• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT

B. Biaya Input

8.4. Dampak Kebijakan Pemerintah

Usahatani rumput laut hanya dapat berkembang apabila didukung oleh kebijakan yang kondusif. Kebijakan pemerintah dalam pengembangan usahatani

rumput laut dapat memberikan dampak positif maupun negatif.

Tujuan dari kebijakan pemerintah dalam perdagangan adalah untuk melindungi produsen maupun konsumen dalam negeri. Kebijakan yang dibuat dapat membuat harga di dalam negeri berbeda dengan harga di pasar internasional, besarnya harga yang ditentukan nantinya tergantung dari siapa yang dilindungi apakah konsumen atau produsen dalam negeri. Oleh karena itu pemerintah telah memiliki instrument-instrumen kebijakan yang dapat diimplementasikan untuk mencapai tujuan tersebut, kebijakan tersebut dapat berdampak terhadap input maupun output (Hidayat, 2009).

Dampak kebijakan pemerintah ini dalam analisis PAM dapat dilihat melalui identitas divergensi. Divergensi menyebabkan harga privat berbeda dengan harga sosialnya. Divergensi meningkat karena adanya distorsi kebijakan atau kekuatan pasar yang gagal. Besarnya dampak kebijakan tersebut dapat dilihat melalui indikator yaitu Output Transfer (OT), Nominal Protection

Coefficient on Output (NPCO), Input Transfer, Factor Transfer dan Nominal Protection Coefficient on Input (NPCI).

8.4.1. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Output

Indikator untuk melihat intervensi pemerintah terhadap output rumput laut dapat dilihat dari nilai Output Transfer (OT) dan nilai Nominal Protection Coefficient on Output (NPCO) atau Koefisien Proteksi Output Nominal.

Output Transfer (OT) merupakan selisih antara penerimaan finansial dengan penerimaan ekonomi. Output Transfer (OT) atau transfer output menunjukkan adanya kebijakan pemerintah terhadap output sehingga ada perbedaan harga output privat dan harga output sosial. Jika OT lebih besar dari nol (OT > 0) atau positif menunjukkan bahwa ada insentif konsumen terhadap produsen dimana harga yang dibayarkan konsumen kepada produsen lebih tinggi dari seharusnya. Jika OT lebih kecil dari nol (OT < 0) atau negatif, artinya tidak ada kebijakan pemerintah berupa subsidi output sehingga harga yang diterima produsen lebih rendah dari yang seharusnya diterima, sehingga konsumen membeli rumput laut dengan harga yang lebih rendah dari yang seharusnya.

Nilai Output Transfer (OT) dan nilai Nominal Protection Coefficient on Output (NPCO) usahatani rumput laut di Kepulauan Tanakeke dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Output Transfer (OT) dan Nominal Protection Coefficient on Output (NPCO) Usahatani Rumput Laut di Kepulauan Tanakeke, tahun 2011.

No. Indikator Kriteria Nilai

1 Output Transfer (OT) < 0 - 510 539.51

> 0 2 Nominal Protection Coefficient on Output

(NPCO)

< 1

0.97 > 1

Tabel 15 menunjukkan bahwa hasil Output Transfer (OT) komoditi rumput laut di Kepulauan Tanakeke bernilai negatif yaitu sebesar 510 539.51. Hal ini berarti bahwa harga privat output rumput laut lebih rendah dibandingkan harga sosialnya atau harga domestik lebih rendah dari harga internasional dalam

133

hal ini harga ekspor rumput laut. Hal ini memperlihatkan bahwa ada kebijakan pemerintah yang tidak protektif terhadap petani rumput laut sehingga merugikan petani rumput laut. Kebijakan pemerintah dengan menetapkan pajak sebesar 30 persen menyebabkan harga rumput laut domestik lebih rendah dibandingkan dengan harga di pasar internasional, sehingga penerimaan yang diterima petani (penerimaan privat) menjadi rendah. Artinya konsumen domestik lebih diuntungkan karena membeli rumput laut dengan harga yang lebih rendah dari harga yang sebenarnya, atau terjadi pengalihan surplus dari produsen ke konsumen. Besarnya pengalihan surplus petani rumput laut ke konsumen sebesar Rp 510 539.51. Hal ini terjadi karena selisih antara harga privat output dengan harga sosial output cukup besar yaitu sebesar Rp 254.82.

