• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalil Para Ulama dan Fuqaha atas Haramnya Merokok

Dalam dokumen Kemashlahatan dan Kemadhorotan Rokok Bag (Halaman 58-67)

BAB II KEMASHLAHATAN DAN KEMADLARATAN ROKOK BAGI

D. Hukum Merokok

1. Dalil Para Ulama dan Fuqaha atas Haramnya Merokok

Ketika telah muncul banyak penelitian medis yang dapat dipercaya yang menjelaskan resiko dan bahaya penggunaan tembakau, pendapat para fuqaha pada dasawarsa yang lalu berbelok arah menuju keharaman merokok. Demikianlah, namun perlu diketahui pula bahwa banyak di antara para ulama dan fuqaha yang cerdik cendekia di masa-masa yang lampau berpendapat mengenai keharamannya.

Dalam mengambil hukum mengenai keharaman tembakau, para fuqaha bersandar pada dalil-dalil berikut ini:

1. Merokok dapat membahayakan kesehatan secara umum, dan pada gilirannya dapat menyebabkan kebinasaan. Para dokter bersepakat mengenai bahaya merokok, dan telah dipahami dalam syari’at Islam bahwa segala sesuatu yang membahayakan adalah haram.

Dr. Yusuf Qardhawi dalam bukunya Al-Halâlu wal-Harâmu fil-Islâm dalam bab yang berjudul Kullu mâ yadhurru fa’akhluhu wa syurbuhu harâm

berkata, “inilah kaidah yang telah ditetapkan dalam syari’at Islam, bahwasannya tidak halal bagi seorang muslim untuk makan atau minum sesuatu yang dapat membunuh dirinya dengan cepat maupun lambat, seperti racun dengan segala macamnya, atau membahayakannya, atau menyakitinya. Allah ta’âlâ berfirman:

ت كر لكهتتتلا َىلرات مكككيكدتيكﺎرﺑت اوكقكلتتك لر ور ...

“Dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan.” (Al-Baqarah: 195)

Dia juga berfirman:

ﺎمع ﻴكحت رر مكككﺑت نر ﺎكر هرللا ننات .مكككسر فك نكار اولكتكقكتر لر ور

“Dan janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri, sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepada kalian.” (An-Nisa: 29)

Generasi salaf, yakni para sahabat Rasulullah saw., telah paham bahwa ayat tersebut melarang seorang muslim dari menceburkan dirinya ke dalam bahaya atau hal-hal yang dapat membinasakan. Salah satu misal adalah pengambilan dalil Amr bin Ash r.a. ketika ia tidak mau mandi wajib dengan air dingin ketika berhadats besar (junub) dalam peristiwa perang Dzâtus-Salâsil, karena mengkhawatirkan dirinya. Lalu Rasulullah saw. membiarkan pengambilan dalilnya itu sebagai tanda setuju, bahkan beliau tersenyum kepadanya, dan tidak mengucapkan sesuatu pun.

“Tidak boleh membahayakan, dan tidak boleh pula saling membahayakan.”

Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata, bagaimana pun juga Rasulullah saw. hanya menafikkan bahaya dan saling membahayakan yang tidak disertai alasan yang dapat dibenarkan syara’. Di antara perkara yang termasuk dalam keumuman sabda beliau saw. adalah lâ dharara, yakni bahwa Allah sama sekali tidak memberikan taklîf kepada hamba-hamba-Nya berupa sesuatu yang membahayakan mereka. Oleh sebab itu, Allah menggugurkan

thahârah dengan air dingin bagi orang sakit, menggugurkan puasa dari orang sakit dan musafir, serta menggugurkan larangan-larangan ihram seperti mencukur rambut dan sebagainya dari orang yang sakit atau ada gangguan di kepalanya, dan memerintahkannya untuk membayar fidyah. Dari sini jelaslah bahwa bahaya itu sendiri tidak ada di dalam syara’, demikian pula saling membahayakan. Jadi, membahayakan diri sendiri dengan rokok adalah haram. Bahaya merokok kadang-kadang dapat membawa kepada kebinasaan terhadap diri sendiri secara umum. Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdul Lathif Âlusy-Syaikh, mantan Mufti Arab Saudi berkata, “merokok seringkali dapat menghantarkan pada kebinasaan, baik secara berangsur maupun seketika, sebagaimana terjadi pada dua orang bersaudara yang saling berlomba, siapa di antara mereka yang dapat merokok lebih banyak. Salah seorang di antara keduanya mati sebelum rokok ke-17, dan yang lain mati sebelum rokok yang ke-18.

