PENELITIAN INDIVIDUAL DOSEN TAHUN 2015 STUDI ANALISIS WACANA KRITIS
TERHADAP RETORIKA DAKWAH ISLAM RAHMATAN LIL’ALAMIN K.H. ABDULLAH GYMNASTIAR, K.H. M. ARIFIN ILHAM,
DAN K.H. YUSUF MANSUR
(Pendekatan Mikro dan Makrostruktural)
Oleh:
Drs. Bahroni, M.Pd. NIP. 196408181994031004
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LP2M)
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Drs. Bahroni, M.Pd.
NIP : 196408181994031004
Pangkat/Golongan : Pembina (IVa) / Lektor Kepala
menyatakan bahwa naskah penelitian dengan judul STUDI ANALISIS WACANA KRITIS TERHADAP RETORIKA DAKWAH ISLAM RAHMATAN LIL’ALAMIN K.H. ABDULLAH GYMNASTIAR, K.H. M. ARIFIN ILHAM, DAN K.H. YUSUF MANSUR (Pendekatan Mikro dan Makrostruktural), secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri, kecuali bagian-bagian yang dirujuk sumbernya dan telah saya susun sesuai dengan kaidah dan etika penelitian.
Salatiga, 5 Desember 2015
Yang Menyatakan
ABSTRAK
Bahroni. 2015. Studi Analisis Wacana Kritis Terhadap Retorika Dakwah Islam Rahmatan Lil’alamin K.H. Abdullah Gymnastiar, K.H. M. Arifin Ilham, dan K.H. Yusuf Mansur (Pendekatan Mikro dan Makrostruktural). Penelitian Individual. Konsultan: Dr.H.Sa’adi, M.Ag.
Kata kunci: analisis wacana kritis, retorika dakwah.
Aktivitas mendakwahkan agama Islam—selanjutnya disebut dakwah —semakin berkembang di hampir semua lapisan masyarakat. Hal itu disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan ruhani masyarakat yang senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan kebutuhan jasmani atau duniawi mereka. Faktor lain yang mendukung perkembangan dakwah adalah fakta bahwa Indonesia merupakan satu negara besar dengan komunitas muslim terbanyak di dunia. Dakwah merupakan hal yang sangat strategis. Oleh karena itu, aktivitas tersebut tidak luput dari liputan media massa, baik cetak maupun eletronik, baik offline maupun online. Di antara da’i asli Indonesia yang sangat dikenal oleh masyarakat luas adalah K.H. Muhammad Arifin Ilham (Arifin), K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym), dan K.H. Yusuf Mansur (YM).
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) bagaimanakah wujud kohesi gramatikal retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM?; (2) bagaimanakah wujud kohesi leksikal retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM?; serta (3) bagaimanakah tanggapan pendengar/pemirsa retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM? Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mendeskripsikan dan menjelaskan wujud kohesi gramatikal retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM; (2) mendeskripsikan dan menjelaskan wujud kohesi leksikal retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM; serta (3) mendeskripsikan dan menjelaskan tanggapan pendengar/pemirsa retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM.
dan substansi pesan-pesan dakwah dari tiga da’i tersebut. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik rekam, simak, dan catat. Di samping itu, juga akan digunakan teknik pustaka, yakni teknik pengambilan data dari berbagai sumber tertulis beserta konteks lingual yang mendukung analisis data. Berbagai tulisan dipilih yang mencerminkan pemakaian potensi bahasa yang khas.
Langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) pengurutan data sesuai dengan masalah yang akan dijawab; (2) pembentukan satuan-satuan data dalam stiap urutannya sesuai dengan kemungkinan hubungan cici kategorinya; (3) interpretasi nilai data sesuai dengan masalah yan akan dijawab; (4) evaluasi tingkat kelayaan dan kelengkapan data dikaitkan dengan rentang masalahnya. Evaluasi ini juga menyangkut penafsiran validitas data bila dihubungkan dengan isi penjelasan yang diberikan. Berdasarkan hasil evaluasi ini dapat ditentukan perlu tidaknya mencari data baru. Berdasarkan hasil analisis, selanjutnya dilakukan pendeskripsian, yakni penjelasan secara sistematis tentang fakta tertentu yang dihasilkan berdasarkan konsep dan cara kerja yang telah ditetapkan.
Kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, wujud kohesi gramatikal retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM mencakup referensi, substitusi, elipsis, dan konjungsi. Referensi merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang menunjuk satuan lingual lain yang mendahului atau mengikutinya. Substitusi merupakan salah satu kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu (yang telah disebut) dengan satuan lingual lain. Elipsis adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan unsur (konstituen) tertentu yang telah disebutkan. Konjungsi merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan yang lain.
Kedua, wujud kohesi leksikal retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM mencakup repetisi (pengulangan), sinonimi (persamaan kata), antonimi (lawan kata), hiponimi (hubungan atas bawah), kolokasi (sanding kata), dan ekuivalensi (kesepadanan).
KEMENTERIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LP2M)
Jl. Tentara Pelajar No.2 Telp. (0298) 323706, Fax 3233433 Salatiga 50721
http://www. i ainsalatiga.ac.id e-mail: administrasi@ i ainsalatiga.ac.id
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : STUDI ANALISIS WACANA KRITIS TERHADAP RETORIKA DAKWAH ISLAM RAHMATAN LIL’ALAMIN K.H. ABDULLAH GYMNASTIAR, K.H. M. ARIFIN ILHAM, DAN K.H. YUSUF MANSUR (Pendekatan Mikro dan Makrostruktural)
Peneliti : Drs. Bahroni, M.Pd.
NIP : 196408181994031004
Jenis Penelitian : Penelitian Individual
Tema : Bahasa (Analisis Wacana)
Salatiga, 5 Desember 2015
Konsultan Kepala LP2M
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, berkat rahmat Allah SWT dan kontribusi dari berbagai pihak, penyusunan laporan penelitian unggulan judul STUDI ANALISIS WACANA KRITIS TERHADAP RETORIKA DAKWAH ISLAM RAHMATAN LIL’ALAMIN K.H. ABDULLAH GYMNASTIAR, K.H. M. ARIFIN ILHAM, DAN K.H. YUSUF MANSUR (Pendekatan Mikro dan Makrostruktural) dapat terselesaikan dengan baik.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan rujukan dalam upaya memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang analisis wacana kritis yang terkait dengan retorika dakwah.
Peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif dari berbagai pihak terhadap kekurangan-kekurangan dalam penelitian in untuk perbaikan karya-karya peneliti di masa-masa mendatang.
Akhirnya, semua kebenaran mutlak dan kesempurnaan hanyalah milik Allah, segala kekurangan dan kesalahan tentu dari peneliti sebagai manusia biasa. Mudah-mudahan karya yang jauh dari kesempurnaan ini ada manfaatnya. Amin.