Hasil Output Transfer (OT) berhubungan erat dengan Nominal Protection Coefficient on Output (NPCO) atau koefisien proteksi output nominal yang merupakan rasio penerimaan harga privat dengan penerimaan harga sosial. Nilai NPCO lebih besar dari satu (NPCO > 1) menunjukkan bahwa harga domestik lebih tinggi dari harga dunia atau internasional.

Berdasarkan Tabel 15 diperoleh nilai Nominal Protection Coefficient on Output (NPCO) usahatani rumput laut di Kepulauan Tanakeke sebesar 0.97 atau NPCO kurang dari satu (NPCO < 1). Hasil ini menunjukkan bahwa petani rumput laut di Kepulauan Tanakeke menerima harga lebih rendah atau murah dari harga dunia (harga internasional), dimana harga jual rumput laut kering di tingkat petani 3 persen lebih rendah dari harga output yang seharusnya diterima. Hal ini menunjukkan bahwa harga domestik di disproteksi.

Pengembangan rumput laut di Kepulauan Tanakeke terutama dalam perdagangan rumput laut sampai saat ini belum didukung oleh kebijakan pemerintah, sehingga rendahnya harga output yang diterima oleh petani rumput laut disebabkan adanya kebijakan pemerintah dengan menetapkan pajak untuk ekspor rumput laut sebesar 30 persen khususnya ke Negara China dan birokrasi ekspor yang cukup mahal, sehingga menurunkan harga rumput laut domestik. Hal ini dilakukan oleh pemerintah untuk menurunkan ekspor rumput laut untuk memenuhi produksi dalam negeri sebagai bahan baku industri pengolahan. Penurunan harga rumput laut dalam negeri mengakibatkan konsumen membeli

rumput laut lebih murah, akan tetapi merugikan petani sebagai produsen yang menerima harga lebih rendah.

Faktor lain yang menyebabkan rendahnya harga yang diterima oleh petani rumput laut di kepulauan Tanakeke dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu (1) lembaga pemasaran rumput laut belum efektif, masih banyaknya ketergantungan petani terhadap pedagang pengumpul yang ada di Kepulauan Tanakeke sehingga terjadi keterikatan erat antara nelayan dengan pedagang sehingga harga ditentukan oleh pedagang, (2) kurangnya informasi harga yang diterima oleh petani rumput laut, (3) Mental petani rumput laut yang tidak menjaga kualitas rumput laut yang dihasilkan mulai dari panen yang kurang dari waktu panen yang ditetapkan sampai penjemuran yang sangat sederhana.

Salah satu kebijakan pemerintah dalam perbaikan peningkatan harga rumput laut di Kepulauan Tanakeke pada khususnya dan Sulawesi Selatan pada umumnya adalah revitalisasi rumput laut melalui kebijakan pengembangan yaitu : (1) pengembangan skala kawasan/kluster, (2) pengembangan kebun bibit unggul, (3) metode budidaya dan perawatan yang tepat, (4) panen dan pasca panen yang tepat berkaitan dengan peningkatan kualitas rumput laut dan (5) pengembangan kelembagaan dan pola kemitraan.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Novianti (2003) yang menyatakan bahwa rendahnya harga di tingkat petani dibandingkan dengan harga yang sosial yang seharusnya diterima berkaitan dengan tiga faktor yaitu : (1) lembaga pemasaran output belum berfungsi efektif sehingga rantai pemasaran menjadi panjang, (2) posisi tawar petani lemah sehingga petani menjadi penerima harga yang pasif, (3) mental usahatani selalu ingin disubsidi sehingga petani menjadi kurang mandiri, maju dan bersaing dengan pasar internasional.

