• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS PROGRAM DAKWAH TAZKIA QALBU BERSAMA USTADZ H.M. ARIFIN ILHAM DI RADIO MUSIC CITY FM

KERANGKA TEORI

B. Unsur-unsur Dakwah

Oleh karena sifat dakwah yang kompleks, tentunya terdapat unsur-unsur di dalamnya. Unsur-unsur-unsur dakwah tersebut adalah:

1. Da’i

Secara etimologis kata da’i berasal dari Bahasa Arab, bentuk isim

fail (kata menunjukkan pelaku) dari asal kata da’wah (da’awa) yang

artinya orang yang melakukan dakwah. Secara terminologis da’i ialah

orang yang berusaha merubah situasi kepada situasi yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah SWT baik secara individual maupun berbentuk organisasi.34

Jadi kegiatan berdakwah atau menyampaikan ajaran yang sesuai dengan al-Quran dan Sunah Nabi Muhammad SAW, tidak hanya dapat dilakukan oleh seseorang saja. Bahkan setiap muslim yang telah dewasa, wajib berdakwah. Dakwah dapat dilakukan baik secara individu, kelompok atau pun berbentuk organisasi atau lembaga.

Dakwah sekarang sudah berkembang menjadi satu profesi yang menuntut skill, planning dan manajemen yang handal. Maka dari itu

diperlukan sekelompok orang yang secara terus-menerus mengkaji, meneliti dan meningkatkan aktivitas dakwah secara profesional.35 Hal inilah yang ditegaskan Allah dalam al-Quran surah ali-Imran ayat 104:

 !" #$%

! &'

($ !* +&,$$

34

Hasanudin, Manajemen Dakwah (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet.1, h. 57. 35

Said Agil Husin Al Munawar, dalam sambutan di dalam buku: Tim Penulis Rahmat Semesta, ed., MetodeDakwah (Jakarta: Kencana, 2003), h. xii.

./0 1 

2!" 34 $% 5

.689:" '  *;

<= 3" > ?34 $%1@AB

“Dan hendaklah ada di antara kamu, segolongan umat yang mengajak (manusia) kepada kebaikan, dan menyuruh mereka melakukan yang baik dan mencegah mereka dari perbuatan munkar, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. ali-Imran: 104)

Seorang da’i atau subjek dakwah, mempunyai peran penting dalam

proses pelaksanaan dakwah. Kepandaian atau kepiawaian seorang da’i

akan menjadi daya tarik tersendiri bagi para objek dakwah. Setiap da’i

memiliki kekhasan masing-masing, tergantung kepada wacana keilmuan, latar belakang pendidikan, dan pengalaman kehidupannya.36

Oleh karena itu, setidaknya seorang da’i harus memiliki tiga bekal

utama dalam menyampaikan dakwahnya, yaitu:

1) Pemahaman yang benar dan tepat serta mendalam (al-fahmu as-sadid

ad-daqiq), ialah pengetahuan da’i tentang hal-hal yang terkait dengan

dakwah dan konsekuensinya. Pengetahuan tersebut mencakup pengetahuan keislaman (mencakup ilmu dakwah) dan umum.

2) Keimanan yang kokoh (al-iman al-‘amiq), ialah keyakinan da’i

tentang kebenaran Islam sebagai isu sentral dakwah. Yakni keimanan yang melahirkan kecintaannya kepada Allah, Rasul-Nya, dan Islam, serta mewujudkan rasa takut hanya kepada Allah dan rasa harap kepada rahmat-Nya.

36

3) Hubungan yang kuat dengan Allah (al-ittishol al-watsiq), yaitu

keterkaitan da’i kepada Allah dan sikap tawakal hanya kepada-Nya,

serta keyakinan bahwa Allah Maha Esa dalam penciptaan alam semesta, pemeliharaan, dan Maha Kuasa atas segala sesuatu.37

2. Mad’u

Mad’u dalam bahasa Arab disebut sebagai isim maf’ul (kata

berkonotasi obyek penderita) dari kata da’aa. Secara terminologis mad’u

adalah orang yang didakwahi, ia adalah manusia pada umumnya, baik orang terdekat (bagi da’i) atau yang jauh, muslim atau non muslim, lelaki

atau perempuan.38

Sehingga dapat dikatakan bahwa mad’u merupakan sasaran

dakwah. Mad’u ialah manusia pada umumnya yang menerima dakwah

yang dilakukan oleh da’i, tidak memandang apakah ia anak-anak atau

dewasa, kaya atau miskin, muslim atau non muslim, laki-laki atau perempuan, berasal dari suku atau negara mana pun, semuanya dapat disebut sebagai mad’u.

