• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI ANALISIS WACANA KRITIS TERHADAP RETORIKA DAKWAH ISLAM RAHMATAN LIL’ALAMIN, K.H. ABDULLAH GYMNASTIAR, K.H. M. ARIFIN ILHAM, DAN K.H. YUSUF MANSUR (Pendekatan Mikro dan Makrostruktural) - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "STUDI ANALISIS WACANA KRITIS TERHADAP RETORIKA DAKWAH ISLAM RAHMATAN LIL’ALAMIN, K.H. ABDULLAH GYMNASTIAR, K.H. M. ARIFIN ILHAM, DAN K.H. YUSUF MANSUR (Pendekatan Mikro dan Makrostruktural) - Test Repository"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

PENELITIAN INDIVIDUAL DOSEN TAHUN 2015 STUDI ANALISIS WACANA KRITIS

TERHADAP RETORIKA DAKWAH ISLAM RAHMATAN LIL’ALAMIN K.H. ABDULLAH GYMNASTIAR, K.H. M. ARIFIN ILHAM,

DAN K.H. YUSUF MANSUR

(Pendekatan Mikro dan Makrostruktural)

Oleh:

Drs. Bahroni, M.Pd. NIP. 196408181994031004

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LP2M)

(2)

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Drs. Bahroni, M.Pd.

NIP : 196408181994031004

Pangkat/Golongan : Pembina (IVa) / Lektor Kepala

menyatakan bahwa naskah penelitian dengan judul STUDI ANALISIS WACANA KRITIS TERHADAP RETORIKA DAKWAH ISLAM RAHMATAN LIL’ALAMIN K.H. ABDULLAH GYMNASTIAR, K.H. M. ARIFIN ILHAM, DAN K.H. YUSUF MANSUR (Pendekatan Mikro dan Makrostruktural), secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri, kecuali bagian-bagian yang dirujuk sumbernya dan telah saya susun sesuai dengan kaidah dan etika penelitian.

Salatiga, 5 Desember 2015

Yang Menyatakan

(3)
(4)

ABSTRAK

Bahroni. 2015. Studi Analisis Wacana Kritis Terhadap Retorika Dakwah Islam Rahmatan Lil’alamin K.H. Abdullah Gymnastiar, K.H. M. Arifin Ilham, dan K.H. Yusuf Mansur (Pendekatan Mikro dan Makrostruktural). Penelitian Individual. Konsultan: Dr.H.Sa’adi, M.Ag.

Kata kunci: analisis wacana kritis, retorika dakwah.

Aktivitas mendakwahkan agama Islam—selanjutnya disebut dakwah —semakin berkembang di hampir semua lapisan masyarakat. Hal itu disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan ruhani masyarakat yang senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan kebutuhan jasmani atau duniawi mereka. Faktor lain yang mendukung perkembangan dakwah adalah fakta bahwa Indonesia merupakan satu negara besar dengan komunitas muslim terbanyak di dunia. Dakwah merupakan hal yang sangat strategis. Oleh karena itu, aktivitas tersebut tidak luput dari liputan media massa, baik cetak maupun eletronik, baik offline maupun online. Di antara da’i asli Indonesia yang sangat dikenal oleh masyarakat luas adalah K.H. Muhammad Arifin Ilham (Arifin), K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym), dan K.H. Yusuf Mansur (YM).

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) bagaimanakah wujud kohesi gramatikal retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM?; (2) bagaimanakah wujud kohesi leksikal retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM?; serta (3) bagaimanakah tanggapan pendengar/pemirsa retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM? Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mendeskripsikan dan menjelaskan wujud kohesi gramatikal retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM; (2) mendeskripsikan dan menjelaskan wujud kohesi leksikal retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM; serta (3) mendeskripsikan dan menjelaskan tanggapan pendengar/pemirsa retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM.

(5)

dan substansi pesan-pesan dakwah dari tiga da’i tersebut. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik rekam, simak, dan catat. Di samping itu, juga akan digunakan teknik pustaka, yakni teknik pengambilan data dari berbagai sumber tertulis beserta konteks lingual yang mendukung analisis data. Berbagai tulisan dipilih yang mencerminkan pemakaian potensi bahasa yang khas.

Langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) pengurutan data sesuai dengan masalah yang akan dijawab; (2) pembentukan satuan-satuan data dalam stiap urutannya sesuai dengan kemungkinan hubungan cici kategorinya; (3) interpretasi nilai data sesuai dengan masalah yan akan dijawab; (4) evaluasi tingkat kelayaan dan kelengkapan data dikaitkan dengan rentang masalahnya. Evaluasi ini juga menyangkut penafsiran validitas data bila dihubungkan dengan isi penjelasan yang diberikan. Berdasarkan hasil evaluasi ini dapat ditentukan perlu tidaknya mencari data baru. Berdasarkan hasil analisis, selanjutnya dilakukan pendeskripsian, yakni penjelasan secara sistematis tentang fakta tertentu yang dihasilkan berdasarkan konsep dan cara kerja yang telah ditetapkan.

Kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, wujud kohesi gramatikal retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM mencakup referensi, substitusi, elipsis, dan konjungsi. Referensi merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang menunjuk satuan lingual lain yang mendahului atau mengikutinya. Substitusi merupakan salah satu kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu (yang telah disebut) dengan satuan lingual lain. Elipsis adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan unsur (konstituen) tertentu yang telah disebutkan. Konjungsi merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan yang lain.

Kedua, wujud kohesi leksikal retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM mencakup repetisi (pengulangan), sinonimi (persamaan kata), antonimi (lawan kata), hiponimi (hubungan atas bawah), kolokasi (sanding kata), dan ekuivalensi (kesepadanan).

(6)
(7)

KEMENTERIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LP2M)

Jl. Tentara Pelajar No.2 Telp. (0298) 323706, Fax 3233433 Salatiga 50721

http://www. i ainsalatiga.ac.id e-mail: administrasi@ i ainsalatiga.ac.id

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : STUDI ANALISIS WACANA KRITIS TERHADAP RETORIKA DAKWAH ISLAM RAHMATAN LIL’ALAMIN K.H. ABDULLAH GYMNASTIAR, K.H. M. ARIFIN ILHAM, DAN K.H. YUSUF MANSUR (Pendekatan Mikro dan Makrostruktural)

Peneliti : Drs. Bahroni, M.Pd.

NIP : 196408181994031004

Jenis Penelitian : Penelitian Individual

Tema : Bahasa (Analisis Wacana)

Salatiga, 5 Desember 2015

Konsultan Kepala LP2M

(8)
(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, berkat rahmat Allah SWT dan kontribusi dari berbagai pihak, penyusunan laporan penelitian unggulan judul STUDI ANALISIS WACANA KRITIS TERHADAP RETORIKA DAKWAH ISLAM RAHMATAN LIL’ALAMIN K.H. ABDULLAH GYMNASTIAR, K.H. M. ARIFIN ILHAM, DAN K.H. YUSUF MANSUR (Pendekatan Mikro dan Makrostruktural) dapat terselesaikan dengan baik.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan rujukan dalam upaya memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang analisis wacana kritis yang terkait dengan retorika dakwah.

Peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif dari berbagai pihak terhadap kekurangan-kekurangan dalam penelitian in untuk perbaikan karya-karya peneliti di masa-masa mendatang.

Akhirnya, semua kebenaran mutlak dan kesempurnaan hanyalah milik Allah, segala kekurangan dan kesalahan tentu dari peneliti sebagai manusia biasa. Mudah-mudahan karya yang jauh dari kesempurnaan ini ada manfaatnya. Amin.

