• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Dakwah Ustadz Muhammad Arifin Ilham Di Kalangan Masyarakat Perkotaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Dakwah Ustadz Muhammad Arifin Ilham Di Kalangan Masyarakat Perkotaan"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

UntukMemenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar SarjanaIlmuKomunikasi Islam(S.Kom.I)

Oleh:

MUHAMMAD YUSRA NURYAZMI NIM : 1110051000179

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Judul : Strategi Dakwah Ustadz Muhammad Arifin Ilham di Kalangan Masyarakat Perkotaan

Dalam kehidupan manusia yang sangat berkembang pada saat ini, dakwah

Islam memerlukan sebuah strategi dalam penyampaiannya. Seorang da’i berperan

sebagai subjek dakwah diharuskan memiliki strategi, pola pikir yang berkaitan dengan sistem. Mengingat masyarakat kota yang masing-masing pribadinya memiliki sifat individualistik dan akibat adanya sikap individualistik itu adalah masyarakat kota tidak membutuhkan orang lain. Maka sebuah strategi dakwah

diperlukan seorang da’i agar mampu menyampaikan pesan dakwah secara

langsung kepada mad’u dan mampu menerima isi pesan dakwah dengan baik dan

tepat sasaran.

Merujuk dari latar belakang tersebut maka timbul sebuah rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu: bagaimana strategi dakwah Ustadz Muhammad Arifin Ilham di kalangan masyarakat perkotaan? Dari sini, peneliti menggali berbagai upaya strategi dakwah yang dilakukan oleh Ustadz Muhammad Arifin Ilham di kalangan masyarakat perkotaan.

Meskipun Ustadz Muhammad Arifin Ilham sudah memiliki jam terbang yang tinggi dalam hal berdakwah, ia tetap memerlukan strategi agar aktivitas dakwah yang dijalaninya sesuai dengan tujuan. Strategi dakwah yang beliau pakai sesuai dengan metode dakwah yang berada di ayat suci al-Qur’an tepatnya pada surah an-Nahl ayat 125. Dalam pengertiannya terdapat tiga metode, yaitu: bil-Hikmah, mauidzah al-Hasanah, dan al-Mujadalah.

Teori yang digunakan dalam penulisan ini adalah teori Fred R. David dalam Manajemen Strategi Konsep yang menjelaskan bahwa dalam sebuah proses strategi ada tahapan-tahapan yang harus ditempuh untuk mencapai sebuah tujuan termasuk dijelaskannya harus melewati tahapan perumusan strategi, implementasi strategi dan evaluasi strategi.

Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif dengan tehnik analisis deskriptif. Kemudian sumber data diperoleh melalui observasi di lapangan, melalui wawancara dengan Ustadz Muhammad Arifin

Ilham selaku da’i yang menjadi subjek dakwah dalam penelitian ini. Dokumentasi dari aktivitas dakwah yang dilakukan oleh Ustadz Muhammad Arifin Ilham.

Strategi dakwah merupakan perpaduan dari perencanaan, metode dan taktik untuk mencapai tujuan dakwah. Dalam mencapai tujuan tersebut dibutuhkan pemikliran-pemikiran yang matang baik tehnik maupun taktik yang

harus dilakukan seorang da’i dalam mencapai tujuan dakwahnya.

keyword: Strategi, Dakwah, Ustadz Muhammad Arifin Ilham, da’i,

(6)

ii

Puji syujur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan

nikmat-Nya berupa hidayah, inayah, serta rahmat kepada semua makhluk-Nya.

Salah satu nikmat-Nya yaitu diberikan ide, kekuatan, dan kasih sayang-Nya,

sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini sesuai dengan penulis harapkan.

Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad

SAW, pembawa risalah agung, penebar rahmat bagi seluruh alam.

Pada akhirnya skripsi ini telah mampu penulis rampungkan dengan tidak

lepas dari segala pengorbanan waktu, tenaga, fikiran, serta materi. Perjuangan

keras penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tidak luput dari persan serta

beberapa pihak yang ikut berjuang didalamnya. Terima kasih yang teristimewa

penulis persembahkan pada semua pihak yang telah membantu kelancaran

penelitian skripsi ini, baik berupa dorongan moril maupun materil. Tanpa bantuan

dan dukungan tersebut, sulit rasanya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada

kesempatan kali ini, penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya

kepada:

1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Dr. H. Arief Subhan, M.A,

Suparto, M.Ed, Ph.D. selaku Wadek I bidang akademik, Drs. Jumroni,

M.Si, selaku Wadek II bidang administrasi umum, dan Dr. H. Sunandar,

(7)

iii

4. Rachmat Baihaky, MA selaku dosen pembimbing dalam penelitian ini

yang senantiasa bersabar serta meluangkan waktunya untuk membimbing

segala kesulitan yang dihadapi peneliti.

5. Dra. Hj. Jundah, MA. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah

memberikan arahan kepada penulis, Terima Kasih.

6. Seluruh dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah

mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada peneliti selama

menempuh pendidikandi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga

peneliti dapat mengamalkan ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan.

7. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang

telah membantu peneliti dalam urusan administrasi selama perkuliahan

dan penelitian skripsi ini.

8. Seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan

Ilmu Komunikasi yang telah melayani peminjaman buku-buku literatur

sebagai refrensi dalam penyusunan skripsi ini.

9. Ustadz Muhammad Arifin Ilham beserta keluarga besar yang telah

bersedia menjadi subjek penelitian dan telah meluangkan waktunya untuk

diwawancara oleh peneliti ditengah kesibukan jadwalnya yang padat.

10.Ibunda Hj. Norhaida dan Ayahanda H. Muhammad Sutari yang kasih dan

sayangnya tidak pernah berkurang kepada penulis dan ingin melihat

(8)

iv

11.Kedua adik kandungku tersayang, Fahmi Aziz dan Tuva Amalina Nur’aida yang telah membantu memotivasi dan mendoakan selama ini. Semoga

engkau tetap berada dalam Ridho Allah SWT.

12.Untuk Chairunisa Nur Riskiya yang terus menerus memotivasi dan

mendo’akan penulis selama ini, serta dengan sabar menanggapi keluh

kesah, suka dan duka peneliti selama penyelesaian skripsi ini. Semoga

Allah membalas kebaikan dan selalu dalam rahmat Allah SWT.

13.Rizza Maulana Bahrun, Mochammad Kahfi, dan Mohammad Fahmi

Almanshuri yang meluangkan waktunya untuk menemani peneliti ke

lokasi penelitian sejak dini hari, terima kasih banyak.

14.Teman seperjuangan peneliti di KPI F angkatan 2010, Sendy Darlis

Alditya, Rendy Aditya Warman, Aris Suyitno, Sonny Iskandar, Zia

Fitrahudin, Daniella Putri Islamy, Pambayun Menur Seta, Khairunisa, dan

semua teman-teman angkatan 2010 terima kasih semua.

15.Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian skripsi ini, yang tidak

dapat disebutkan satu per satu. Tanpa mengurangi rasa hormat, peneliti

ucapkan terimakasih yang begitu besar. Semoga apa yang telah dilakukan

adalah hal yang terbaik dan hanya Allah yang dapat membalas segala

(9)

v

Jakarta, 8 Januari 2015

(10)

vi

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian... 4

E. Metodologi Penelitian ... 5

F. Tinjauan Pustaka ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 12

A. Strategi 1. Pengertian Strategi ... 12

2. Tahapan-Tahapan Strategi ... 13

B. Dakwah 1. Pengertian Dakwah... 15

2. Unsur-Unsur Dakwah ... 17

3. Tujuan Dakwah ... 26

4. Komunikasi Efektif ... 28

C. Strategi Dakwah 1. Pengertian Strategi Dakwah ... 31

2. Prinsip-Prinsip Strategi Dakwah ... 33

(11)

vii

BAB III GAMBARAN UMUM ... 41

A. Sejarah Perkembangan Dakwah ... 41

B. Perkembangan Kajian Dakwah di Indonesia ... 43

C. Profile Ustadz Muhammad Arifin Ilham ... 44 BAB IV ANALISIS DAN HASIL TEMUAN ... 59

Strategi Dakwah yang digunakan Ustadz Muhammad Arifin Ilham di Kalangan Masyarakat Perkotaan ... 59

1. Perumusan Strategi Dakwah Ustadz Arifin Ilham . 60 2. Implementasi Strategi Dakwah Ustadz Arifin Ilham 62 3. Evaluasi Strategi Dakwah Ustadz Arifin Ilham ... 67

4. Tujuan Dakwah Ustadz Arifin Ilham ... 71

BAB V PENUTUP ... 73

A. Kesimpulan... 73

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77

(12)