8.4.2. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Input

Kebijakan pemerintah bukan hanya berlaku untuk output tapi juga mengenai kebijakan input. Kebijakan input biasanya dilakukan dengan pemberian subsidi input atau pajak dan hambatan perdagangan berupa tariff dan non tariff yang diberlakukan agar produsen dapat memanfaatkan sumberdaya secara optimal dan melindungi produsen dalam negeri.

133

Kebijakan pemerintah dalam penggunaan input rumput laut di Kepulauan Tanakeke dapat dilihat melalui nilai Input Transfer (IT), Factor Transfer (FT) dan Nominal Protection Coefficient on Input (NPCI). Indikator ini dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Input Transfer (IT), Factor Transfer (FT) dan Nominal Protection Coefficient on Input (NPCI) Usahatani Rumput Laut di Kepulauan Tanakeke, Tahun 2011.

No. Indikator Kriteria Nilai

1 Input Transfer (IT)

> 1 0 = 0 < 1 2 Factor Transfer (FT) > 0 90 840 < 0 3 Nominal Protection Coefficient on Input (NPCI)

> 1

1.00 = 1

< 1

Indikator yang digunakan untuk melihat kebijakan pemerintah yang mempengaruhi harga input tradable dipasar adalah Input Transfer (IT), Jika Input Transfer lebih besar dari nol (IT > 0) atau bernilai positif, artinya terdapat pajak atas input tradable tersebut, sehingga petani rumput laut harus membeli input tersebut dengan harga yang lebih mahal dari yang seharusnya. Akan tetapi jika Input Transfer lebih kecil dari nol (IT < 0) atau bernilai negatif, artinya ada subsidi pemerintah terhadap input tersebut sehingga petani tidak membayar penuh sesuai dengan harga yang sebenarnya. Input yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari input tradable dan non tradable. Jenis input tradable yang digunakan dalam usahatani rumput laut di Kepulauan Tanakeke adalah tali rafia dan solar.

Tabel 16 menunjukkan nilai Input Transfer (IT) atau transfer input adalah nol. Hal ini menunjukkan bahwa harga input pada tingkat privat maupun tingkat sosial sama, atau harga input domestik dan harga internasional tidak berbeda. Berdasarkan hasil IT yang diperoleh sebesar nol ini berarti tidak ada transfer input produksi dari pedagang input ke petani rumput laut ataupun sebaliknya. Artinya pemerintah tidak menerapkan kebijakan apapun terhadap input yang digunakan, baik kebijakan pajak ataupun subsidi.

Penilaian kebijakan pemerintah terhadap input domestik (non tradable) seperti bibit, tenaga kerja, penyusutan alat dapat dilihat dari indikator factor transfer (FT). factor transfer (FT) atau transfer faktor merupakan nilai yang menunjukkan perbedaan harga privat dengan harga sosialnya yang diterima produsen untuk pembayaran faktor-faktor produksi yang tidak diperdagangkan. Kebijakan ini dapat berupa subsidi positif dan negatif

Tabel 16 menunjukkan bahwa factor transfer (FT) di Kepulauan Tanakeke bernilai positif yaitu sebesar Rp 90 840 per musim tanam, ini berarti bahwa harga input non tradable yang dikeluarkan oleh petani rumput laut di Kepulauan Tanakeke pada harga privat lebih besar dibanding dengan harga input non tradable pada harga sosialnya. Artinya terdapat kebijakan pemerintah yang mengakibatkan petani harus membayar input domestik lebih mahal daripada harga sosialnya sebesar Rp 90 840.