Salatiga, 5 Desember 2015
Peneliti
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ____i
PERNYATAAN KEASLIAN ____ ii
ABSTRAK ____ iii
LEMBAR PENGESAHAN ____ v
KATA PENGANTAR ____ vi
DAFTAR ISI ____ vii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ___1 B. Rumusan Masalah ___5 C. Tujuan Penelitian ___ 6 D. Manfaat Penelitian ___ 6 E. Metode Penelitian ___ 7
1. Pendekatan Penelitian ___ 7
2. Data, Sumber Data, dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian____ 8
3. Validitas Data ___ 9
4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ____9 BAB II : LANDASAN TEORI
A. Kajian Penelitian Terdahulu ____ 11 B. Kajian Pustaka
BAB III : BIOGRAFI DA’I
A. K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) ____ 27 B. K.H. Muhammad Arifin Ilham ____ 35
C. K.H. Yusuf Mansur (YM) ____ 42
BAB IV : WUJUD KOHESI GRAMATIKAL RETORIKA DAKWAH
A. K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) ____ 45 B. K.H. Muhammad Arifin Ilham ____ 50
C. K.H. Yusuf Mansur (YM) ____ 54
BAB V : WUJUD KOHESI LEKSIKAL RETORIKA DAKWAH A. K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) ____ 61 B. K.H. Muhammad Arifin Ilham ____ 69
C. K.H. Yusuf Mansur (YM) ____ 74
BAB VI : TANGGAPAN AUDIENS TERHADAP RETORIKA DAKWAH
A. K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) ____ 80 B. K.H. Muhammad Arifin Ilham ____ 88
C. K.H. Yusuf Mansur (YM) ____ 92
BAB VII : PENUTUP
A. Kesimpulan ___97 B. Saran ___ 98 DAFTAR PUSTAKA ___99
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Aktivitas mendakwahkan agama Islam—selanjutnya
disebut dakwah—semakin berkembang di hampir semua
lapisan masyarakat. Hal itu disebabkan oleh meningkatnya
kebutuhan ruhani masyarakat yang senantiasa berkembang
seiring dengan perkembangan kebutuhan jasmani atau
duniawi mereka. Faktor lain yang mendukung perkembangan
dakwah adalah fakta bahwa Indonesia merupakan satu
negara besar dengan komunitas muslim terbanyak di dunia. Semarak dakwah dan aktivitas-aktivitas keagamaan
Islam yang lain, menurut Pudiyono (2008:247) merupakan hal
yang sangat strategis. Oleh karena itu, aktivitas-aktivitas
tersebut tidak luput dari liputan media massa, baik cetak
maupun eletronik, baik offline maupun online. Hal ini
dibuktikan dengan banyaknya majalah, radio, televisi, dan
situs-situs di internet yang khusus menyebarluaskan
pesan-pesan dakwah, bahkan sebagian besar televisi nasional
maupun daerah yang tidak khusus untuk berdakwah pun,
secara periodik menayangkan acara dengan konten dakwah. Terkait dengan etika dakwah, Allah subhanahu wata’ala
nasihat, dan diskusi yang baik (Q.S. An-Nahl:125). Dengan
kata lain, dakwah itu hendaknya dilakukan dengan bahasa
yang santun dan penuh empati sehingga dapat mencerahkan
pikiran dan menyejukkan hati. Di antara da’i asli Indonesia
yang sangat dikenal oleh masyarakat luas dan agaknya
memiliki karakter sebagaimana dimaksud dalam Q.S.
An-Nahl:125 tersebut adalah K.H. Muhammad Arifin Ilham
(Arifin), K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym), dan K.H. Yusuf
Mansur (YM).
Model dakwah yang dikembangkan oleh ketiga da’i
tersebut, agaknya berpedoman pada prinsip yang
menyatakan bahwa mendakwahkan Islam itu sebaiknya
memperkenalkan ajaran Islam yang dapat memberi jawaban
atau solusi terhadap masalah kehidupan. Ini berarti pesan
yang disampaikan dalam dakwah itu harus aktual, faktual,
dan menonjolkan human interest-nya (Thaha, 1997:113). Di
samping itu, dalam berdakwah harus memilih bahasa
sedemikian rupa sehingga ummat tidak tersinggung tetapi
justru dapat tersentuh hatinya (Thaha, 1997: 148). Di
samping gaya retorika, hal lain yang menentukan efektifitas
dakwah yaitu penguasaan massa, penguasaan persoalan
yang dibahas, dan yang terpenting adalah keikhlasan
sedangkan apa yang hanya keluar dari bibir biasanya hanya
akan sampai ke telinga (Thaha, 1997:119).
Ketiga da’i tersebut sama-sama memiliki komitmen
yang sangat kuat pada penyebaran ajaran “Islam sebagai
rahmatan lil’alamin” dengan tetap berpegang teguh pada
prinsip tauhid dan akhlaqul karimah, kebersihan hati,
keikhlasan, dan kebersamaan, termasuk dalam menyikapi
setiap perbedaan. Aa Gym menyatakan, “Perbedaan adalah
kenyataan. Bagaimana menyikapi perbedaan menuju ridha
Allah ... itulah tentangannya” (Gymnastiar, 2005:63). “Saya
ingin mengaplikasikan Islam sebagai rahmatan lil’alamin”
(Gymnastiar, 2005:77). “Saya bercita-cita Daarut Tauhid
sebagai miniatur Indonesia dengan menunjukkan wajah Islam
yang indah, produktif, profesional, dan membawa rahmat
bagi seisi alam” (Gymnastiar, 2005:97).
Dalam menyebarluaskan ajaran Islam sebagai
rahmatan lil’alamin, tiga da’i kondang tersebut dikenal publik
dengan sebutan khasnya masing-masing. Arifin dikenal
dengan sebutan yang melekat pada frasa “Majelis Dzikir’, Aa
Gym dikenal dengan frasa “Manajemen Qolbu”, dan YM
dikenal dengan frasa “Wisata Hati”. Meskipun agak berbeda
penekanan dalam mendakwahkan ajaran Islam, namun
sebenarnya ketiganya berorientasi pada hal yang sama yaitu
sesama dengan cara berpegang teguh pada prinsip tauhid,
memperbanyak dzikir, menata hati, dan banyak bersedekah. Terkait dengan pentingnya berpegang teguh pada
prinsp Tauhid, Arifin menyatakan bahwa puncak dzikir adalah
ketika seseorang telah mampu menanggalkan atribut-atribut
artifisial yang disandangnya. Yakni, ia benar-benar telah
bebas dari keinginan-keinginan pribadinya. Semua
tindakannya didasarkan pada prinsip lillahita’ala (hanya
karena Allah). Pada stadium inilah keikhlasan dan ihsan itu
berada (Ilham, 2003). Senada dengan itu, Aa Gym
menyatakan bahwa manusia memiliki kesempatan untuk
ma’rifatullah (kesanggupan mengenal Allah). Kesanggupan ini
Allah karuniakan kepada manusia karena mereka memiliki
akal dan nurani. Orang-orang yang hatinya hidup akan bisa
mengenal dirinya sendiri, dan pada akhirnya akan berhasil
pula mengenal Tuhannya (Gymnastiar, 2003:122).
Selanjutnya Aa Gym menyatakan bahwa yang disebut sukses
ialah ketika seseorang bisa berjumpa dengan Allah di akhirat
nanti (Gymnastiar, 2005:97). Adapun YM menyatakan, “Hati
menentukan pikiran, dan pikiran menentukan perkataan dan
perbuatan. Oleh karena itu, jangan pernah membenci orang
lain yang pernah menyakitimu bahkan menjatuhkanmu,
terbaikmu”.
(
http://infoterbaruterbaru.blogspot.com/2013/11/kata-mutiara-yusuf-mansyur. html, diakses pada 26 Mei 2015). Terkenalnya tiga da’i tersebut, merupakan bukti bahwa
model dakwah mereka yang humanis yang lebih menonjolkan
ajaran Islam sebagai rahmatan lil’alamin sangat cocok dan
dapat diterima oleh masyarakat muslim Indonesia yang
memiliki keragaman etnis dan budaya. Oleh karena itu, model
dakwah yang demikian itu perlu dikembangkan dan
disebarluaskan lebih lanjut seiring dengan semakin
meningkatnya kesadaran ummat akan pentingnya
pemenuhan kebutuhan ruhani dan jasmani secara seimbang.
Penyebarluasan, pemahaman, dan penghayatan secara
mendalam terhadap model dakwah yang humanis itu,
semakin penting artinya di tengah-tengah masyarakat
Indonesia yang dewasa ini agaknya sedang mendapat
gempuran yang sangat dahsyat dari pola hidup materialistik
dan hedonistik. Dalam kondisi masyarakat Indonesia
demikian ini, sentuhan dakwah yang humanis dan menyentuh
nurani diharapkan dapat menyadarkan kembali kepada
seluruh warga bangsa akan pentingnya pembangunan mental
Indonesia Raya: “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya
untuk Indonesia Raya”.
Di antara cara yang dapat dilakukan untuk
mengembangkan dan menyebarluaskan konsep tertentu
adalah melalui kegiatan penelitian. Oleh karena itu, dalam
rangka mengembangkan, menyebarluaskan, memahami, dan
menghayati secara mendalam model dakwah yang agaknya
sangat cocok dengan karakteristik masyarakat Indonesia
yang majemuk itu, maka penelitian tentang “Studi Analisis
Wacana Kritis Terhadap Retorika Dakwah Islam
Rahmatan Lil’alamin K.H. Abdullah Gymnastiar, K.H. M.
Arifin Ilham, dan K.H. Yusuf Mansur (Pendekatan Mikro
dan Makrostruktural)” adalah penting untuk dilakukan. Hal
itu demikian, karena dewasa ini pemahaman tentang wacana
tidak bisa ditinggalkan oleh siapa saja yang ingin menguasai
informasi. Wacana sebagai dasar dalam pemahaman teks
sangat diperlukan oleh masyarakat dalam berkomunikasi
dengan informasi yang utuh. Teks tersususn dari unsur-unsur
yang saling terkait sehingga terciptalah satu kesatuan yang
utuh yang membentuk wacana. Dengan demikian, melalui
penelitian analisis wacana kritis (critical discourse analysis)
ini diharapkan pemahaman terhadap retorika dakwah dari
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah wujud kohesi gramatikal retorika dakwah
Aa Gym, Arifin, dan YM?
