UntukMemenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar SarjanaIlmuKomunikasi Islam(S.Kom.I)
Oleh:
MUHAMMAD YUSRA NURYAZMI NIM : 1110051000179
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
i
Judul : Strategi Dakwah Ustadz Muhammad Arifin Ilham di Kalangan Masyarakat Perkotaan
Dalam kehidupan manusia yang sangat berkembang pada saat ini, dakwah
Islam memerlukan sebuah strategi dalam penyampaiannya. Seorang da’i berperan
sebagai subjek dakwah diharuskan memiliki strategi, pola pikir yang berkaitan dengan sistem. Mengingat masyarakat kota yang masing-masing pribadinya memiliki sifat individualistik dan akibat adanya sikap individualistik itu adalah masyarakat kota tidak membutuhkan orang lain. Maka sebuah strategi dakwah
diperlukan seorang da’i agar mampu menyampaikan pesan dakwah secara
langsung kepada mad’u dan mampu menerima isi pesan dakwah dengan baik dan
tepat sasaran.
Merujuk dari latar belakang tersebut maka timbul sebuah rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu: bagaimana strategi dakwah Ustadz Muhammad Arifin Ilham di kalangan masyarakat perkotaan? Dari sini, peneliti menggali berbagai upaya strategi dakwah yang dilakukan oleh Ustadz Muhammad Arifin Ilham di kalangan masyarakat perkotaan.
Meskipun Ustadz Muhammad Arifin Ilham sudah memiliki jam terbang yang tinggi dalam hal berdakwah, ia tetap memerlukan strategi agar aktivitas dakwah yang dijalaninya sesuai dengan tujuan. Strategi dakwah yang beliau pakai sesuai dengan metode dakwah yang berada di ayat suci al-Qur’an tepatnya pada surah an-Nahl ayat 125. Dalam pengertiannya terdapat tiga metode, yaitu: bil-Hikmah, mauidzah al-Hasanah, dan al-Mujadalah.
Teori yang digunakan dalam penulisan ini adalah teori Fred R. David dalam Manajemen Strategi Konsep yang menjelaskan bahwa dalam sebuah proses strategi ada tahapan-tahapan yang harus ditempuh untuk mencapai sebuah tujuan termasuk dijelaskannya harus melewati tahapan perumusan strategi, implementasi strategi dan evaluasi strategi.
Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif dengan tehnik analisis deskriptif. Kemudian sumber data diperoleh melalui observasi di lapangan, melalui wawancara dengan Ustadz Muhammad Arifin
Ilham selaku da’i yang menjadi subjek dakwah dalam penelitian ini. Dokumentasi dari aktivitas dakwah yang dilakukan oleh Ustadz Muhammad Arifin Ilham.
Strategi dakwah merupakan perpaduan dari perencanaan, metode dan taktik untuk mencapai tujuan dakwah. Dalam mencapai tujuan tersebut dibutuhkan pemikliran-pemikiran yang matang baik tehnik maupun taktik yang
harus dilakukan seorang da’i dalam mencapai tujuan dakwahnya.
keyword: Strategi, Dakwah, Ustadz Muhammad Arifin Ilham, da’i,
ii
Puji syujur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan
nikmat-Nya berupa hidayah, inayah, serta rahmat kepada semua makhluk-Nya.
Salah satu nikmat-Nya yaitu diberikan ide, kekuatan, dan kasih sayang-Nya,
sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini sesuai dengan penulis harapkan.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad
SAW, pembawa risalah agung, penebar rahmat bagi seluruh alam.
Pada akhirnya skripsi ini telah mampu penulis rampungkan dengan tidak
lepas dari segala pengorbanan waktu, tenaga, fikiran, serta materi. Perjuangan
keras penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tidak luput dari persan serta
beberapa pihak yang ikut berjuang didalamnya. Terima kasih yang teristimewa
penulis persembahkan pada semua pihak yang telah membantu kelancaran
penelitian skripsi ini, baik berupa dorongan moril maupun materil. Tanpa bantuan
dan dukungan tersebut, sulit rasanya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada
kesempatan kali ini, penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya
kepada:
1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Dr. H. Arief Subhan, M.A,
Suparto, M.Ed, Ph.D. selaku Wadek I bidang akademik, Drs. Jumroni,
M.Si, selaku Wadek II bidang administrasi umum, dan Dr. H. Sunandar,
iii
4. Rachmat Baihaky, MA selaku dosen pembimbing dalam penelitian ini
yang senantiasa bersabar serta meluangkan waktunya untuk membimbing
segala kesulitan yang dihadapi peneliti.
5. Dra. Hj. Jundah, MA. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberikan arahan kepada penulis, Terima Kasih.
6. Seluruh dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada peneliti selama
menempuh pendidikandi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga
peneliti dapat mengamalkan ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan.
7. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang
telah membantu peneliti dalam urusan administrasi selama perkuliahan
dan penelitian skripsi ini.
8. Seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi yang telah melayani peminjaman buku-buku literatur
sebagai refrensi dalam penyusunan skripsi ini.
9. Ustadz Muhammad Arifin Ilham beserta keluarga besar yang telah
bersedia menjadi subjek penelitian dan telah meluangkan waktunya untuk
diwawancara oleh peneliti ditengah kesibukan jadwalnya yang padat.
10.Ibunda Hj. Norhaida dan Ayahanda H. Muhammad Sutari yang kasih dan
sayangnya tidak pernah berkurang kepada penulis dan ingin melihat
iv
11.Kedua adik kandungku tersayang, Fahmi Aziz dan Tuva Amalina Nur’aida yang telah membantu memotivasi dan mendoakan selama ini. Semoga
engkau tetap berada dalam Ridho Allah SWT.
12.Untuk Chairunisa Nur Riskiya yang terus menerus memotivasi dan
mendo’akan penulis selama ini, serta dengan sabar menanggapi keluh
kesah, suka dan duka peneliti selama penyelesaian skripsi ini. Semoga
Allah membalas kebaikan dan selalu dalam rahmat Allah SWT.
13.Rizza Maulana Bahrun, Mochammad Kahfi, dan Mohammad Fahmi
Almanshuri yang meluangkan waktunya untuk menemani peneliti ke
lokasi penelitian sejak dini hari, terima kasih banyak.
14.Teman seperjuangan peneliti di KPI F angkatan 2010, Sendy Darlis
Alditya, Rendy Aditya Warman, Aris Suyitno, Sonny Iskandar, Zia
Fitrahudin, Daniella Putri Islamy, Pambayun Menur Seta, Khairunisa, dan
semua teman-teman angkatan 2010 terima kasih semua.
15.Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian skripsi ini, yang tidak
dapat disebutkan satu per satu. Tanpa mengurangi rasa hormat, peneliti
ucapkan terimakasih yang begitu besar. Semoga apa yang telah dilakukan
adalah hal yang terbaik dan hanya Allah yang dapat membalas segala
v
Jakarta, 8 Januari 2015
vi
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian... 4
D. Manfaat Penelitian... 4
E. Metodologi Penelitian ... 5
F. Tinjauan Pustaka ... 9
G. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 12
A. Strategi 1. Pengertian Strategi ... 12
2. Tahapan-Tahapan Strategi ... 13
B. Dakwah 1. Pengertian Dakwah... 15
2. Unsur-Unsur Dakwah ... 17
3. Tujuan Dakwah ... 26
4. Komunikasi Efektif ... 28
C. Strategi Dakwah 1. Pengertian Strategi Dakwah ... 31
2. Prinsip-Prinsip Strategi Dakwah ... 33
vii
BAB III GAMBARAN UMUM ... 41
A. Sejarah Perkembangan Dakwah ... 41
B. Perkembangan Kajian Dakwah di Indonesia ... 43
C. Profile Ustadz Muhammad Arifin Ilham ... 44 BAB IV ANALISIS DAN HASIL TEMUAN ... 59
Strategi Dakwah yang digunakan Ustadz Muhammad Arifin Ilham di Kalangan Masyarakat Perkotaan ... 59
1. Perumusan Strategi Dakwah Ustadz Arifin Ilham . 60 2. Implementasi Strategi Dakwah Ustadz Arifin Ilham 62 3. Evaluasi Strategi Dakwah Ustadz Arifin Ilham ... 67
4. Tujuan Dakwah Ustadz Arifin Ilham ... 71
BAB V PENUTUP ... 73
A. Kesimpulan... 73
B. Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA ... 77
1 A. Latar belakang masalah
Islam adalah agama dakwah yaitu agama yang mengajak dan memerintahkan
umatnya untuk selalu menyebar dan menyiarkan ajaran Islam kepada seluruh
umat manusia.1 Hal ini merupkan perintah langsung dari Allah SWT untuk
berdakwah dan menjadi suatu kewajiban setiap muslim untuk mendakwahkan
agama dengan cara tertentu. Bentuk dakwah sangat beragam sesuai kemampuan
masing-masing individu. Seperti yang tertuang dalam al-Qur’an surah an-Nahl ayat 125:
َّإ نسْحأ يه يتَلاّ ْم ْلداج ةنسحْلا ة عْ مْلا ةمْكحْلاّ كِّر ليبس ىلإ ْدا ْنع َلض ْنمّ ملْعأ ه كَّر
نيدتْ مْلاّ ملْعأ ه هليبس
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-Mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Berbicara tentang dakwah adalah berbicara tentang komunikasi, karena
komunikasi merupakan kegiatan informatif, yakni agar orang lain mengerti dan
memahami kegiatan persuasif, menerima paham atau keyakinan, melakukan
paham atau keyakinan, dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari paham atau
1
keyakinan yang diperolehnya.2 Sehingga dapat dikatakan bahwa dakwah dan
komunikasi merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan.
