BAB IV DAMPAK PELAKSANAAN AGRARISCHE WET 1870
A. Dampak di Bidang Ekonomi
Bidang ekonomi tentu saja merupakan salah satu bidang yang mendapat
dampak dari pelaksanaan Agrarische Wet 1870 di Hindia-Belanda. Kemajuan
ekonomi yang semakin pesat merupakan salah satu dampak terbesar di bidang
ekonomi. Kemajuan tersebut tidak hanya dirasakan di Hindia-Belanda saja tetapi
juga di negeri induk, Belanda. Dengan banyaknya pengusaha swasta yang
menanamkan modalnya untuk usaha perkebunan-perkebunan di Hindia-Belanda,
maka Belanda sebagai negeri induk memperoleh pendapat berupa devisa dari
kegiatan-kegiatan di Hindia-Belanda tersebut.
Dampak dari Agrarische Wet 1870 tidak hanya terbatas pada
perkembangan perkebunan-perkebunan di Hindia-Belanda, tetapi juga terhadap
kehidupan petani yang merupakan salah satu unsur penting dalam perkebunan itu
sendiri. Sejak ketentuan Agrarische Wet 1870 diperkuat dengan ketentuan yang
tertuang dalam Agrarisch Besluit yang juga dikeluarkan pada tahun yang sama,
modal swasta yang oleh pemiliknya diinvestasikan di bidang perkebunan menjadi
semakin banyak. Oleh karena itu, perkebunan-perkebunan swasta di
Hindia-Belanda khususnya di Jawa dan Sumatera berkembang dengan sangat pesat.
Selain itu, terbukanya Hindia-Belanda bagi modal swasta sebagai salah
satu kebijakan dalam sistem liberal juga menyebabkan semakin meluasnya
monetisasi1 di Hindia-Belanda. Sebelum masa liberal monetisasi memang sudah
1 Dalam konteks penulisan ini, yang dimaksud dengan monetisasi ialah system ekonomi uang. Proses meluasnya monetisasi ini dapat dikatakan sebagai modernisasi dalam sistem ekonomi uang dalam masyarakat di Hindia-Belanda pada periode Liberal (1870-1875) khususnya. Jika sebelumnya masyarakat di Jawa pada umumnya menggunakan metode tradisional dalam transaksi ekonomi,
dikenal dalam masyarakat Hindia-Belanda, tetapi hanya terbatas pada masyarakat
di daerah perkotaan saja. Sejak diberlakukannya sistem liberal, monetisasi
semakin dikenal sampai ke daerah pedesaan. Ketentuan dengan penyewaan tanah
langsung dari penduduk yang tertuang dalam Agrarische Wet 1870 membuat
perluasan monetisasi semakin mantap. Banyak tanah-tanah penduduk yang
terletak di desa-desa menjadi sasaran pemilik modal untuk mendirikan
perkebunan-perkebunan mereka. Dengan adanya kemungkinan bagi pemilik
modal untuk menyewa tanah penduduk setempat secara langsung telah
memberikan akses yang lebih mudah bagi para pengusaha tersebut.
Monetisasi dalam perkebunan berdampak terhadap berubahnya sistem
upah. Pada awalnya upah atas tenaga pekerja di lahan perkebunan berupa
sebagian dari hasil perkebunan atau bahkan tidak ada upah, karena bekerja di
lahan perkebunan berarti bebas dari kerja rodi. Akan tetapi, sejak masa liberal
dengan perkembangan perkebunan yang pesat dan monetisasi yang semakin
meluas, sistem upah tersebut diganti dengan upah dalam bentuk uang.