2. Bagaimanakah wujud kohesi leksikal retorika dakwah Aa
Gym, Arifin, dan YM?
3. Bagaimanakah tanggapan pendengar/pemirsa retorika
dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM? C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mendeskripsikan dan menjelaskan wujud kohesi
gramatikal retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM.
2. Mendeskripsikan dan menjelaskan wujud kohesi leksikal
retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM.
3. Mendeskripsikan dan menjelaskan tanggapan
pendengar/pemirsa retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan
YM?
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi pengembangan khazanah ilmu,
khususnya ilmu bahasa yang terkait analisis wacana dan
ilmu dakwah. 2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan
bermanfaat bagi pihak-pihak sebagai berikut:
1. Bagi para pakar bahasa dan pembelajaran bahasa,
dapat mempertajam pikiran dan intuisi dalam
memahami tidak hanya hakikat bahasa tetapi juga
proses belajar bahasa mempunyai kaitan erat dengan
proses pemerolehan kompetensi komunikatif.
Kompetensi ini hanya dapat diperoleh dalam konteks
penggunaan bahasa. Dengan demikian, menganalis
wacana secara sungguh-sungguh dapat mengungkap
tingkat pemerolehan kompetensi komunikatif.
2. Bagi para da’i, dapat mencerahkan pikiran dan intuisi
dalam memahami, memilih, dan menerapkan model
dakwah yang lebih humanis dan persuasif sehingga
ajakan dakwahnya dapat menyentuh nurani audiensnya
yang pada akhirnya mereka mau menerima ajakannya
itu dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.
3. Bagi ummat/pembaca pada umumnya, dapat membantu
memahami makna dalam pesan-pesan retorika dakwah
secara lebih utuh dan mendalam. E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif-deskriptif, yakni bertujuan untuk mengungkapkan berbagai
informasi kualitatif dengan pendeskripsian yang teliti dan
penuh nuansa untuk menggambarkan secara cermat
sifat-sifat suatu hal, keadaan, fenomena, dan tidak terbatas
pada pengumpulan data, tetapi meliputi analisis dan
Penelitian ini berusaha mendeskripsikan dan
menjelaskan secara kualitatif jawaban dari semua
pertanyaan yang ada dalam rumusan masalah. Dalam hal
yang khusus terkait analisis wacana kritis, akan digunakan
dua pendekatan yakni pendekatan mikro dan
makrostruktural. Pendekatan mikrostruktural
menitikberatkan pada mekanisme kohesi tekstualnya,
untuk mengungkapkan urutan kalimat yang dapat
membentuk wacana menjadi koheren.
Adapun pendekatan makrostruktural menitikberatkan
pada garis besar susunan wacana untuk memahami
wacana secara keseluruhan. Dalam hal ini, di samping
meneliti hubungan atau keterkaitan antarkalimat dan
paragraf, juga perlu mempertimbangkan konteks-situasi
yang pemahamannya dapat dilakukan dengan beberapa
prinsip penafsiran, yakni penafsiran lokal, temporal, dan
analogi. Bahkan, meliputi juga faktor-faktor sosio-kultural
dan konvensi-konvensi sosial budaya yang
melatarbelakangi terciptanya sebuah wacana, yakni dunia
luar bahasa (Sumarlam, 2008: 234).
2. Data, Sumber Data, dan Teknik Pengumpulan Data
Data penelitian kebahasaan adalah fenomena lingual
khusus yang berkaitan langsung dengan masalah
penelitian (Sudaryanto, 2002:5-6). Data penelitian ini
berupa satuan-satuan lingual yang membentuk kohesi
gramatikal dan leksikal ditambah dengan faktor-faktor
situasi dan latar belakang sosiokultural yang terdapat di
luar teks.
Sumber data dalam penelitian berupa rekaman
ceramah empat da’i, yakni Zainuddin, Aa Gym, Arifin, dan
YM yang tersimpan dalam kaset dan alat-alat penyimpan
yang lain, termasuk yang terdapat di media online seperti
Youtube, serta dokumen-dokumen yang memuat ceramah
empat da’i tersebut. Disamping itu, data juga akan digali
dari responden yang diwawancarai mengenai
tanggapannya yang terkait dengan sosok dan substansi
pesan-pesan dakwah dari tiga da’i tersebut.
Data dalam penelitian ini akan dikumpulkan dengan
menggunakan teknik rekam, simak, dan catat. Di samping
itu, juga akan digunakan teknik pustaka, yakni teknik
pengambilan data dari berbagai sumber tertulis beserta
konteks lingual yang mendukung analisis data. Berbagai
tulisan dipilih yang mencerminkan pemakaian potensi
3. Validitas Data
Agar data yang diperoleh dapat dipertanggung
jawabkan secara ilmiah dan dapat menjadi landasan dalam
penarikan kesimpulan, maka sebelum informasi dijadikan
data penelitian perlu dicermati validitas dan reliabiltasnya.
Untuk menjamin keabsahan dan kredibilitas data
penelitian, digunakan teknik trianggulasi, yang lazim
dipakai dalam penelitian kualitatif.
4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Pada tahap ini dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut: (1) pengurutan data sesuai dengan masalah yang
akan dijawab; (2) pembentukan satuan-satuan data dalam
stiap urutannya sesuai dengan kemungkinan hubungan cici
kategorinya; (3) interpretasi nilai data sesuai dengan
masalah yan akan dijawab; (4) evaluasi tingkat kelayaan
dan kelengkapan data dikaitkan dengan rentang
masalahnya. Evaluasi ini juga menyangkut penafsiran
validitas data bila dihubungkan dengan isi penjelasan yang
diberikan. Berdasarkan hasil evaluasi ini dapat ditentukan
perlu tidaknya mencari data baru. Berdasarkan hasil
analisis, selanjutnya dilakukan pendeskripsian, yakni
dihasilkan berdasarkan konsep dan cara kerja yang telah
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan
tema penelitian yang akan penulis lakukan adalah sebagai
berikut.
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Umar Fauzan
pada tahun 2014 yang berjudul Analisis Wacana Kritis Teks
Berita MetroTV dan tvOne mengenai Luapan Lumpur
Sidoarjo. Penelitian ini berupa disertasi pada Program Studi
S-3 Linguistik Deskriptif di Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini adalah penelitian
deskriptif kualitatif dengan menggunakan CDA model
Fairclough, yang kesimpulannya adalah sebagai berikut.
1. Teks berita MetroTV dan tvOne terdiri dari tiga unit
wacana, yakni judul, orientasi, dan sequence of events.
Struktur teks MetroTV tidak hanya berisi pemaraan
peristiwa, namun juga memberi pemaparan hal-hal negatif
yang mengangkat hal tidak baik dari PT Lapindo Brantas.
Struktur teks tvOne tidak hanya berisi pemaparan
memberi nuansa argumentasi untuk teks berita dengan
tujuan menetralkan isu-isu yang negatif.
2. Gramatika yang berupa transtivitas, MetroTV memilih
menggunakan Aktor sebagai partisipan yang berupa
nonmanusia. Gramatika yang berupa kalimat
positif-negatif, MetroTV memanfaatkan kalimat positif dengan
porsi yang tidak terlalu besar (65% dari total penggunaan
kalimat). Gramatika yang berupa transtivitas, tvOne
menggunakan Aktor sebagai partisipan yang berupa
manusia, warga; menggunakan proses material sebagai
proses yang paling dominan; serta mengangkat
tema-tema yang positif, seperti: istighosah, pembayaran dan
penanganan lumpur yang berlangsung baik. Gramatika
yang berupa kalimat positif-negatif, tvOne menggunakan
porsi kalimat positif yang sangat besar (87% dari total
penggunaan kalimat) untuk bersikap setuju dan
mengangkat hal yang positif dengan apa yang dilakukan
oleh PT Lapindo Brantas.
3. Kosakata MetroTV meliputi 3 hal: (1) MetroTV
memanfaatkan kosakata eksperiensial untuk mengangkat
hal-hal yang tidak baik mengenai identitas, penyebab, dan
jawab, reaksi warga, proses penanganan, dan pembayaran
ganti rugi; (2) MetroTV memanfaatkan kata attitudinal
untuk memberikan penilaian yang tidak baik terhadap PT
Lapindo Brantas; dan (3) MetroTV memanfaatkan metafora
untuk mengangkat hal-hal yang negatif dari PT Lapindo.