Dalam kehidupan manusia yang sangat berkembang pada saat ini, dakwah
Islam memerlukan sebuah strategi dalam penyampaiannya. Seorang da’i berperan sebagai subjek dakwah diharuskan memiliki strategi, pola pikir yang berkaitan
dengan sistem. Dimana dakwah merupakan sebuah sistem, dan strategi
merupakan salah satu bagian yang sejajar dengan unsur-unsur dakwah seperti
tujuan dakwah, objek dakwah dan sumber dakwah.
Hal ini diperlukan agar seorang da’i mampu menyampaikan pesan dakwah
secara langsung kepada mad’u yang berperan sebagai objek dakwah dan mampu
menerima isi pesan dakwah dengan baik.Oleh karena itu strategi dakwah
mempunyai peranan penting untuk mempermudah da’i dalam menyampaikan
pesan dakwah kepada mad’u dengan tepat sasaran.
Ustadz Muhammad Arifin Ilham yang akrab dipanggil dengan nama Ustadz
Arifin Ilham adalah seorang da’i kondang. Beliau dapat membuat mad’u nya
menangis dalam dzikir yang diberikan pada setiap tausyiahnya. Da’i yang selalu tampil dengan busana putih-putih disetiap kesempatan ini mempunyai jama’ah dari berbagai kalangan, baik dari kalangan kelas bawah, menengah, bahkan
sampai kalangan atas.
Kalangan atas yang lebih dikenal dengan kalangan masyarakat kota,
masing-masing pribadinya memiliki sifat individualistik, ini cenderung menjadi ciri
2
khusus dan perbedaan yang mencolok dibandingkan dengan masyarakat desa.3
Hal ini menjadi motif bahwa masyarakat kota condong melepaskan diri dari
kepentingan orang banyak dan akibat adanya sikap indvidualistik itu adalah
masyarakat kota tidak membutuhkan orang lain, yang penting bagi mereka adalah
kemajuan diri sendiri.
Hal ini membuat peneliti ingin menggali lebih dalam mengenai strategi
dakwah seperti apa yang digunakan da’i untuk menghadapi mad’u di kalangan
masyarakat kota. Sehingga penelitian ini berjudul “Bagaimana Strategi Dakwah Ustadz Muhammad Arifin Ilham di Kalangan Masyarakat Perkotaan”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah
Berdasarkan uraian yang peneliti paparkan pada latar belakang. Peneliti
membatasi masalah penelitian ini pada strategi dakwah Ustadz Arifin Ilham di
kalangan masyarakat perkotaan dan tidak melakukan penelitian efek atau dampak
penelitian tersebut.
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan diangkat dalam penilitan ini adalah
“Bagaimana Strategi Dakwah Ustadz Muhammad Arifin Ilham di kalangan
masyarakat perkotaan”.
3
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan batasan dan rumusan masalah penelitian maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana strategi dakwah yang
diterapkan oleh Ustadz Arifin Ilham di kalangan masyarakat perkotaan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat akademis
Penelitian ini diharapkan berguna untuk wahana dalam mencurahkan ide dan
pemikiran bagi para akademisi yang membutuhkan rujukan, kemudian penelititan
ini juga diharapkan berguna untuk memperdalam tentang ilmu komunikasi
terhadap strategi dakwah bagi mahasiswa dan mahasiswi jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam (KPI) UIN Syarif Hidayatullah Ciputat.
2. Manfaat praktis
Diharapkan memberi masukan terhadap pihak-pihak yang terkait, demi
terwujudnya dakwah yang efektif dengan menggunakan strategi yang tepat. Serta
E. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian dengan metode
kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif ini menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari pelaku yang diteliti.4
Menurut Ruslan:
Penelitian dengan pendekatan kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif partisipan. Pembahasan tersebut tidak ditentukan terlebih dahulu, tetapi diperoleh setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian, dan kemudian ditarik suatu kesimpulan berupa pemahaman umum tentang kenyataan-kenyataan tersebut.5
Berdasarkan pernyataan di atas, penulis memahami bahwa penelitan kualitatif
tujuannya untuk mendapatkan paham atau pengertian terhadap realita sosial yang
menjadi fokus penelitian. Paham atau pengertian yang didapat tidak semata-mata
berwujud ada, namun dianalisa terlebih dahulu terhadap realita sosial pada fokus
penelitian kemudian baru ditarik kesimpulan berupa realita sosial yang telah
diteliti.
Sedangkan desain penelitiannya menggunakan deskriptif kualitatif, bertujuan
untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau
berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat, yang menjadi objek
penelitian dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri,
4
Lexy J. Moeleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1993), cet ke-10, h. 3
5
karakter, sifat, model, tanda atau gambaran fenomena tertentu.6 Sehingga
penelitian ini bersifat mendalam karena kedalaman data yang menjadi
pertimbangannya serta menusuk sasaran penelitian.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di kediaman Ustadz Arifin Ilham, tepatnya di komplek
perumahan az-Zikra Bukit Sentul Selatan Bogor. Waktu penelitian mulai
dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 di Masjid Az-Zikra Sentul Selatan.
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah sang da’i yaitu Ustadz Muhammad Arifin Ilham.
Sedangkan yang menjadi objek dari penelitian ini adalah strategi dakwah yang
digunakan oleh Ustadz Muhammad Arifin Ilham.
4. Tahap Penelitian
a. Teknik pengumpulan data
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data agar penelitiannya lebih baik hasilnya dalam arti lebih
cermat, lengkap, dan sistematik sehingga mudah untuk diolah. Adapun yang
menjadi instrumen penelitian adalah:
6
1. Observasi
Observasi adalah cara penelitian untuk memperoleh data dalam bentuk
mengamati serta mengadakan pencatatan dari hasil observasi. Teknik
observasi yang penulis gunakan adalah sifatnya langsung mengamati
objek yang diteliti adalah strategi dakwah Ustadz Arifin Ilham.
2. Wawancara
Teknik yang digunakan adalah wawancara bebas terpimpin, yaitu
penulis mengajukan beberapa pertanyaan yang telah dipersiapkan,
kemudian langsung dijawab oleh informan dengan bebas terbuka untuk
memperoleh data yang dibutuhkan mengenai strategi dakwah Ustadz
Arifin Ilham di kalangan masyarakat kota.
3. Dokumentasi
Mengumpulkan dokumen berupa data tertulis yang mengandung
keterangan dan penjelasan serta pemikiran tentang fenomena yang
masih aktual.7 Dokumen yang dikumpulkan berupa data-data yang
sudah ada pada Ustadz Arifin Ilham dan diambil oleh peneliti untuk
melengkapi data yang sudah didapat sebelumnya yang diperoleh
melalui observasi dan wawancara. Dokumen yang dikumpulkan oleh
peneliti berupa biografi Ustadz Arifin Ilham, track records, dan data lainnya yang dapat mendukung penelitian.