1 A. Latar belakang masalah

Islam adalah agama dakwah yaitu agama yang mengajak dan memerintahkan

umatnya untuk selalu menyebar dan menyiarkan ajaran Islam kepada seluruh

umat manusia.1 Hal ini merupkan perintah langsung dari Allah SWT untuk

berdakwah dan menjadi suatu kewajiban setiap muslim untuk mendakwahkan

agama dengan cara tertentu. Bentuk dakwah sangat beragam sesuai kemampuan

masing-masing individu. Seperti yang tertuang dalam al-Qur’an surah an-Nahl ayat 125:

َّإ نسْحأ يه يتَلاّ ْم ْلداج ةنسحْلا ة عْ مْلا ةمْكحْلاّ كِّر ليبس ىلإ ْدا ْنع َلض ْنمّ ملْعأ ه كَّر

نيدتْ مْلاّ ملْعأ ه هليبس

Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-Mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Berbicara tentang dakwah adalah berbicara tentang komunikasi, karena

komunikasi merupakan kegiatan informatif, yakni agar orang lain mengerti dan

memahami kegiatan persuasif, menerima paham atau keyakinan, melakukan

paham atau keyakinan, dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari paham atau

1

(13)

keyakinan yang diperolehnya.2 Sehingga dapat dikatakan bahwa dakwah dan

komunikasi merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan.

Dalam kehidupan manusia yang sangat berkembang pada saat ini, dakwah

Islam memerlukan sebuah strategi dalam penyampaiannya. Seorang da’i berperan sebagai subjek dakwah diharuskan memiliki strategi, pola pikir yang berkaitan

dengan sistem. Dimana dakwah merupakan sebuah sistem, dan strategi

merupakan salah satu bagian yang sejajar dengan unsur-unsur dakwah seperti

tujuan dakwah, objek dakwah dan sumber dakwah.

Hal ini diperlukan agar seorang da’i mampu menyampaikan pesan dakwah

secara langsung kepada mad’u yang berperan sebagai objek dakwah dan mampu

menerima isi pesan dakwah dengan baik.Oleh karena itu strategi dakwah

mempunyai peranan penting untuk mempermudah da’i dalam menyampaikan

pesan dakwah kepada mad’u dengan tepat sasaran.

Ustadz Muhammad Arifin Ilham yang akrab dipanggil dengan nama Ustadz

Arifin Ilham adalah seorang da’i kondang. Beliau dapat membuat mad’u nya

menangis dalam dzikir yang diberikan pada setiap tausyiahnya. Da’i yang selalu tampil dengan busana putih-putih disetiap kesempatan ini mempunyai jama’ah dari berbagai kalangan, baik dari kalangan kelas bawah, menengah, bahkan

sampai kalangan atas.

Kalangan atas yang lebih dikenal dengan kalangan masyarakat kota,

masing-masing pribadinya memiliki sifat individualistik, ini cenderung menjadi ciri

2

(14)

khusus dan perbedaan yang mencolok dibandingkan dengan masyarakat desa.3

Hal ini menjadi motif bahwa masyarakat kota condong melepaskan diri dari

kepentingan orang banyak dan akibat adanya sikap indvidualistik itu adalah

masyarakat kota tidak membutuhkan orang lain, yang penting bagi mereka adalah

kemajuan diri sendiri.

Hal ini membuat peneliti ingin menggali lebih dalam mengenai strategi

dakwah seperti apa yang digunakan da’i untuk menghadapi mad’u di kalangan

masyarakat kota. Sehingga penelitian ini berjudul “Bagaimana Strategi Dakwah Ustadz Muhammad Arifin Ilham di Kalangan Masyarakat Perkotaan”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah

Berdasarkan uraian yang peneliti paparkan pada latar belakang. Peneliti

membatasi masalah penelitian ini pada strategi dakwah Ustadz Arifin Ilham di

kalangan masyarakat perkotaan dan tidak melakukan penelitian efek atau dampak

penelitian tersebut.

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan diangkat dalam penilitan ini adalah

Bagaimana Strategi Dakwah Ustadz Muhammad Arifin Ilham di kalangan

masyarakat perkotaan”.

3

(15)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan batasan dan rumusan masalah penelitian maka tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana strategi dakwah yang

diterapkan oleh Ustadz Arifin Ilham di kalangan masyarakat perkotaan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat akademis

Penelitian ini diharapkan berguna untuk wahana dalam mencurahkan ide dan

pemikiran bagi para akademisi yang membutuhkan rujukan, kemudian penelititan

ini juga diharapkan berguna untuk memperdalam tentang ilmu komunikasi

terhadap strategi dakwah bagi mahasiswa dan mahasiswi jurusan Komunikasi

Penyiaran Islam (KPI) UIN Syarif Hidayatullah Ciputat.

2. Manfaat praktis

Diharapkan memberi masukan terhadap pihak-pihak yang terkait, demi

terwujudnya dakwah yang efektif dengan menggunakan strategi yang tepat. Serta

(16)

E. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian dengan metode

kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif ini menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari pelaku yang diteliti.4

Menurut Ruslan:

Penelitian dengan pendekatan kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif partisipan. Pembahasan tersebut tidak ditentukan terlebih dahulu, tetapi diperoleh setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian, dan kemudian ditarik suatu kesimpulan berupa pemahaman umum tentang kenyataan-kenyataan tersebut.5

Berdasarkan pernyataan di atas, penulis memahami bahwa penelitan kualitatif

tujuannya untuk mendapatkan paham atau pengertian terhadap realita sosial yang

menjadi fokus penelitian. Paham atau pengertian yang didapat tidak semata-mata

berwujud ada, namun dianalisa terlebih dahulu terhadap realita sosial pada fokus

penelitian kemudian baru ditarik kesimpulan berupa realita sosial yang telah

diteliti.

Sedangkan desain penelitiannya menggunakan deskriptif kualitatif, bertujuan

untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau

berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat, yang menjadi objek

penelitian dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri,

4

Lexy J. Moeleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1993), cet ke-10, h. 3

5

(17)

karakter, sifat, model, tanda atau gambaran fenomena tertentu.6 Sehingga

penelitian ini bersifat mendalam karena kedalaman data yang menjadi

pertimbangannya serta menusuk sasaran penelitian.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di kediaman Ustadz Arifin Ilham, tepatnya di komplek

perumahan az-Zikra Bukit Sentul Selatan Bogor. Waktu penelitian mulai

dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 di Masjid Az-Zikra Sentul Selatan.

3. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah sang da’i yaitu Ustadz Muhammad Arifin Ilham.

Sedangkan yang menjadi objek dari penelitian ini adalah strategi dakwah yang

digunakan oleh Ustadz Muhammad Arifin Ilham.

4. Tahap Penelitian

a. Teknik pengumpulan data

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti

dalam mengumpulkan data agar penelitiannya lebih baik hasilnya dalam arti lebih

cermat, lengkap, dan sistematik sehingga mudah untuk diolah. Adapun yang

menjadi instrumen penelitian adalah:

6

(18)

1. Observasi

Observasi adalah cara penelitian untuk memperoleh data dalam bentuk

mengamati serta mengadakan pencatatan dari hasil observasi. Teknik

observasi yang penulis gunakan adalah sifatnya langsung mengamati

objek yang diteliti adalah strategi dakwah Ustadz Arifin Ilham.

2. Wawancara

Teknik yang digunakan adalah wawancara bebas terpimpin, yaitu

penulis mengajukan beberapa pertanyaan yang telah dipersiapkan,

kemudian langsung dijawab oleh informan dengan bebas terbuka untuk

memperoleh data yang dibutuhkan mengenai strategi dakwah Ustadz

Arifin Ilham di kalangan masyarakat kota.

3. Dokumentasi

Mengumpulkan dokumen berupa data tertulis yang mengandung

keterangan dan penjelasan serta pemikiran tentang fenomena yang

masih aktual.7 Dokumen yang dikumpulkan berupa data-data yang

sudah ada pada Ustadz Arifin Ilham dan diambil oleh peneliti untuk

melengkapi data yang sudah didapat sebelumnya yang diperoleh

melalui observasi dan wawancara. Dokumen yang dikumpulkan oleh

peneliti berupa biografi Ustadz Arifin Ilham, track records, dan data lainnya yang dapat mendukung penelitian.