Kosakata tvOne meliputi 3 hal: (1) tvOne memanfaatkan
kosakata eksperiensial untuk mengangkat hal-hal yang
baik mengenai identitas, penyebab, dan dampak luapan
lumpur, siapa yang harus bertanggung jawab, reaksi
warga, proses penanganan, dan pembayaran jual beli; (2)
tvOne memanfaatkan kata attitudinal untuk memberikan
penilaian yang baik terhadap apa yang sudah dilakukan
dengan baik oleh PT Lapindo Brantas, dan (3) tvOne
memanfaatkan metafora untuk mengungkap hal-hal yang
positif dan sekaligus menetralkan hal-hal yang negatif dari
dampak dan penanganan luapan lumpur.
4. Ideologi MetroTV adalah pencitraan negatif dengan
menyerang, sementara ideologi tvOne adalah pencitraan
positif dengan membela diri dan menentralkan isu-isu
negatif pihak lain.
5. Strategi MetroTV adalah menguatkan hal negatif dari
Strategi tvOne adalah Menguatkan hal positif dari diri kita
dan Mengurangi hal negatif dari diri kita.
6. Perbedaan bentuk bahasa terjadi karena MetroTV dan
tvOne berafiliasi kepada dua partai politik yang berbeda
dengan ideologi yang berbeda pula dan ingin menarik
simpati dari masyarakat. (http://pasca.uns.ac.id/?p=3074,
diakses pada 27 Mei 2015)
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Duryatin Amal
yang berjudul Studi Analisis Wacana Kritis terhadap
Iklan-iklan Televisi dengan Endorser Ustadz dan ustadzah.
Penelitian yang berupa tesis pada Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta ini menggunakan
metode kualitatif dengan pendekatan paradigma kritis.
Kesimpulanya, pada level teks, ditemukan bahwa dalam
iklan-iklan yang dibintangi oleh ustadz dan ustadzah terdapat
wacana komodifikasi isi dengan teridentifikasinya tampilan
ciri khas, gaya, dan gerakan ustadz dan ustadzah;
penggunaan musik-musik ala Timur Tengah; dan tampilan
ustadz dan ustadzah yang terlihat berlebihan.
Pada level konsumsi teks, dapat disimpulkan bahwa
iklan. Terdapat dua golongan partisipan yang setuju dan tidak
setuju terhadap ustadz dan ustadzah yang beriklan. Di
samping itu, partisipan berpandangan bahwa ustadz dan
ustadzah ditampilkan kembali dalam iklan sebagai sosok
yang lucu, gayanya terlalu berlebihan, tegas, sopan,
sederhana, gaul, dan feminin.
Adapun pada level sosiokultural, iklan disiarkan dalam
kondisi mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam
terbesar di dunia, dimana iklan tersebut merupakan salah
satu bentuk budaya pop yang isinya ditentukan oleh kaum
kapitalis.
http://dglib.uns.ac.id/dokumen/Studi-Analisis-
Wacana-Kritis-terhadap-Iklan-iklan-Televisi-dengan-Endorser-Ustadz-dan-ust, diakses pada 27 Mei 2015).
Posisi penelitian yang akan penulis lakukan terhadap
hasil penelitian pertama dan kedua di atas, meskipun
sama-sama menggunakan analisis wacana kritis, namun berbeda
objeknya. Hasil penelitian pertama tersebut mengkaji wacana
berita di televisi dan yang kedua mengkaji wacana iklan di
televisi, sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan
akan mengkaji wacana retorika dakwah. Hasil penelitian
pertama dan kedua tersebut akan penulis gunakan sebagai
analisis data karena sama-sama menggunakan pendekatan
analisis wacana kritis.
Ketiga, penelitian yang berjudul Analisis Wacana Humor
dalam Film Kill the Messenger (Studi Kasus Stand-Up Comedy
Chris Rock). Penelitian yang berupa tesis pada Program
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada ini dilakukan oleh
Anggi Triandana. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
penciptaan humor di stand-up comedy dipandang sebagai
kombinasi dari berbagai fitur lingistik seperti (1) struktur
wacana humor di stand-up comedy, (2) pemanfaatan aspek
pragmatis untuk menciptakan humor, (3) penggunaan aspek
kebahasaan untuk membangkitkan humor, (4) fungsi humor
itu sendiri.
Penelitian ini menemukan bahwa Kill the Messenger
menggunakan berbagai struktur dan pola seperti one-liners,
pertanyaan dan jawaban, struktur sederhana, dan struktur
yang kompleks. Kill the Messenger juga menggunakan aspek
kebahasaan sebagai pemicu terjadinya kelucuan seperti
morfologi, sintaksis, semantik, deixis, dan gaya bahasa.
Secara pragmatis, penelitian ini menggambarkan humor
dilihat dari menyimpangkan prinsip kerjasama, prinsip
menemukan fungsi humor dalam hal solidaritas, power, dan
psikologi.
(http://lib.ugm.ac.id/ind/?page_id=248, diakses pada 27 Mei
2015).
Keempat, penelitian yang berjudul Analisis Wacana
Humor dalam Kumpulan Komik Serial Mice Cartoon. Penelitian
yang berupa tesis pada Program Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada ini dilakukan oleh Siti Maryam. Dalam penelitian
ini, pragmatik digunakan sebagai tinjauannya karena satuan
analisisnya berupa tuturan yang maknanya terikat konteks. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. Data wacana
humor yang ditimbulkan oleh aspek-aspek pragmatik yang
disimpangkan terbagi menjadi tiga aspek, meliputi: (1)
penyimpangan prinsip kerja sama, (2) penyimpangan prinsip
kesopanan, dan (3) penyimpangan parameter pragmatik.
Sementara itu aspek-aspek kebahasaan yang
dimanfaatkan oleh kartunis Mice dalam mengkreasikan
wacana humornya meliputi (1) aspek fonologis, (2)
ketaksaan, (3) metonimi, (4) hiponimi, (5) sinonimi, (6)
antonimi, (7) eufemisme, (8) nama, (9) kata ulang, (10)
pertalian kata dalam frasa, (11) pertalian elemen
intraklausa, (12) pertalian antarklausa, dan (13) pertalian
2015).
Posisi penelitian yang akan penulis lakukan terhadap
hasil penelitian ketiga dan keempat di atas, ada bedanya
yakni hasil penelitian tersebut menggunakan analisis
wacana, sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan
menggunakan analisis wacana kritis. Objeknya juga berbeda,
hasil pelitian ketiga objeknya adalah wacana humor dalam
film, yang keempat objeknya wacana humor dalam komik,
sedangkan objek penelitian yang akan penulis lakukan
adalah wacana retorika dakwah. Hasil penelitian ketiga dan
keempat tersebut yang sama-sama mengakji wacana humor
tersebut, juga dapat dijadikan pembanding atau
pertimbangan dalam melakukan analisis data penelitian
yang akan penulis lakukan karena dalam wacana dakwah
juga ada wacana humornya.
B. Kajian Pustaka 1. Analisis Wacana
Ketika membahas bahasa berdasarkan tata bunyi
(fonologi), bentuk kata (morfologi), struktur kalimat
(sintaksis) bahkan berdasarkan kandungan maknanya
merupakan sesuatu yang dapat kita pisah-pisahkan
berdasarkan komponennya tanpa mempertimbangkan
bahwa sebenarnya komponen-komponen itu merupakan
suatu kesatuan yang saling berhubungan di dalam
konteks pemakaiannya. Dalam kenyataannya bahasa itu
digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi.
Dengan demikian, bahasa tidak lagi dipandang
sebagai alat komunikasi yang diperinci dalam bentuk
bunyi, frasa, ataupun kalimatnya secara terpisah-pisah.
Kita memakai bahasa dalam wujud kalimat yang saling
berkaitan. Kalimat yang pertama menyebabkan
timbulnya kalimat kedua, kalimat kedua menjadi acuan
kalimat ketiga, kalimat ketiga mengacu kembali ke
kalimat pertama, dan seterusnya. Rentetan kalimat yang
berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu
dengan proposisi yang lain itu membentuk kesatuan
yang dinamakan wacana. Agaknya jelas bahwa
pembicaraan tentang wacana memerlukan pengetahuan
tentang kalimat dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan kalimat.
Sampai saat ini batasan atau definisi wacana
yang dikemukakan para ahli bahasa masih beragam.
perbedaan-perbedaan karena sudut pandang yang
digunakan pun berbeda. Namun, harus diakui pula
bahwa di samping terdapat perbedaan terdapat juga
teras-inti bersama atau persamaan-persamaan di antara
definisi-definisi itu.