Salatiga, 5 Desember 2015

Peneliti

(10)
(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ____i

PERNYATAAN KEASLIAN ____ ii

ABSTRAK ____ iii

LEMBAR PENGESAHAN ____ v

KATA PENGANTAR ____ vi

DAFTAR ISI ____ vii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ___1 B. Rumusan Masalah ___5 C. Tujuan Penelitian ___ 6 D. Manfaat Penelitian ___ 6 E. Metode Penelitian ___ 7

1. Pendekatan Penelitian ___ 7

2. Data, Sumber Data, dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian____ 8

3. Validitas Data ___ 9

4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ____9 BAB II : LANDASAN TEORI

A. Kajian Penelitian Terdahulu ____ 11 B. Kajian Pustaka

(12)

BAB III : BIOGRAFI DA’I

A. K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) ____ 27 B. K.H. Muhammad Arifin Ilham ____ 35

C. K.H. Yusuf Mansur (YM) ____ 42

BAB IV : WUJUD KOHESI GRAMATIKAL RETORIKA DAKWAH

A. K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) ____ 45 B. K.H. Muhammad Arifin Ilham ____ 50

C. K.H. Yusuf Mansur (YM) ____ 54

BAB V : WUJUD KOHESI LEKSIKAL RETORIKA DAKWAH A. K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) ____ 61 B. K.H. Muhammad Arifin Ilham ____ 69

C. K.H. Yusuf Mansur (YM) ____ 74

BAB VI : TANGGAPAN AUDIENS TERHADAP RETORIKA DAKWAH

A. K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) ____ 80 B. K.H. Muhammad Arifin Ilham ____ 88

C. K.H. Yusuf Mansur (YM) ____ 92

BAB VII : PENUTUP

A. Kesimpulan ___97 B. Saran ___ 98 DAFTAR PUSTAKA ___99

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Aktivitas mendakwahkan agama Islam—selanjutnya

disebut dakwah—semakin berkembang di hampir semua

lapisan masyarakat. Hal itu disebabkan oleh meningkatnya

kebutuhan ruhani masyarakat yang senantiasa berkembang

seiring dengan perkembangan kebutuhan jasmani atau

duniawi mereka. Faktor lain yang mendukung perkembangan

dakwah adalah fakta bahwa Indonesia merupakan satu

negara besar dengan komunitas muslim terbanyak di dunia. Semarak dakwah dan aktivitas-aktivitas keagamaan

Islam yang lain, menurut Pudiyono (2008:247) merupakan hal

yang sangat strategis. Oleh karena itu, aktivitas-aktivitas

tersebut tidak luput dari liputan media massa, baik cetak

maupun eletronik, baik offline maupun online. Hal ini

dibuktikan dengan banyaknya majalah, radio, televisi, dan

situs-situs di internet yang khusus menyebarluaskan

pesan-pesan dakwah, bahkan sebagian besar televisi nasional

maupun daerah yang tidak khusus untuk berdakwah pun,

secara periodik menayangkan acara dengan konten dakwah. Terkait dengan etika dakwah, Allah subhanahu wata’ala

(14)

nasihat, dan diskusi yang baik (Q.S. An-Nahl:125). Dengan

kata lain, dakwah itu hendaknya dilakukan dengan bahasa

yang santun dan penuh empati sehingga dapat mencerahkan

pikiran dan menyejukkan hati. Di antara da’i asli Indonesia

yang sangat dikenal oleh masyarakat luas dan agaknya

memiliki karakter sebagaimana dimaksud dalam Q.S.

An-Nahl:125 tersebut adalah K.H. Muhammad Arifin Ilham

(Arifin), K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym), dan K.H. Yusuf

Mansur (YM).

Model dakwah yang dikembangkan oleh ketiga da’i

tersebut, agaknya berpedoman pada prinsip yang

menyatakan bahwa mendakwahkan Islam itu sebaiknya

memperkenalkan ajaran Islam yang dapat memberi jawaban

atau solusi terhadap masalah kehidupan. Ini berarti pesan

yang disampaikan dalam dakwah itu harus aktual, faktual,

dan menonjolkan human interest-nya (Thaha, 1997:113). Di

samping itu, dalam berdakwah harus memilih bahasa

sedemikian rupa sehingga ummat tidak tersinggung tetapi

justru dapat tersentuh hatinya (Thaha, 1997: 148). Di

samping gaya retorika, hal lain yang menentukan efektifitas

dakwah yaitu penguasaan massa, penguasaan persoalan

yang dibahas, dan yang terpenting adalah keikhlasan

(15)

sedangkan apa yang hanya keluar dari bibir biasanya hanya

akan sampai ke telinga (Thaha, 1997:119).

Ketiga da’i tersebut sama-sama memiliki komitmen

yang sangat kuat pada penyebaran ajaran “Islam sebagai

rahmatan lil’alamin” dengan tetap berpegang teguh pada

prinsip tauhid dan akhlaqul karimah, kebersihan hati,

keikhlasan, dan kebersamaan, termasuk dalam menyikapi

setiap perbedaan. Aa Gym menyatakan, “Perbedaan adalah

kenyataan. Bagaimana menyikapi perbedaan menuju ridha

Allah ... itulah tentangannya” (Gymnastiar, 2005:63). “Saya

ingin mengaplikasikan Islam sebagai rahmatan lil’alamin”

(Gymnastiar, 2005:77). “Saya bercita-cita Daarut Tauhid

sebagai miniatur Indonesia dengan menunjukkan wajah Islam

yang indah, produktif, profesional, dan membawa rahmat

bagi seisi alam” (Gymnastiar, 2005:97).

Dalam menyebarluaskan ajaran Islam sebagai

rahmatan lil’alamin, tiga da’i kondang tersebut dikenal publik

dengan sebutan khasnya masing-masing. Arifin dikenal

dengan sebutan yang melekat pada frasa “Majelis Dzikir’, Aa

Gym dikenal dengan frasa “Manajemen Qolbu”, dan YM

dikenal dengan frasa “Wisata Hati”. Meskipun agak berbeda

penekanan dalam mendakwahkan ajaran Islam, namun

sebenarnya ketiganya berorientasi pada hal yang sama yaitu

(16)

sesama dengan cara berpegang teguh pada prinsip tauhid,

memperbanyak dzikir, menata hati, dan banyak bersedekah. Terkait dengan pentingnya berpegang teguh pada

prinsp Tauhid, Arifin menyatakan bahwa puncak dzikir adalah

ketika seseorang telah mampu menanggalkan atribut-atribut

artifisial yang disandangnya. Yakni, ia benar-benar telah

bebas dari keinginan-keinginan pribadinya. Semua

tindakannya didasarkan pada prinsip lillahita’ala (hanya

karena Allah). Pada stadium inilah keikhlasan dan ihsan itu

berada (Ilham, 2003). Senada dengan itu, Aa Gym

menyatakan bahwa manusia memiliki kesempatan untuk

ma’rifatullah (kesanggupan mengenal Allah). Kesanggupan ini

Allah karuniakan kepada manusia karena mereka memiliki

akal dan nurani. Orang-orang yang hatinya hidup akan bisa

mengenal dirinya sendiri, dan pada akhirnya akan berhasil

pula mengenal Tuhannya (Gymnastiar, 2003:122).

Selanjutnya Aa Gym menyatakan bahwa yang disebut sukses

ialah ketika seseorang bisa berjumpa dengan Allah di akhirat

nanti (Gymnastiar, 2005:97). Adapun YM menyatakan, “Hati

menentukan pikiran, dan pikiran menentukan perkataan dan

perbuatan. Oleh karena itu, jangan pernah membenci orang

lain yang pernah menyakitimu bahkan menjatuhkanmu,

(17)

terbaikmu”.

(

http://infoterbaruterbaru.blogspot.com/2013/11/kata-mutiara-yusuf-mansyur. html, diakses pada 26 Mei 2015). Terkenalnya tiga da’i tersebut, merupakan bukti bahwa

model dakwah mereka yang humanis yang lebih menonjolkan

ajaran Islam sebagai rahmatan lil’alamin sangat cocok dan

dapat diterima oleh masyarakat muslim Indonesia yang

memiliki keragaman etnis dan budaya. Oleh karena itu, model

dakwah yang demikian itu perlu dikembangkan dan

disebarluaskan lebih lanjut seiring dengan semakin

meningkatnya kesadaran ummat akan pentingnya

pemenuhan kebutuhan ruhani dan jasmani secara seimbang.

Penyebarluasan, pemahaman, dan penghayatan secara

mendalam terhadap model dakwah yang humanis itu,

semakin penting artinya di tengah-tengah masyarakat

Indonesia yang dewasa ini agaknya sedang mendapat

gempuran yang sangat dahsyat dari pola hidup materialistik

dan hedonistik. Dalam kondisi masyarakat Indonesia

demikian ini, sentuhan dakwah yang humanis dan menyentuh

nurani diharapkan dapat menyadarkan kembali kepada

seluruh warga bangsa akan pentingnya pembangunan mental

(18)

Indonesia Raya: “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya

untuk Indonesia Raya”.

Di antara cara yang dapat dilakukan untuk

mengembangkan dan menyebarluaskan konsep tertentu

adalah melalui kegiatan penelitian. Oleh karena itu, dalam

rangka mengembangkan, menyebarluaskan, memahami, dan

menghayati secara mendalam model dakwah yang agaknya

sangat cocok dengan karakteristik masyarakat Indonesia

yang majemuk itu, maka penelitian tentang “Studi Analisis

Wacana Kritis Terhadap Retorika Dakwah Islam

Rahmatan Lil’alamin K.H. Abdullah Gymnastiar, K.H. M.