7

(19)

b. Teknik Pengolahan Data

Setelah data dan informasi yang dibutuhkan terkumpul, selanjutnya data-data

tersebut akan di olah. Untuk mendapatkan hasil penulisan yang valid,

pemeriksaan data juga diperlukan agar keabsahan data dapat meningkatkan derajat

kepercayaan dalam penelitian kualitatif.

c. Teknik Analisis Data

Berdasarkan dengan cara menganalisis data, dikenal beberapa jenis atau tipe

riset. Penulis memahami jenis atau tipe riset ini menjadi empat jenis atau tipe

riset. Pertama adalah jenis eksploratif, pada jenis atau tipe ini untuk menggali data

tanpa membutuhkan pengujian konsep terlebih dahulu pada kenyataan sosial yang

diteliti dan jenis riset ini menjadi jenis riset yang paling sederhana. Kemudian

yang kedua ada jenis deskriptif, jenis riset ini memiliki tujuan untuk

mendeskripsikan fakta-fakta, sifat-sifat dan objek tertentu secara terpercaya, jelas

dan sistematis. Biasanya pada jenis riset ini para penelitipun telah memiliki

kerangka konseptual agar penelitian lebih terarah. Selain itu yang ketiga adalah

jenis eksplanatif, jenis riset ini menghubungkan antara dua variabel atau lebih dari

konsep yang akan diteliti. Peneliti pada jenis ini harus memiliki definisi teori,

kerangka konseptual dan kerangka teoritis. Pada penelitian ini juga peneliti harus

melakukan uji coba terhadap teori untuk mendapatkan dugaan jawaban sementara

dan yang terakhir yaitu jenis evaluatif, pada jenis riset ini mengkaji efektivitas dan

(20)

untuk melihat keberhasilan dari analisa yang diteliti dan juga dibutuhkan

teori-teori konseptual untuk pengukuran keberhasilan tersebut.8

Dari penjabaran di atas jika dikaitkan dengan masalah pokok penelitian, maka

penulis meenggunakan jenis atau tipe deskriptif, karena penulis ingin

menggambarkan atau mendeskripsikan sebuah fakta dan kenyataan sosial

mengenai strategi dakwah Ustadz Arifin Muhammad Arifin Ilham di kalangan

masyarakat kota.

F. Tinjauan Pustaka

Revina Septhiani, dalam skripsi ini menganalisa terhadap strategi dakwah

Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI) dalam

pembinaan akhlak muslimah di Masjid Istiqlal9.

Dera Desember, dalam skripsi ini menganalisa terhadap strategi apa yang

digunakan oleh Ustadz Umay Maryunani di pondok pesantren terpadu

Darul’Amal Sukabumi10

.

Andri maulana, dalam skripsi ini menganalisa strategi dakwah Ustadz Ahmad

Rifky Umar Said dalam menyiarkan Islam di kelurahan Pondak Petir kecamatan

Bojongan kota Depok.11

8

Rachmat Krisyantono . Tehnik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: kencana Pranada Group, 2007), cet. ke-2, hal. 116

9

Revina septhiani, Strategi Dakwah Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI) Dalam Pembinaan Akhlak Muslimah Di Masjid Istiqlal, skripsi, UIN syarif Hidayatullah.

10

Dera Desember, Strategi Dakwah Ustadz Umay Maryunani Di Pondok Pesantren

Terpadu Darul’alam Sukabumi, skripsi, UIN Syarif Hidayatullah.

11

(21)

G. Sistematika Penulisan

Agar penelitian lebih terarah dan sistematis, maka peneliti akan membagi

pokok-pokok pembahsan ke dalam lima bab, yaitu sebagai berikut:

BAB I: Bab ini merupakan bab pendahuluan. Dalam bab ini akan memaparkan mengenai latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, penjelasan mengenai metode penelitian, lokasi

penelitian, subjek dan objek penelitian, teknik pengumpulan data yang berupa

observasi, wawancara, dokumentasi, teknik analisis data. Kemudian tertera juga

tinjauan dan sistematika penulisan.

BAB II: Pada bab ini akan diuraikan landasan-landasan teori yang akan digunakan dalam penelitian ini, pertama konseptualisasi mengenai strategi;

(pengertian strategi dan tahapan-tahapan strategi). Selanjutnya konseptualisasi

mengenai dakwah; (pengertian dakwah, unsur-unsur dakwah, tujuan dakwah,

rukun dakwah). Ketiga konseptualisasi dari strategi dakwah. Terakhir

konseptualisasi mengenai masyarakat kota (pengertian masyarakat kota, ciri-ciri

masyarakat kota).

BAB III: Dalam bab ini penulis akan menjabarkan sejarah perkembangan dakwah, perkembangan kajian dakwah di Indonesia, dan profil Ustadz

Muhammad Arifin Ilham

BAB IV: Pada bab ini penulis menguraikan hasil observasi yang telah diperoleh, mulai dari data-data, kemudian hasil wawancara. Kemudian analisis

(22)

kemudian penulis mengaplikasikan teori yang ada dengan hasil yang didapatkan

selama penelitian.

BAB V: Bab terakhir dalam skripsi ini, disajikan kesimpulan-kesimpulan serta saran-saran yang relevan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

(23)

12 A. Strategi

1. Pengertian strategi

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia strategi adalah ilmu dan seni

menggunakan semua sumber daya bangsa untuk melaksanakan kebijakan tertentu

dalam perang.11Atau juga bisa diartikan sebagai rencana yang cerdas mengenai

kegiatan untuk mencapai sasaran tertentu. Rencana ini lebih ditekankan mengenai

hal-hal apa saja yang harus dipersiapkan dalam melaksanakan perang serta

bagaimana cara menghadapi ancaman-ancaman yang datang dari pihak musuh.

Menurut Ali Murtopo definisi strategi secara etimologi, strategi sebenarnya berasal dari bahasa Yunani, yaitu stratos dan agein. Stratos memiliki arti pasukan perang dan kata agein berarti mempimpin.12 Sehingga dapat dikatakan bahwa strategi berarti memimpin pasukan perang dan ilmu strategi adalah ilmu

bagaimana cara memimpin pasukan.

Secara terminologi, menurut Stainer dan Minner strategi adalah “penetapan misi perusahaan, penetapan sasaran organisasi dengan mengingat kekuatan

eksternal dan internal.”13 Dari pendapat tersebut penulis berpendapat untuk

11

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai pustaka, 2005) h. 1092

12

Ali Mutropo, Strategi Kebudayaan, (Jakarta: Center For Strategic And International Studies CSIS, 1978) cet ke-1, hal. 40

13

(24)

mendapatkan tujuan yang sesuai dengan harapan, diperlukan rencana yang

matang.

Sedangkan menurut Onong Uchjana Effendy mengemukakan bahwa “strategi pada hakikatnya adalah perencanaan dan manajemen untuk mencapai tujuan.”14 Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa rencana saja tidak bisa sampai ke tujuan

melainkan ada tahapan lainnya agar sesuai dengan harapan.

Dari beberapa pendapat di atas, penulis memahami bahwa strategi adalah

suatu rencana yang dilakukan baik individu maupun organisasi, dimana strategi

yang dilakukan tersusun secara sistematis dan memperhatikan semua aspek yang

ada dalam mencapai tujuan yang sesuai dengan harapan.

2. Tahapan-tahapan Strategi

Strategi tidak hanya sebatas merumuskan konsep hingga implementasi,

melainkan juga harus disertai evaluasi untuk mengukur sejauh mana strategi itu

tercapai. Hal ini serupa dengan teori strategi manajemen yang dimiliki oleh Fred

R. David, ia menjelaskan tiga tahapan strategi, yaitu:

a. Perumusan Strategi

Perumusan strategi merupakan tahapan pertama dalam strategi. Di tahap ini

para pencipta, perumus, pekonsep, dalam hal ini yaitu seorang da’i harus berfikir matang mengenai kesempatan dan ancaman dari pihak luar dan menetapkan

kekuatan dan kekurangan internal, serta menetukan sasaran yang tepat.

14

(25)

Menghasilkan strategi cadangan dan memilih strategi yang akan dilaksanakan.