Menurut Douglas dalam Mulyana (2005:3), istilah
wacana berasal dari bahasa Sansekerta wac/wak/vak, yang
artinya berkata, berucap. Kata tersebut kemudian
mengalami perubahan bentuk menjadi wacana. Sinar
(2008:5), berpendapat bahwa wacana merupakan unit
bahasa yang lengkap dan tertinggi yang terdiri daripada
deretan kata atau kalimat, baik dalam bentuk lisan maupun
tulisan, yang dijadikan bahan analisis linguistik. Dalam
linguistik, wacana dipahami sebagai satuan lingual
(linguistic unit) yang berada di atas tataran kalimat
(Baryadi 2002:2).
Menurut Edmondson (1981:4), wacana adalah suatu
peristiwa yang terstruktur yang dimanifestasikan dalam
perilaku bahasa atau yang lainnya. Tampak di dalam
definisi itu bahwa Edmondson menekankan adanya sifat
keteraturan peristiwa yang dinyatakan dengan bahasa
di dalam wacana. Lebih lanjut, ia membedakan antara
suatu rangkaian ungkapan bahasa yang terstruktur
yang membentuk satu kesatuan. Berdasarkan batasan
tersebut, secara ringkas dapat dikatakan bahwa
perbedaan pokok antara teks dengan wacana adalah
teks merupakan suatu rangkaian pernyataan bahasa
yang terstruktur, sedangkan wacana merupakan suatu
peristiwa yang terstruktur yang diungkapkan melalui
bahasa.
Sementara itu, Kridalaksana (1983:179)
berpendapat bahwa wacana merupakan satuan bahasa
terlengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan
gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini
direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh
(novel, buku, seri ensiklopedia), paragraf, kalimat atau
kata yang membawa amanat yang lengkap. Tampak
pada definisi tersebut, hal yang dipentingkan di dalam
wacana menurut Kridalaksana adalah keutuhan atau
kelengkapan maknanya. Adapun bentuk konkretnya
dapat berupa apa saja (kata, kalimat, paragraf, atau
sebuah karangan yang utuh) yang penting makna, isi,
dan amanatnya lengkap.
Selanjutnya, James Deese (1984) sebagaimana
wacana adalah seperangkat proposisi yang saling
berhubungan untuk menghasilkan suatu rasa kepaduan
atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca. Kohesi
atau kepaduan itu sendiri harus muncul dari isi wacana,
tetapi banyak sekali rasa kepaduan yang dirasakan
oleh penyimak atau pembaca harus muncul dari cara
pengutaraan, yaitu pengutaraan wacana itu.
Berdasarkan batasan tersebut dapat diketahui
bahwa sebuah wacana menurut Deese harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
a. merupakan seperangkat proposisi, yaitu konfigurasi
makna yang menjelaskan isi komunikasi dari
pembicara;
b. isi komunikasi itu harus saling berhubungan,
artinya antara proposisi yang satu dengan
proposisi yang lain saling berkaitan; dan
c. keterkaitan antarproposisi itu menghasilkan rasa
kepaduan, baik kepaduan bentuk maupun
kepaduan makna.
Adapun Samsuri (1988:1), menyatakan bahwa
wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang
peristiwa komunikasi. Komunikasi itu dapat menggunakan
Wacana mungkin bersifat transaksional, jika yang
dipentingkan ialah isi komunikasi itu, tetapi mungkin
bersifat interaksional, jika merupakan komunikasi
timbal-balik. Wacana lisan transaksional mungkin berupa pidato,
ceramah, tuturan, dakwah, dan deklamasi. Wacana lisan
interaksional dapat berupa percakapan, debat, tanya
jawab (di sidang pengadilan, di kantor polisi). Wacana
tulisan transaksional mungkin berupa instruksi, iklan,
surat, cerita, esai, makalah, tesis, dan sebagainya.
Wacana tulisan interaksional mungkin berupa polemik,
surat-menyurat antara dua orang, dan sebagainya.
Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia
(1988:34) dinyatakan bahwa wacana adalah rentetan
kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna
yang serasi di antara kalimat itu; atau wacana adalah
rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan
proposisi yang satu dengan proposisi yang lain
sehingga membentuk satu kesatuan.
Di dalam definisi tersebut unsur kesatuan
hubungan antarkalimat dan keserasian makna merupakan
ciri penting atau esensial di dalam wacana. Kesatuan
hubungan antarkalimat dan keserasian makna tersebut
konfigurasi makna yang menjelaskan isi komunikasi dari
suatu pembicaraan. Berdasarkan batasan tersebut,
dapat diketahui bahwa satuan pembentuk wacana
adalah rentetan kalimat yang saling berkaitan. Batasan
demikian tentu membawa konsekuensi secara implisit,
bahwa wacana seharusnya tidak berupa satuan bahasa
di bawah kalimat, seperti klausa, frasa, atau kata; satu
hal yang jelas berbeda dengan batasan yang diberikan
oleh Kridalaksana (1983) sebab menurutnya wacana
pun dapat berupa kata yang penting amanatnya
lengkap.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa wacana
merupakan satuan bahasa terlengkap yang meliputi
fonem, morfem, kata, klausa, kalimat dengan koherensi
dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, yang
mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata,
disampaikan secara lisan atau tertulis ini dapat berupa
ucapan lisan dan dapat juga berupa tulisan, tetapi
persyaratanya harus dalam satu rangkaian dan dibentuk
oleh lebih dari sebuah kalimat.
Selanjutnya, yang dimaksud analisis wacana disiplin
ilmu yang berusaha mengkaji penggunaan bahasa yang
wacana merupakan aktivitas menganalisis bahasa yang
digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun
lisan. Penggunaan bahasa secara alamiah tersebut berarti
penggunaan bahasa seperti dalam komunikasi sehari-hari
(Rani dkk., 2006:9).
Dardjowidjojo dalam Mulyana (2005:1) menerangkan
bahwa analisis wacana berkaitan dengan pemahaman
tentang tindakan manusia yang dilakukan dengan bahasa
(verbal) dan bukan bahasa (nonverbal). Hal ini
menunjukkan, bahwa untuk memahami wacana dengan
baik dan tepat, diperlukan bekal pengetahuan kebahasaan,
dan bukan kebahasaan (umum).
Sebagai objek kajian dan penelitian kebahasaan,
wacana dapat diteliti dari berbagai segi. Analisis wacana
mengkaji wacana baik dari segi internal maupun
eksternalnya. Dari segi internal, wacana dikaji dari jenis,
struktur, dan hubungan bagian-bagian wacana; sedangkan
dari segi eksternal, wacana dikaji dari segi keterkaitan
wacana itu dengan pembicara, hal yang dibicarakan dan
mitra bicara.
Penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis
atau Critical Discourse Analysis (CDA). Menurut Jorgensen
metode yang bisa digunakan untuk melakukan kajian
empiris tentang hubungan-hubungan antara wacana dan
perkembangan sosial dan kultural dalam domain-domain
sosial yang berbeda. Menurut Titscher dkk.(2009:239), CDA
mengonsepsikan bahasa sebagai suatu bentuk praktik
sosial dan berusaha membuat umat manusia sadar akan
pengaruh timbal-balik anatar bahasa dan struktur sosial
yang biasanya tidak disadari.
Lukmana dkk. (2006:12) mengatakan bahwa CDA
mempunyai ciri yang berbeda dari analisis wacana yang
bersifat nonkritis, yang cenderung hanya mendeskripsikan
struktur dari sebuah wacana. CDA bertindak lebih jauh, di
antaranya dengan menggali alasan mengapa sebuah
wacana memiliki struktur tertentu, yang pada akhirnya
akan berujung pada analisis hubungan sosial antara
pihak-pihak yang tercakup dalam wacana tersebut.
Fairlough dan Wodak dalam Eriyanto (2001:7)
berpendapat bahwa CDA melihat wacana---pemakaian
bahasa dalam tuturan dan tulisan---sebagai bentuk dari
praktik sosial. Wacana sebagai praktik sosial
menyebabkan sebuah hubungan dialektis di antara
peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi, dan
bahasa dianalisis bukan dengan menggambarkan semata
dari aspek kebahasaan, melainkan juga menghubungkan
dengan konteks. Dalam hal ini, berarti bahasa itu dipakai
untuk tujuan dan praktik tertentu, termasuk di dalamnya
untuk tujuan dan praktik dakwah.
