• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

B. Dakwah

2. Unsur-Unsur Dakwah

Terlepas dari perbincangan dan analisis dari definisi dakwah yang sudah ada dalam fokus pembahasan ilmu dakwah. Maka ada lima faktor atau komponen dalam dakwah,22 diantaranya;

Subjek dakwah (Da’i)adalah unsur pelaksana atau orang yang berdakwah,

yaitu da’i. Sebagai subyek dakwah ia harus terlebih dahulu introspeksi perilaku dirinya agar apa-apa yang akan dilakukannya bisa diikuti dan diteladani oleh orang lain.23 Sebagai dai yang tidak mau memperbaiki dan mendidik diri maka akan mendapatkan celaan dari orang lain dan murka Allah SWT. Sebagaimana yang dijelaskan dalam surat ash-Shaff ayat 2-3:

ّ لعفتا ام ّ ل قت مل نما نيدلاا يااي

ّ لعفتااما ل قت ّا هاادنعاتقمربك

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (itu) sangatlah dibendi di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yangtidak kamu kerjakan.”

Oleh karenanya dalam mengemban tugas amanah Allah SWT para pelaku da’i

yang bertugas menyampaikan pesan ilahi dan mengajarkan ajaran agama Islam,

maka seorang da’i harus memiliki bekal ilmu yang cukup, baik itu ilmu agama maupun ilmu pengetahuan lainnya.

Anwar Masy’ari dalam bukunya Butir-Butir Problematika Dawah Islamiyah

menyatakan syarat-syarat seorang da’i harus memiliki keadaan khusus yang

22

Zaini Muhtaram, Dasar-Dasar Manajemen Dakwah, (Yogyakarta: Al-Amin Press Dan IFKA, 1966) Ha.l 14

23

Nurul Fauzi, Dakwah-Dakwah Yang Paling Mudah, (Gresik: Putra Pelajar, 1999) Cet Ke-2 Hal 35

merupakan syarat baginya agar dapat mencapai sasaran dan tujuan dakwah dengan sebaik-baiknya. Syarat-syarat itu ialah:

Pertama, mempunyai pengetahuan agama secara mendalam, berkemampuan untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan keterangan yang memuaskan.

Syarat kedua yaitu tampak pada diri da’i keinginan atau kegemaran untuk melaksanakan tugas-tugas dakwah dan penyuluhan semata-mata untuk mendapatkan keridhaan Allah dan demi memperjuangkan di jalan yang diridhai-Nya.

Syarat ketiga, harus mempelajari bahasa penduduk dari suatu negeri kepada siapa dakwah itu akan dilancarkan. Sebabnya dakwah baru akan berhasil bilamana

da’i memahami dan menguasai prinsip-prinsip ajaran Islam dan punya kemampuan untuk menyampaikan dengan bahasa lain yang diperlukan sesuai dengan kemampuannya tersebut.

Harus mempelajari jiwa penduduk dan alam lingkungan mereka, agar kita dapat menggunakan susunan dan gaya bahasa yang dipahami oleh mereka, dan dengan cara-cara yang berkenan di hati para pendengar. Sudah jelas bahwa setiap situasi dan kondisi ada kata-kata dan ucapan sesuai untuk diucapkan; sebagaimana untuk setiap kata-kata dan ucapan ada pula situasi kondisinya yang pantas untuk tempat menggunakannya.

Syarat keempat, harus memiliki perilaku, tindak tanduk dan perbuatan sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan suritauladan bagi orang lain.

Selain itu menurut Slamet Muhaimin Abda dalam bukunya Prinsip-Prinsip Metode Dakwah mengatakan kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki da’i

antara lain adalah:24

Pertama, kemampuan berkomunikasi. Dakwah merupakan suatu kegiatan yang melibatkan lebih dari satu orang, yang berarti di sana ada proses komunikasi,

proses bagaimana agar suatu pesan da’i sebagai komunikator dapat disampaikan pada komunikan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh da’i.