Dalam hal ini ada kaidah fiqh, jika seorang dokter berkata kepada pasien yang tidak kunjung sembuh karena merokok, “meneruskan kebiasaan merokok akan membuatmu tidak kunjung sembuh, dan selanjutnya membawamu pada kematian.” Maka dalam kondisi semacam ini jika si

pasien tidak berhenti merokok lalu mati, berarti dia sendirilah yang menjadi penyebab kematiannya.

2. Merokok berarti menghamburkan dan menyia-nyiakan harta, padahal syara’ telah melarang dari menghamburkan dan menyia-nyiakan harta bukan pada tempatnya. Rasulullah saw. bersabda:

“sesungguhnya Allah ta’âlâ mengharamkan atas kalian durhaka kepada ibu, mengubur anak perempuan hidup-hidup, menahan pemberian dan merampas harta orang lain, dan Allah membenci bagi kalian banyak bicara, banyak bertanya, dan menyi-nyiakan harta.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Mughirah bin Syu’bah)

Mengenai sabda Nabi saw., “Idhâ’atul-mâl” Al-Hafizh Ibnu Hajar

rahimahumullâh berkata, “kebanyakan ulama mengartikan makna sabda beliau saw. idhâ’atul-mâl sebagai sikap berlebih-lebihan dalam membelanjakan harta, dan sebagian memberikan batasan dengan membelanjakan harta pada hal-hal yang haram. Sedangkan pendapat yang paling kuat adalah, “jika seseorang membelanjakan harta bukan pada perkara yang diizinkan oleh syara’, baik dalam urusan agama maupun dunia, maka harus dicegah karena Allah swt. menjadikan harta sebagai penopang kemaslahatan hamba-Nya. Sedangkan sikap boros berarti menelantarkan kemaslahatan tersebut.(fat-hul-Bari fi Syarhi Shahihil-Bukhari juz 10, hal. 335)

pemborosan manakah yang lebih parah daripada menghamburkannya dan membakarnya, ketika tembakau yang ia beli dengan harta itu terbakar dan tidak tersisa selain asap yang berhamburan di udara serta penyakit

yang singgah di dalam tubuh manusia, lalu mengancam kesehatannya dan merenggut nyawanya?

Sedangkan Allah swt. melarang pemborosan dan menggambarkan pelakunya sebagai teman-teman syaitan dalam firman-Nya:

لر ور لت ﻴكبتسن لا نر ﺑكا ور نر ﻴككت سك مت لا ور هكقنحر َىﺑرركقكلااذر تت ا ور

نر ﺎكر ور نتﻴكطت ﺎﻴرﺸن لا نر اورخكات اوكنكﺎكر نر يكرتذذبرمكلا نن ات , ارعيكذتبكترركذذبرتك

ارعوكفككر هتﺑذررلت نك ﻴكطت ﺎﻴرﺸن لا.

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat haknya, kepada orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” (Al-Israa: 26-27)

Imam syafi’I rahimahumullâh berkata, “pemborosan adalah membelanjakan harta bukan pada jalan yang semestinya, dan tidak ada istilah boros dalam amal kebaikan.” Ini adalah pendapat jumhur ulama. (tafsir qurthubi, juz 10, hal 247)

Harta yang ada di tangan manusia adalah harta milik Allah, dan mereka diberikan kuasa terhadapnya, maka tidak pantas dibelanjakan kecuali dalam rangka ketaatan kepada Allah ta’âlâ. Allah ta’âlâ berfirman:

نر ﻴكفت لرخك ترسك مت مك كك لرعرجر ﺎمنمت ْأ,كقك فت نكار ور هتلتوكسك رر ور هتللﺎﺑت اوكنكمتا

ه

“Berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya, dan nafkahkanlah sebagian dari harta kalian yang Allah telah menjadikan kalian menguasainya.” (Al-Hadiid: 7)

Dalam menafsirkan ayat tersebut, Qurthubi rahimahullâh berkata, “ayat tersebut menunjukan bahwa asal kepemilikan segala sesuatu adalah milik Allah swt., dan bahwa seorang hamba tidak mempunyai hak kecuali membelanjakannya dengan cara yang diridhai Allah, lalu Dia akan memberinya pahala atas hal tersebut berupa surga.”

3. Tembakau termasuk perkara yang buruk. Tembakau dianggap perkara buruk yang dilarang oleh Allah swt. dalam kitab-Nya:

“(yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang munkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.”