Dengan demikian, CDA merupakan teori untuk
melakukan kajian empiris tentang hubungan-hubungan
antara wacana dan perkembangan sosial budaya. Untuk
menganalisis wacana, yang salah satunya bisa dilihat
dalam area linguistik dengan memperhatikan
kalimat-kalimat yang terdapat dalam teks dakwah bisa
menggunakan teori analisis wacana kritis.
2. Retorika Dakwah
Seseorang yang ingin menjadi pembicara yang
handal harus mampu memahami situsi dan kondisi mitra
tuturnya serta mampu beradaptasi di mana dan dalam
situasai bagaimana ia sedang berbicara. Untuk dapat
dapat menjadi pembicara yang demikian itu, maka
pemahaman tentang retorika menjadi penting.
Retorika atau dalam bahasa Inggris rhetoric
berasal dari bahasa Latin rhetorica yang berarti ilmu
bicara. Termasuk dalam cakupan pengertian retorika
berbicara, ke m a m p u a n m e m p ro d u k s i g a g a s a n ,
dan mensosialisasikannya sehingga mampu
mempengaruhi audience
(http://indramukhtaroji.blogspot.com/retorika, diakses
pada pada 26 Mei 2015). Retotika adalah seni berbicara
atau kemampuan merangkai kata-kata dengan maksud
agar pendengar mudah memahami makna pesan yang
disampaikannya.
Selanjutnya, pengertian dakwah. Secara
etimologis, dakwah berasal dari bahasa Arab yang berarti
panggilan, seruan, atau ajakan kepada sesuatu (Suminto,
1984:53). Adapun secara terminologis, dakwah adalah
mengajak, membimbing, dan memimpin orang yang
belum mengerti atau sesat jalannya dari agama yang
benar untuk dialihkan ke jalan ketaatan kepada Allah,
menyuruh orang berbuat baik dan melarang berbuat
buruk agar mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat
(Syaikh Abdullah Ba’alawi dalam Saputra, 2002:2).
Senada dengan itu, Faridl (1982:134) menyatakan
bahwa dakwah merupakan seruan kepada manusia untuk
melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala
yang dilarang-Nya. Dakwah dalam pengertian tersebut,
pengertian: (1) tabligh yakni menyampaikan ajaran Allah,
(2) jihad yakni berjuang menegakkan agama Allah, (3)
ishlah yakni menyelesaikan persoalan sesuai dengan
ajaran Allah, (4) khutbah yakni berpidato tentang ajaran
Allah, (5) taushiyyah yakni berwasiat atau memberi
nasihat, dan (6) amarma’ruf nahi munkar yakni
memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari
keburukan.
Kedudukan hukum dakwah adalah fardhu ‘ain,
yaitu kewajiban setiap individu muslim. Allah
memerintahkan agar setiap muslim berusaha mengubah
kemungkaran yang diketahuinya. Oleh karena itu, kepada
kaum muslim diperintahkan agar ada sekelompok muslim
yang menekuni ajaran Islam secara khusus untuk
disampaikan dan diajarkan kepada orang lain (Q.S. Ali
‘Imran: 104 dan At-Taubah: 122).
Berdasarkan pengertian retorika dan dakwah di atas,
maka retorika dakwah dapat diartikan sebagai
ketrampilan menyampaikan ajaran Islam secara lisan
guna memberikan pemahaman yang benar kepada kaum
muslimin agar mereka dapat dengan mudah menerima
seruan dakwah yang karenanya pemahaman dan
Seorang da’i perlu mempelajari retorika dakwah,
agar ceramahnya dapat berlangsung dengan baik,
mencerahkan pikiran dan dan menyentuh hati jama’ah.
Dengan demikian, di samping penguasaan konsepsi Islam
dan pengamalannya, keberhasilan dakwah juga sangat
ditentukan oleh kemampuan komunikasi antara sang da’i
BAB III
BIOGRAFI DA’I
A. K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym)
Aa Gym adalah ustadz yang terkenal dengan
pendidikan Manajemen Qolbu dan mendirikan pondok
pesantren Daarut Tauhiid. Aa Gym lahir pada hari senin
tanggal 29 Januari 1962 dengan nama lengkap Yan
Gymnastiar. Beliau adalah putera sulung dari empat
bersaudara pasangan Letnan Kolonel H. Engkus Kuswara
dan Ny. Hj. Yeti Rohayati. Saudara-saudara kandungnya:
Abdurrahman Yuri, Agung Gunmartin, dan Fathimah
Genstreed.
Aa Gym lahir dari keluarga yang dikenal religius dan
disiplin. Meskipun religius tetapi pendidikan agama yang
ditanamkan oleh orang tuanya sebenarnya sama dengan
keluarga lain pada umumnya. Kedisiplinan ketat namun
demokratis telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
pola hidupnya sejak kecil, karena ayahnya adalah seorang
perwira angkatan darat. Sebagai putera seorang tentara,
beliau bahkan pernah diamanahkan menjadi komandan
resimen mahasiswa (menwa) Akademi Teknik Jenderal
disiplin tidak selalu berbentuk militerisasi, kami di sini
menegakkan disiplin tanpa kekerasan dan kekasaran, tidak
ada kekuatan tanpa disipin” ujarnya seperti dikutip harian
Kompas (22/06/2000). Dan ternyata kekuatan yang
semacam inilah yang justru membuat dirinya dan dua
orang adiknya memiliki rasa percaya diri, mampu hidup
prihatin, pantang menyerah, dan kental dengan rasa
kesetiakawanan.
Dimata Aa Gym sosok sang adik (Agung Gunmartin)
ternyata sangat berpengaruh. “Saya dapat pelajaran
membuka mata hati saya dari adik laki-laki saya yang lumpuh seluruh tubuhnya dalam menghadapi maut”
sebagaimana yang dikutip harian Republika (07/05/2000).
Dia tidak bisa melupakan saat-saat bersama adiknya yang
mengalami kelumpuhan total. “Kalau kuliah saya
menggendongnya” ungkapnya mengenang. Pernah suatu
ketika Aa Gym menanyakan kepada sang adiknya,
“Mengapa sudah tidak berdaya masih terus kuliah?”
Adiknya menjawab, “Kalau orang lain ibadahnya dengan
berjuang, mudah-mudahan keinginan saya untuk terus
kuliah bernilai ibadah”. Pelajaran lain yang diperoleh dari
sang adik adalah dia tidak pernah mengeluh. Aa Gym
punya bekal untuk pulang dengan berbuat sesuatu, saya
ingin mengumpulkan bekal pulang dengan bersabar”.
Aa Gym mengaku bahwa guru pertamanya adalah
adiknya sendiri yang biasa dipanggil Agung. “Saya
bersyukur memperoleh guru yang sosoknya seperti adik
saya, guru saya adalah seorang yang lemah fisiknya. Saya
diajari bahwa saya harus menghargai dan memperhatikan
orang-orang yang lemah di sekeliling saya”. Adik Aa Gym
yang meninggal dipangkuannya inilah yang membuat
perubahan-perubahan yang sangat berarti dalam diri Aa
Gym selanjutnya.
Pada masa mudanya, selain menuntut ilmu dan aktif
berorganisasi, Aa Gym juga
memiliki kegemaran berdagang. Dialah yang memelopori
pembuatan stiker-stiker barsablon yang menunjukkan
kekuatan dan keindahan Islam, dia juga pernah berjualan
minyak wangi. Seraya tertawa dia bercerita, pernah
seharian suntuk ia membersihkan botol-botol minyak gosok
PPO untuk diisi minyak wangi hasil racikannya. Seluruh
hasil kerja Aa Gym akhirnya membuahkan hasil, dia
kemudian dapat membeli 1 unit mobil angkutan kota
(angkot) dan kadang-kadang dia yang menjadi supirnya.
Jika ada acara wisuda, dia menjual baterai dan film, selain
makan ke rumah makan lainnya. “Sebenarnya tujuan saya
mengamen ini bukan untuk mencari uang, melainkan ingin
berlatih dalam berhadapan dengan orang lain, tapi ya
lumayan juga dapat uang” ujarnya.
Abdullah Gymnastiar memang lebih populer
dipanggil Aa Gym, karena sebagian
besar jama’ahnya adalah para pemuda. Aa dalam bahasa
sunda berarti kakak. Dari pernikahannya dengan Ninih
Muthmainnah Muhsin (cucu dari KH. Moh Tasdiqin,
pengasuh pondok pesantren Kalangsari, Cijulang, Ciamis
Selatan), Allah mengaruniakan enam orang anak yakni;
Ghaida Tsuraya, Muhammad Ghazi Al-Ghifari, Ghina
Raudhatul Jannah, Ghaitsa Zahira Shofa, Ghefira Nur
Fathimah, dan Ghaza Muhammad Al-Ghazali. Anak-anaknya
tersebut dididik dengan penuh disiplin dan religius, tetapi
tetap dalam suasana demokratis.