7
b. Teknik Pengolahan Data
Setelah data dan informasi yang dibutuhkan terkumpul, selanjutnya data-data
tersebut akan di olah. Untuk mendapatkan hasil penulisan yang valid,
pemeriksaan data juga diperlukan agar keabsahan data dapat meningkatkan derajat
kepercayaan dalam penelitian kualitatif.
c. Teknik Analisis Data
Berdasarkan dengan cara menganalisis data, dikenal beberapa jenis atau tipe
riset. Penulis memahami jenis atau tipe riset ini menjadi empat jenis atau tipe
riset. Pertama adalah jenis eksploratif, pada jenis atau tipe ini untuk menggali data
tanpa membutuhkan pengujian konsep terlebih dahulu pada kenyataan sosial yang
diteliti dan jenis riset ini menjadi jenis riset yang paling sederhana. Kemudian
yang kedua ada jenis deskriptif, jenis riset ini memiliki tujuan untuk
mendeskripsikan fakta-fakta, sifat-sifat dan objek tertentu secara terpercaya, jelas
dan sistematis. Biasanya pada jenis riset ini para penelitipun telah memiliki
kerangka konseptual agar penelitian lebih terarah. Selain itu yang ketiga adalah
jenis eksplanatif, jenis riset ini menghubungkan antara dua variabel atau lebih dari
konsep yang akan diteliti. Peneliti pada jenis ini harus memiliki definisi teori,
kerangka konseptual dan kerangka teoritis. Pada penelitian ini juga peneliti harus
melakukan uji coba terhadap teori untuk mendapatkan dugaan jawaban sementara
dan yang terakhir yaitu jenis evaluatif, pada jenis riset ini mengkaji efektivitas dan
untuk melihat keberhasilan dari analisa yang diteliti dan juga dibutuhkan
teori-teori konseptual untuk pengukuran keberhasilan tersebut.8
Dari penjabaran di atas jika dikaitkan dengan masalah pokok penelitian, maka
penulis meenggunakan jenis atau tipe deskriptif, karena penulis ingin
menggambarkan atau mendeskripsikan sebuah fakta dan kenyataan sosial
mengenai strategi dakwah Ustadz Arifin Muhammad Arifin Ilham di kalangan
masyarakat kota.
F. Tinjauan Pustaka
Revina Septhiani, dalam skripsi ini menganalisa terhadap strategi dakwah
Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI) dalam
pembinaan akhlak muslimah di Masjid Istiqlal9.
Dera Desember, dalam skripsi ini menganalisa terhadap strategi apa yang
digunakan oleh Ustadz Umay Maryunani di pondok pesantren terpadu
Darul’Amal Sukabumi10
.
Andri maulana, dalam skripsi ini menganalisa strategi dakwah Ustadz Ahmad
Rifky Umar Said dalam menyiarkan Islam di kelurahan Pondak Petir kecamatan
Bojongan kota Depok.11
8
Rachmat Krisyantono . Tehnik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: kencana Pranada Group, 2007), cet. ke-2, hal. 116
9
Revina septhiani, Strategi Dakwah Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI) Dalam Pembinaan Akhlak Muslimah Di Masjid Istiqlal, skripsi, UIN syarif Hidayatullah.
10
Dera Desember, Strategi Dakwah Ustadz Umay Maryunani Di Pondok Pesantren
Terpadu Darul’alam Sukabumi, skripsi, UIN Syarif Hidayatullah.
11
G. Sistematika Penulisan
Agar penelitian lebih terarah dan sistematis, maka peneliti akan membagi
pokok-pokok pembahsan ke dalam lima bab, yaitu sebagai berikut:
BAB I: Bab ini merupakan bab pendahuluan. Dalam bab ini akan memaparkan mengenai latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, penjelasan mengenai metode penelitian, lokasi
penelitian, subjek dan objek penelitian, teknik pengumpulan data yang berupa
observasi, wawancara, dokumentasi, teknik analisis data. Kemudian tertera juga
tinjauan dan sistematika penulisan.
BAB II: Pada bab ini akan diuraikan landasan-landasan teori yang akan digunakan dalam penelitian ini, pertama konseptualisasi mengenai strategi;
(pengertian strategi dan tahapan-tahapan strategi). Selanjutnya konseptualisasi
mengenai dakwah; (pengertian dakwah, unsur-unsur dakwah, tujuan dakwah,
rukun dakwah). Ketiga konseptualisasi dari strategi dakwah. Terakhir
konseptualisasi mengenai masyarakat kota (pengertian masyarakat kota, ciri-ciri
masyarakat kota).
BAB III: Dalam bab ini penulis akan menjabarkan sejarah perkembangan dakwah, perkembangan kajian dakwah di Indonesia, dan profil Ustadz
Muhammad Arifin Ilham
BAB IV: Pada bab ini penulis menguraikan hasil observasi yang telah diperoleh, mulai dari data-data, kemudian hasil wawancara. Kemudian analisis
kemudian penulis mengaplikasikan teori yang ada dengan hasil yang didapatkan
selama penelitian.
BAB V: Bab terakhir dalam skripsi ini, disajikan kesimpulan-kesimpulan serta saran-saran yang relevan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
12 A. Strategi
1. Pengertian strategi
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia strategi adalah ilmu dan seni
menggunakan semua sumber daya bangsa untuk melaksanakan kebijakan tertentu
dalam perang.11Atau juga bisa diartikan sebagai rencana yang cerdas mengenai
kegiatan untuk mencapai sasaran tertentu. Rencana ini lebih ditekankan mengenai
hal-hal apa saja yang harus dipersiapkan dalam melaksanakan perang serta
bagaimana cara menghadapi ancaman-ancaman yang datang dari pihak musuh.
Menurut Ali Murtopo definisi strategi secara etimologi, strategi sebenarnya berasal dari bahasa Yunani, yaitu stratos dan agein. Stratos memiliki arti pasukan perang dan kata agein berarti mempimpin.12 Sehingga dapat dikatakan bahwa strategi berarti memimpin pasukan perang dan ilmu strategi adalah ilmu
bagaimana cara memimpin pasukan.
Secara terminologi, menurut Stainer dan Minner strategi adalah “penetapan misi perusahaan, penetapan sasaran organisasi dengan mengingat kekuatan
eksternal dan internal.”13 Dari pendapat tersebut penulis berpendapat untuk
11
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai pustaka, 2005) h. 1092
12
Ali Mutropo, Strategi Kebudayaan, (Jakarta: Center For Strategic And International Studies CSIS, 1978) cet ke-1, hal. 40
13
mendapatkan tujuan yang sesuai dengan harapan, diperlukan rencana yang
matang.
Sedangkan menurut Onong Uchjana Effendy mengemukakan bahwa “strategi pada hakikatnya adalah perencanaan dan manajemen untuk mencapai tujuan.”14 Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa rencana saja tidak bisa sampai ke tujuan
melainkan ada tahapan lainnya agar sesuai dengan harapan.
Dari beberapa pendapat di atas, penulis memahami bahwa strategi adalah
suatu rencana yang dilakukan baik individu maupun organisasi, dimana strategi
yang dilakukan tersusun secara sistematis dan memperhatikan semua aspek yang
ada dalam mencapai tujuan yang sesuai dengan harapan.
2. Tahapan-tahapan Strategi
Strategi tidak hanya sebatas merumuskan konsep hingga implementasi,
melainkan juga harus disertai evaluasi untuk mengukur sejauh mana strategi itu
tercapai. Hal ini serupa dengan teori strategi manajemen yang dimiliki oleh Fred
R. David, ia menjelaskan tiga tahapan strategi, yaitu:
a. Perumusan Strategi
Perumusan strategi merupakan tahapan pertama dalam strategi. Di tahap ini
para pencipta, perumus, pekonsep, dalam hal ini yaitu seorang da’i harus berfikir matang mengenai kesempatan dan ancaman dari pihak luar dan menetapkan
kekuatan dan kekurangan internal, serta menetukan sasaran yang tepat.
14
Menghasilkan strategi cadangan dan memilih strategi yang akan dilaksanakan.