Dalam perumusan strategi berusaha menemukan masalah-masalah yang akan

ditemui nantinya. Setelah itu dilakukan analisis tentang langkah-langkah yang

dapat diambil untuk keberhasilan menuju tujuan strategi tersebut.15 Dalam hal ini

penulis memahami sebagai tahap pertama untuk memformulasikan sebuah

perencanaan yang dimulai dengan melihat mad’u yang akan dihadapinya, serta

menetapkan kelebihan dan kekurangan materi dakwahnya. Kemudian dihasilkan

strategi-strategi untuk menghadapi mad’u.

b. Implementasi Strategi

Implementasi strategi, tahapan dimana setelah strategi dirumuskan yaitu

pelaksanaan strategi yang telah ditetapkan.16 Strategi yang dimaksudkan adalah

strategi yang telah direncanakan pada tahap pertama yaitu perumusan strategi, lalu

dilaksanakan sesuai dengan apa yang diinginkan. Pada tahap ini penulis

memahami merupakan tahap aksi yang membutuhkan tindakan yang mana dalam

pelaksanaannya perlu konsistensi yang tinggi dari masing-masing anggota yang

terlibat didalamnya. Komitmen serta kerjasama dari seluruh unit diperlukan untuk

mencapai tujuan yang telah dirumuskan.

c. Evaluasi Strategi

Tahapan terakhir ini merupakan tahapan yang diperlukan karena dalam tahap

ini keberhasilan yang telah dicapai dapat diukur kembali untuk penetapan tujuan

15

Fred R. David, Manajemen Strategi dan Konsep, (Jakarta: Prenhalindo, 2002)hal.3

16

(26)

berikutnya.17Evaluasi menjadi tolak ukur berhasil atau tidak, sesuai atau tidak

strategi yang telah diterapkan.Maksudnya dalam tahap evaluasi dari strategi yang

telah diaksikan ini adalah tahap yang sangat diperlukan, sebab di tahap ini bisa

terlihat bagaimana strategi yang dijalankan telah benar atau masih butuh

perbaikan.Misalnya, dari strategi yang direncanakan awal belum tentu pada saat

penerapannya situasi serta kondisinya berjalan beriringan. Pasti akan ada suatu

halangan yang menghambat meskipun tidak banyak.

B. Dakwah

1. Pengertian Dakwah

Dalam buku ensiklopedi Islam, kata dakwah adalah kata dasar atau masdar. Kata kerjanya adalah da’a yang mempunyai arti memanggil, menyeru atau

mengajak.18 Penulis berpendapat bahwa dakwah merupakan gerakan yang

mengajak orang untuk beriman kepada Allah SWT sesuai dengan garis kaidah,

syariat, dan akhlak Islamiyah.

Menurut Farid Ma’ruf Noor dalam dinamika dan akhlak dakwah, dakwah itu

menyeru atau mengajak kepada suatu perkara, yakni mengajak kepada jalan Allah

agar menerima dan menjadikan Dienul Islam sebagai dasar dan pedoman hidupnya.19 Sehingga dapat disimpulkan dakwah ialah mengajak serta

meyakinkan orang lain untuk menyembah kepada Allah SWT.

17

Fred R. David, Manajemen Strategi dan Konsep, (Jakarta: Prenhalindo, 2002) hal.3

18

Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Can Hoeve, 1999) hal. 280

19Farid Ma’ruf Noor,

(27)

Sedangkan menurut Ali Mahfud dalam bukunya Hidayatul Mursyidin

mengatakan dakwah adalah mendorong manusia untuk berbuat kebijakan dan

mengikuti petunjuk agama,20 yaitu menyeru mereka kepada kebaikan dan

mencegah mereka dari perbuatan kemungkaran agar memperoleh kebahagiaan

dunia dan akhirat.

Pendapat lain dikemukakan oleh Quraish Shihab yang mengatakan bahwa

dakwah sebagai seruan atau ajakan kepada keinsafan, atau mengubah situasi yang

tidak baik menjadi yang lebih baik.21 Dengan kata lain dakwah merupakan proses

yang menjadikan pribadi seseorang ke arah yang lebih baik lagi dari sebelumnya.

Berdasarkan beberapa pengertian dakwah di atas mengenai pengertian dakwah

penulis menyimpulkan, dakwah ialah usaha seseorang atau da’i dalam

menyampaikan pesan-pesan ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan al -Hadits, yang dilakukan dengan cara mengajak, menyeru, membimbing manusia

agar kembali kejalan Allah SWT, serta menjalankan segala perintah-Nya dan

menjauhi larangan-Nya.

20

Ali Mahfud, Hidayah Al-Mursyidin ila Thuruq al-Wa’ziwa al-Khitabah, (Beirut: Darul

Ma’arif, tt,) hal. 17 21

(28)

2. Unsur-unsur Dakwah

Terlepas dari perbincangan dan analisis dari definisi dakwah yang sudah ada

dalam fokus pembahasan ilmu dakwah. Maka ada lima faktor atau komponen

dalam dakwah,22 diantaranya;

Subjek dakwah (Da’i)adalah unsur pelaksana atau orang yang berdakwah,

yaitu da’i. Sebagai subyek dakwah ia harus terlebih dahulu introspeksi perilaku

dirinya agar apa-apa yang akan dilakukannya bisa diikuti dan diteladani oleh

orang lain.23 Sebagai dai yang tidak mau memperbaiki dan mendidik diri maka

akan mendapatkan celaan dari orang lain dan murka Allah SWT. Sebagaimana

yang dijelaskan dalam surat ash-Shaff ayat 2-3:

ّ لعفتا ام ّ ل قت مل نما نيدلاا يااي

ّ لعفتااما ل قت ّا هاادنعاتقمربك

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (itu) sangatlah dibendi di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yangtidak kamu kerjakan.”

Oleh karenanya dalam mengemban tugas amanah Allah SWT para pelaku da’i

yang bertugas menyampaikan pesan ilahi dan mengajarkan ajaran agama Islam,

maka seorang da’i harus memiliki bekal ilmu yang cukup, baik itu ilmu agama

maupun ilmu pengetahuan lainnya.

Anwar Masy’ari dalam bukunya Butir-Butir Problematika Dawah Islamiyah

menyatakan syarat-syarat seorang da’i harus memiliki keadaan khusus yang

22

Zaini Muhtaram, Dasar-Dasar Manajemen Dakwah, (Yogyakarta: Al-Amin Press Dan IFKA, 1966) Ha.l 14

23

(29)

merupakan syarat baginya agar dapat mencapai sasaran dan tujuan dakwah

dengan sebaik-baiknya. Syarat-syarat itu ialah:

Pertama, mempunyai pengetahuan agama secara mendalam, berkemampuan

untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan keterangan yang memuaskan.

Syarat kedua yaitu tampak pada diri da’i keinginan atau kegemaran untuk melaksanakan tugas-tugas dakwah dan penyuluhan semata-mata untuk

mendapatkan keridhaan Allah dan demi memperjuangkan di jalan yang

diridhai-Nya.

Syarat ketiga, harus mempelajari bahasa penduduk dari suatu negeri kepada

siapa dakwah itu akan dilancarkan. Sebabnya dakwah baru akan berhasil bilamana

da’i memahami dan menguasai prinsip-prinsip ajaran Islam dan punya

kemampuan untuk menyampaikan dengan bahasa lain yang diperlukan sesuai

dengan kemampuannya tersebut.

Harus mempelajari jiwa penduduk dan alam lingkungan mereka, agar kita

dapat menggunakan susunan dan gaya bahasa yang dipahami oleh mereka, dan

dengan cara-cara yang berkenan di hati para pendengar. Sudah jelas bahwa setiap

situasi dan kondisi ada kata-kata dan ucapan sesuai untuk diucapkan; sebagaimana

untuk setiap kata-kata dan ucapan ada pula situasi kondisinya yang pantas untuk

tempat menggunakannya.

Syarat keempat, harus memiliki perilaku, tindak tanduk dan perbuatan

(30)

Selain itu menurut Slamet Muhaimin Abda dalam bukunya Prinsip-Prinsip Metode Dakwah mengatakan kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki da’i antara lain adalah:24

Pertama, kemampuan berkomunikasi. Dakwah merupakan suatu kegiatan

yang melibatkan lebih dari satu orang, yang berarti di sana ada proses komunikasi,

proses bagaimana agar suatu pesan da’i sebagai komunikator dapat disampaikan pada komunikan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh da’i.

Kedua, kemampuan penguasaan diri. Seorang da’i ibarat seorang pemandu yang bertugas mengarahkan dan membimbing kliennya untuk mengenal dan

mengetahui serta memahami objek-objek yang belum diketahui dan perlu

diketahui. Oleh karena itu, sebagai pemandu seorang da’i harus mampu

menguasai diri jangan sampai mengesankan sifat-sifat sombong, angkuh dan kaku

yang dapat menciptakan kerenggangan komunikasi dengan mad’unya.

Ketiga, kemampuan pengetahuan psikologi. Da’i sebagai komunikator agar

proses komunikasinya efektif dan sesuai dengan apa yang diharapkan maka ia

harus memiliki kemampuan membaca psikologi mad’unya yang terdiri dari beraneka ragam. Karena dengan memiliki kemampuan tersebut seorang da’i dapat mengetahui bagaimana cara yang dipakai untuk menghadapi mad’u.