Liberalisasi di Hindia-Belanda pada tahun 1870 telah mendorong
industrialisasi, terutama industrialisasi di bidang perkebunan. Untuk menunjang
usaha-usaha perkebunan yang sedang berkembang pesat, maka baik pemerintah
Hindia-Belanda maupun pengusaha swasta mendirikan industri-industri
perkebunan. Sebelum masa liberal tahun 1870, di Hindia-Belanda sudah terdapat
beberapa industri perkebunan yang berdiri di kota-kota besar di Jawa. Dengan
yaitu dengan sistem barter atau tukar-menukar barang. Maka, ketika monetisasi semakin meluas cara tersebut perlahan-lahan mengalami proses modernisasi. Nilai uang mulai diterapkan terhadap barang-barang konsumsi masyarakat.
berkembangnya perkebunan-perkebunan di daerah pedesaan, maka di beberapa
daerah tempat perkebunan-perkebunan tersebut juga mulai didirikan
industri untuk mengolah hasil-hasil perkebunan tersebut. Keberadaan
industri-industri yang didirikan dekat dengan perkebunan membuat waktu pengolahan
hasil perkebunan menjadi lebih singkat karena jarak yang ditempuh untuk
mengangkut hasil perkebunan ke industri pengolahan menjadi jauh lebih singkat
daripada sebelumnya.
Perkembangan perkebunan pada tahun 1870 membuat pemerintah
Hindia-Belanda mulai menyediakan fasilitas-fasilitas penunjang kegiatan perkebunan.
fasilitas-fasilitas tersebut antara lain adalah dibangunnya jalur transportasi dan
penyediaan alat transportasi, terutama untuk pengangkutan hasil perkebunan
seperti kereta api. Selain itu, pemerintah juga membangun saluran irigasi dan
waduk-waduk. Jalan Anyer-Panurukan yang dibangun oleh Daendels juga banyak
bermanfaat disaat pesatnya perkembangan perkebunan swasta pada tahun 1870
yang sebagian besar terletak di sepanjang daerah-daerah pesisir utara pantai Jawa.
Di Grobogan, dibangun jalur kereta api dan disediakan kereta api dengan
beberapa gerbong untuk mengangkut hasil-hasil perkebunan menuju
industri-industri pengolahan, baik yang terletak di Semarang maupun di Solo.
Agrarische Wet 1870 beserta pelaksanaannya yang telah mengakibatkan
perkembangan perkebunan-perkebunan besar milik swasta di Hindia-Belanda
dapat dikatakan berhasil meng-komersialisasi-kan Hindia-Belanda bagi modal
swasta. Tetapi, idealisme liberal yang diusungnya tidak berhasil diterapkan bagi
kesejahteraan hidup secara ekonomi. Apa yang dialami petani pada masa liberal
tidak lebih baik daripada masa sebelumnya (Cultuursetelsel). Jika pada masa
Cultuurstelsel petani hanya diperas oleh pemerintah kolonial, maka pada masa
liberal petani diperas oleh dua pihak sekaligus, yaitu pihak swasta dan pemerintah
Hindia-Belanda.
Pada masa liberal, pemerintah Hindia-Belanda tidak secara langung
memeras rakyat. Pemerasan dari pihak pemerintah adalah melalui pajak-pajak
perkebunan dan pabrik yang harus dibayar oleh pihak swasta. Padahal, pihak
swasta juga menginginkan keuntungan yang besar dari usahanya di
Hindia-Belanda sehingga yang terjadi kemudian adalah para petani yang bekerja menjadi
buruh di perkebunan-perkebunan milik swasta dibayar dengan gaji yang sangat
rendah. Tidak hanya itu yang terjadi juga adalah tidak adanya jaminan kesehatan
yang memadai bagi para buruh perkebunan dan pengurangan jatah makan. Pada
akhirnya yang terjadi lama kelamaan adalah para petani yang menjadi buruh
perkebunan milik swasta tidak lagi memiliki tanah karena disewakan untuk
membayar hutang, bahkan tidak menutup kemungkinan juga menjual tanahnya
yang disebut dengan istilah melepaskan haknya atas tanah miliknya tersebut.
Kemungkinan untuk mencari tambahan penghasilan dari pekerjaan lain
menjadi tertutup bagi petani yang telah menjadi buruh di perkebunan milik swasta
karena mereka diikat dengan sistem kontrak sehingga mereka tidak bisa
melepaskan diri. Bahkan ada sanksi yang akan diberikan jika mereka mencoba