Dalam perumusan strategi berusaha menemukan masalah-masalah yang akan
ditemui nantinya. Setelah itu dilakukan analisis tentang langkah-langkah yang
dapat diambil untuk keberhasilan menuju tujuan strategi tersebut.15 Dalam hal ini
penulis memahami sebagai tahap pertama untuk memformulasikan sebuah
perencanaan yang dimulai dengan melihat mad’u yang akan dihadapinya, serta
menetapkan kelebihan dan kekurangan materi dakwahnya. Kemudian dihasilkan
strategi-strategi untuk menghadapi mad’u.
b. Implementasi Strategi
Implementasi strategi, tahapan dimana setelah strategi dirumuskan yaitu
pelaksanaan strategi yang telah ditetapkan.16 Strategi yang dimaksudkan adalah
strategi yang telah direncanakan pada tahap pertama yaitu perumusan strategi, lalu
dilaksanakan sesuai dengan apa yang diinginkan. Pada tahap ini penulis
memahami merupakan tahap aksi yang membutuhkan tindakan yang mana dalam
pelaksanaannya perlu konsistensi yang tinggi dari masing-masing anggota yang
terlibat didalamnya. Komitmen serta kerjasama dari seluruh unit diperlukan untuk
mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
c. Evaluasi Strategi
Tahapan terakhir ini merupakan tahapan yang diperlukan karena dalam tahap
ini keberhasilan yang telah dicapai dapat diukur kembali untuk penetapan tujuan
15
Fred R. David, Manajemen Strategi dan Konsep, (Jakarta: Prenhalindo, 2002)hal.3
16
berikutnya.17Evaluasi menjadi tolak ukur berhasil atau tidak, sesuai atau tidak
strategi yang telah diterapkan.Maksudnya dalam tahap evaluasi dari strategi yang
telah diaksikan ini adalah tahap yang sangat diperlukan, sebab di tahap ini bisa
terlihat bagaimana strategi yang dijalankan telah benar atau masih butuh
perbaikan.Misalnya, dari strategi yang direncanakan awal belum tentu pada saat
penerapannya situasi serta kondisinya berjalan beriringan. Pasti akan ada suatu
halangan yang menghambat meskipun tidak banyak.
B. Dakwah
1. Pengertian Dakwah
Dalam buku ensiklopedi Islam, kata dakwah adalah kata dasar atau masdar. Kata kerjanya adalah da’a yang mempunyai arti memanggil, menyeru atau
mengajak.18 Penulis berpendapat bahwa dakwah merupakan gerakan yang
mengajak orang untuk beriman kepada Allah SWT sesuai dengan garis kaidah,
syariat, dan akhlak Islamiyah.
Menurut Farid Ma’ruf Noor dalam dinamika dan akhlak dakwah, dakwah itu
menyeru atau mengajak kepada suatu perkara, yakni mengajak kepada jalan Allah
agar menerima dan menjadikan Dienul Islam sebagai dasar dan pedoman hidupnya.19 Sehingga dapat disimpulkan dakwah ialah mengajak serta
meyakinkan orang lain untuk menyembah kepada Allah SWT.
17
Fred R. David, Manajemen Strategi dan Konsep, (Jakarta: Prenhalindo, 2002) hal.3
18
Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Can Hoeve, 1999) hal. 280
19Farid Ma’ruf Noor,
Sedangkan menurut Ali Mahfud dalam bukunya Hidayatul Mursyidin
mengatakan dakwah adalah mendorong manusia untuk berbuat kebijakan dan
mengikuti petunjuk agama,20 yaitu menyeru mereka kepada kebaikan dan
mencegah mereka dari perbuatan kemungkaran agar memperoleh kebahagiaan
dunia dan akhirat.
Pendapat lain dikemukakan oleh Quraish Shihab yang mengatakan bahwa
dakwah sebagai seruan atau ajakan kepada keinsafan, atau mengubah situasi yang
tidak baik menjadi yang lebih baik.21 Dengan kata lain dakwah merupakan proses
yang menjadikan pribadi seseorang ke arah yang lebih baik lagi dari sebelumnya.
Berdasarkan beberapa pengertian dakwah di atas mengenai pengertian dakwah
penulis menyimpulkan, dakwah ialah usaha seseorang atau da’i dalam
menyampaikan pesan-pesan ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan al -Hadits, yang dilakukan dengan cara mengajak, menyeru, membimbing manusia
agar kembali kejalan Allah SWT, serta menjalankan segala perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya.
20
Ali Mahfud, Hidayah Al-Mursyidin ila Thuruq al-Wa’ziwa al-Khitabah, (Beirut: Darul
Ma’arif, tt,) hal. 17 21
2. Unsur-unsur Dakwah
Terlepas dari perbincangan dan analisis dari definisi dakwah yang sudah ada
dalam fokus pembahasan ilmu dakwah. Maka ada lima faktor atau komponen
dalam dakwah,22 diantaranya;
Subjek dakwah (Da’i)adalah unsur pelaksana atau orang yang berdakwah,
yaitu da’i. Sebagai subyek dakwah ia harus terlebih dahulu introspeksi perilaku
dirinya agar apa-apa yang akan dilakukannya bisa diikuti dan diteladani oleh
orang lain.23 Sebagai dai yang tidak mau memperbaiki dan mendidik diri maka
akan mendapatkan celaan dari orang lain dan murka Allah SWT. Sebagaimana
yang dijelaskan dalam surat ash-Shaff ayat 2-3:
ّ لعفتا ام ّ ل قت مل نما نيدلاا يااي
●
ّ لعفتااما ل قت ّا هاادنعاتقمربك
●
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (itu) sangatlah dibendi di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yangtidak kamu kerjakan.”
Oleh karenanya dalam mengemban tugas amanah Allah SWT para pelaku da’i
yang bertugas menyampaikan pesan ilahi dan mengajarkan ajaran agama Islam,
maka seorang da’i harus memiliki bekal ilmu yang cukup, baik itu ilmu agama
maupun ilmu pengetahuan lainnya.
Anwar Masy’ari dalam bukunya Butir-Butir Problematika Dawah Islamiyah
menyatakan syarat-syarat seorang da’i harus memiliki keadaan khusus yang
22
Zaini Muhtaram, Dasar-Dasar Manajemen Dakwah, (Yogyakarta: Al-Amin Press Dan IFKA, 1966) Ha.l 14
23
merupakan syarat baginya agar dapat mencapai sasaran dan tujuan dakwah
dengan sebaik-baiknya. Syarat-syarat itu ialah:
Pertama, mempunyai pengetahuan agama secara mendalam, berkemampuan
untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan keterangan yang memuaskan.
Syarat kedua yaitu tampak pada diri da’i keinginan atau kegemaran untuk melaksanakan tugas-tugas dakwah dan penyuluhan semata-mata untuk
mendapatkan keridhaan Allah dan demi memperjuangkan di jalan yang
diridhai-Nya.
Syarat ketiga, harus mempelajari bahasa penduduk dari suatu negeri kepada
siapa dakwah itu akan dilancarkan. Sebabnya dakwah baru akan berhasil bilamana
da’i memahami dan menguasai prinsip-prinsip ajaran Islam dan punya
kemampuan untuk menyampaikan dengan bahasa lain yang diperlukan sesuai
dengan kemampuannya tersebut.
Harus mempelajari jiwa penduduk dan alam lingkungan mereka, agar kita
dapat menggunakan susunan dan gaya bahasa yang dipahami oleh mereka, dan
dengan cara-cara yang berkenan di hati para pendengar. Sudah jelas bahwa setiap
situasi dan kondisi ada kata-kata dan ucapan sesuai untuk diucapkan; sebagaimana
untuk setiap kata-kata dan ucapan ada pula situasi kondisinya yang pantas untuk
tempat menggunakannya.
Syarat keempat, harus memiliki perilaku, tindak tanduk dan perbuatan
Selain itu menurut Slamet Muhaimin Abda dalam bukunya Prinsip-Prinsip Metode Dakwah mengatakan kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki da’i antara lain adalah:24
Pertama, kemampuan berkomunikasi. Dakwah merupakan suatu kegiatan
yang melibatkan lebih dari satu orang, yang berarti di sana ada proses komunikasi,
proses bagaimana agar suatu pesan da’i sebagai komunikator dapat disampaikan pada komunikan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh da’i.
Kedua, kemampuan penguasaan diri. Seorang da’i ibarat seorang pemandu yang bertugas mengarahkan dan membimbing kliennya untuk mengenal dan
mengetahui serta memahami objek-objek yang belum diketahui dan perlu
diketahui. Oleh karena itu, sebagai pemandu seorang da’i harus mampu
menguasai diri jangan sampai mengesankan sifat-sifat sombong, angkuh dan kaku
yang dapat menciptakan kerenggangan komunikasi dengan mad’unya.