Kedua, kemampuan penguasaan diri. Seorang da’i ibarat seorang pemandu

yang bertugas mengarahkan dan membimbing kliennya untuk mengenal dan mengetahui serta memahami objek-objek yang belum diketahui dan perlu

diketahui. Oleh karena itu, sebagai pemandu seorang da’i harus mampu menguasai diri jangan sampai mengesankan sifat-sifat sombong, angkuh dan kaku

yang dapat menciptakan kerenggangan komunikasi dengan mad’unya.

Ketiga, kemampuan pengetahuan psikologi. Da’i sebagai komunikator agar

proses komunikasinya efektif dan sesuai dengan apa yang diharapkan maka ia

harus memiliki kemampuan membaca psikologi mad’unya yang terdiri dari beraneka ragam. Karena dengan memiliki kemampuan tersebut seorang da’i dapat mengetahui bagaimana cara yang dipakai untuk menghadapi mad’u.

Kompetensi yang harus dimiliki da’i selanjutnya adalah kemampuan pengetahuan kependidikan. Sebagai pendidik sudah semestinya da’i harus

mengerti dan memahami ilmu-ilmu yang berkaitan dengan pendidikan baik dalam

24

Slamet Muhaimin Abda, Prinsip-Prinsip Metode Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1994) hal 69-77

bidang tekniknya, metode ataupun strateginya. Karena dengan memiliki

pengetauan tersebut tujuan dakwah dari seorang da’i akan mudah dicapai.

Kelima, kemampan pengetahuan di bidang pengetahuan umum. Seorang da’i

harus menyampaikan informasi tentang sesuatu lebih awal ketimbang orang lain,

karena da’i yang hidup pada masyarakat sudah tentu harus dapat mengimbangkannya dengan informasi-informasi yang up to date. Hal ini dilakukan agar keberadaannya di tengah masyarakat tidak disepelekan.

Selanjutnya, kemampuan di bidang al-Qur’an. Menguasai kitab suci al-Qur’an

adalah keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar bagi seorang da’i. Penguasaan

terhadap al-Qur’an ini baik dalam bidang membacanya, maupun penguasaan

dalam memahami dan mengintrepretasikan ayat-ayat al-Qur’an.

Kompetensi yang ketujuh adalah kemampuan di bidang ilmu hadits. Da’i

harus mempunyai kemapuan di bidang hadits agar ia tidak terkungkung dan terperosok dengan hadits-hadits mardud. Ilmu hadits yang dimaksud dalah ilmu

musthalah hadits yang terbagi dalam dua kategori ilmu hadits, yaitu ilmu hadits dirayat yang membahas hadits dari segi diterima atau tidaknya suatu hadits dan ilmu hadits riwayat yang membahas hadits dari segi materi hadits itu sendiri.

Kompetensi yang terakhir adalah kemampuan di bidang ilmu agama secara

integral. Karena da’i adalah subjek dakwah, maka dalam hal ini da’i ibarat orang yang serba tahu di bidang keagamaan tetapi da’i bukan hanya sebagai orator namun da’i berperan juga sebagai pemuka yang mampu mempengaruhi

Disamping itu sebagai bekal tambahan, sang da’i harus berkomunikasi dengan jama’ah (khalayak) yang dihadapi. Karena komunikasi ini merupakan jalan untuk

menyebarluaskan pesan dalam bentuk seruan, anjuran, petunjuk dan nasehat yang bersumber dari ajaran agama islam yang disajikan dan dikemas secara kotekstual.

Dengan komunikasi itu pula da’i akan mengetahui apa materi yang sesuai bagi

jama’ah yang dihadapinya.

Unsur dakwah yang kedua yaitu, objek dakwah. Objek dakwah adalah setiap orang atau sekelompok orang yang dituju atau menjadi sasaran suatu kegiatan dakwah.25 Berdasarkan pengertian tersebut maka setiap manusia tanpa membedakan jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, warna kulit, dan lain sebagainya adalah sebagai objek dakwah.

Obyek atau mad’u adalah orang yang menjadi sasaran dakwah.Masyarakat sebagai objek dakwah adalah salah satu unsur penting di dalam sistem dakwah yang tidak kalah perannya.Oleh sebab itu, masalah masyarakat adalah masalah yang harus di pelajari sebelum melangkah ke aktivitas dakwah selanjutnya.