Kompetensi yang harus dimiliki da’i selanjutnya adalah kemampuan

pengetahuan kependidikan. Sebagai pendidik sudah semestinya da’i harus

mengerti dan memahami ilmu-ilmu yang berkaitan dengan pendidikan baik dalam

24

(31)

bidang tekniknya, metode ataupun strateginya. Karena dengan memiliki

pengetauan tersebut tujuan dakwah dari seorang da’i akan mudah dicapai.

Kelima, kemampan pengetahuan di bidang pengetahuan umum. Seorang da’i

harus menyampaikan informasi tentang sesuatu lebih awal ketimbang orang lain,

karena da’i yang hidup pada masyarakat sudah tentu harus dapat

mengimbangkannya dengan informasi-informasi yang up to date. Hal ini dilakukan agar keberadaannya di tengah masyarakat tidak disepelekan.

Selanjutnya, kemampuan di bidang al-Qur’an. Menguasai kitab suci al-Qur’an adalah keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar bagi seorang da’i. Penguasaan terhadap al-Qur’an ini baik dalam bidang membacanya, maupun penguasaan dalam memahami dan mengintrepretasikan ayat-ayat al-Qur’an.

Kompetensi yang ketujuh adalah kemampuan di bidang ilmu hadits. Da’i harus mempunyai kemapuan di bidang hadits agar ia tidak terkungkung dan

terperosok dengan hadits-hadits mardud. Ilmu hadits yang dimaksud dalah ilmu

musthalah hadits yang terbagi dalam dua kategori ilmu hadits, yaitu ilmu hadits dirayat yang membahas hadits dari segi diterima atau tidaknya suatu hadits dan ilmu hadits riwayat yang membahas hadits dari segi materi hadits itu sendiri.

Kompetensi yang terakhir adalah kemampuan di bidang ilmu agama secara

integral. Karena da’i adalah subjek dakwah, maka dalam hal ini da’i ibarat orang yang serba tahu di bidang keagamaan tetapi da’i bukan hanya sebagai orator namun da’i berperan juga sebagai pemuka yang mampu mempengaruhi

(32)

Disamping itu sebagai bekal tambahan, sang da’i harus berkomunikasi dengan

jama’ah (khalayak) yang dihadapi. Karena komunikasi ini merupakan jalan untuk

menyebarluaskan pesan dalam bentuk seruan, anjuran, petunjuk dan nasehat yang

bersumber dari ajaran agama islam yang disajikan dan dikemas secara kotekstual.

Dengan komunikasi itu pula da’i akan mengetahui apa materi yang sesuai bagi

jama’ah yang dihadapinya.

Unsur dakwah yang kedua yaitu, objek dakwah. Objek dakwah adalah setiap

orang atau sekelompok orang yang dituju atau menjadi sasaran suatu kegiatan

dakwah.25 Berdasarkan pengertian tersebut maka setiap manusia tanpa

membedakan jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, warna kulit, dan lain

sebagainya adalah sebagai objek dakwah.

Obyek atau mad’u adalah orang yang menjadi sasaran dakwah.Masyarakat

sebagai objek dakwah adalah salah satu unsur penting di dalam sistem dakwah

yang tidak kalah perannya.Oleh sebab itu, masalah masyarakat adalah masalah

yang harus di pelajari sebelum melangkah ke aktivitas dakwah selanjutnya.

Mad’u atau obyek dakwah terdiri dari berbagai macam golongan manusia. Oleh karenanya menggolongkan mad’u sama dengan menggolongkan manusia itu

sendiri ke dalam profesi, ekonomi dan seterusnya.

Menurut Faizah dalam buku Psikologi Dakwahmad’u dapat dilihat dari aspek

kelompok masyarakat yang terbagi menjadi:26 Pertama, sasaran kelompok

25

A. Karim Zaidan, Asas al-Dakwah, diterjemahkan. M. Asywadie Syukur dengan judul

Dasar-Dasar Ilmu (Jakarta: Media Dakwah, 1979) hal. 68

26

(33)

masyarakat dilihat dari segi sosiologis berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota

besar, dan kecil serta masyarakat yang ada dikota. Kedua, sasaran kelompok

masyarakat dilihat dari segi struktur kelembagaan berupa masyarakat, pemerintah

dan keluarga. Selanjutnya, sasaran kelompok masyarakat dilihat dari segi kultural

berupa golongan priyai, abangan dan santri. Klasifikasi ini terutama terdapat pada

masyarakat Jawa. Keempat, sasaran kelompok masyarakat dilihat dari segi tingkat

usia berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua. Berikutnya, sasaran

kelompok masyarakat dilihat dari segi tingkat hidup sosial ekonomi berupa

golongan kaya, menengah, dan miskin. Serta yang terakhir, sasaran kelompok

masyarakat dilihati dari segi okupasional (profesi dan pekerjaan) berupa golongan

petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri dan lain-lain.

Adapun unsur dakwah berikutnya yaitu, materi dakwah. Materi dakwah

adalah isi pesan yang disampaikan oleh da’i kepada mad’u, yakni ajaran agama Islam sebagaimana tersebut di dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Yang mana ajaran agama Islam adalah diklasifikasikan menjadi empat masalah pokok, yaitu:

masalah akidah (keimanan), masalah syari’ah, masalah akhlak dan masalah

mu’amalah.27

Adapun pengertian lain menurut Moh Ali Azis mengatakan bahwa materi

dakwah adalah masalah isi pesan atau materi yang disampaikan kepada mad’u,

27

(34)

dalam hal ini ajaran Islam itu sendiri.28 Menurut Abu Zahrah, ada lima hal yang

perlu diperhatikan pada materi dakwah29, yaitu;

Pertama, Aqidah Islamiyah yaitu mengesakan Allah.Kedua, percaya bahwa

al-Qur’an itu diturunkan oleh Allah dan dapat dilumpuhkan bangas Arab untuk

membuat yang serupa.Ketiga, memiliki hadits-hadits yang membangkitkan

semangat taqwa ke dalam lubuk hati dan menyentuh jiwa, serta perjalanan hidup

Nabi Muhamad SAW.Keempat, mengesakan perjalanan hidup Nabi Muhammad

SAW. Kelima, menjelaskan tujuan Islam bagi individu dan masyarakat dengan

prinsip menghormati manusia, keadilan dalam bermasyarakat dan bernegara,

persamaan dan kemerdekaan, gotong royong dalam kebaikan dan taqwa, serta

melarang gotong royong berbuat dosa seperti mewujudkan diskriminasi dan saling

kenal antar sesama manusia.

Selanjutnya, media dakwah. Media dalam arti sempit adalah alat dakwah. Alat

dakwah berarti media dakwah yang memiliki peranan atau kedudukan sebagai

penunjang tercapainya tujuan.30 Media dakwah yang dimaksud adalah sarana

untuk merealisasikan materi dakwah terhadap mad’u. Hamzah Ya’qub membagi

wasilah dakwah menjadi lima macam yaitu: Lisan, tulisan, lukisan, audiovisual,

akhlak.31 Media merupakan salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh

seorang da’i saat berdakwah. Karena pemilihan media memiliki peranan penting

28

Moh Ali Azis, Ilmu Dakwah, (Jakarta: kencana, 2004) hal 62

29

Acep , Aripudin dan Syuksiadi Sambas, Dakwah Damai; Pengantar Dakwah Antar Budaya, (Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya, 2007) hal. 159

30

Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hal. 164

31

(35)

dalam menentukan bagaimana aktifitas dakwah yang dilakukan seseorang da’i.

Media dakwah dapat memudahkan para juru dakwah untuk menyampaikan pesan

pada khalayak atau komunikannya dengan cepat dan pesan yang disampaikan

dapat tersebar dengan luas.32

Unsur dakwah yang kelima atau terakhir adalah metode dakwah. Dalam

bahasa Yunani metode berasal dari kata Methodos yang artinya jalan atau cara, sedangkan dalam bahasa Arab disebut Thariq. Metode adalah cara tertentu yang

dilakukan oleh seorang da’i kepada mad’unya.33

Dalam bahasa Inggris, metode

berasal dari kata Method, yang mempunyai arti pelajaran atau cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan dengan hasil yang efektif.34 Metode dakwah berarti jalan

atau cara untuk teknik berkomunikasi yang digunakan oleh seorang da’i dalam menyampaikan risalah Islam kepada masyarakat (mad’u) yang menjalani objek

dakwahnya. Seperti yang tertuang dalam al-qur’an surah an-Nahl ayat 125:

َّإ نسْحأ يه يتَلاّ ْم ْلداج ةنسحْلا ة عْ مْلا ةمْكحْلاّ كِّر ليبس ىلإ ْدا ْنع َلض ْنمّ ملْعأ ه كَّر

نيدتْ مْلاّ ملْعأ ه هليبس

Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-Mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

32

M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikasi, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1997), Cet. Ke-1 hal. Ke-12

33

M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), hal. 35

34

(36)

Ada beberapa kerangka mengenai metode yang terdapat pada al-Qur’an surah an-Nahl ayat 125, antara lain sebagai berikut:

1. Bil Hikmah

Menurut Ali Mustafa Ya’kub hikmah adalah sebagai ucapan-ucapan yang

tepat dan benar atau argumen-argumen yang kuat dan meyakinkan.35 Sehingga

dapat dikatakan hikmah merupakan perkataan yang benar. Pendapat lain di

kemukakan oleh M. Munir bahwa bil hikmah yaitu kemampuan dan ketetapan

da’i dalam memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u.36

Bil hikmah merupakan kemampuan da’i dalam menjelaskan doktrin-doktrin Islam serta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang

komunikatif. Jadi dakwah dengan hikmah adalah dakwah yang dilakukan dengan

cara menyatukan sebuah sistem antara kemampuan da’i secara praktis dengan

kemampuan teoritisnya.