Al-Quran menggambarkan suatu masyarakat yang memiliki variasi tingkat dan golongan, yang masing-masing mempunyai stratifikasi sosial tertentu. Masyarakat tersebut terdiri dari al-mala’ yakni kaum elit sosial

politik, yaitu pemuka masyarakat dan penguasa, al-mutrofin yakni elit

ekonomi, kalangan menengah ke atas atau tokoh konglomerat, jumhur

37

Shomad, “Ilmu Dakwah,” h. 8. 38

yaitu masyarakat umum biasa, dan al-mustad’afin yaitu masyarakat

golongan lemah/dilemahkan.39

Bagi para da’i, biasanya kalangan al-mala’ dan al-mutrofin agak

sulit untuk menerima dakwahnya. Sebab hal tersebut berkaitan dengan harta dan derajat yang mereka miliki di lingkungannya, sehingga mereka merasa enggan untuk menerima dan melaksanakan seruan tersebut. Sedangkan untuk kalangan jumhur dan al-mustad’afin agak mudah

menerima dan melaksanakan ajakan dari da’i, karena mereka tidak

memiliki harta dan pangkat di lingkungannya sehingga tidak memiliki rasa egoisme yang tinggi seperti kalangan al-mala’ dan al-mutrofin.

Selain itu terdapat beberapa tipe dan variasi mad’u lain dalam

tubuh umat Islam, yaitu golongan istimewa yakni sabiqun bil-khoirot

(yang berlomba dengan kebaikan), zhalimun linafsihi (menzholimi diri

sendiri, yang fasiq dan berdosa), dan muqtashid (biasa-biasa saja kurang

istimewa).40

Karena terdapat bermacam-macam tipe dan variasi mad’u, maka

diperlukanlah strategi yang efektif dan efisien dalam memperlakukan

mad’u. Rasulullah SAW memberikan pesan abadi dalam hadits-haditsnya

yang terangkum sebagai berikut:

1) Berkomunikasilah dengan manusia sesuai kadar intelektualnya.

2) Berkomunikasilah dengan manusia sesuai dengan bahasa (budaya) mereka. 39 Ibid., h. 11. 40 Ibid., h. 11.

3) Berkomunikasilah dengan manusia sesuai dengan kondisi sosiologisnya.

4) Tepat guna dalam komunikasi tersebut merupakan perintah Allah SWT yang disitir dalam al-Quran sebagai “Qoulan Sadidan” (perkataan yang benar dan tepat).41

3. Materi Dakwah

Materi dakwah adalah suatu pesan yang biasa disampaikan dalam kegiatan dakwah. Materi yang disampaikan oleh da’i sebaiknya dikemas

secara menarik agar mad’unya tertarik dan dengan senang hati

melaksanakan yang diperintahkan oleh da’i.

Penyampaian materi oleh da’i kepada mad’u tentu menggunakan

bahasa sebagai pengantarnya. “Bahasa yang digunkan dalam berdakwah adalah bahasa manusia, hal tersebut tidak lain agar manusia memahaminya (la’alakum ta’qilun). Selain itu al-Quran mengarahkan manusia dengan

menggunakan bahasa yang dapat dipahami oleh manusia” agar mudah melaksanakan perintah dan larangan yang terdapat di dalamnya.42

Isi pesan atau materi yang disampaikan pada dasarnya bersumber dari al-Quran dan Hadits sebagai sumber utama, meliputi akidah (keimanan), syari’ah (keislaman), dan akhlak (budi pekerti).43 Akidah dalam Islam mencakup masalah-masalah dengan keimanan, misalnya tentang rukun iman, perbuatan syirik, dan ketauhidan. Masalah syariah

41

Ibid., h. 12. 42

Seminar Nasional Dakwah Sebagai Ilmu, 10-11 Agustus 1992, Fakultas Dakwah, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 16.

43

berhubungan erat dengan amal nyata dalam rangka mentaati hukum Allah guna mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya dan sesama manusia. Sedangkan perihal akhlak merupakan penyempurna keimanan dan keislaman seseorang.44 Artinya meskipun keimanan dan keislaman seseorang sudah sangat baik, namun jika ia memiliki akhlak yang buruk maka ia belum dapat dikatakan sebagai seorang hamba yang sempurna.

4. Media Dakwah

Kata media merupakan jamak dari bahasa Latin yaitu medion, yang

berarti alat perantara. Sedangkan secara istilah media berarti segala

sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. 45 Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa media dakwah adalah segala sesuatu (peralatan) yang digunakan untuk berdakwah.

Media dakwah sangat beragam, pada zaman dulu biasanya berupa mimbar yang ada di masjid, mushalla, atau majelis taklim. Meskipun sudah ada yang berbentuk buletin Jumat, dan kaset rekaman namun masih dapat dikategorikan sebagai media dakwah yang tradisional. Sedangkan pada zaman modern seperti sekarang ini, media dakwah lebih bermacam jenisnya, misalnya televisi, radio, internet, video rekaman, tulisan di dalam majalah dan surat kabar, bahkan handphone.

