BAB II KAJIAN PUSTAKA
4. Dampak Hubungan Teman Sebaya
Santrock (2007: 205) mengatakan bahwa hubungan teman sebaya memberikan informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Berdasarkan pendapat Papalia dan Feldman (2014: 366) dampak positif hubungan anak dengan teman sebayana yaitu:
1) Anak dapat mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk bersosialisasi dan menjalin keakraban
2) Anak mendapatkan rasa kebersamaan dengan teman sebayanya 3) Termotivasi untuk mencapai prestasi belajar
5) Anak memperoleh keterampilan kepemimpinandan keterampilan berkomunikasi, bekerja sama, beragamperanan, dan aturan
6) Anak belajar bagaimana menyesuaikan siri dengan lingkungan 7) Anak belajar bagaimana mengontrol emosi
Sedangkan Hadis (1996: 146) mengemukakan pendapat tentang dampak positif yang ditimbulkan dari hubungan anak dengan teman sebayanya yaitu: 1) Kelompok sebaya dapat berperan sebagai sumber informasi dan bahan
pembanding di luar lingkungan keluarga.
2) Anak memperoleh umpan balik tentang kemampuan yang dimilikinya
3) Anak dapat menilai apakah ia lebih baik, sama baik, atau kurang baik dari teman sebayanya.
Dari pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dampak positif yang ditimbulkan dari pergaulan anak dengan kelompok sebayanya yaitu: 1) mengembangkan keterampilan sosialisasi dan keakraban, 2) mendapat motivasi untuk mencapai prestasi akademis, 3) belajar bagaimana menyesuaikan diri dengan lingkungan, 4) belajar keterampilan kepempinan, komunikasi, dan kerjasama, 5) belajar bagaimana menyesuaikan diri dengan kelompok, 6) belajar bagaimana mengontrol emosi, 7) mendapatkan sumber informasi di luar keluarga, 8) dapat menilai dirinya sendiri, dan 9) dapat membandingkan dirinya dengan teman sebayanya
b. Dampak Negatif Interaksi Teman Sebaya
Selain memberikan dampak positif, interaksi teman sebaya juga dapat memberikan pengaruh negatif bagi anak. Yusuf (2016: 61) mengatakan bahwa
tidak sedikit seseorang berperilaku menyimpang karena pengaruh teman sebayanya. Keadaan ini terungkap dari hasil penelitian Healy dan Browner yang menemukan bahwa 67% dari 3.000 anak nakal di Chicago, ternyata mendapat pengaruh dari teman sebayanya. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Glueck & Glueck yang menemukan bahwa 98,4% dari anak-anak nakal adalah akibat pengaruh anak nakal lainnya. Dampak negatif interaksi teman sebaya antara lain: 1) Lupa akan waktu
Ketika berkumpul atau bermain dengan teman sebaya terkadang membuat seorang anak akan lupa waktu karena terlalu asik dengan kegiatannya bersama. Hal ini berpengaruh pada kegiatan lainnya, misalnya membuat anak lupa beribadah atau lupa mengerjakan tugas hanya karena terlalu asik bermain dengan teman sebayanya.
2) Penggunaan bahasa kasar
Terkadang dalam kelompok sebaya saat bercanda atau mengungkapkan kemarahannya akan muncul bahasa kasar. Hal ini bisa diperparah apabila dalam kelompok tersebut tidak saling mengingatkan. Maka bahasa kasar tersebut akan menjadi hal yang lazim diucapkan.
Pergaulan yang tidak tepat akan menjerumuskan seseorang dalam jurang kehancuran. Memang tidaklah mudah memilih pergaulan yang tepat. Terkadang pergaulan yang negatif justru lebih menyenangkan. Pergaulan semacam ini sulit disadari bahwa apa yang dilakukan adalah tindakan yang menyimpang. Berikut dampak negatif yang terbentuk akibat pergaulan yang salah menurut Simanjuntak (1997):
1) Hilangnya semangat belajar dan cenderung malas dan menyukai hal-hal yang melanggar norma sosial
2) Suramnya masa depan akibat terjerumus dalam dunia kelam, misalnya: kecanduan narkoba dan tindakan kriminal.