Arifin Ilham, dan K.H. Yusuf Mansur (Pendekatan Mikro

dan Makrostruktural)” adalah penting untuk dilakukan. Hal

itu demikian, karena dewasa ini pemahaman tentang wacana

tidak bisa ditinggalkan oleh siapa saja yang ingin menguasai

informasi. Wacana sebagai dasar dalam pemahaman teks

sangat diperlukan oleh masyarakat dalam berkomunikasi

dengan informasi yang utuh. Teks tersususn dari unsur-unsur

yang saling terkait sehingga terciptalah satu kesatuan yang

utuh yang membentuk wacana. Dengan demikian, melalui

penelitian analisis wacana kritis (critical discourse analysis)

ini diharapkan pemahaman terhadap retorika dakwah dari

(19)

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah wujud kohesi gramatikal retorika dakwah

Aa Gym, Arifin, dan YM?

2. Bagaimanakah wujud kohesi leksikal retorika dakwah Aa

Gym, Arifin, dan YM?

3. Bagaimanakah tanggapan pendengar/pemirsa retorika

dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM? C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mendeskripsikan dan menjelaskan wujud kohesi

gramatikal retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM.

2. Mendeskripsikan dan menjelaskan wujud kohesi leksikal

retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan YM.

3. Mendeskripsikan dan menjelaskan tanggapan

pendengar/pemirsa retorika dakwah Aa Gym, Arifin, dan

YM?

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat

bermanfaat bagi pengembangan khazanah ilmu,

khususnya ilmu bahasa yang terkait analisis wacana dan

ilmu dakwah. 2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan

bermanfaat bagi pihak-pihak sebagai berikut:

1. Bagi para pakar bahasa dan pembelajaran bahasa,

dapat mempertajam pikiran dan intuisi dalam

memahami tidak hanya hakikat bahasa tetapi juga

(20)

proses belajar bahasa mempunyai kaitan erat dengan

proses pemerolehan kompetensi komunikatif.

Kompetensi ini hanya dapat diperoleh dalam konteks

penggunaan bahasa. Dengan demikian, menganalis

wacana secara sungguh-sungguh dapat mengungkap

tingkat pemerolehan kompetensi komunikatif.

2. Bagi para da’i, dapat mencerahkan pikiran dan intuisi

dalam memahami, memilih, dan menerapkan model

dakwah yang lebih humanis dan persuasif sehingga

ajakan dakwahnya dapat menyentuh nurani audiensnya

yang pada akhirnya mereka mau menerima ajakannya

itu dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.

3. Bagi ummat/pembaca pada umumnya, dapat membantu

memahami makna dalam pesan-pesan retorika dakwah

secara lebih utuh dan mendalam. E. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif-deskriptif, yakni bertujuan untuk mengungkapkan berbagai

informasi kualitatif dengan pendeskripsian yang teliti dan

penuh nuansa untuk menggambarkan secara cermat

sifat-sifat suatu hal, keadaan, fenomena, dan tidak terbatas

pada pengumpulan data, tetapi meliputi analisis dan

(21)

Penelitian ini berusaha mendeskripsikan dan

menjelaskan secara kualitatif jawaban dari semua

pertanyaan yang ada dalam rumusan masalah. Dalam hal

yang khusus terkait analisis wacana kritis, akan digunakan

dua pendekatan yakni pendekatan mikro dan

makrostruktural. Pendekatan mikrostruktural

menitikberatkan pada mekanisme kohesi tekstualnya,

untuk mengungkapkan urutan kalimat yang dapat

membentuk wacana menjadi koheren.

Adapun pendekatan makrostruktural menitikberatkan

pada garis besar susunan wacana untuk memahami

wacana secara keseluruhan. Dalam hal ini, di samping

meneliti hubungan atau keterkaitan antarkalimat dan

paragraf, juga perlu mempertimbangkan konteks-situasi

yang pemahamannya dapat dilakukan dengan beberapa

prinsip penafsiran, yakni penafsiran lokal, temporal, dan

analogi. Bahkan, meliputi juga faktor-faktor sosio-kultural

dan konvensi-konvensi sosial budaya yang

melatarbelakangi terciptanya sebuah wacana, yakni dunia

luar bahasa (Sumarlam, 2008: 234).

2. Data, Sumber Data, dan Teknik Pengumpulan Data

(22)

Data penelitian kebahasaan adalah fenomena lingual

khusus yang berkaitan langsung dengan masalah

penelitian (Sudaryanto, 2002:5-6). Data penelitian ini

berupa satuan-satuan lingual yang membentuk kohesi

gramatikal dan leksikal ditambah dengan faktor-faktor

situasi dan latar belakang sosiokultural yang terdapat di

luar teks.

Sumber data dalam penelitian berupa rekaman

ceramah empat da’i, yakni Zainuddin, Aa Gym, Arifin, dan

YM yang tersimpan dalam kaset dan alat-alat penyimpan

yang lain, termasuk yang terdapat di media online seperti

Youtube, serta dokumen-dokumen yang memuat ceramah

empat da’i tersebut. Disamping itu, data juga akan digali

dari responden yang diwawancarai mengenai

tanggapannya yang terkait dengan sosok dan substansi

pesan-pesan dakwah dari tiga da’i tersebut.

Data dalam penelitian ini akan dikumpulkan dengan

menggunakan teknik rekam, simak, dan catat. Di samping

itu, juga akan digunakan teknik pustaka, yakni teknik

pengambilan data dari berbagai sumber tertulis beserta

konteks lingual yang mendukung analisis data. Berbagai

tulisan dipilih yang mencerminkan pemakaian potensi

(23)

3. Validitas Data

Agar data yang diperoleh dapat dipertanggung

jawabkan secara ilmiah dan dapat menjadi landasan dalam

penarikan kesimpulan, maka sebelum informasi dijadikan

data penelitian perlu dicermati validitas dan reliabiltasnya.

Untuk menjamin keabsahan dan kredibilitas data

penelitian, digunakan teknik trianggulasi, yang lazim

dipakai dalam penelitian kualitatif.

4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Pada tahap ini dilakukan langkah-langkah sebagai

berikut: (1) pengurutan data sesuai dengan masalah yang

akan dijawab; (2) pembentukan satuan-satuan data dalam

stiap urutannya sesuai dengan kemungkinan hubungan cici

kategorinya; (3) interpretasi nilai data sesuai dengan

masalah yan akan dijawab; (4) evaluasi tingkat kelayaan

dan kelengkapan data dikaitkan dengan rentang

masalahnya. Evaluasi ini juga menyangkut penafsiran

validitas data bila dihubungkan dengan isi penjelasan yang

diberikan. Berdasarkan hasil evaluasi ini dapat ditentukan

perlu tidaknya mencari data baru. Berdasarkan hasil

analisis, selanjutnya dilakukan pendeskripsian, yakni

(24)

dihasilkan berdasarkan konsep dan cara kerja yang telah

(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan

tema penelitian yang akan penulis lakukan adalah sebagai

berikut.

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Umar Fauzan

pada tahun 2014 yang berjudul Analisis Wacana Kritis Teks

Berita MetroTV dan tvOne mengenai Luapan Lumpur

Sidoarjo. Penelitian ini berupa disertasi pada Program Studi

S-3 Linguistik Deskriptif di Program Pascasarjana Universitas

Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini adalah penelitian

deskriptif kualitatif dengan menggunakan CDA model

Fairclough, yang kesimpulannya adalah sebagai berikut.

1. Teks berita MetroTV dan tvOne terdiri dari tiga unit

wacana, yakni judul, orientasi, dan sequence of events.

Struktur teks MetroTV tidak hanya berisi pemaraan

peristiwa, namun juga memberi pemaparan hal-hal negatif

yang mengangkat hal tidak baik dari PT Lapindo Brantas.

Struktur teks tvOne tidak hanya berisi pemaparan

(26)

memberi nuansa argumentasi untuk teks berita dengan

tujuan menetralkan isu-isu yang negatif.

2. Gramatika yang berupa transtivitas, MetroTV memilih

menggunakan Aktor sebagai partisipan yang berupa

nonmanusia. Gramatika yang berupa kalimat

positif-negatif, MetroTV memanfaatkan kalimat positif dengan

porsi yang tidak terlalu besar (65% dari total penggunaan

kalimat). Gramatika yang berupa transtivitas, tvOne

menggunakan Aktor sebagai partisipan yang berupa

manusia, warga; menggunakan proses material sebagai

proses yang paling dominan; serta mengangkat

tema-tema yang positif, seperti: istighosah, pembayaran dan

penanganan lumpur yang berlangsung baik. Gramatika

yang berupa kalimat positif-negatif, tvOne menggunakan

porsi kalimat positif yang sangat besar (87% dari total

penggunaan kalimat) untuk bersikap setuju dan

mengangkat hal yang positif dengan apa yang dilakukan

oleh PT Lapindo Brantas.