2. Mauidzah al-Hasanah (dengan cara yang baik)

Memberikan nasihat kepada orang lain dengan cara yang baik, dengan bahasa

yang baik agar nasehat tersebut dapat diterima, berkenan dihati dan memberikan

kenyamanan pada orang lain.37 Penulis berpendapat bahwa metode ini jika

35Ali Mustafa Ya’kub,

Sejarah Dan Metode Dakwah Nabi, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), hal. 121

36

M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), hal. 10

37

(37)

disampaikan kepada orang banyak maka akan lebih baik, tujuannya agar menjadi

lebih besar kuantitas manusia yang kembali kepada jalan Allah SWT.

3. Al-Mujadalah

Menurut M. Mansyur Amin, “berdebat dengan cara yang lebih baik artinya

adalah berdakwah dengan jalan mengadakan tukar pikiran yang

sebaik-baiknya.”38

Metode debat merupakan cara praktis yang ideal untuk mencapai

cita-cita mulia yang diharapkan, yaitu untuk menegakkan kebenaran.39 Maka dengan

cara demikian, kita dapat mengetahui letak keluasan ilmu Islam untuk diterangkan

kepada orang lain. Yang semula pendapat kita benar dan yang lain salah, dalam

metode ini kita dapat mengetahui kebenaran yang baik atau sesungguhnya dan

membetulkan aqidah yang bathil.

3. Tujuan Dakwah

Tujuan dakwah merupakan bagian dari seluruh aktifitas dakwah, tujuan

dakwah juga mempunyai peran penting seperti halnya unsur-unsur dakwah.

Tujuan jangka pendek adalah untuk memberikan pemahaman agama Islam kepada

masyarakat.

Menurut pendapat Rosyad Shaleh, tujuan dakwah dapat dirumuskan dalam

dua kerangka, yaitu tujuan untuk mencapai suatu nilai atau hasil terakhir yang

merupakan tujuan utama (major objective) dan tujuan untuk mencapai nilai atau

38

M. Mansyur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, (Yogyakarta: Al-Amin press, 1997), hal. 30

39

(38)

hasil dalam bidang-bidang khusus yang merupakan tujuan atau sasaran

departemential.

Tujuan utama dan tujuan departemential adalah dilihat dari segi hierarchinya.

Sedangkan bila dilihat dari segi proses pencapaiannya, tujuan utama adalah

merupakan ultimate goal atau tujuan akhir. Sedangkan tujuan departemential

merupakan intermediate goal atau tujuan perantara.

Pendapat lain dikemukakan oleh Abdul Kadir Munsyi, dalam Metode Diskusi Dalam Dakwah,40bahwa tujuan dakwah dapat dikelompokkan dalam tiga macam, yaitu: mengajak manusia seluruhnya agar menyembah Allah dan tidak

mensekutukan-Nya, mengajak kaum muslimin agar mereka ikhlas beragama

karena Allah, dan mengajak manusia untuk menerapkan hukum Allah yang

mewujudkan kesejahteraan dan keselamatan bagi umat manusia seluruhnya.

Berdasarkan pendapat di atas penulis menarik kesimpulan bahwa tujuan

dakwah ialah untuk memberikan pengetahuan Agama Islam kepada masyarakat

serta mengajak umat manusia seluruhnya untuk menyembah Allah dan tidak

mempersetkutukannya dan yang paling terpenting agar seluruh manusia taat

kepada perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya secara ikhlas karena Allah

SWT.

40

(39)

4. Komunikasi Efektif

Ketika berbicara mengenai proses komunikasi maka ada sebuah harapan untuk

mendapatkan tujuan yang sama atas apa yang diberikan oleh komunikator kepada

komunikan. Pada dasarnya komunikasi dipelajari karena kita sebagai pelaku

komunikasi ingin mengetahui seberapa besar pengaruh suatu komunikasi kepada

seseorang yang kita ajak berkomunikasi. Untuk menghasilkan komunikasi yang

efektif dimulai dari pelaku komunikasi yaitu komunikan dan komunikator.

Komunikasi yang efektif dapat diartikan sebagai penerimaan pesan oleh

komunikan sesuai dengan pesan yang dikirim oleh komunikator, kemudian

komunikan memberikan umpan balik yang positif sesuai dengan harapan. Untuk

membangun komunikasi yang efektif ada beberapa aspek yang terlibat serta

hal-hal yang harus diperhatikan ketika komunikasi efektif ingin terjalin. Seperti yang

tertulis dalam buku milik Kadar Nurjaman dan Khaerul Umam dengan judul

Komunikasi dan Public Relation’ ada lima aspek yang harus dipahami dalam

membangun komunikasi yang efektif, diantaranya clarity (kejelasan), informasi serta bahasa yang digunakan harus jelas agar dapat dipahami pihak lain. 41 dalam

hal ini misalnya seperti penggunaan bahasa sehari-hari, kita sering mendengar

ucapan seperti, “yah, ininya belum bisa dipakai, nanti sore baru bisa diituin tuh.”

Apa maksud ininya atau diituin? Akan lebih mudah dipahami apabila ininya

diganti dengan oncom dan ituin-nya dapat diganti dengan dengan masak, jadi

kalimat itu menjadi, “yah, oncom nya belum bisa dipakai, nanti sore baru bisa

41

(40)

dimasak tuh”. Kemudian accuracy (ketepatan), informasi serta bahasa yang

disampaikan ketika berkomunikasi harus akurat dan tepat.42 Ketepatan dalam

penggunaan bahasa untuk menyampaikan informasi secara benar. Benar di sini

penulis memahami artinya sesuai dengan yang ingin disampaikan, jadi apa yang

mau kita sampaikan benar-benar kita ketahui meskipun informasi itu belum

terbukti faktanya. Inilah yang penulis pahami mengenai keakuratan di sini.

Selanjutmya contex (konteks), kesesuaian antarabahasa dan informasi yang disampaikan dengan keadaan, tempat, lingkungan di mana komunikasi itu

terjadi.43 Bisa saja, kita menggunakan bahasa yang tepat saat berkomunikasi

namun konteksnya tidak tepat, maka hasil yang diperoleh juga tidak sesuai.

Misalnya, sepulang sekolah seorang anak berkata pada ibu nya untuk meminta

makan, “ratuku, tolonglah pangeran tampanmu ini ambilkan sepiring nasi nan legit, pangeran lapar sekali.” Dari bahasa memang tidak ada yang tidak tepat,

namun konteksnya tidak tepat, sehingga mungkin sang ibu tidak langsung

mengambilkan makanan tapi bertanya ada apa dengan buah hatinya itu. Selain itu

ada juga flow (alur), keruntutan atau urutan alur bahasa dan informasi sangat berarti dalam menjalani komunikasi yang efektif.44 Misalnya ketika kita ingin

menyatakan cinta kepada seseorang, maka tidak mungkin kita langsung bilang

cinta terhadapnya, ini akan menjadikannya takut dan terkejut, melainkan harus

disertai alur di awal seperti latar belakangnya, ada tahap-tahapnya, dan yang

42

Kadar Nurjaman, S.E., M.M. dan Khaerul Umam, S.IP, Mag,.,M.Si., Komunikasi dan Public Relation, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal. 45

43

Kadar Nurjaman, S.E., M.M. dan Khaerul Umam, S.IP, Mag,.,M.Si., Komunikasi dan Public Relation, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal. 45-46

44

(41)

terakhir culture (budaya), aspek ini tidak hanya menyangkut bahasa dan informasi, tetapi juga tata krama atau etika.45 Budaya menjadi aspek yang

dianggap penting ketika berkomunikasi karena ragam budaya membuat kebiasaan

seseorangpun berbeda-beda. Misalnya, dalam adat Betawi makan dengan

mengadahkan piring serta kaki dinaikkan sebelah itu merupakan sesuatu yang

biasa, namun ketika kita berada di Solo, hal ini menjadi sesuatu yang dirasa

kurang pantas bahkan dinilai tidak sopan.