Tembakau adalah perkara yang buruk bagi orang-orang yang berakal sehat. Keburukannya dapat dilihat dari rasanya yang pahit, baunya yang tidak enak, bahaya-bahayanya yang besar, serta akibat-akibatnya yang berat. Baunya yang tidak enak merupakan bahaya yang paling ringan di antara bahaya-bahaya lain yang ditimbulkan oleh rokok seperti penyakit-penyakit yang lebih besar bahayanya dan lebih berat akibatnya daripada rasanya yang pahit dan baunya yang tidak enak. Baunya yang tidak enak bukan saja mengganggu orang-orang yang tidak merokok, akan tetapi juga

mengganggu para malaikat yang mulia. Islam telah melarang mengganggu orang lain dengan bau-bauan yang tidak enak. Rasulullah saw. bersabda:

“Barang siapa makan bawang putih atau bawang merah, hendaklah menjauhi kami, menjauhi masjid kami, dan hendaklah ia duduk di dalam rumahnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim dari Jabir r.a)

Dapat dipahami bahwa bawang putih dan bawang merah jika ditinjau dari segi gangguan yang ditimbulkannya adalah makruh tahrîm (haram). Sedangkan bau rokok tidaklah lebih enak dan tidak kurang mengganggu dibandingkan bau bawang putih dan bawang merah.

Mengenai larangan mengganggu malaikat, terdapat hadits Nabi saw.:

“Sesungguhnya para malaikat ikut merasa terganggu karena sesuatu yang mengganggu manusia.” (H.R. Bukhari dan Muslim dari Jabir r.a)

Mengenai larangan mengganggu seorang muslim secara umum, terdapat hadits Nabi saw.:

Barang siapa mengganggu seorang muslim, berarti ia telah menggangguku, dan barang siapa menggangguku, berarti telah mengganggu Allah.” (H.R. Thabarani dalam Al-Ausath dengan sanad hasan, dari Anas r.a)

4. Merokok melemahkan badan dan menghilangkan akal. Dengan demikian, rokok termasuk dalam larangan Nabi saw. seperti perkara yang memabukkan, berdasarkan hadits Rasulullah saw.:

“Nabi saw. melarang setiap barang yang memabukkan dan melemahkan badan.” (H.R. Imam Ahmad dalam usnadnya, dan Abu Daud, dari Ummu Salamah r.ha. Zainuddin Al-Iraqi berkata: Sanadnya shahih)

5. Merokok bukan termasuk makan, bukan pula pengobatan, berarti mengkonsumsi rokok merupakan perbuatan sia-sia, sedangkan perbuatan sia-sia hukumnya haram.

6. Merokok berarti menyerupai orang-orang kafir. Kita tahu bahwa orang yang menghisap rokok dari hidung dan mulutnya keluar asap, sehingga menyerupai penghuni neraka dan orang-orang kafir, berarti hukumnya haram. Selain itu juga menyerupai syaitan, di tangannya ada api yang menyala, karena orang yang biasa merokok dapat kita lihat sebagian besar dari waktunya terdapat api yang menyala di tangannya, sedangkan menyerupai syaitan dilarang berdasarkan nash-nash yang jelas.

7. Di antara bahaya merokok yang paling utama adalah bahwa merokok menyebabkan penggunanya kecanduan seperti minuman keras. Pada mulanya, seorang perokok pemula membiasakan dirinya merokok, lalu setelah masa yang singkat ia menjadi seorang pecandu rokok, karena kebiasaan merokok adalah semacam candu yang dirasakan penggunanya sebagai kebutuhan yang mendesak untuk diulangi. Jika kebutuhan tersebut tidak dipenuhi; ia akan terserang pusing, cemas, dan kekacauan pikiran yang membuatnya tergesa-gesa dan lekas marah. Ia lebih mementingkan rokok yang mengandung zat beracun daripada makan dan minum, bahkan daripada tidur nyenyak. Dan merupakan sesuatu yang benar-benar aneh apabila 100 orang meminum minuman keras, maka 15 di antara mereka

menjadi pecandu minuman keras. Sedangkan jika 100 orang menghisap rokok, maka lebih kurang 80-85 orang di antara mereka akan menjadi pecandu rokok.

Akan tetapi untuk urusan menghalalkan dan mengharamkan sesuatu hanyalah hak prerogatif dari Allah SWT. Manusia tidak boleh menyematkan predikat halal dan haram atas suatu benda, tanpa keterangan dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Manusia dilarang mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah, atau menghalalkan apa yang diharamkan Allah SWT. Imam Baidlawiy dalam Tafsir al-Baidlawiy, ketika menafsirkan surat Al-An’aam: 145, beliau menyatakan, “Di dalam ayat ini ada peringatan (tanbih) bahwa pengharaman sesuatu hanya diketahui dengan wahyu, bukan dengan hawa nafsu.” [Imam Baidlawiy, Tafsir Baidlawiy (Anwaar Tanziil wa Asraar al-Ta’wiil), juz 2, hal. 213]. Wallahu A’lam bish Shawab.

BAB III

Dalam dokumen Kemashlahatan dan Kemadhorotan Rokok Bag (Halaman 58-67)

Dokumen terkait