Ketiga, kemampuan pengetahuan psikologi. Da’i sebagai komunikator agar
proses komunikasinya efektif dan sesuai dengan apa yang diharapkan maka ia
harus memiliki kemampuan membaca psikologi mad’unya yang terdiri dari beraneka ragam. Karena dengan memiliki kemampuan tersebut seorang da’i dapat mengetahui bagaimana cara yang dipakai untuk menghadapi mad’u.
Kompetensi yang harus dimiliki da’i selanjutnya adalah kemampuan
pengetahuan kependidikan. Sebagai pendidik sudah semestinya da’i harus
mengerti dan memahami ilmu-ilmu yang berkaitan dengan pendidikan baik dalam
24
bidang tekniknya, metode ataupun strateginya. Karena dengan memiliki
pengetauan tersebut tujuan dakwah dari seorang da’i akan mudah dicapai.
Kelima, kemampan pengetahuan di bidang pengetahuan umum. Seorang da’i
harus menyampaikan informasi tentang sesuatu lebih awal ketimbang orang lain,
karena da’i yang hidup pada masyarakat sudah tentu harus dapat
mengimbangkannya dengan informasi-informasi yang up to date. Hal ini dilakukan agar keberadaannya di tengah masyarakat tidak disepelekan.
Selanjutnya, kemampuan di bidang al-Qur’an. Menguasai kitab suci al-Qur’an adalah keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar bagi seorang da’i. Penguasaan terhadap al-Qur’an ini baik dalam bidang membacanya, maupun penguasaan dalam memahami dan mengintrepretasikan ayat-ayat al-Qur’an.
Kompetensi yang ketujuh adalah kemampuan di bidang ilmu hadits. Da’i harus mempunyai kemapuan di bidang hadits agar ia tidak terkungkung dan
terperosok dengan hadits-hadits mardud. Ilmu hadits yang dimaksud dalah ilmu
musthalah hadits yang terbagi dalam dua kategori ilmu hadits, yaitu ilmu hadits dirayat yang membahas hadits dari segi diterima atau tidaknya suatu hadits dan ilmu hadits riwayat yang membahas hadits dari segi materi hadits itu sendiri.
Kompetensi yang terakhir adalah kemampuan di bidang ilmu agama secara
integral. Karena da’i adalah subjek dakwah, maka dalam hal ini da’i ibarat orang yang serba tahu di bidang keagamaan tetapi da’i bukan hanya sebagai orator namun da’i berperan juga sebagai pemuka yang mampu mempengaruhi
Disamping itu sebagai bekal tambahan, sang da’i harus berkomunikasi dengan
jama’ah (khalayak) yang dihadapi. Karena komunikasi ini merupakan jalan untuk
menyebarluaskan pesan dalam bentuk seruan, anjuran, petunjuk dan nasehat yang
bersumber dari ajaran agama islam yang disajikan dan dikemas secara kotekstual.
Dengan komunikasi itu pula da’i akan mengetahui apa materi yang sesuai bagi
jama’ah yang dihadapinya.
Unsur dakwah yang kedua yaitu, objek dakwah. Objek dakwah adalah setiap
orang atau sekelompok orang yang dituju atau menjadi sasaran suatu kegiatan
dakwah.25 Berdasarkan pengertian tersebut maka setiap manusia tanpa
membedakan jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, warna kulit, dan lain
sebagainya adalah sebagai objek dakwah.
Obyek atau mad’u adalah orang yang menjadi sasaran dakwah.Masyarakat
sebagai objek dakwah adalah salah satu unsur penting di dalam sistem dakwah
yang tidak kalah perannya.Oleh sebab itu, masalah masyarakat adalah masalah
yang harus di pelajari sebelum melangkah ke aktivitas dakwah selanjutnya.
Mad’u atau obyek dakwah terdiri dari berbagai macam golongan manusia. Oleh karenanya menggolongkan mad’u sama dengan menggolongkan manusia itu
sendiri ke dalam profesi, ekonomi dan seterusnya.
Menurut Faizah dalam buku Psikologi Dakwahmad’u dapat dilihat dari aspek
kelompok masyarakat yang terbagi menjadi:26 Pertama, sasaran kelompok
25
A. Karim Zaidan, Asas al-Dakwah, diterjemahkan. M. Asywadie Syukur dengan judul
Dasar-Dasar Ilmu (Jakarta: Media Dakwah, 1979) hal. 68
26
masyarakat dilihat dari segi sosiologis berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota
besar, dan kecil serta masyarakat yang ada dikota. Kedua, sasaran kelompok
masyarakat dilihat dari segi struktur kelembagaan berupa masyarakat, pemerintah
dan keluarga. Selanjutnya, sasaran kelompok masyarakat dilihat dari segi kultural
berupa golongan priyai, abangan dan santri. Klasifikasi ini terutama terdapat pada
masyarakat Jawa. Keempat, sasaran kelompok masyarakat dilihat dari segi tingkat
usia berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua. Berikutnya, sasaran
kelompok masyarakat dilihat dari segi tingkat hidup sosial ekonomi berupa
golongan kaya, menengah, dan miskin. Serta yang terakhir, sasaran kelompok
masyarakat dilihati dari segi okupasional (profesi dan pekerjaan) berupa golongan
petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri dan lain-lain.
Adapun unsur dakwah berikutnya yaitu, materi dakwah. Materi dakwah
adalah isi pesan yang disampaikan oleh da’i kepada mad’u, yakni ajaran agama Islam sebagaimana tersebut di dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Yang mana ajaran agama Islam adalah diklasifikasikan menjadi empat masalah pokok, yaitu:
masalah akidah (keimanan), masalah syari’ah, masalah akhlak dan masalah
mu’amalah.27
Adapun pengertian lain menurut Moh Ali Azis mengatakan bahwa materi
dakwah adalah masalah isi pesan atau materi yang disampaikan kepada mad’u,
27
dalam hal ini ajaran Islam itu sendiri.28 Menurut Abu Zahrah, ada lima hal yang
perlu diperhatikan pada materi dakwah29, yaitu;
Pertama, Aqidah Islamiyah yaitu mengesakan Allah.Kedua, percaya bahwa
al-Qur’an itu diturunkan oleh Allah dan dapat dilumpuhkan bangas Arab untuk
membuat yang serupa.Ketiga, memiliki hadits-hadits yang membangkitkan
semangat taqwa ke dalam lubuk hati dan menyentuh jiwa, serta perjalanan hidup
Nabi Muhamad SAW.Keempat, mengesakan perjalanan hidup Nabi Muhammad
SAW. Kelima, menjelaskan tujuan Islam bagi individu dan masyarakat dengan
prinsip menghormati manusia, keadilan dalam bermasyarakat dan bernegara,
persamaan dan kemerdekaan, gotong royong dalam kebaikan dan taqwa, serta
melarang gotong royong berbuat dosa seperti mewujudkan diskriminasi dan saling
kenal antar sesama manusia.
Selanjutnya, media dakwah. Media dalam arti sempit adalah alat dakwah. Alat
dakwah berarti media dakwah yang memiliki peranan atau kedudukan sebagai
penunjang tercapainya tujuan.30 Media dakwah yang dimaksud adalah sarana
untuk merealisasikan materi dakwah terhadap mad’u. Hamzah Ya’qub membagi
wasilah dakwah menjadi lima macam yaitu: Lisan, tulisan, lukisan, audiovisual,
akhlak.31 Media merupakan salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh
seorang da’i saat berdakwah. Karena pemilihan media memiliki peranan penting
28
Moh Ali Azis, Ilmu Dakwah, (Jakarta: kencana, 2004) hal 62
29
Acep , Aripudin dan Syuksiadi Sambas, Dakwah Damai; Pengantar Dakwah Antar Budaya, (Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya, 2007) hal. 159
30
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hal. 164
31
dalam menentukan bagaimana aktifitas dakwah yang dilakukan seseorang da’i.