Dalam lingkungan keluarganya, Aa Gym tampaknya
berusaha menciptakan suasana yang enak dan egaliter
agar istri dan anak-anaknya dapat mengoreksi dirinya
secara terbuka dan ikhlas. Seperti yang dituturkan oleh Aa
Gym sendiri bahwa seminggu sekali biasanya dia
mengumpulkan seluruh anggota keluarganya dan meminta
mereka supaya menilai dirinya. Rupanya bagi Aa Gym
dapat membuat dirinya tidak anti kritik. “Saya mencoba
membuat diri saya terbuka dan dapat disoroti dari sudut
manapun, dan saya juga membutuhkan kritik untuk
memperbaiki diri saya” ungkapnya dalam salah satu
wawancara. Aa Gym kemudian berusaha melebarkan
proses penilaian diri kepada kalangan santri, orang-orang
yang ada di sekelilingnya dan para tetangga yang
sehari-hari amat dekat dengannya. Mereka diminta agar
terus-menerus mengoreksi dirinya agar supaya tetap berada di
jalur yang benar dengan cara apapun. Aa Gym yakin
bahwa semakin dirinya dapat dibuat terbuka dan dapat
menerima kritikan orang lain tanpa kedongkolan atau
kejengkelan, maka kemampuan dirinya akan semakin
membaik dari hari ke hari. Inilah barangkali akar-akar
kultural yang memberikan pengaruh fundamental yang
cukup signifikan dalam diri Aa Gym, sehingga ia bisa tampil
menjadi sosok Kyai masa depan ummat yang bersifat
terbuka dan moderat seperti sekarang ini.
Latar belakang pendidikan formal Aa Gym, apalagi
bila dikaitkan dengan posisi dirinya sekarang ini tampak
cukup unik. Diawali dari Sekolah Dasar (SD) Sukarasa III
Bandung, Sekolah Menengah Pertama (SMP) 12 Bandung,
dilanjutkan dengan kuliah selama satu tahun di Pendidikan
Ahli Administrasi Perusahaan (PAAP) Universitas
Padjadjaran, Bandung, terakhir di Akademi Teknik Jenderal
Ahmad Yani, kini Universitas Ahmad Yani (Unjani) hingga
sarjana muda, waktu itu Aa Gym meraih gelar Bachelor of
Electrical Engineering.
Sebenarnya Aa Gym ingin meneruskan kuliahnya
hingga S1, namun waktu itu ia
sudah jarang kuliah dan dia tidak enak karena tidak
mengikuti prosedur yang semestinya.
Dari prestasi akademik beliau juga masuk peringkat yang
lumayan, misalnya waktu SD ia menjadi siswa berprestasi
kedua dengan selisih hanya satu angka dari sang juara.
Dan sewaktu kuliah pun nilai-nilai akademik Aa Gym tetap
terjaga dengan baik sehingga beliau sempat terpilih untuk
mewakili kampusnya dalam pemilihan mahasiswa teladan.
Dengan kata lain, banyak prestasi yang diperoleh pada
waktu remaja dan beranjak sebagai pemuda. Di rumah Aa
Gym berjejer rapi piala dan penghargaan lain dari prestasi
Aa Gym tersebut.
Pada tahun 1990, Aa Gym telah diberi amanah oleh
jama’ahnya untuk menjadi ketua Yayasan Darut Tauhid,
Bandung. Dari sini terlihat bahwa secara formal Aa Gym
pesantren yang ketat (terutama pesantren dalam
pengertian tradisional). Dalam kaitan ini Aa Gym mengakui
ada hal-hal yag tidak biasa dalam perjalanan hidupnya.
“Secara syari’at memang sulit diukur bagaimana saya bisa
menjadi Aa yang seperti sekarang ini” ujarnya. “Akan
tetapi, lanjutnya, saya merasakan sendiri bagaimana Allah
seolah-olah telah mempersiapkan diri saya untuk menjadi
pejuang di jalan-Nya”. Dengan hati-hati dan tawadhu’
beliau menuturkan pencarian jati dirinya yang diwarnai
beberapa peristiwa aneh yang mungkin hanya bisa disimak
lewat pendekatan imani.
Aa Gym bermimpi bertemu Rasulullah dan sahabat.
Bermula dari sebuah pengalaman langka, nyaris
sekeluarga (ibu, adik dan dirinya sendiri) pada suatu ketika
dalam tidur mereka secara bergiliran bertemu dengan
Rasulullah SAW. Sang ibu bermimpi mendapati Rasulullah
sedang mencari-cari seseorang. Pada malam yang lain
giliran salah seorang adiknya bermimpi Rasulullah
mendatangi rumah mereka. Ketika itu ayahnya langsung
menyuruh Gymnastiar, “Gym, ayolah temani Rasul”. Ketika
ditemui ternyata Rasul menyuruh Gymnastiar untuk
menyeru orang-orang agar mendirikan shalat. Beberapa
mimpinya, dia sempat ikut shalat berjama’ah dengan
Rasulullah dan keempat sahabat (Abu Bakar, Umar,
Utsman, dan Ali). Pada saat itu Aa Gym berdiri di samping
Ali, sementara Rasulullah bertindak sebagai imam. Namun
sebelum mimpi ini, terlebih dahulu ia bermimpi didatangi
oleh seorang tua yang berjubah putih bersih dan kemudian
mencuci mukanya dengan ekor bulu merak yang disaputi
madu. Setelah itu, orang tua tersebut berkata, “Insya Allah
kelak ia akan menjadi orang yang mulia”. Aa Gym
mengaku sulit melupakan mimpi yang ini.
Setelah peristiwa mimpi itu, Aa Gym merasa
mengalami guncangan batin, rasa takutnya akan
perbuatan dosa membuat dia berperilaku aneh di mata
orang lain, misalnya sering Aa Gym menangis ketika ada
orang yang menyebut nama Allah, atau hatinya jengkel bila
pagi tiba karena sedang asyik bertahajjud. Melihat tingkah
lakunya ini, orang tuanya bahkan sempat menyarankan
dirinya agar mengunjungi psikiater. Salah satu pengalaman
menarik yang diungkapkannya belakangan ini berkaitan
dengan masa-masa menjalani pengalaman spiritual dulu
adalah tentang kata “Allah” yang senantiasa tidak pernah
lepas dari bibirnya. Kata Aa Gym pula, sang istri dulu
“Bismillah” dan “Alhamdulillah”. Dengan kata lain, pada
masa-masa itu Aa Gym telah mengalami mabuk kepayang
kepada Allah SWT.
Sebagaimana dituturkan Aa Gym, setelah melalui
proses pencarian itu, dia bertemu dengan empat orang
ulama yang sangat memahami keadaannya. Seorang
ulama sepuh yang pertama kali ditemuinya itu mengatakan
bahwa dia telah diberi karunia tanazzul oleh Allah, yakni
proses secara langsung dibukakan hatinya untuk
mengenal-Nya tanpa proses riyadhoh. Sementara K.H.
Khoer Affandi, seorang ulama tasawwuf terkenal dan juga
pimpinan Pondok Pesantren Miftahul Huda, Tasikmalaya,
yang ditemuinya berdasarkan saran ulama sepuh yang
pertama kali ditemuinya tersebut mengatakan bahwa
dirinya telah dikaruniai ma’rifatullah. Dua ulama lain juga
mengatakan hal yang serupa dengan ulama tasawwuf
tersebut, keduanya adalah ayah dan kakek seorang wanita
yang kini menjadi pendamping hidupnya. Keempat ulama
ini bagi Aa Gym, jasanya jelas tidak dapat dilupakan karena
telah memberi les kepadanya tanpa harus nyantri
bertahun-tahun lamanya. “Mungkin berkat ilmu tersebut,
lidah dan pikiran saya dimudahkan oleh-Nya untuk
Memang diakui oleh Aa Gym sendiri, hampir setiap
hari dia dapat mengajar sekaligus belajar kepada banyak
orang. Dia lebih sering menimba ilmu dari lingkungan
sekitarnya, terutama kepada orang-orang yang
dijumpainya. Dengan cara seperti itulah materi-materi
yang disampaikan oleh Aa Gym bisa sesuai dengan
kehidupan dan perkembangan masyarakat pada saat itu. Di antara tulisan lepas beliau adalah “Getaran Allah
di Padang Arafah”, “Indahnya Hidup Bersama Rasulullah”,
“Nilai Hakiki Do’a”, “Seni Menata Hati dalam Bergaul”,
“Membangun Kredibilitas: Kiat Praktis”, “Menjadi Orang
Terpercaya”, “Seni Mengkritik dan Menerima Kritik”,
“Mengatasi Minder”, “Ma’rifatullah”, “Lima Kiat Praktis
Menghadapi Persoalan Hidup”, “Bersikap Ramah Itu Indah
dan Mulia”, “Menuju Keluarga Sakinah”, dan lain-lain.