3. Kosakata MetroTV meliputi 3 hal: (1) MetroTV

memanfaatkan kosakata eksperiensial untuk mengangkat

hal-hal yang tidak baik mengenai identitas, penyebab, dan

(27)

jawab, reaksi warga, proses penanganan, dan pembayaran

ganti rugi; (2) MetroTV memanfaatkan kata attitudinal

untuk memberikan penilaian yang tidak baik terhadap PT

Lapindo Brantas; dan (3) MetroTV memanfaatkan metafora

untuk mengangkat hal-hal yang negatif dari PT Lapindo.

Kosakata tvOne meliputi 3 hal: (1) tvOne memanfaatkan

kosakata eksperiensial untuk mengangkat hal-hal yang

baik mengenai identitas, penyebab, dan dampak luapan

lumpur, siapa yang harus bertanggung jawab, reaksi

warga, proses penanganan, dan pembayaran jual beli; (2)

tvOne memanfaatkan kata attitudinal untuk memberikan

penilaian yang baik terhadap apa yang sudah dilakukan

dengan baik oleh PT Lapindo Brantas, dan (3) tvOne

memanfaatkan metafora untuk mengungkap hal-hal yang

positif dan sekaligus menetralkan hal-hal yang negatif dari

dampak dan penanganan luapan lumpur.

4. Ideologi MetroTV adalah pencitraan negatif dengan

menyerang, sementara ideologi tvOne adalah pencitraan

positif dengan membela diri dan menentralkan isu-isu

negatif pihak lain.

5. Strategi MetroTV adalah menguatkan hal negatif dari

(28)

Strategi tvOne adalah Menguatkan hal positif dari diri kita

dan Mengurangi hal negatif dari diri kita.

6. Perbedaan bentuk bahasa terjadi karena MetroTV dan

tvOne berafiliasi kepada dua partai politik yang berbeda

dengan ideologi yang berbeda pula dan ingin menarik

simpati dari masyarakat. (http://pasca.uns.ac.id/?p=3074,

diakses pada 27 Mei 2015)

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Duryatin Amal

yang berjudul Studi Analisis Wacana Kritis terhadap

Iklan-iklan Televisi dengan Endorser Ustadz dan ustadzah.

Penelitian yang berupa tesis pada Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta ini menggunakan

metode kualitatif dengan pendekatan paradigma kritis.

Kesimpulanya, pada level teks, ditemukan bahwa dalam

iklan-iklan yang dibintangi oleh ustadz dan ustadzah terdapat

wacana komodifikasi isi dengan teridentifikasinya tampilan

ciri khas, gaya, dan gerakan ustadz dan ustadzah;

penggunaan musik-musik ala Timur Tengah; dan tampilan

ustadz dan ustadzah yang terlihat berlebihan.

Pada level konsumsi teks, dapat disimpulkan bahwa

(29)

iklan. Terdapat dua golongan partisipan yang setuju dan tidak

setuju terhadap ustadz dan ustadzah yang beriklan. Di

samping itu, partisipan berpandangan bahwa ustadz dan

ustadzah ditampilkan kembali dalam iklan sebagai sosok

yang lucu, gayanya terlalu berlebihan, tegas, sopan,

sederhana, gaul, dan feminin.

Adapun pada level sosiokultural, iklan disiarkan dalam

kondisi mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam

terbesar di dunia, dimana iklan tersebut merupakan salah

satu bentuk budaya pop yang isinya ditentukan oleh kaum

kapitalis.

http://dglib.uns.ac.id/dokumen/Studi-Analisis-

Wacana-Kritis-terhadap-Iklan-iklan-Televisi-dengan-Endorser-Ustadz-dan-ust, diakses pada 27 Mei 2015).

Posisi penelitian yang akan penulis lakukan terhadap

hasil penelitian pertama dan kedua di atas, meskipun

sama-sama menggunakan analisis wacana kritis, namun berbeda

objeknya. Hasil penelitian pertama tersebut mengkaji wacana

berita di televisi dan yang kedua mengkaji wacana iklan di

televisi, sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan

akan mengkaji wacana retorika dakwah. Hasil penelitian

pertama dan kedua tersebut akan penulis gunakan sebagai

(30)

analisis data karena sama-sama menggunakan pendekatan

analisis wacana kritis.

Ketiga, penelitian yang berjudul Analisis Wacana Humor

dalam Film Kill the Messenger (Studi Kasus Stand-Up Comedy

Chris Rock). Penelitian yang berupa tesis pada Program

Pascasarjana Universitas Gadjah Mada ini dilakukan oleh

Anggi Triandana. Penelitian ini menyimpulkan bahwa

penciptaan humor di stand-up comedy dipandang sebagai

kombinasi dari berbagai fitur lingistik seperti (1) struktur

wacana humor di stand-up comedy, (2) pemanfaatan aspek

pragmatis untuk menciptakan humor, (3) penggunaan aspek

kebahasaan untuk membangkitkan humor, (4) fungsi humor

itu sendiri.

Penelitian ini menemukan bahwa Kill the Messenger

menggunakan berbagai struktur dan pola seperti one-liners,

pertanyaan dan jawaban, struktur sederhana, dan struktur

yang kompleks. Kill the Messenger juga menggunakan aspek

kebahasaan sebagai pemicu terjadinya kelucuan seperti

morfologi, sintaksis, semantik, deixis, dan gaya bahasa.

Secara pragmatis, penelitian ini menggambarkan humor

dilihat dari menyimpangkan prinsip kerjasama, prinsip

(31)

menemukan fungsi humor dalam hal solidaritas, power, dan

psikologi.

(http://lib.ugm.ac.id/ind/?page_id=248, diakses pada 27 Mei

2015).

Keempat, penelitian yang berjudul Analisis Wacana

Humor dalam Kumpulan Komik Serial Mice Cartoon. Penelitian

yang berupa tesis pada Program Pascasarjana Universitas

Gadjah Mada ini dilakukan oleh Siti Maryam. Dalam penelitian

ini, pragmatik digunakan sebagai tinjauannya karena satuan

analisisnya berupa tuturan yang maknanya terikat konteks. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. Data wacana

humor yang ditimbulkan oleh aspek-aspek pragmatik yang

disimpangkan terbagi menjadi tiga aspek, meliputi: (1)

penyimpangan prinsip kerja sama, (2) penyimpangan prinsip

kesopanan, dan (3) penyimpangan parameter pragmatik.

Sementara itu aspek-aspek kebahasaan yang

dimanfaatkan oleh kartunis Mice dalam mengkreasikan

wacana humornya meliputi (1) aspek fonologis, (2)

ketaksaan, (3) metonimi, (4) hiponimi, (5) sinonimi, (6)

antonimi, (7) eufemisme, (8) nama, (9) kata ulang, (10)

pertalian kata dalam frasa, (11) pertalian elemen

intraklausa, (12) pertalian antarklausa, dan (13) pertalian

(32)

2015).

Posisi penelitian yang akan penulis lakukan terhadap

hasil penelitian ketiga dan keempat di atas, ada bedanya

yakni hasil penelitian tersebut menggunakan analisis

wacana, sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan

menggunakan analisis wacana kritis. Objeknya juga berbeda,

hasil pelitian ketiga objeknya adalah wacana humor dalam

film, yang keempat objeknya wacana humor dalam komik,

sedangkan objek penelitian yang akan penulis lakukan

adalah wacana retorika dakwah. Hasil penelitian ketiga dan

keempat tersebut yang sama-sama mengakji wacana humor

tersebut, juga dapat dijadikan pembanding atau

pertimbangan dalam melakukan analisis data penelitian

yang akan penulis lakukan karena dalam wacana dakwah

juga ada wacana humornya.

B. Kajian Pustaka 1. Analisis Wacana

Ketika membahas bahasa berdasarkan tata bunyi

(fonologi), bentuk kata (morfologi), struktur kalimat

(sintaksis) bahkan berdasarkan kandungan maknanya

(33)

merupakan sesuatu yang dapat kita pisah-pisahkan

berdasarkan komponennya tanpa mempertimbangkan

bahwa sebenarnya komponen-komponen itu merupakan

suatu kesatuan yang saling berhubungan di dalam

konteks pemakaiannya. Dalam kenyataannya bahasa itu

digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi.

Dengan demikian, bahasa tidak lagi dipandang

sebagai alat komunikasi yang diperinci dalam bentuk

bunyi, frasa, ataupun kalimatnya secara terpisah-pisah.

Kita memakai bahasa dalam wujud kalimat yang saling

berkaitan. Kalimat yang pertama menyebabkan

timbulnya kalimat kedua, kalimat kedua menjadi acuan

kalimat ketiga, kalimat ketiga mengacu kembali ke

kalimat pertama, dan seterusnya. Rentetan kalimat yang

berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu

dengan proposisi yang lain itu membentuk kesatuan

yang dinamakan wacana. Agaknya jelas bahwa

pembicaraan tentang wacana memerlukan pengetahuan

tentang kalimat dan segala sesuatu yang berhubungan

dengan kalimat.