Media dakwah dapat memudahkan para juru dakwah untuk menyampaikan pesan
pada khalayak atau komunikannya dengan cepat dan pesan yang disampaikan
dapat tersebar dengan luas.32
Unsur dakwah yang kelima atau terakhir adalah metode dakwah. Dalam
bahasa Yunani metode berasal dari kata Methodos yang artinya jalan atau cara, sedangkan dalam bahasa Arab disebut Thariq. Metode adalah cara tertentu yang
dilakukan oleh seorang da’i kepada mad’unya.33
Dalam bahasa Inggris, metode
berasal dari kata Method, yang mempunyai arti pelajaran atau cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan dengan hasil yang efektif.34 Metode dakwah berarti jalan
atau cara untuk teknik berkomunikasi yang digunakan oleh seorang da’i dalam menyampaikan risalah Islam kepada masyarakat (mad’u) yang menjalani objek
dakwahnya. Seperti yang tertuang dalam al-qur’an surah an-Nahl ayat 125:
َّإ نسْحأ يه يتَلاّ ْم ْلداج ةنسحْلا ة عْ مْلا ةمْكحْلاّ كِّر ليبس ىلإ ْدا ْنع َلض ْنمّ ملْعأ ه كَّر
نيدتْ مْلاّ ملْعأ ه هليبس
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-Mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
32
M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikasi, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1997), Cet. Ke-1 hal. Ke-12
33
M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), hal. 35
34
Ada beberapa kerangka mengenai metode yang terdapat pada al-Qur’an surah an-Nahl ayat 125, antara lain sebagai berikut:
1. Bil Hikmah
Menurut Ali Mustafa Ya’kub hikmah adalah sebagai ucapan-ucapan yang
tepat dan benar atau argumen-argumen yang kuat dan meyakinkan.35 Sehingga
dapat dikatakan hikmah merupakan perkataan yang benar. Pendapat lain di
kemukakan oleh M. Munir bahwa bil hikmah yaitu kemampuan dan ketetapan
da’i dalam memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u.36
Bil hikmah merupakan kemampuan da’i dalam menjelaskan doktrin-doktrin Islam serta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang
komunikatif. Jadi dakwah dengan hikmah adalah dakwah yang dilakukan dengan
cara menyatukan sebuah sistem antara kemampuan da’i secara praktis dengan
kemampuan teoritisnya.
2. Mauidzah al-Hasanah (dengan cara yang baik)
Memberikan nasihat kepada orang lain dengan cara yang baik, dengan bahasa
yang baik agar nasehat tersebut dapat diterima, berkenan dihati dan memberikan
kenyamanan pada orang lain.37 Penulis berpendapat bahwa metode ini jika
35Ali Mustafa Ya’kub,
Sejarah Dan Metode Dakwah Nabi, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), hal. 121
36
M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), hal. 10
37
disampaikan kepada orang banyak maka akan lebih baik, tujuannya agar menjadi
lebih besar kuantitas manusia yang kembali kepada jalan Allah SWT.
3. Al-Mujadalah
Menurut M. Mansyur Amin, “berdebat dengan cara yang lebih baik artinya
adalah berdakwah dengan jalan mengadakan tukar pikiran yang
sebaik-baiknya.”38
Metode debat merupakan cara praktis yang ideal untuk mencapai
cita-cita mulia yang diharapkan, yaitu untuk menegakkan kebenaran.39 Maka dengan
cara demikian, kita dapat mengetahui letak keluasan ilmu Islam untuk diterangkan
kepada orang lain. Yang semula pendapat kita benar dan yang lain salah, dalam
metode ini kita dapat mengetahui kebenaran yang baik atau sesungguhnya dan
membetulkan aqidah yang bathil.
3. Tujuan Dakwah
Tujuan dakwah merupakan bagian dari seluruh aktifitas dakwah, tujuan
dakwah juga mempunyai peran penting seperti halnya unsur-unsur dakwah.
Tujuan jangka pendek adalah untuk memberikan pemahaman agama Islam kepada
masyarakat.
Menurut pendapat Rosyad Shaleh, tujuan dakwah dapat dirumuskan dalam
dua kerangka, yaitu tujuan untuk mencapai suatu nilai atau hasil terakhir yang
merupakan tujuan utama (major objective) dan tujuan untuk mencapai nilai atau
38
M. Mansyur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, (Yogyakarta: Al-Amin press, 1997), hal. 30
39
hasil dalam bidang-bidang khusus yang merupakan tujuan atau sasaran
departemential.
Tujuan utama dan tujuan departemential adalah dilihat dari segi hierarchinya.
Sedangkan bila dilihat dari segi proses pencapaiannya, tujuan utama adalah
merupakan ultimate goal atau tujuan akhir. Sedangkan tujuan departemential
merupakan intermediate goal atau tujuan perantara.
Pendapat lain dikemukakan oleh Abdul Kadir Munsyi, dalam Metode Diskusi Dalam Dakwah,40bahwa tujuan dakwah dapat dikelompokkan dalam tiga macam, yaitu: mengajak manusia seluruhnya agar menyembah Allah dan tidak
mensekutukan-Nya, mengajak kaum muslimin agar mereka ikhlas beragama
karena Allah, dan mengajak manusia untuk menerapkan hukum Allah yang
mewujudkan kesejahteraan dan keselamatan bagi umat manusia seluruhnya.
Berdasarkan pendapat di atas penulis menarik kesimpulan bahwa tujuan
dakwah ialah untuk memberikan pengetahuan Agama Islam kepada masyarakat
serta mengajak umat manusia seluruhnya untuk menyembah Allah dan tidak
mempersetkutukannya dan yang paling terpenting agar seluruh manusia taat
kepada perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya secara ikhlas karena Allah
SWT.
40
4. Komunikasi Efektif
Ketika berbicara mengenai proses komunikasi maka ada sebuah harapan untuk
mendapatkan tujuan yang sama atas apa yang diberikan oleh komunikator kepada
komunikan. Pada dasarnya komunikasi dipelajari karena kita sebagai pelaku
komunikasi ingin mengetahui seberapa besar pengaruh suatu komunikasi kepada
seseorang yang kita ajak berkomunikasi. Untuk menghasilkan komunikasi yang
efektif dimulai dari pelaku komunikasi yaitu komunikan dan komunikator.
Komunikasi yang efektif dapat diartikan sebagai penerimaan pesan oleh
komunikan sesuai dengan pesan yang dikirim oleh komunikator, kemudian
komunikan memberikan umpan balik yang positif sesuai dengan harapan. Untuk
membangun komunikasi yang efektif ada beberapa aspek yang terlibat serta
hal-hal yang harus diperhatikan ketika komunikasi efektif ingin terjalin. Seperti yang
tertulis dalam buku milik Kadar Nurjaman dan Khaerul Umam dengan judul
„Komunikasi dan Public Relation’ ada lima aspek yang harus dipahami dalam
membangun komunikasi yang efektif, diantaranya clarity (kejelasan), informasi serta bahasa yang digunakan harus jelas agar dapat dipahami pihak lain. 41 dalam
hal ini misalnya seperti penggunaan bahasa sehari-hari, kita sering mendengar
ucapan seperti, “yah, ininya belum bisa dipakai, nanti sore baru bisa diituin tuh.”
Apa maksud ininya atau diituin? Akan lebih mudah dipahami apabila ininya
diganti dengan oncom dan ituin-nya dapat diganti dengan dengan masak, jadi
kalimat itu menjadi, “yah, oncom nya belum bisa dipakai, nanti sore baru bisa
41
dimasak tuh”. Kemudian accuracy (ketepatan), informasi serta bahasa yang
disampaikan ketika berkomunikasi harus akurat dan tepat.42 Ketepatan dalam
penggunaan bahasa untuk menyampaikan informasi secara benar. Benar di sini
penulis memahami artinya sesuai dengan yang ingin disampaikan, jadi apa yang
mau kita sampaikan benar-benar kita ketahui meskipun informasi itu belum
terbukti faktanya. Inilah yang penulis pahami mengenai keakuratan di sini.
Selanjutmya contex (konteks), kesesuaian antarabahasa dan informasi yang disampaikan dengan keadaan, tempat, lingkungan di mana komunikasi itu
terjadi.43 Bisa saja, kita menggunakan bahasa yang tepat saat berkomunikasi
namun konteksnya tidak tepat, maka hasil yang diperoleh juga tidak sesuai.