5. Metode Dakwah

44

Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 60-63.

45

Dari segi bahasa, metode berasal bahasa Yunani yaitu “meta” (melalui) dan “hodos” (jalan, cara). Kemudian dalam bahasa Inggris kata itu mengandung makna: a way of doing anything Regularity and

orderliness in action (jalan untuk melakukan sesuatu… aturan dan

ketentuan dalam berbuat).46 Sedangkan dalam bahasa Indonesia kata metode mengandung arti “cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.”47

Dari segi istilah, metode dakwah adalah cara-cara tertentu melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud yang dilakukan oleh seorang da’i (komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan

atas dasar hikmah dan kasih sayang. 48

Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa metode dakwah adalah suatu cara yang digunakan atau dipilih oleh da’i dalam usahanya

berdakwah kepada ma’u untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Yaitu mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk (amar ma’ruf nahi

munkar) dengan berlandaskan pada human oriented, menempatkan

penghargaan yang mulia atas diri manusia.

Untuk itu dakwah haruslah dikemas dengan cara dan metode yang tepat dan pas. Dakwah harus tampil secara aktual, faktual, dan kontekstual. Aktual dalam arti memecahkan masalah yang kekinian dan hangat di tengah masyarakat. Faktual dalam arti konkret dan nyata, serta kontekstual

46

Al Munawar, sambutan dalam MetodeDakwah, h. xiii-xiv. 47

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 740. 48

dalam arti relevan dan menyangkut problema yang sedang dihadapi oleh masyarakat.49

Terdapat tiga macam metode dakwah yang diajarkan oleh syariat Islam, yaitu al-hikmah, al-mau’idzatil hasanah, dan al-mujadalah

bi-al-lati hiya ihsan. Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT dalam surat

An-Nahl:

CD$% 5 BEF G.H

.6 - I .4 #$$

-"K  .4 $%

0LM #$% N

O3/ :.P QARS $$

-TI ; 3 LM U 5 .6V- I

*; WO >  .4 - EL@ 

X %F G.H N *;

WO >  YZ [ /34 $$

-1@\ B

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl: 125)

Metode hikmah mengandung pengertian cara yang bijaksana,

artinya dakwah dapat dilakukan dengan da’i dapat menjadi suri tauladan

bagi mad’unya, bersikap adil di setiap kesempatan, dan bijaksana dalam

pembicaraan dan perbuatan. Metode mau’idzatil hasanah mengandung

pengertian nasehat yang baik, artinya memberikan materi dakwah dengan kata-kata yang baik dan mengandung ilmu, menyampaikan peringatan dengan baik, sehingga dapat menyentuh hati mad’unya. Metode

49

M. Yunan Yusuf, dalam pengantar di dalam buku: Tim Penulis Rahmat Semesta, ed.,

mujadalah bi-al-lati hiya ihsan mengandung pengertian berdebat dengan

cara yang baik, artinya pembicaraan atau diskusi yang terjadi antara dua orang/kelompok atau lebih yang dilandasi rasa tidak ada yang lebih dominan antara yang satu dengan lainnya, tetapi lebih ditekankan pada kesetaraan dengan mengutamakan kebenaran.

6. Tujuan Dakwah

Tujuan dakwah dapat dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. “… Tujuan umum dakwah adalah mengajak umat manusia (meliputi orang mukmin maupun orang kafir atau musrik) kepada jalan yang benar yang diridhoi Allah SWT agar dapat hidup bahagia dan sejahtera di dunia maupun di akhirat.”50

Sedangkan tujuan khusus dakwah antara lain:

a. Mengajak umat manusia yang sudah memeluk agama Islam untuk selalu meningkatkan takwanya kepada Allah SWT.

b. Membina mental agama (Islam) bagi kaum yang masih mualaf. c. Mengajak umat manusia untuk memeluk agama Islam.

d. Mendidik dan mengajar anak-anak agar tidak menyimpang dari fitrahnya.51

Oleh karena tujuan seorang da’i sangat kompleks dalam

berdakwah, tentunya peran serta secara aktif dari lingkungan sangat

50

Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, h. 51. 51

diperlukan. Sehingga sikap terbuka dari mad’u dalam menerima apa yang

disampaikan oleh da’i turut mendukung tercapainya tujuan dakwah yang

hendak dicapai. Di samping itu, da’i pun harus memperkaya diri dengan

ilmu pengetahuan, berakhlak baik, menjunjung tinggi rasa kemanusiaan agar dakwahnya sampai ke hati, serta memilih metode yang tepat untuk kegiatan dakwahnya.

F. Ruang Lingkup Radio