Sampai saat ini batasan atau definisi wacana

yang dikemukakan para ahli bahasa masih beragam.

(34)

perbedaan-perbedaan karena sudut pandang yang

digunakan pun berbeda. Namun, harus diakui pula

bahwa di samping terdapat perbedaan terdapat juga

teras-inti bersama atau persamaan-persamaan di antara

definisi-definisi itu.

Menurut Douglas dalam Mulyana (2005:3), istilah

wacana berasal dari bahasa Sansekerta wac/wak/vak, yang

artinya berkata, berucap. Kata tersebut kemudian

mengalami perubahan bentuk menjadi wacana. Sinar

(2008:5), berpendapat bahwa wacana merupakan unit

bahasa yang lengkap dan tertinggi yang terdiri daripada

deretan kata atau kalimat, baik dalam bentuk lisan maupun

tulisan, yang dijadikan bahan analisis linguistik. Dalam

linguistik, wacana dipahami sebagai satuan lingual

(linguistic unit) yang berada di atas tataran kalimat

(Baryadi 2002:2).

Menurut Edmondson (1981:4), wacana adalah suatu

peristiwa yang terstruktur yang dimanifestasikan dalam

perilaku bahasa atau yang lainnya. Tampak di dalam

definisi itu bahwa Edmondson menekankan adanya sifat

keteraturan peristiwa yang dinyatakan dengan bahasa

di dalam wacana. Lebih lanjut, ia membedakan antara

(35)

suatu rangkaian ungkapan bahasa yang terstruktur

yang membentuk satu kesatuan. Berdasarkan batasan

tersebut, secara ringkas dapat dikatakan bahwa

perbedaan pokok antara teks dengan wacana adalah

teks merupakan suatu rangkaian pernyataan bahasa

yang terstruktur, sedangkan wacana merupakan suatu

peristiwa yang terstruktur yang diungkapkan melalui

bahasa.

Sementara itu, Kridalaksana (1983:179)

berpendapat bahwa wacana merupakan satuan bahasa

terlengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan

gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini

direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh

(novel, buku, seri ensiklopedia), paragraf, kalimat atau

kata yang membawa amanat yang lengkap. Tampak

pada definisi tersebut, hal yang dipentingkan di dalam

wacana menurut Kridalaksana adalah keutuhan atau

kelengkapan maknanya. Adapun bentuk konkretnya

dapat berupa apa saja (kata, kalimat, paragraf, atau

sebuah karangan yang utuh) yang penting makna, isi,

dan amanatnya lengkap.

Selanjutnya, James Deese (1984) sebagaimana

(36)

wacana adalah seperangkat proposisi yang saling

berhubungan untuk menghasilkan suatu rasa kepaduan

atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca. Kohesi

atau kepaduan itu sendiri harus muncul dari isi wacana,

tetapi banyak sekali rasa kepaduan yang dirasakan

oleh penyimak atau pembaca harus muncul dari cara

pengutaraan, yaitu pengutaraan wacana itu.

Berdasarkan batasan tersebut dapat diketahui

bahwa sebuah wacana menurut Deese harus memenuhi

syarat sebagai berikut:

a. merupakan seperangkat proposisi, yaitu konfigurasi

makna yang menjelaskan isi komunikasi dari

pembicara;

b. isi komunikasi itu harus saling berhubungan,

artinya antara proposisi yang satu dengan

proposisi yang lain saling berkaitan; dan

c. keterkaitan antarproposisi itu menghasilkan rasa

kepaduan, baik kepaduan bentuk maupun

kepaduan makna.

Adapun Samsuri (1988:1), menyatakan bahwa

wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang

peristiwa komunikasi. Komunikasi itu dapat menggunakan

(37)

Wacana mungkin bersifat transaksional, jika yang

dipentingkan ialah isi komunikasi itu, tetapi mungkin

bersifat interaksional, jika merupakan komunikasi

timbal-balik. Wacana lisan transaksional mungkin berupa pidato,

ceramah, tuturan, dakwah, dan deklamasi. Wacana lisan

interaksional dapat berupa percakapan, debat, tanya

jawab (di sidang pengadilan, di kantor polisi). Wacana

tulisan transaksional mungkin berupa instruksi, iklan,

surat, cerita, esai, makalah, tesis, dan sebagainya.

Wacana tulisan interaksional mungkin berupa polemik,

surat-menyurat antara dua orang, dan sebagainya.

Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia

(1988:34) dinyatakan bahwa wacana adalah rentetan

kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna

yang serasi di antara kalimat itu; atau wacana adalah

rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan

proposisi yang satu dengan proposisi yang lain

sehingga membentuk satu kesatuan.

Di dalam definisi tersebut unsur kesatuan

hubungan antarkalimat dan keserasian makna merupakan

ciri penting atau esensial di dalam wacana. Kesatuan

hubungan antarkalimat dan keserasian makna tersebut

(38)

konfigurasi makna yang menjelaskan isi komunikasi dari

suatu pembicaraan. Berdasarkan batasan tersebut,

dapat diketahui bahwa satuan pembentuk wacana

adalah rentetan kalimat yang saling berkaitan. Batasan

demikian tentu membawa konsekuensi secara implisit,

bahwa wacana seharusnya tidak berupa satuan bahasa

di bawah kalimat, seperti klausa, frasa, atau kata; satu

hal yang jelas berbeda dengan batasan yang diberikan

oleh Kridalaksana (1983) sebab menurutnya wacana

pun dapat berupa kata yang penting amanatnya

lengkap.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa wacana

merupakan satuan bahasa terlengkap yang meliputi

fonem, morfem, kata, klausa, kalimat dengan koherensi

dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, yang

mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata,

disampaikan secara lisan atau tertulis ini dapat berupa

ucapan lisan dan dapat juga berupa tulisan, tetapi

persyaratanya harus dalam satu rangkaian dan dibentuk

oleh lebih dari sebuah kalimat.

Selanjutnya, yang dimaksud analisis wacana disiplin

ilmu yang berusaha mengkaji penggunaan bahasa yang

(39)

wacana merupakan aktivitas menganalisis bahasa yang

digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun

lisan. Penggunaan bahasa secara alamiah tersebut berarti

penggunaan bahasa seperti dalam komunikasi sehari-hari

(Rani dkk., 2006:9).

Dardjowidjojo dalam Mulyana (2005:1) menerangkan

bahwa analisis wacana berkaitan dengan pemahaman

tentang tindakan manusia yang dilakukan dengan bahasa

(verbal) dan bukan bahasa (nonverbal). Hal ini

menunjukkan, bahwa untuk memahami wacana dengan

baik dan tepat, diperlukan bekal pengetahuan kebahasaan,

dan bukan kebahasaan (umum).

Sebagai objek kajian dan penelitian kebahasaan,

wacana dapat diteliti dari berbagai segi. Analisis wacana

mengkaji wacana baik dari segi internal maupun

eksternalnya. Dari segi internal, wacana dikaji dari jenis,

struktur, dan hubungan bagian-bagian wacana; sedangkan

dari segi eksternal, wacana dikaji dari segi keterkaitan

wacana itu dengan pembicara, hal yang dibicarakan dan

mitra bicara.

Penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis

atau Critical Discourse Analysis (CDA). Menurut Jorgensen

(40)

metode yang bisa digunakan untuk melakukan kajian

empiris tentang hubungan-hubungan antara wacana dan

perkembangan sosial dan kultural dalam domain-domain

sosial yang berbeda. Menurut Titscher dkk.(2009:239), CDA

mengonsepsikan bahasa sebagai suatu bentuk praktik

sosial dan berusaha membuat umat manusia sadar akan

pengaruh timbal-balik anatar bahasa dan struktur sosial

yang biasanya tidak disadari.

Lukmana dkk. (2006:12) mengatakan bahwa CDA

mempunyai ciri yang berbeda dari analisis wacana yang

bersifat nonkritis, yang cenderung hanya mendeskripsikan

struktur dari sebuah wacana. CDA bertindak lebih jauh, di

antaranya dengan menggali alasan mengapa sebuah

wacana memiliki struktur tertentu, yang pada akhirnya

akan berujung pada analisis hubungan sosial antara

pihak-pihak yang tercakup dalam wacana tersebut.