Misalnya, sepulang sekolah seorang anak berkata pada ibu nya untuk meminta
makan, “ratuku, tolonglah pangeran tampanmu ini ambilkan sepiring nasi nan legit, pangeran lapar sekali.” Dari bahasa memang tidak ada yang tidak tepat,
namun konteksnya tidak tepat, sehingga mungkin sang ibu tidak langsung
mengambilkan makanan tapi bertanya ada apa dengan buah hatinya itu. Selain itu
ada juga flow (alur), keruntutan atau urutan alur bahasa dan informasi sangat berarti dalam menjalani komunikasi yang efektif.44 Misalnya ketika kita ingin
menyatakan cinta kepada seseorang, maka tidak mungkin kita langsung bilang
cinta terhadapnya, ini akan menjadikannya takut dan terkejut, melainkan harus
disertai alur di awal seperti latar belakangnya, ada tahap-tahapnya, dan yang
42
Kadar Nurjaman, S.E., M.M. dan Khaerul Umam, S.IP, Mag,.,M.Si., Komunikasi dan Public Relation, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal. 45
43
Kadar Nurjaman, S.E., M.M. dan Khaerul Umam, S.IP, Mag,.,M.Si., Komunikasi dan Public Relation, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal. 45-46
44
terakhir culture (budaya), aspek ini tidak hanya menyangkut bahasa dan informasi, tetapi juga tata krama atau etika.45 Budaya menjadi aspek yang
dianggap penting ketika berkomunikasi karena ragam budaya membuat kebiasaan
seseorangpun berbeda-beda. Misalnya, dalam adat Betawi makan dengan
mengadahkan piring serta kaki dinaikkan sebelah itu merupakan sesuatu yang
biasa, namun ketika kita berada di Solo, hal ini menjadi sesuatu yang dirasa
kurang pantas bahkan dinilai tidak sopan.
Dalam melakukan komunikasi tidak selalu berjalan dengan secara baik, itu
terjadi karena adanya hambatan-hambatan dalam menjalankan komunikasi yang
efektif. Bahkan beberapa ahli komunikasi menyatakan bahwa tidak mungkin
seseorang dapat melakukan komunikasi secara sebenar-benarnya efektif. Berikut
akan penulis jelaskan beberapa hal yang menjadi hambatan dan harus lebih
diperhatikan lagi oleh komunikan dan komunikator untuk menghasilkan
komunikasi yang efektif.
Gangguan menjadi hambatan yang pertama dalam melakukan komunikasi,
gangguan pun tidak hanya di definisikan sendiri namun terbagi lagi menjadi dua.
Di sini ada yang dinamakan sebagai gangguan yang berwujud fisik ini yang
mdisebabkan oleh saluran komunikasi atau kebisingan (gangguan mekanik),
kemudian ada juga gangguan semantik yaitu gangguan yang terjadi akibat kesalah
pahaman arti atau makna yang disampaikan pelaku komunikasi. Contohnya oada
gangguan mekanik ini seperti suara-suara ramai saat sedang di luar rumah atau
45
jalan raya, atau bisa juga saluran komunikasi yang mengalami kerusakan.
Selanjutnyacontoh dari gangguan semantik seperti penggunaan bahasa yang sulit
dipahami, dan kesalah pahaman mengenai arti makna yang disampaikan oleh
komunikator.
C. Strategi Dakwah
1. Pengertian Strategi dakwah
Strategi dakwah sangat erat kaitannya dengan manajemen, karena orientasi
kedua term atau istilah tersebut sama-sama mengarah pada sebuah keberhasilan
planning yang sudah ditetapkan oleh individu maupun organisasi. Asmuni Syukir dalam bukunya Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam mengatakan bahwa “strategi dakwah sebagi metode, siasat, taktik yang dipergunakan dalam aktivitas kegitan
dakwah.”46 Jadi dapat dikatakan bahwa strategi dakwah merupakan bagaimana cara agar dakwahnya berhasil.
Sedangkan menurut Abu Zahra yang dikutip oleh Acep Aripudin mengatakan
bahwa strategi dakwah Islam adalah perencanaan, penyerahan kegiatan dan
operasi dakwah Islam yang dibuat secara rasional untuk mencapai tujuan-tujuan
Islam yang meliputi seluruh dimensi kemanusiaan.47 Dengan kata lain segala
sesuatu yang diperlukan untuk berkdakwah dipikirkan secara matang agar sesuai
dengan tujuan dakwah.
46
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hal. 32
47
Acep Aripudin & Syukriadi Sambas, Dakwah Damai: Pengantar Dakwah Antar Budaya,
Berdasarkan pengertian beberapa ahli diatas penulis berpendapat bahwa
strategi dakwah merupakan perpaduan dari perencanaan (planning), metode dan taktik untuk mencapai tujuan dakwah. Dalam mencapai tujuan tersebut
dibutuhkan pemikiran-pemikiran yang matang baik teknik maupun taktik yang
harus dilakukan seorang da’i dalam mencapai tujuan dakwahnya.
Dengan melihat pengertian diatas maka diperlukan suatu pengetahuan yang
tepat dan akurat terhadap realitas yang telah terjadi dan berlangsung dalam
kehidupan masyarakat. Mengingat realitas dalam masyarakat yang berbeda-beda
baik dari segi pendidikan, latar belakang pekerjaan, maupun tempat dari mana
berasal. Maka strategi dakwah harus dicermati secara terus-menerus, sehingga
suatu strategi dipakai tidak bersifat kaku. Disamping itu strategi merupakan suatu
perencanaan yang menyeluruh yang senantiasa mempertimbangkan situasi dan
kondisi masyarakatnya, yang disusun dan difungsikan guna pencapaian tujuan.
Dalam bidang dakwah maka hal tersebut dikenal dengan analisis strategi
dakwah dimana penjabarannya tidak akan lepas dari analisa subjek dakwah,
analisa materi dakwah dan analisa objek dakwah, sehingga dalam pelaksananya
akan sangat mempengaruhi metode dakwah atau model penyampaian dakwah
yang digunakan.48 Metode penyampaian dakwah dapat berupa: Dakwah bil lisan,
dakwah bil qalb, atau bil hikmah, dakwah bil kalam, dakwah bil mauidoh hasanah, dakwah bil uswatun hasanah dan juga bisa dakwah melalui metode
48
berdebat.49 Maka sangat diperlukan dalam pelaksanaan strategi akan adanya
metode dakwah yang diterapkan.
2. Prinsip-Prinsip Strategi Dakwah
Berdasarkan pada makna dan urgensi dakwah, serta kenyataanya dakwah di
lapangan dan aspek-aspek normatif tentang dakwah yangterdapat dalam al-Qur’an dan sunnah, maka ditemukan prisip strategi dakwah yang dikemukakan oleh Dr.
Muhammad Idris dalam bukunya Ilmu dakwah, yaitu antara lain sebagai berikut:50
a. Memperjelas secara gamblang sasaran-sasaran ideal
Sebagai langkah awal dalam berdakwah, terlebih dahulu harus
diperjelas sasaran apa yang ingin dicapai, kondisi umat Islam bagaimana
yang diharapkan. Baik dalam wujudnya sebagai individu mapun wujudnya
sebagai suatu komunitas masyarakat.
b. Merumuskan masalah pokok umat Islam
Dakwah bertujuan untuk menyelamatkan umat dari kehancuran
dan untuk mewujudkan cita-cita ideal masyarakat. Rumuskanlah terlebih
dahulu masalah pokok yang dihadapi umat, kesenjangan antara sasaran
ideal dan kenyataan yang konkrit dari pribadi-pribadi muslim, serta
kondisi masyarakat dewasa ini. Jenjang masalah ini pun tidak sama antara
kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat lainnya.
Setiap kurun waktu tertentu harus ada kajian ulang terhadap masalah itu
seiring dengan pesatnya perubahan masyarakat tersebut.
49
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: AMZAH, 2009), hal. 11
50
c. Merumuskan isi dakwah
Jika kita sudah berhasil merumuskan sasaran dakwah beserta
masalah yang dihadapi masyarakat Islam, pada langkah selanjutnya adalah
menentukan isi dakwah itu sendiri. Isi dakwah harus sinkron dengan
masyarakat Islam sehingga tercapai sasaran yang telah ditetapkan. Ketidak
sinkronan dalam menentukan isi dakwah ini bisa menimbulkan dampak
negatif yang disebut dengan istilah “split personality” atau “double morality” pribadi muslim. Misalnya seorang muslim yang beribadah,
tetapi pada waktu yang sama ia dapat menjadi pemeras, peninda, koruptor
dan perbuatan tercela lainnya. Jadi, untuk bisa menyusun isi dakwah
secara tepat, dibutuhkan penguasaan ilmu yang komprehensif atau dengan
menghimpun pemikiran-pemikiran beberapa pakar dari berbagai disiplin
ilmu.