3) Dijauhi masyarakat sekitar akibat perilaku tidak sesuai dengan nilai/norma sosial yang berlaku
4) Tumbuh menjadi sosok individu dengan kepribadian menyimpang.
Dari pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dampak negatif yang ditimbulkan dari pergaulan anak dengan kelompok sebayanya yaitu: 1) membuat seorang anak lupa waktu dalam bermain, 2) penggunaan bahasa kasar, 3) hilangnya semangat belajar, 4) tumbuh menjadi pribadi yang menyimpang, 5) dapat dijauhi oleh masyarakat akibat prilaku tidak sesuai nilai dan norma yang berlaku.
c. Upaya untuk Menanggulangi Pergaulan Negatif
Ibarat orang yang terlanjur sakit atau terserang penyakit, tidaklah mudah mengembalikan situasi seperti semula. Tindakan pengobatan atau terapi yang terus menerus diperlukan untuk mengembalikan kondisi pribadi yang terlanjur menyimpang akibat pengaruh pergaulan negatif. Berikut adalah hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi pengaruh negatif yang terlanjur mencemari diri individu menurut Simanjuntak (1997):
1) Membakitkan kesadaran kepada yang bersangkutan bahwa apa yang telah ia lakukan adalah menyimpang. Kadangkala perilaku menyimpang tidak menyadari bahwa apa yang telah ia lakukan salah. Jika dari yang
bersangkutan belum ada kesadaran bahwa apa yang dilakukan selama ini keliru adalah sia-sia. Misalnya, anak yang tidak menyadari bahwa merokok itu tidak baik bagi kesehatannya akan sulit untuk diarahkan agar ia menjauhi rokok
2) Memutuskan rantai yang menghubungkan antara individu dengan lingkungan yang menyebabkan ia berperilaku menyimpang. Hal ini dapat dilakukan dengan memindahkan individu tersebut dari lingkungan pergaulannya dan membawa ke kancah pergaulan baru. Hal ini tidaklah mudah, sebab kadangkala yang bersangkutan tidak mampu menyesuaikan diri di tempat lingkungannya yang baru atau justru lingkungan baru yang tidak mampu menerimanya.
3) Melakukan pengawasan melakat sebagai control secara terus-menerus agar anak terhindar dari perilaku yang menyimpang. Pengawasan harus dilakukan oleh orang yang disegani, sehingga anak tidak berani mengulangi perbuatannya yang salah.
4) Melakukan kegiatan konseling atau pemberian nasihat secara persuasive, sehingga anak tidak merasa bahwa ia dibawah proses pembimbingan. Melibatkan anak dalam kegiatan keagamaan sesuai dengan keyakinan yang ia anut merupakan salah satu cara yag dapat dilakukan untuk membuka pikitan anak mengenai apa yang baik dan apa yang buruk.
Yusuf (2016: 61) mengatakan bahwa pengaruh kelompok teman sebaya terhadap seeorang itu ternyata berkaitan dengan iklim keluarga. Seseorang yang memiliki hubungan baik dengan orangtuanya (iklim keluarga sehat) cenderung
dapat menghindarkan diri dari pergaulan negatif teman sebayanya, dibandingkan dengan orang yang hubungan dengan orangtuanya kurang baik. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Judith Brook, bahwa hubungan orangtua dan anaknya yang sehat dapat melindungi anak tersebut dari pengaruh teman sebaya yang tidak sehat (negatif).
Walau bagaimanapun peer group atau teman sebaya tidak dapat dihindarkan, jika seorang anak dilarang bergaul dengan teman sebayannya atas dasar menjaga kebaikan anaknya maka yang terjadi hanya akan menyebabkan anak tersebut mengalami tekanan mental. Hal yang seharusnya dilakukan adalah menanamkan sejak dini nilai-nilai etika, moral, dan perilaku yang baik sehingga dapat menjadi bekal bagi anak untuk menghadapi dunia luar, serta adanya pengawasan dan kasih sayang dari orang tua sangat dibutuhkan oleh perkembangan anak agar tidak terjerumus dalam hal-hal yang tidak baik.