Seiring waktu Daarut Tauhiid mengalami
pertumbuhan yang pesat. Dengan perjuangan umat Islam
yang ikhlas, Daarut Tauhiid kemudian didirikan di Jakarta
dan beberapa kota besar lainnya, dan dakwah tersiarkan
media radio, radio internet, video streaming, twitter,
facebook, youtube, sms Tauhiid dan media lainnya. Tentu
dengan adanya sarana ini dakwah Aa Gym bisa melintasi
Jepang, dan China (
http://bio.or.id/biografi-aa-gym-abdullah-gymnastiar, diakses pada 12 September 2015). B. K.H. Muhammad Arifin Ilham
K.H. Muhammad Arifin Ilham atau dikenal sebagai
ustadz Arifin Ilham lahir di Banjarmasin, 8 Juni 1969. Arifin
Ilham adalah anak kedua dari lima bersaudara, dan beliau
satu-satunya anak lelaki dalam keluarga tersebut. Ayah
Arifin Ilham masih keturunan ketujuh Syeh Al-Banjar, ulama
besar di Kalimantan, sementara ibunya, Hj. Nurhayati,
kelahiran Haruyan, Barabay, Kabupaten Hulu Sungai
Tengah. Setahun setelah menikah, pasangan ini melahirkan
putri pertama mereka tahun 1967. Karena anak pertama
mereka perempuan, betapa bahagianya mereka ketika
anak keduanya adalah laki-laki.
Ibunya mengatakan bahwa saat hamil anak
keduanya itu, ia merasa biasa-biasa saja, tidak ada
tanda-tanda khusus. Hanya, berbeda dengan keempat putrinya,
saat dalam kandungan, bayi yang satu ini sangat aktif.
Tendangan kakinya pun sangat kuat, sehingga sang ibu
acapkali meringis menahan rasa sakit. Bayi yang lahir
tanggal 8 Juni 1969 itu kemudian diberi nama Muhammad
Arifin Ilham. Berbeda dengan keempat saudaranya yang
lebih, bayi yang satu ini beratnya 4,3 kilogram dengan
panjang 50 sentimeter. “Anehnya, bayi itu sejak lahir sudah
bergigi, yaitu di rahang bagian atasnya,” kenang
Nurhayati.
Bayi itu selanjutnya tumbuh sehat. Usia setahun
sudah bisa berjalan dan tak lama setelah itu ia mulai bisa
berbicara. Setelah Siti Hajar, satu demi satu adik Arifin
Ilham pun lahir. Yaitu, Qomariah yang lahir tanggal 17 Mei
1972 dan si bungsu Fitriani yang lahir tanggal 24 Oktober
1973. Saat berusia lima tahun, Arifin Ilham dimasukkan
oleh ibunya ke TK Aisyiah dan setelah itu langsung ke SD
Muhammadiyah tidak jauh dari rumahnya di Banjarmasin.
Arifin Ilham mengaku, saat masih di SD itu ia tergolong
pemalas dan bodoh. “Kata orang Banjarmasin, Arifin Ilham
itu babal. Arifin Ilham baru bisa baca-tulis huruf Latin
setelah kelas 3,” kenang Arifin Ilham.
Di SD Muhammadiyah ini Arifin Ilham hanya sampai
kelas 3, karena berkelahi melawan teman sekelasnya.
Masalahnya, dia tidak rela ada salah seorang temannya
yang berbadan kecil diganggu oleh teman sekelasnya yang
berbadan cukup besar. Arifin Ilham kalah berkelahi karena
bibirnya sobek. Agar tidak berkelahi lagi, oleh ayahnya
Arifin Ilham kemudian dipindahkan ke SD Rajawali.
Rumah tempat tinggal orang tua Arifin Ilham terletak
di Simpang Kertak Baru RT 7/RW 9, kota Banjarmasin, tepat
di sebelah rumah neneknya, ibu dari ibunda Arifin Ilham.
Sebagai pegawai Bank BNI 46, ayahnya sering kali
bertugas ke luar kota Banjarmasin, kadang-kadang sampai
dua-tiga bulan. Ayah Arifin Ilham mengakui bahwa ia tidak
banyak berperan mendidik kelima anaknya, sehingga
akhirnya yang banyak berperan mendidik Arifin Ilham
adalah istri dan ibu mertuanya. Arifin Ilham
mengungkapkan bahwa cara mendidik kedua orang tua itu
keras sekali. “Baik Mama maupun Nenek kalau
menghukum sukanya mencubit atau memukul.
Dua-duanya turunan, kalau nyubit maupun memukul keras dan
sakit sekali,” canda ustadz muda itu.
Ustadz Arifin Ilham termasuk seorang penyayang
binatang. Di rumah ibu angkatnya di Jakarta, ia banyak
memelihara binatamg, antara lain burung hantu, kera, dan
ayam kate. Awal April 1997, ia diberi seekor ular hasil
tangkapan warga kampung yang ditemukan di semak
belukar. Karena kurang hati-hati Arifin Ilham digigit
dirinya keracunan. Sewaktu dalam perjalanan dengan
mengendari mobil, ia pun merasakan sesuatu yang tidak
biasa, tubuhnya terasa panas, meradang, dan membiru.
Melihat keadaan Arifin Ilham yang demikian, ibu
angkatnya Ny. Cut mengambil alih kemudi, menuju rumah
sakit terdekat. Namun, beberapa rumah sakit menolak
dengan alasan peralatan medis yang tidak memadai.
Bahkan sejumlah dokter di beberapa rumah sakit tersebut
memvonis, umur Arifin Ilham tinggal satu persen. Karena
sulitnya mendapatkan pertolongan selama 11 jam,
keadaan Arifin Ilham makin gawat. Detak jantungnya
melemah. Melihat kondisi anak angkatnya yang makin
parah, Ny. Cut mencoba mendatangi rumah sakit Saint
Carolus (Jakarta Pusat). Alhmadulilah, pihak rumah sakit
menerimanya. Arifin Ilham langsung ditempatkan di ruang
ICU. Infus pun dipasang di tubuhnya. Untuk membantu
tugas paru-paru, jantung, dan hatinya yang telah sangat
lemah, dokter memasukkan beberapa batang selang ke
mulutnya.
Dengan pertolongan Allah, setelah satu bulan lima
hari pihak rumah sakit menyatakan ia telah melewati masa
kritis dan memasuki masa penyembuhan. Walaupun
perubahan pada suaranya. Menurut analisis dokter, hal ini
disebabkan oleh pemasangan beberapa selang sekaligus
dalam mulutnya untuk waktu yang cukup lama. Tetapi
tidak ada yang mengetahui rencana Allah, justru dengan
suaranya itu, Arifin Ilham menjadi lebih mudah dikenal para
jamaah hanya dengan mendengar suaranya. Seperti
diceritakan Arifin Ilham, selama masa kritis, ia
mendapatkan pengalaman spiritual yang sangat luar biasa.
Di alam bawah sadarnya ia merasa berada di sebuah
kampung yang sangat sunyi dan sepi. Setelah
berjalan-jalan sekeliling kampung, ditemuinya sebuah masjid, yang
kemudian dimasukinya. Di dalam masjid ternyata sudah
menunggu tiga shaf jamaah dengan mengenakan pakaian
putih. Salah satu jamaah kemudian memintanya memimpin
mereka berzikir, mengingat Allah SWT.
Keesokan harinya, ia kembali bermimpi. Hanya saja
sedikit berbeda. Kali ini ia merasa berada di tengah
kampung yang penduduknya berlarian ketakutan karena
kedatangan beberapa orang yang dianggap sebagai
jelmaan setan. Melihat kehadirannya, para penduduk pun
berteriak dan meminta dirinya menjadi penolong mereka
mengusir setan-setan tersebut. Hari berikutnya ia kembali