Fairlough dan Wodak dalam Eriyanto (2001:7)

berpendapat bahwa CDA melihat wacana---pemakaian

bahasa dalam tuturan dan tulisan---sebagai bentuk dari

praktik sosial. Wacana sebagai praktik sosial

menyebabkan sebuah hubungan dialektis di antara

peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi, dan

(41)

bahasa dianalisis bukan dengan menggambarkan semata

dari aspek kebahasaan, melainkan juga menghubungkan

dengan konteks. Dalam hal ini, berarti bahasa itu dipakai

untuk tujuan dan praktik tertentu, termasuk di dalamnya

untuk tujuan dan praktik dakwah.

Dengan demikian, CDA merupakan teori untuk

melakukan kajian empiris tentang hubungan-hubungan

antara wacana dan perkembangan sosial budaya. Untuk

menganalisis wacana, yang salah satunya bisa dilihat

dalam area linguistik dengan memperhatikan

kalimat-kalimat yang terdapat dalam teks dakwah bisa

menggunakan teori analisis wacana kritis.

2. Retorika Dakwah

Seseorang yang ingin menjadi pembicara yang

handal harus mampu memahami situsi dan kondisi mitra

tuturnya serta mampu beradaptasi di mana dan dalam

situasai bagaimana ia sedang berbicara. Untuk dapat

dapat menjadi pembicara yang demikian itu, maka

pemahaman tentang retorika menjadi penting.

Retorika atau dalam bahasa Inggris rhetoric

berasal dari bahasa Latin rhetorica yang berarti ilmu

bicara. Termasuk dalam cakupan pengertian retorika

(42)

berbicara, ke m a m p u a n m e m p ro d u k s i g a g a s a n ,

dan mensosialisasikannya sehingga mampu

mempengaruhi audience

(http://indramukhtaroji.blogspot.com/retorika, diakses

pada pada 26 Mei 2015). Retotika adalah seni berbicara

atau kemampuan merangkai kata-kata dengan maksud

agar pendengar mudah memahami makna pesan yang

disampaikannya.

Selanjutnya, pengertian dakwah. Secara

etimologis, dakwah berasal dari bahasa Arab yang berarti

panggilan, seruan, atau ajakan kepada sesuatu (Suminto,

1984:53). Adapun secara terminologis, dakwah adalah

mengajak, membimbing, dan memimpin orang yang

belum mengerti atau sesat jalannya dari agama yang

benar untuk dialihkan ke jalan ketaatan kepada Allah,

menyuruh orang berbuat baik dan melarang berbuat

buruk agar mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat

(Syaikh Abdullah Ba’alawi dalam Saputra, 2002:2).

Senada dengan itu, Faridl (1982:134) menyatakan

bahwa dakwah merupakan seruan kepada manusia untuk

melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala

yang dilarang-Nya. Dakwah dalam pengertian tersebut,

(43)

pengertian: (1) tabligh yakni menyampaikan ajaran Allah,

(2) jihad yakni berjuang menegakkan agama Allah, (3)

ishlah yakni menyelesaikan persoalan sesuai dengan

ajaran Allah, (4) khutbah yakni berpidato tentang ajaran

Allah, (5) taushiyyah yakni berwasiat atau memberi

nasihat, dan (6) amarma’ruf nahi munkar yakni

memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari

keburukan.

Kedudukan hukum dakwah adalah fardhu ‘ain,

yaitu kewajiban setiap individu muslim. Allah

memerintahkan agar setiap muslim berusaha mengubah

kemungkaran yang diketahuinya. Oleh karena itu, kepada

kaum muslim diperintahkan agar ada sekelompok muslim

yang menekuni ajaran Islam secara khusus untuk

disampaikan dan diajarkan kepada orang lain (Q.S. Ali

‘Imran: 104 dan At-Taubah: 122).

Berdasarkan pengertian retorika dan dakwah di atas,

maka retorika dakwah dapat diartikan sebagai

ketrampilan menyampaikan ajaran Islam secara lisan

guna memberikan pemahaman yang benar kepada kaum

muslimin agar mereka dapat dengan mudah menerima

seruan dakwah yang karenanya pemahaman dan

(44)

Seorang da’i perlu mempelajari retorika dakwah,

agar ceramahnya dapat berlangsung dengan baik,

mencerahkan pikiran dan dan menyentuh hati jama’ah.

Dengan demikian, di samping penguasaan konsepsi Islam

dan pengamalannya, keberhasilan dakwah juga sangat

ditentukan oleh kemampuan komunikasi antara sang da’i

(45)

BAB III

BIOGRAFI DA’I

A. K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym)

Aa Gym adalah ustadz yang terkenal dengan

pendidikan Manajemen Qolbu dan mendirikan pondok

pesantren Daarut Tauhiid. Aa Gym lahir pada hari senin

tanggal 29 Januari 1962 dengan nama lengkap Yan

Gymnastiar. Beliau adalah putera sulung dari empat

bersaudara pasangan Letnan Kolonel H. Engkus Kuswara

dan Ny. Hj. Yeti Rohayati. Saudara-saudara kandungnya:

Abdurrahman Yuri, Agung Gunmartin, dan Fathimah

Genstreed.

Aa Gym lahir dari keluarga yang dikenal religius dan

disiplin. Meskipun religius tetapi pendidikan agama yang

ditanamkan oleh orang tuanya sebenarnya sama dengan

keluarga lain pada umumnya. Kedisiplinan ketat namun

demokratis telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari

pola hidupnya sejak kecil, karena ayahnya adalah seorang

perwira angkatan darat. Sebagai putera seorang tentara,

beliau bahkan pernah diamanahkan menjadi komandan

resimen mahasiswa (menwa) Akademi Teknik Jenderal

(46)

disiplin tidak selalu berbentuk militerisasi, kami di sini

menegakkan disiplin tanpa kekerasan dan kekasaran, tidak

ada kekuatan tanpa disipin” ujarnya seperti dikutip harian

Kompas (22/06/2000). Dan ternyata kekuatan yang

semacam inilah yang justru membuat dirinya dan dua

orang adiknya memiliki rasa percaya diri, mampu hidup

prihatin, pantang menyerah, dan kental dengan rasa

kesetiakawanan.

Dimata Aa Gym sosok sang adik (Agung Gunmartin)

ternyata sangat berpengaruh. “Saya dapat pelajaran

membuka mata hati saya dari adik laki-laki saya yang lumpuh seluruh tubuhnya dalam menghadapi maut”

sebagaimana yang dikutip harian Republika (07/05/2000).

Dia tidak bisa melupakan saat-saat bersama adiknya yang

mengalami kelumpuhan total. “Kalau kuliah saya

menggendongnya” ungkapnya mengenang. Pernah suatu

ketika Aa Gym menanyakan kepada sang adiknya,

“Mengapa sudah tidak berdaya masih terus kuliah?”

Adiknya menjawab, “Kalau orang lain ibadahnya dengan

berjuang, mudah-mudahan keinginan saya untuk terus

kuliah bernilai ibadah”. Pelajaran lain yang diperoleh dari

sang adik adalah dia tidak pernah mengeluh. Aa Gym

(47)

punya bekal untuk pulang dengan berbuat sesuatu, saya

ingin mengumpulkan bekal pulang dengan bersabar”.

Aa Gym mengaku bahwa guru pertamanya adalah

adiknya sendiri yang biasa dipanggil Agung. “Saya

bersyukur memperoleh guru yang sosoknya seperti adik

saya, guru saya adalah seorang yang lemah fisiknya. Saya

diajari bahwa saya harus menghargai dan memperhatikan

orang-orang yang lemah di sekeliling saya”. Adik Aa Gym

yang meninggal dipangkuannya inilah yang membuat

perubahan-perubahan yang sangat berarti dalam diri Aa

Gym selanjutnya.

Pada masa mudanya, selain menuntut ilmu dan aktif

berorganisasi, Aa Gym juga

memiliki kegemaran berdagang. Dialah yang memelopori

pembuatan stiker-stiker barsablon yang menunjukkan

kekuatan dan keindahan Islam, dia juga pernah berjualan

minyak wangi. Seraya tertawa dia bercerita, pernah

seharian suntuk ia membersihkan botol-botol minyak gosok

PPO untuk diisi minyak wangi hasil racikannya. Seluruh

hasil kerja Aa Gym akhirnya membuahkan hasil, dia

kemudian dapat membeli 1 unit mobil angkutan kota

(angkot) dan kadang-kadang dia yang menjadi supirnya.

Jika ada acara wisuda, dia menjual baterai dan film, selain

(48)

makan ke rumah makan lainnya. “Sebenarnya tujuan saya

mengamen ini bukan untuk mencari uang, melainkan ingin

berlatih dalam berhadapan dengan orang lain, tapi ya

lumayan juga dapat uang” ujarnya.