Mad’u atau obyek dakwah terdiri dari berbagai macam golongan manusia. Oleh karenanya menggolongkan mad’u sama dengan menggolongkan manusia itu

sendiri ke dalam profesi, ekonomi dan seterusnya.

Menurut Faizah dalam buku Psikologi Dakwahmad’u dapat dilihat dari aspek

kelompok masyarakat yang terbagi menjadi:26 Pertama, sasaran kelompok

25

A. Karim Zaidan, Asas al-Dakwah, diterjemahkan. M. Asywadie Syukur dengan judul

Dasar-Dasar Ilmu (Jakarta: Media Dakwah, 1979) hal. 68

26

masyarakat dilihat dari segi sosiologis berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar, dan kecil serta masyarakat yang ada dikota. Kedua, sasaran kelompok masyarakat dilihat dari segi struktur kelembagaan berupa masyarakat, pemerintah dan keluarga. Selanjutnya, sasaran kelompok masyarakat dilihat dari segi kultural berupa golongan priyai, abangan dan santri. Klasifikasi ini terutama terdapat pada masyarakat Jawa. Keempat, sasaran kelompok masyarakat dilihat dari segi tingkat usia berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua. Berikutnya, sasaran kelompok masyarakat dilihat dari segi tingkat hidup sosial ekonomi berupa golongan kaya, menengah, dan miskin. Serta yang terakhir, sasaran kelompok masyarakat dilihati dari segi okupasional (profesi dan pekerjaan) berupa golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri dan lain-lain.

Adapun unsur dakwah berikutnya yaitu, materi dakwah. Materi dakwah adalah isi pesan yang disampaikan oleh da’i kepada mad’u, yakni ajaran agama Islam sebagaimana tersebut di dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Yang mana ajaran agama Islam adalah diklasifikasikan menjadi empat masalah pokok, yaitu: masalah akidah (keimanan), masalah syari’ah, masalah akhlak dan masalah

mu’amalah.27

Adapun pengertian lain menurut Moh Ali Azis mengatakan bahwa materi

dakwah adalah masalah isi pesan atau materi yang disampaikan kepada mad’u,

27

M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Rahmat Semesta, 2006). hal 24-31

dalam hal ini ajaran Islam itu sendiri.28 Menurut Abu Zahrah, ada lima hal yang perlu diperhatikan pada materi dakwah29, yaitu;

Pertama, Aqidah Islamiyah yaitu mengesakan Allah.Kedua, percaya bahwa

al-Qur’an itu diturunkan oleh Allah dan dapat dilumpuhkan bangas Arab untuk

membuat yang serupa.Ketiga, memiliki hadits-hadits yang membangkitkan semangat taqwa ke dalam lubuk hati dan menyentuh jiwa, serta perjalanan hidup Nabi Muhamad SAW.Keempat, mengesakan perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW. Kelima, menjelaskan tujuan Islam bagi individu dan masyarakat dengan prinsip menghormati manusia, keadilan dalam bermasyarakat dan bernegara, persamaan dan kemerdekaan, gotong royong dalam kebaikan dan taqwa, serta melarang gotong royong berbuat dosa seperti mewujudkan diskriminasi dan saling kenal antar sesama manusia.

Selanjutnya, media dakwah. Media dalam arti sempit adalah alat dakwah. Alat dakwah berarti media dakwah yang memiliki peranan atau kedudukan sebagai penunjang tercapainya tujuan.30 Media dakwah yang dimaksud adalah sarana untuk merealisasikan materi dakwah terhadap mad’u. Hamzah Ya’qub membagi

wasilah dakwah menjadi lima macam yaitu: Lisan, tulisan, lukisan, audiovisual, akhlak.31 Media merupakan salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh seorang da’i saat berdakwah. Karena pemilihan media memiliki peranan penting

28

Moh Ali Azis, Ilmu Dakwah, (Jakarta: kencana, 2004) hal 62

29

Acep , Aripudin dan Syuksiadi Sambas, Dakwah Damai; Pengantar Dakwah Antar Budaya, (Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya, 2007) hal. 159

30

Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hal. 164

31

M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Rahmat Semesta, 2006), hal. 32

dalam menentukan bagaimana aktifitas dakwah yang dilakukan seseorang da’i.

