sudah selesai melakukan transaksi atau membeli kepada
pedagang kaki lima etnik Minang maupun penduduk asli, setelah mereka
selesai bertransaksi baru kemudian diminta kesediaannya untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh penelitia. Mengenai
jenis kelamin dan usia dipilih secara sengaja.
Mengenai jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 60 orang.
Karena penelitian ini mencoba membandingkan antara PKL etnik Minang
dan penduduk asli, maka setiap grup terdiri dari 30 orang, sesuai dengan
pada penelitian kausal perbandingan sampelnya sebanyak 30 subyek per
grup.
Obyek dari strategi komunikasi ini adalah PKL etnik Minang dan penduduk asli yang berjualan pakaian jadi karena umumnya PKL dipa