Abdullah Gymnastiar memang lebih populer

dipanggil Aa Gym, karena sebagian

besar jama’ahnya adalah para pemuda. Aa dalam bahasa

sunda berarti kakak. Dari pernikahannya dengan Ninih

Muthmainnah Muhsin (cucu dari KH. Moh Tasdiqin,

pengasuh pondok pesantren Kalangsari, Cijulang, Ciamis

Selatan), Allah mengaruniakan enam orang anak yakni;

Ghaida Tsuraya, Muhammad Ghazi Al-Ghifari, Ghina

Raudhatul Jannah, Ghaitsa Zahira Shofa, Ghefira Nur

Fathimah, dan Ghaza Muhammad Al-Ghazali. Anak-anaknya

tersebut dididik dengan penuh disiplin dan religius, tetapi

tetap dalam suasana demokratis.

Dalam lingkungan keluarganya, Aa Gym tampaknya

berusaha menciptakan suasana yang enak dan egaliter

agar istri dan anak-anaknya dapat mengoreksi dirinya

secara terbuka dan ikhlas. Seperti yang dituturkan oleh Aa

Gym sendiri bahwa seminggu sekali biasanya dia

mengumpulkan seluruh anggota keluarganya dan meminta

mereka supaya menilai dirinya. Rupanya bagi Aa Gym

(49)

dapat membuat dirinya tidak anti kritik. “Saya mencoba

membuat diri saya terbuka dan dapat disoroti dari sudut

manapun, dan saya juga membutuhkan kritik untuk

memperbaiki diri saya” ungkapnya dalam salah satu

wawancara. Aa Gym kemudian berusaha melebarkan

proses penilaian diri kepada kalangan santri, orang-orang

yang ada di sekelilingnya dan para tetangga yang

sehari-hari amat dekat dengannya. Mereka diminta agar

terus-menerus mengoreksi dirinya agar supaya tetap berada di

jalur yang benar dengan cara apapun. Aa Gym yakin

bahwa semakin dirinya dapat dibuat terbuka dan dapat

menerima kritikan orang lain tanpa kedongkolan atau

kejengkelan, maka kemampuan dirinya akan semakin

membaik dari hari ke hari. Inilah barangkali akar-akar

kultural yang memberikan pengaruh fundamental yang

cukup signifikan dalam diri Aa Gym, sehingga ia bisa tampil

menjadi sosok Kyai masa depan ummat yang bersifat

terbuka dan moderat seperti sekarang ini.

Latar belakang pendidikan formal Aa Gym, apalagi

bila dikaitkan dengan posisi dirinya sekarang ini tampak

cukup unik. Diawali dari Sekolah Dasar (SD) Sukarasa III

Bandung, Sekolah Menengah Pertama (SMP) 12 Bandung,

(50)

dilanjutkan dengan kuliah selama satu tahun di Pendidikan

Ahli Administrasi Perusahaan (PAAP) Universitas

Padjadjaran, Bandung, terakhir di Akademi Teknik Jenderal

Ahmad Yani, kini Universitas Ahmad Yani (Unjani) hingga

sarjana muda, waktu itu Aa Gym meraih gelar Bachelor of

Electrical Engineering.

Sebenarnya Aa Gym ingin meneruskan kuliahnya

hingga S1, namun waktu itu ia

sudah jarang kuliah dan dia tidak enak karena tidak

mengikuti prosedur yang semestinya.

Dari prestasi akademik beliau juga masuk peringkat yang

lumayan, misalnya waktu SD ia menjadi siswa berprestasi

kedua dengan selisih hanya satu angka dari sang juara.

Dan sewaktu kuliah pun nilai-nilai akademik Aa Gym tetap

terjaga dengan baik sehingga beliau sempat terpilih untuk

mewakili kampusnya dalam pemilihan mahasiswa teladan.

Dengan kata lain, banyak prestasi yang diperoleh pada

waktu remaja dan beranjak sebagai pemuda. Di rumah Aa

Gym berjejer rapi piala dan penghargaan lain dari prestasi

Aa Gym tersebut.

Pada tahun 1990, Aa Gym telah diberi amanah oleh

jama’ahnya untuk menjadi ketua Yayasan Darut Tauhid,

Bandung. Dari sini terlihat bahwa secara formal Aa Gym

(51)

pesantren yang ketat (terutama pesantren dalam

pengertian tradisional). Dalam kaitan ini Aa Gym mengakui

ada hal-hal yag tidak biasa dalam perjalanan hidupnya.

“Secara syari’at memang sulit diukur bagaimana saya bisa

menjadi Aa yang seperti sekarang ini” ujarnya. “Akan

tetapi, lanjutnya, saya merasakan sendiri bagaimana Allah

seolah-olah telah mempersiapkan diri saya untuk menjadi

pejuang di jalan-Nya”. Dengan hati-hati dan tawadhu’

beliau menuturkan pencarian jati dirinya yang diwarnai

beberapa peristiwa aneh yang mungkin hanya bisa disimak

lewat pendekatan imani.

Aa Gym bermimpi bertemu Rasulullah dan sahabat.

Bermula dari sebuah pengalaman langka, nyaris

sekeluarga (ibu, adik dan dirinya sendiri) pada suatu ketika

dalam tidur mereka secara bergiliran bertemu dengan

Rasulullah SAW. Sang ibu bermimpi mendapati Rasulullah

sedang mencari-cari seseorang. Pada malam yang lain

giliran salah seorang adiknya bermimpi Rasulullah

mendatangi rumah mereka. Ketika itu ayahnya langsung

menyuruh Gymnastiar, “Gym, ayolah temani Rasul”. Ketika

ditemui ternyata Rasul menyuruh Gymnastiar untuk

menyeru orang-orang agar mendirikan shalat. Beberapa

(52)

mimpinya, dia sempat ikut shalat berjama’ah dengan

Rasulullah dan keempat sahabat (Abu Bakar, Umar,

Utsman, dan Ali). Pada saat itu Aa Gym berdiri di samping

Ali, sementara Rasulullah bertindak sebagai imam. Namun

sebelum mimpi ini, terlebih dahulu ia bermimpi didatangi

oleh seorang tua yang berjubah putih bersih dan kemudian

mencuci mukanya dengan ekor bulu merak yang disaputi

madu. Setelah itu, orang tua tersebut berkata, “Insya Allah

kelak ia akan menjadi orang yang mulia”. Aa Gym

mengaku sulit melupakan mimpi yang ini.

Setelah peristiwa mimpi itu, Aa Gym merasa

mengalami guncangan batin, rasa takutnya akan

perbuatan dosa membuat dia berperilaku aneh di mata

orang lain, misalnya sering Aa Gym menangis ketika ada

orang yang menyebut nama Allah, atau hatinya jengkel bila

pagi tiba karena sedang asyik bertahajjud. Melihat tingkah

lakunya ini, orang tuanya bahkan sempat menyarankan

dirinya agar mengunjungi psikiater. Salah satu pengalaman

menarik yang diungkapkannya belakangan ini berkaitan

dengan masa-masa menjalani pengalaman spiritual dulu

adalah tentang kata “Allah” yang senantiasa tidak pernah

lepas dari bibirnya. Kata Aa Gym pula, sang istri dulu

(53)

“Bismillah” dan “Alhamdulillah”. Dengan kata lain, pada

masa-masa itu Aa Gym telah mengalami mabuk kepayang

kepada Allah SWT.

Sebagaimana dituturkan Aa Gym, setelah melalui

proses pencarian itu, dia bertemu dengan empat orang

ulama yang sangat memahami keadaannya. Seorang

ulama sepuh yang pertama kali ditemuinya itu mengatakan

bahwa dia telah diberi karunia tanazzul oleh Allah, yakni

proses secara langsung dibukakan hatinya untuk

mengenal-Nya tanpa proses riyadhoh. Sementara K.H.

Khoer Affandi, seorang ulama tasawwuf terkenal dan juga

pimpinan Pondok Pesantren Miftahul Huda, Tasikmalaya,

yang ditemuinya berdasarkan saran ulama sepuh yang

pertama kali ditemuinya tersebut mengatakan bahwa

dirinya telah dikaruniai ma’rifatullah. Dua ulama lain juga

mengatakan hal yang serupa dengan ulama tasawwuf

tersebut, keduanya adalah ayah dan kakek seorang wanita

yang kini menjadi pendamping hidupnya. Keempat ulama

ini bagi Aa Gym, jasanya jelas tidak dapat dilupakan karena

telah memberi les kepadanya tanpa harus nyantri

bertahun-tahun lamanya. “Mungkin berkat ilmu tersebut,

lidah dan pikiran saya dimudahkan oleh-Nya untuk

(54)

Memang diakui oleh Aa Gym sendiri, hampir setiap

hari dia dapat mengajar sekaligus belajar kepada banyak

orang. Dia lebih sering menimba ilmu dari lingkungan

sekitarnya, terutama kepada orang-orang yang

dijumpainya. Dengan cara seperti itulah materi-materi

yang disampaikan oleh Aa Gym bisa sesuai dengan

kehidupan dan perkembangan masyarakat pada saat itu. Di antara tulisan lepas beliau adalah “Getaran Allah

di Padang Arafah”, “Indahnya Hidup Bersama Rasulullah”,

“Nilai Hakiki Do’a”, “Seni Menata Hati dalam Bergaul”,

“Membangun Kredibilitas: Kiat Praktis”, “Menjadi Orang

Terpercaya”, “Seni Mengkritik dan Menerima Kritik”,

“Mengatasi Minder”, “Ma’rifatullah”, “Lima Kiat Praktis

Menghadapi Persoalan Hidup”, “Bersikap Ramah Itu Indah

dan Mulia”, “Menuju Keluarga Sakinah”, dan lain-lain.