Media dakwah dapat memudahkan para juru dakwah untuk menyampaikan pesan pada khalayak atau komunikannya dengan cepat dan pesan yang disampaikan dapat tersebar dengan luas.32

Unsur dakwah yang kelima atau terakhir adalah metode dakwah. Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata Methodos yang artinya jalan atau cara, sedangkan dalam bahasa Arab disebut Thariq. Metode adalah cara tertentu yang

dilakukan oleh seorang da’i kepada mad’unya.33

Dalam bahasa Inggris, metode berasal dari kata Method, yang mempunyai arti pelajaran atau cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan dengan hasil yang efektif.34 Metode dakwah berarti jalan

atau cara untuk teknik berkomunikasi yang digunakan oleh seorang da’i dalam menyampaikan risalah Islam kepada masyarakat (mad’u) yang menjalani objek

dakwahnya. Seperti yang tertuang dalam al-qur’an surah an-Nahl ayat 125:

َّإ نسْحأ يه يتَلاّ ْم ْلداج ةنسحْلا ة عْ مْلا ةمْكحْلاّ كِّر ليبس ىلإ ْدا ْنع َلض ْنمّ ملْعأ ه كَّر

نيدتْ مْلاّ ملْعأ ه هليبس

Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-Mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

32

M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikasi, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1997), Cet. Ke-1 hal. Ke-12

33

M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), hal. 35

34

Masdar Helmi, Problem Dakwah Islamiyah dan Pedoman Mubaligh, (Semarang: CV. Toba Putra, 1969), hal. 34

Ada beberapa kerangka mengenai metode yang terdapat pada al-Qur’an surah

an-Nahl ayat 125, antara lain sebagai berikut:

1. Bil Hikmah

Menurut Ali Mustafa Ya’kub hikmah adalah sebagai ucapan-ucapan yang tepat dan benar atau argumen-argumen yang kuat dan meyakinkan.35 Sehingga dapat dikatakan hikmah merupakan perkataan yang benar. Pendapat lain di kemukakan oleh M. Munir bahwa bil hikmah yaitu kemampuan dan ketetapan

da’i dalam memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u.36

Bil hikmah merupakan kemampuan da’i dalam menjelaskan doktrin-doktrin Islam serta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Jadi dakwah dengan hikmah adalah dakwah yang dilakukan dengan

cara menyatukan sebuah sistem antara kemampuan da’i secara praktis dengan kemampuan teoritisnya.

2. Mauidzah al-Hasanah (dengan cara yang baik)

Memberikan nasihat kepada orang lain dengan cara yang baik, dengan bahasa yang baik agar nasehat tersebut dapat diterima, berkenan dihati dan memberikan kenyamanan pada orang lain.37 Penulis berpendapat bahwa metode ini jika

35Ali Mustafa Ya’kub, Sejarah Dan Metode Dakwah Nabi, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), hal. 121

36

M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), hal. 10

37

disampaikan kepada orang banyak maka akan lebih baik, tujuannya agar menjadi lebih besar kuantitas manusia yang kembali kepada jalan Allah SWT.

3. Al-Mujadalah

Menurut M. Mansyur Amin, “berdebat dengan cara yang lebih baik artinya adalah berdakwah dengan jalan mengadakan tukar pikiran yang

sebaik-baiknya.”38

Metode debat merupakan cara praktis yang ideal untuk mencapai cita-cita mulia yang diharapkan, yaitu untuk menegakkan kebenaran.39 Maka dengan cara demikian, kita dapat mengetahui letak keluasan ilmu Islam untuk diterangkan kepada orang lain. Yang semula pendapat kita benar dan yang lain salah, dalam metode ini kita dapat mengetahui kebenaran yang baik atau sesungguhnya dan membetulkan aqidah yang bathil.

Dokumen terkait