3. Bentuk-bentuk Pendekatan Strategi Dakwah
Jika seorang da’i mampu menjalankan strategi dakwah secara bijak, insya
Allah ia akan mudah mencapai keinginannya, yakni keberhasilan dakwahnya.
Nabi Muhammad SAW. sebagai imam para da’i, telah menerapkan strategi
dakwah secara bijak, sehingga melalui beliau Allah SWT memberi manfaat
kepada hamba-Nya dan menyelamatkan mereka dari syirik menuju tauhid. Siasat
beliau tersebut bermanfaat besar dalam menyukseskan dakwahnya, membangun
Sepanjang sejarah politik umat manusia tidak pernah ada seorang pun
pembaharu yang mempunyai pengaruh besar seperti Nabi Muhammad SAW.
Terkumpul padanya jiwa seorang pemimpin, pendidik yang bijak, kecerdasan
akal, orisinalitas pendapat, semangat yang kuat serta kejujuran. Semua itu telah
terbukti pada diri beliau.
Adapun bentuk-bentuk dalam menentukan strategi dakwah menurut Sa’id bin Ali bin Wahif al-Qathani antara lain sebagai berikut:51
Pertama, memilih waktu kosong dan kegiatan terhadap kebutuhan penerima
dakwah (audience). Usahakan mereka tidak jenuh dan waktu mereka banyak terisi dengan petunjuk, pengajaran yang bermanfaat dan nasehat yang baik. Nabi SAW
tidak selalu monoton dalam memberikan nasihat, sehingga orang yang dinasihati
tidak merasa bosan. Strategi dakwah yang dicontohkan Nabi SAW tersebut diikuti
oleh para sahabat. Sabda Nabi SAW yang artinya: “Permudahlah dan jangan
kamu persulit, berilah kabar gembira dan jangan berkata yang membuat mereka lari jauh.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua, jangan memerintahkan sesuatu yang jika tidak dilakukan. Terkadang
seorang da’i menjumpai suatu kaum yang sudah mempunyai tradisi mapan.
Tradisi tersebut tidak menentang syariat, tetapi jika dilakukan perombakan akan
mendatangkan kebaikan. Jika seorang da’i menyadari bahwa apabila dilakukan
perombakan akan terjadi fitnah, maka hal itu tidak perlu dilakukan. NabiSAW
51Sa’id bin Ali bin Wahif al
tidak membiarkan Ka’bah direnofasi dari pondasi buatan Nabi Ibrahim karena
menghindari fitnah kaum yang baru menetas dari kehidupan jahiliyah.
Ketiga, menjinakkan hati. Dilakukan dengan memberi maaf ketika dihina,
berbuatbaik ketika disakiti, bersikap lembut ketika dikasari dan bersabar ketika
dizhalimi. Cemoohan dibalas dengan kesabaran, tergesa-gesa dibalas dengan
kehati-hatian. Itulah cara penting yang dapat menarik penerima dakwah
(audience) ke dalam Islam dan membuat iman mereka mantap. Dengan cara-cara tersebut Nabi SAW mampu menyatukan hati para sahabat disekitarnya. Mereka
bukan saja sangat mencintai beliau tetapi juga ikut menjaga dan membela beliau
dalam dakwahnya.
Lalu berikutnya, pada saat memberi nasihat, jangan menunjuk langsung
kepada orangnya, tetapi berbicara pada sasaran umum. Misalnya apabila seorang
da’i dihadapkan dengan mad’u yang terdiri dari golongan atas dan ia ingin
memberikan ceramahnya tentang korupsi maka pandai-pandai lah seorang da’i dalam memilih contoh kasus yang akan disampaikannya.
Bentuk dalam menentukan strategi dakwah kelima, memberikan sarana yang
dapat mengantarkan seorang pada tujuannya. Keenam, seorang da’i harus siap menjawab berbagai pertanyaan, setiap pertanyaan sebaiknya dijawab secara rinci
D. Masyarakat Kota
1. Pengertian Masyarakat Kota
Beberapa ahli sosiologi mengatakan masyarakat memiliki banyak arti,
tergantung dari mana melihat sudut pandangnya52. Ada yang memandang
masyarakat dari sudut kebudayaan dengan alasan bahwa unsur kebudayaan
merupakan unsur terpenting dari masyarakat, ada yang memandang masyarakat
sebagai kelompok-kelompok karena berkelompok adalah unsur yang menentukan
kehidupan masyarakat.
Menurut Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi,53
masyarakat berasal dari kata Latin Socius yang berarti kawan. Istilah masyarakat
sendiri berasal dari akar kata bahasa Arab Syaraka, yang berarti ikut serta.
Selanjutnya ia mengatakan bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup manusia
yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat
kontinyu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Masyarakat bisa disebut juga sebagai suatu perwujudan kehidupan bersama
manusia. Dalam masyarakat berlangsung proses kehidupan sosial, proses antar
hubungan dan antar aksi. Di dalam masyarakat sebagai suatu lembaga kehidupan
manusia berlangsung pula keseluruhan proses perkembangan kehidupan.
Kota merupakan suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen,
dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya. Kota bisa dibilang
52
Dr. Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam, (Ciputat: Lembaga Sosiologi Agama, 2008) hal. 126
53
sebagai tempat yang berpenduduk sepuluh ribu orang atau lebih. Dari beberapa
pendapat secara umum dapat dikatakan mempunyani ciri-ciri mendasar yang
sama. Pengertian kota dapat dikenakan pada daerah atau lingkungan komunitas
tertentu dengan tingkatan dalam struktur pemerintahan.
Berdasarkan penjelasan di atas penulis berpendapat bahwa masyarakat kota
adalah sekelompok orang yang mendiami suatu wilayah atau daerah yang cukup
besar, padat dan permanen serta sebagian besar individu mempunyai ciri-ciri
mendasar yang sama.
Masyarakat perkotaan sering disebut urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat kehidupannya serta ciri-ciri yang berbeda dengan
masyarakat perdesaan. Antara warga masyarakat pedesaaan dan masyarakat
perkotaan terdapat perbedaan dalam perhatian, khususnya terhadap keperluan
hidup. Di desa yang di utamakan adalah perhatian khusus terhadap keperluan
utama kehidupan, hubungan-hubungan untuk memperhatikan fungsi pakaian,
makanan, rumah, dan sebagainya. Lain dengan orang kota yang mempunyai
pandangan berbeda. Orang kota sudah memandang penggunaan kebutuhan hidup,
sehubungan dengan pandangan masyarakat sekitarnya..Selain itu ada beberapa ciri
lagi yang menonjol pada masyarakat kota yang dikemukakan oleh Soerjono
Soekanto, antara lain:54
Pertama, kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan
kehidupan agama di desa. Penulis memahami bahwa kurangnya kehidupan
54
keagamaan di masyarakat kota disebabkan karena pola pikir yang rasional dan
didasari pada perhitungan eksak yang berhubungan dengan realita masyarakat.
Memang di kota-kota, orang juga beragama, tapi pada umumnya hanya tampak
pada tempat-tempat ibadah saja. Di luar itu kehidupan masyarakat kota berada
dalam lingkungan ekonomi, perdagangan dan sebagainya sehingga terkesan hanya
ke arah keduniawian.
Kedua, Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus
bergantung pada orang lain, yang penting di sini adalah manusia perseorangan
atau individu. Berdasarkan pemahaman penulis, karena di kota kehidupan
keluarga sering sukar disatukan karena perbedaan kepentingan, politik, agama,
dan lain-lain. Meskipun kebebasan itu nyata diberikan kepada individu, namun
individu tersebut tidak dapat memberikan kebebasan yang sebenarnya kepada
yang bersangkutan. Hal ini terjadi karena kurang berani untuk seorang diri
menghadapi orang laing dengan latar belakang yang berbeda, pendidikan yang
berbeda serta kepentingan yang berbeda.
Selanjutnya, Pembagian kerja di antara warga kota juga lebih tegas dan punya
batas-batas nyata. Di kota tinggal orang-orang dengan aneka warna latar belakang
sosial dan pendidikan yang menyebabkan individu memperdalami suatu bidang
kehidupan khusus. Ini melahirkan suatu gejala bahwa warga kota tidak mungkin
hidup sendirian secara individualistis. Penulis menganggap dengan banyaknya
individu di kota yang terdiri dari berbagai macam latar belakang yang berbeda,
maka pasti akan dihadapi persoalan-persoalan hidup yang berada di luar