Seiring waktu Daarut Tauhiid mengalami

pertumbuhan yang pesat. Dengan perjuangan umat Islam

yang ikhlas, Daarut Tauhiid kemudian didirikan di Jakarta

dan beberapa kota besar lainnya, dan dakwah tersiarkan

media radio, radio internet, video streaming, twitter,

facebook, youtube, sms Tauhiid dan media lainnya. Tentu

dengan adanya sarana ini dakwah Aa Gym bisa melintasi

(55)

Jepang, dan China (

http://bio.or.id/biografi-aa-gym-abdullah-gymnastiar, diakses pada 12 September 2015). B. K.H. Muhammad Arifin Ilham

K.H. Muhammad Arifin Ilham atau dikenal sebagai

ustadz Arifin Ilham lahir di Banjarmasin, 8 Juni 1969. Arifin

Ilham adalah anak kedua dari lima bersaudara, dan beliau

satu-satunya anak lelaki dalam keluarga tersebut. Ayah

Arifin Ilham masih keturunan ketujuh Syeh Al-Banjar, ulama

besar di Kalimantan, sementara ibunya, Hj. Nurhayati,

kelahiran Haruyan, Barabay, Kabupaten Hulu Sungai

Tengah. Setahun setelah menikah, pasangan ini melahirkan

putri pertama mereka tahun 1967. Karena anak pertama

mereka perempuan, betapa bahagianya mereka ketika

anak keduanya adalah laki-laki.

Ibunya mengatakan bahwa saat hamil anak

keduanya itu, ia merasa biasa-biasa saja, tidak ada

tanda-tanda khusus. Hanya, berbeda dengan keempat putrinya,

saat dalam kandungan, bayi yang satu ini sangat aktif.

Tendangan kakinya pun sangat kuat, sehingga sang ibu

acapkali meringis menahan rasa sakit. Bayi yang lahir

tanggal 8 Juni 1969 itu kemudian diberi nama Muhammad

Arifin Ilham. Berbeda dengan keempat saudaranya yang

(56)

lebih, bayi yang satu ini beratnya 4,3 kilogram dengan

panjang 50 sentimeter. “Anehnya, bayi itu sejak lahir sudah

bergigi, yaitu di rahang bagian atasnya,” kenang

Nurhayati.

Bayi itu selanjutnya tumbuh sehat. Usia setahun

sudah bisa berjalan dan tak lama setelah itu ia mulai bisa

berbicara. Setelah Siti Hajar, satu demi satu adik Arifin

Ilham pun lahir. Yaitu, Qomariah yang lahir tanggal 17 Mei

1972 dan si bungsu Fitriani yang lahir tanggal 24 Oktober

1973. Saat berusia lima tahun, Arifin Ilham dimasukkan

oleh ibunya ke TK Aisyiah dan setelah itu langsung ke SD

Muhammadiyah tidak jauh dari rumahnya di Banjarmasin.

Arifin Ilham mengaku, saat masih di SD itu ia tergolong

pemalas dan bodoh. “Kata orang Banjarmasin, Arifin Ilham

itu babal. Arifin Ilham baru bisa baca-tulis huruf Latin

setelah kelas 3,” kenang Arifin Ilham.

Di SD Muhammadiyah ini Arifin Ilham hanya sampai

kelas 3, karena berkelahi melawan teman sekelasnya.

Masalahnya, dia tidak rela ada salah seorang temannya

yang berbadan kecil diganggu oleh teman sekelasnya yang

berbadan cukup besar. Arifin Ilham kalah berkelahi karena

(57)

bibirnya sobek. Agar tidak berkelahi lagi, oleh ayahnya

Arifin Ilham kemudian dipindahkan ke SD Rajawali.

Rumah tempat tinggal orang tua Arifin Ilham terletak

di Simpang Kertak Baru RT 7/RW 9, kota Banjarmasin, tepat

di sebelah rumah neneknya, ibu dari ibunda Arifin Ilham.

Sebagai pegawai Bank BNI 46, ayahnya sering kali

bertugas ke luar kota Banjarmasin, kadang-kadang sampai

dua-tiga bulan. Ayah Arifin Ilham mengakui bahwa ia tidak

banyak berperan mendidik kelima anaknya, sehingga

akhirnya yang banyak berperan mendidik Arifin Ilham

adalah istri dan ibu mertuanya. Arifin Ilham

mengungkapkan bahwa cara mendidik kedua orang tua itu

keras sekali. “Baik Mama maupun Nenek kalau

menghukum sukanya mencubit atau memukul.

Dua-duanya turunan, kalau nyubit maupun memukul keras dan

sakit sekali,” canda ustadz muda itu.

Ustadz Arifin Ilham termasuk seorang penyayang

binatang. Di rumah ibu angkatnya di Jakarta, ia banyak

memelihara binatamg, antara lain burung hantu, kera, dan

ayam kate. Awal April 1997, ia diberi seekor ular hasil

tangkapan warga kampung yang ditemukan di semak

belukar. Karena kurang hati-hati Arifin Ilham digigit

(58)

dirinya keracunan. Sewaktu dalam perjalanan dengan

mengendari mobil, ia pun merasakan sesuatu yang tidak

biasa, tubuhnya terasa panas, meradang, dan membiru.

Melihat keadaan Arifin Ilham yang demikian, ibu

angkatnya Ny. Cut mengambil alih kemudi, menuju rumah

sakit terdekat. Namun, beberapa rumah sakit menolak

dengan alasan peralatan medis yang tidak memadai.

Bahkan sejumlah dokter di beberapa rumah sakit tersebut

memvonis, umur Arifin Ilham tinggal satu persen. Karena

sulitnya mendapatkan pertolongan selama 11 jam,

keadaan Arifin Ilham makin gawat. Detak jantungnya

melemah. Melihat kondisi anak angkatnya yang makin

parah, Ny. Cut mencoba mendatangi rumah sakit Saint

Carolus (Jakarta Pusat). Alhmadulilah, pihak rumah sakit

menerimanya. Arifin Ilham langsung ditempatkan di ruang

ICU. Infus pun dipasang di tubuhnya. Untuk membantu

tugas paru-paru, jantung, dan hatinya yang telah sangat

lemah, dokter memasukkan beberapa batang selang ke

mulutnya.

Dengan pertolongan Allah, setelah satu bulan lima

hari pihak rumah sakit menyatakan ia telah melewati masa

kritis dan memasuki masa penyembuhan. Walaupun

(59)

perubahan pada suaranya. Menurut analisis dokter, hal ini

disebabkan oleh pemasangan beberapa selang sekaligus

dalam mulutnya untuk waktu yang cukup lama. Tetapi

tidak ada yang mengetahui rencana Allah, justru dengan

suaranya itu, Arifin Ilham menjadi lebih mudah dikenal para

jamaah hanya dengan mendengar suaranya. Seperti

diceritakan Arifin Ilham, selama masa kritis, ia

mendapatkan pengalaman spiritual yang sangat luar biasa.

Di alam bawah sadarnya ia merasa berada di sebuah

kampung yang sangat sunyi dan sepi. Setelah

berjalan-jalan sekeliling kampung, ditemuinya sebuah masjid, yang

kemudian dimasukinya. Di dalam masjid ternyata sudah

menunggu tiga shaf jamaah dengan mengenakan pakaian

putih. Salah satu jamaah kemudian memintanya memimpin

mereka berzikir, mengingat Allah SWT.

Keesokan harinya, ia kembali bermimpi. Hanya saja

sedikit berbeda. Kali ini ia merasa berada di tengah

kampung yang penduduknya berlarian ketakutan karena

kedatangan beberapa orang yang dianggap sebagai

jelmaan setan. Melihat kehadirannya, para penduduk pun

berteriak dan meminta dirinya menjadi penolong mereka

mengusir setan-setan tersebut. Hari berikutnya ia kembali

Referensi

Dokumen terkait