Dalam melakukan komunikasi tidak selalu berjalan dengan secara baik, itu

terjadi karena adanya hambatan-hambatan dalam menjalankan komunikasi yang

efektif. Bahkan beberapa ahli komunikasi menyatakan bahwa tidak mungkin

seseorang dapat melakukan komunikasi secara sebenar-benarnya efektif. Berikut

akan penulis jelaskan beberapa hal yang menjadi hambatan dan harus lebih

diperhatikan lagi oleh komunikan dan komunikator untuk menghasilkan

komunikasi yang efektif.

Gangguan menjadi hambatan yang pertama dalam melakukan komunikasi,

gangguan pun tidak hanya di definisikan sendiri namun terbagi lagi menjadi dua.

Di sini ada yang dinamakan sebagai gangguan yang berwujud fisik ini yang

mdisebabkan oleh saluran komunikasi atau kebisingan (gangguan mekanik),

kemudian ada juga gangguan semantik yaitu gangguan yang terjadi akibat kesalah

pahaman arti atau makna yang disampaikan pelaku komunikasi. Contohnya oada

gangguan mekanik ini seperti suara-suara ramai saat sedang di luar rumah atau

45

(42)

jalan raya, atau bisa juga saluran komunikasi yang mengalami kerusakan.

Selanjutnyacontoh dari gangguan semantik seperti penggunaan bahasa yang sulit

dipahami, dan kesalah pahaman mengenai arti makna yang disampaikan oleh

komunikator.

C. Strategi Dakwah

1. Pengertian Strategi dakwah

Strategi dakwah sangat erat kaitannya dengan manajemen, karena orientasi

kedua term atau istilah tersebut sama-sama mengarah pada sebuah keberhasilan

planning yang sudah ditetapkan oleh individu maupun organisasi. Asmuni Syukir dalam bukunya Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam mengatakan bahwa “strategi dakwah sebagi metode, siasat, taktik yang dipergunakan dalam aktivitas kegitan

dakwah.”46 Jadi dapat dikatakan bahwa strategi dakwah merupakan bagaimana cara agar dakwahnya berhasil.

Sedangkan menurut Abu Zahra yang dikutip oleh Acep Aripudin mengatakan

bahwa strategi dakwah Islam adalah perencanaan, penyerahan kegiatan dan

operasi dakwah Islam yang dibuat secara rasional untuk mencapai tujuan-tujuan

Islam yang meliputi seluruh dimensi kemanusiaan.47 Dengan kata lain segala

sesuatu yang diperlukan untuk berkdakwah dipikirkan secara matang agar sesuai

dengan tujuan dakwah.

46

Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hal. 32

47

Acep Aripudin & Syukriadi Sambas, Dakwah Damai: Pengantar Dakwah Antar Budaya,

(43)

Berdasarkan pengertian beberapa ahli diatas penulis berpendapat bahwa

strategi dakwah merupakan perpaduan dari perencanaan (planning), metode dan taktik untuk mencapai tujuan dakwah. Dalam mencapai tujuan tersebut

dibutuhkan pemikiran-pemikiran yang matang baik teknik maupun taktik yang

harus dilakukan seorang da’i dalam mencapai tujuan dakwahnya.

Dengan melihat pengertian diatas maka diperlukan suatu pengetahuan yang

tepat dan akurat terhadap realitas yang telah terjadi dan berlangsung dalam

kehidupan masyarakat. Mengingat realitas dalam masyarakat yang berbeda-beda

baik dari segi pendidikan, latar belakang pekerjaan, maupun tempat dari mana

berasal. Maka strategi dakwah harus dicermati secara terus-menerus, sehingga

suatu strategi dipakai tidak bersifat kaku. Disamping itu strategi merupakan suatu

perencanaan yang menyeluruh yang senantiasa mempertimbangkan situasi dan

kondisi masyarakatnya, yang disusun dan difungsikan guna pencapaian tujuan.

Dalam bidang dakwah maka hal tersebut dikenal dengan analisis strategi

dakwah dimana penjabarannya tidak akan lepas dari analisa subjek dakwah,

analisa materi dakwah dan analisa objek dakwah, sehingga dalam pelaksananya

akan sangat mempengaruhi metode dakwah atau model penyampaian dakwah

yang digunakan.48 Metode penyampaian dakwah dapat berupa: Dakwah bil lisan,

dakwah bil qalb, atau bil hikmah, dakwah bil kalam, dakwah bil mauidoh hasanah, dakwah bil uswatun hasanah dan juga bisa dakwah melalui metode

48

(44)

berdebat.49 Maka sangat diperlukan dalam pelaksanaan strategi akan adanya

metode dakwah yang diterapkan.

2. Prinsip-Prinsip Strategi Dakwah

Berdasarkan pada makna dan urgensi dakwah, serta kenyataanya dakwah di

lapangan dan aspek-aspek normatif tentang dakwah yangterdapat dalam al-Qur’an dan sunnah, maka ditemukan prisip strategi dakwah yang dikemukakan oleh Dr.

Muhammad Idris dalam bukunya Ilmu dakwah, yaitu antara lain sebagai berikut:50

a. Memperjelas secara gamblang sasaran-sasaran ideal

Sebagai langkah awal dalam berdakwah, terlebih dahulu harus

diperjelas sasaran apa yang ingin dicapai, kondisi umat Islam bagaimana

yang diharapkan. Baik dalam wujudnya sebagai individu mapun wujudnya

sebagai suatu komunitas masyarakat.

b. Merumuskan masalah pokok umat Islam

Dakwah bertujuan untuk menyelamatkan umat dari kehancuran

dan untuk mewujudkan cita-cita ideal masyarakat. Rumuskanlah terlebih

dahulu masalah pokok yang dihadapi umat, kesenjangan antara sasaran

ideal dan kenyataan yang konkrit dari pribadi-pribadi muslim, serta

kondisi masyarakat dewasa ini. Jenjang masalah ini pun tidak sama antara

kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat lainnya.

Setiap kurun waktu tertentu harus ada kajian ulang terhadap masalah itu

seiring dengan pesatnya perubahan masyarakat tersebut.

49

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: AMZAH, 2009), hal. 11

50

(45)

c. Merumuskan isi dakwah

Jika kita sudah berhasil merumuskan sasaran dakwah beserta

masalah yang dihadapi masyarakat Islam, pada langkah selanjutnya adalah

menentukan isi dakwah itu sendiri. Isi dakwah harus sinkron dengan

masyarakat Islam sehingga tercapai sasaran yang telah ditetapkan. Ketidak

sinkronan dalam menentukan isi dakwah ini bisa menimbulkan dampak

negatif yang disebut dengan istilah “split personality” atau “double morality” pribadi muslim. Misalnya seorang muslim yang beribadah,

tetapi pada waktu yang sama ia dapat menjadi pemeras, peninda, koruptor

dan perbuatan tercela lainnya. Jadi, untuk bisa menyusun isi dakwah

secara tepat, dibutuhkan penguasaan ilmu yang komprehensif atau dengan

menghimpun pemikiran-pemikiran beberapa pakar dari berbagai disiplin

ilmu.

3. Bentuk-bentuk Pendekatan Strategi Dakwah

Jika seorang da’i mampu menjalankan strategi dakwah secara bijak, insya

Allah ia akan mudah mencapai keinginannya, yakni keberhasilan dakwahnya.

Nabi Muhammad SAW. sebagai imam para da’i, telah menerapkan strategi

dakwah secara bijak, sehingga melalui beliau Allah SWT memberi manfaat

kepada hamba-Nya dan menyelamatkan mereka dari syirik menuju tauhid. Siasat

beliau tersebut bermanfaat besar dalam menyukseskan dakwahnya, membangun

(46)

Sepanjang sejarah politik umat manusia tidak pernah ada seorang pun

pembaharu yang mempunyai pengaruh besar seperti Nabi Muhammad SAW.

Terkumpul padanya jiwa seorang pemimpin, pendidik yang bijak, kecerdasan

akal, orisinalitas pendapat, semangat yang kuat serta kejujuran. Semua itu telah

terbukti pada diri beliau.

Adapun bentuk-bentuk dalam menentukan strategi dakwah menurut Sa’id bin Ali bin Wahif al-Qathani antara lain sebagai berikut:51

Pertama, memilih waktu kosong dan kegiatan terhadap kebutuhan penerima

dakwah (audience). Usahakan mereka tidak jenuh dan waktu mereka banyak terisi dengan petunjuk, pengajaran yang bermanfaat dan nasehat yang baik. Nabi SAW

tidak selalu monoton dalam memberikan nasihat, sehingga orang yang dinasihati

tidak merasa bosan. Strategi dakwah yang dicontohkan Nabi SAW tersebut diikuti

oleh para sahabat. Sabda Nabi SAW yang artinya: “Permudahlah dan jangan

kamu persulit, berilah kabar gembira dan jangan berkata yang membuat mereka lari jauh.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kedua, jangan memerintahkan sesuatu yang jika tidak dilakukan. Terkadang

seorang da’i menjumpai suatu kaum yang sudah mempunyai tradisi mapan.

Tradisi tersebut tidak menentang syariat, tetapi jika dilakukan perombakan akan

mendatangkan kebaikan. Jika seorang da’i menyadari bahwa apabila dilakukan

perombakan akan terjadi fitnah, maka hal itu tidak perlu dilakukan. NabiSAW

51Sa’id bin Ali bin Wahif al

(47)

tidak membiarkan Ka’bah direnofasi dari pondasi buatan Nabi Ibrahim karena

menghindari fitnah kaum yang baru menetas dari kehidupan jahiliyah.

Ketiga, menjinakkan hati. Dilakukan dengan memberi maaf ketika dihina,

berbuatbaik ketika disakiti, bersikap lembut ketika dikasari dan bersabar ketika

dizhalimi. Cemoohan dibalas dengan kesabaran, tergesa-gesa dibalas dengan

kehati-hatian. Itulah cara penting yang dapat menarik penerima dakwah

(audience) ke dalam Islam dan membuat iman mereka mantap. Dengan cara-cara tersebut Nabi SAW mampu menyatukan hati para sahabat disekitarnya. Mereka

bukan saja sangat mencintai beliau tetapi juga ikut menjaga dan membela beliau

dalam dakwahnya.

Lalu berikutnya, pada saat memberi nasihat, jangan menunjuk langsung

kepada orangnya, tetapi berbicara pada sasaran umum. Misalnya apabila seorang

da’i dihadapkan dengan mad’u yang terdiri dari golongan atas dan ia ingin

memberikan ceramahnya tentang korupsi maka pandai-pandai lah seorang da’i dalam memilih contoh kasus yang akan disampaikannya.

Bentuk dalam menentukan strategi dakwah kelima, memberikan sarana yang

dapat mengantarkan seorang pada tujuannya. Keenam, seorang da’i harus siap menjawab berbagai pertanyaan, setiap pertanyaan sebaiknya dijawab secara rinci

(48)

D. Masyarakat Kota

1. Pengertian Masyarakat Kota

Beberapa ahli sosiologi mengatakan masyarakat memiliki banyak arti,

tergantung dari mana melihat sudut pandangnya52. Ada yang memandang

masyarakat dari sudut kebudayaan dengan alasan bahwa unsur kebudayaan

merupakan unsur terpenting dari masyarakat, ada yang memandang masyarakat

sebagai kelompok-kelompok karena berkelompok adalah unsur yang menentukan

kehidupan masyarakat.

Menurut Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi,53

masyarakat berasal dari kata Latin Socius yang berarti kawan. Istilah masyarakat

sendiri berasal dari akar kata bahasa Arab Syaraka, yang berarti ikut serta.

Selanjutnya ia mengatakan bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup manusia

yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat

kontinyu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.

Masyarakat bisa disebut juga sebagai suatu perwujudan kehidupan bersama

manusia. Dalam masyarakat berlangsung proses kehidupan sosial, proses antar

hubungan dan antar aksi. Di dalam masyarakat sebagai suatu lembaga kehidupan

manusia berlangsung pula keseluruhan proses perkembangan kehidupan.

Kota merupakan suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen,

dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya. Kota bisa dibilang

52

Dr. Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam, (Ciputat: Lembaga Sosiologi Agama, 2008) hal. 126

53

(49)

sebagai tempat yang berpenduduk sepuluh ribu orang atau lebih. Dari beberapa

pendapat secara umum dapat dikatakan mempunyani ciri-ciri mendasar yang

sama. Pengertian kota dapat dikenakan pada daerah atau lingkungan komunitas

tertentu dengan tingkatan dalam struktur pemerintahan.

Berdasarkan penjelasan di atas penulis berpendapat bahwa masyarakat kota

adalah sekelompok orang yang mendiami suatu wilayah atau daerah yang cukup

besar, padat dan permanen serta sebagian besar individu mempunyai ciri-ciri

mendasar yang sama.

Masyarakat perkotaan sering disebut urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat kehidupannya serta ciri-ciri yang berbeda dengan

masyarakat perdesaan. Antara warga masyarakat pedesaaan dan masyarakat

perkotaan terdapat perbedaan dalam perhatian, khususnya terhadap keperluan

hidup. Di desa yang di utamakan adalah perhatian khusus terhadap keperluan

utama kehidupan, hubungan-hubungan untuk memperhatikan fungsi pakaian,

makanan, rumah, dan sebagainya. Lain dengan orang kota yang mempunyai

pandangan berbeda. Orang kota sudah memandang penggunaan kebutuhan hidup,

sehubungan dengan pandangan masyarakat sekitarnya..Selain itu ada beberapa ciri

lagi yang menonjol pada masyarakat kota yang dikemukakan oleh Soerjono

Soekanto, antara lain:54

Pertama, kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan

kehidupan agama di desa. Penulis memahami bahwa kurangnya kehidupan

54

(50)

keagamaan di masyarakat kota disebabkan karena pola pikir yang rasional dan

didasari pada perhitungan eksak yang berhubungan dengan realita masyarakat.

Memang di kota-kota, orang juga beragama, tapi pada umumnya hanya tampak

pada tempat-tempat ibadah saja. Di luar itu kehidupan masyarakat kota berada

dalam lingkungan ekonomi, perdagangan dan sebagainya sehingga terkesan hanya

ke arah keduniawian.

Kedua, Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus

bergantung pada orang lain, yang penting di sini adalah manusia perseorangan

atau individu. Berdasarkan pemahaman penulis, karena di kota kehidupan

keluarga sering sukar disatukan karena perbedaan kepentingan, politik, agama,

dan lain-lain. Meskipun kebebasan itu nyata diberikan kepada individu, namun

individu tersebut tidak dapat memberikan kebebasan yang sebenarnya kepada

yang bersangkutan. Hal ini terjadi karena kurang berani untuk seorang diri

menghadapi orang laing dengan latar belakang yang berbeda, pendidikan yang

berbeda serta kepentingan yang berbeda.

Selanjutnya, Pembagian kerja di antara warga kota juga lebih tegas dan punya

batas-batas nyata. Di kota tinggal orang-orang dengan aneka warna latar belakang

sosial dan pendidikan yang menyebabkan individu memperdalami suatu bidang

kehidupan khusus. Ini melahirkan suatu gejala bahwa warga kota tidak mungkin

hidup sendirian secara individualistis. Penulis menganggap dengan banyaknya

individu di kota yang terdiri dari berbagai macam latar belakang yang berbeda,

maka pasti akan dihadapi persoalan-persoalan hidup yang berada di luar

Gambar

GAMBARAN UMUM .......................................................
GAMBARAN UMUM

Referensi

Dokumen terkait

Maka dari itu penulis ingin lebih jauh meneliti tentang strategi dakwah Ustadz Lancip dalam memperjuangkan dakwahnya dari penolakan masyarakat, yakni dengan

Sultan Muhammad Al-Fatih melakukan banyak cara dalam menerapkan berbagai macam strategi dakwah dalam upaya penaklukan kota Konstantinopel, banyaknya upaya yang

Bab III berisi tentang eksistensi metode dakwah di kalangan remaja perkotaan yaitu forum komunikasi remaja “ROMANSA” bab ini terbagi dalam empat sub bab, yaitu sub bab

KH. Raden Muhammad Kholil As’ad Syamsul Arifin adalah seorang tokoh pendakwah dengan menggunakan beberapa metode dakwah. Penelitian ini untuk menjawab rumusan

janganlah tergila-gila karena uang. Dan janganlah sia-siakan waktu untuk keluarga dan orang lain karena mencari uang. sebuah sapaan yang khas dari seorang ustadz

Sebagian besar sampel dari warga kawasan perkotaan pada kabupaten Sidoarjo dan Jombang melakukan upaya upaya untuk menghindari wabah penyakit virus covid-19 yaitu dengan menggunakan