Nominal Protection Coefficient on Input (NPCI) merupakan rasio antara biaya yang dihitung berdasarkan harga privat dengan input tradable yang dihitung berdasarkan harga bayangan (harga sosial). Berdasarkan Tabel 16, nilai NPCI untuk rumput laut di Kepulauan Tanakeke sama dengan satu (NPCI = 1). Hal ini menunjukkan bahwa total biaya input tradable baik pada harga privat maupun harga sosial adalah sama. Artinya ada atau tidak ada kebijakan pemerintah yang diterapkan terhadap input tradable, harga domestik akan sama dengan harga dunia.

8.4.3. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Input-Output

Dampak efektif dari insentif yang diberikan pemerintah pada output dan input secara keseluruhan terhadap usahatani rumput laut dapat dilihat dari nilai Effective Protection Coefficient atau Koefisien Proteksi Efektif (EPC), Net Transfer atau Transfer Bersih (NT), Profitability Coefficient atau nilai Koefisien Keuntungan (PC) dan Subsidy Ratio to Producer atau Rasio Subsidi Produsen (SRP). Hasil analisis dampak kebijakan pemerintah terhadap input-output usahatani rumput laut di Kepulauan Tanakeke dapat dilihat pada Tabel 17.

133

Tabel 17. Nilai Kebijakan Input-Output Usahatani Rumput Laut di Kepulauan Tanakeke, Tahun 2011.

No. Indikator Kriteria Nilai

1 Koefisien Proteksi Efektif (EPC) < 1 0.97

> 1

2 Transfer Bersih (NT) < 0 - 601 379.51

> 0

3 Koefisien Keuntungan (PC) < 1 0.89

> 1

4 Rasio Subsidi Produsen (SRP) < 0 -0.04

> 0

Nilai EPC menggambarkan sejauh mana kebijakan pemerintah bersifat melindungi produksi domestik secara efektif. Jika nilai EPC kurang dari satu (EPC < 1), maka kebijakan tersebut tidak berjalan secara efektif atau menghambat produsen untuk produksi. Sebaliknya jika nilai EPC lebih besar satu (EPC > 1), maka kebijakan tersebut berjalan secara efektif sehingga melindungi petani untuk berproduksi.

Tabel 17 menunjukkan bahwa nilai koefisien proteksi efektif (EPC) lebih kecil dari satu atau 0.97, ini berarti tambahan keuntungan yang diperoleh petani rumput laut sebesar 3 persen lebih rendah dari yang seharusnya, ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah terhadap input-output tidak berjalan dengan efektif bagi petani rumput laut di Kepulauan Tanakeke untuk berproduksi.

Indikator yang mampu menjelaskan pengaruh dampak kebijakan terhadap surplus produsen (petani rumput laut) adalah nilai transfer bersih (NT). Nilai transfer bersih (NT) yang diterima oleh petani rumput laut di Kepulauan Tanakeke, menunjukkan nilai yang negatif sebesar Rp 601 379.51 artinya bahwa transfer yang diterima dari produsen input tradable dan faktor domestik lebih sedikit dari transfer yang diberikan kepada konsumen.

Melalui koefisien profitabilitas (PC) mampu menjelaskan dampak insentif dari seluruh kebijakan output, kebijakan input tradable dan input domestik. Tabel 17 memperlihatkan nilai PC kurang dari satu (PC < 1) yaitu sebesar 0.89.

Artinya bahwa keuntungan yang diterima oleh petani rumput laut lebih rendah sebesar 89 persen (berkurang sebesar 11 persen) dari keuntungan yang seharusnya diterima tanpa adanya kebijakan. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah (pajak pemerintah terhadap ekspor rumput laut) mengakibatkan harga jual rumput laut rendah sehingga berdampak terhadap penerimaan yang diperoleh petani, selain itu tidak ada kebijakan terhadap input yang digunakan, sehingga kesemuanyan tidak memberikan insentif kepada petani dan membuat keuntungan yang diterima oleh petani lebih rendah dibandingkan dengan tanpa ada kebijakan.

Nilai rasio subsidi bagi produsen (SRP) merupakan indikator yang menunjukkan tingkat penambahan atau pengurangan penerimaan atas pengusahaan suatu komoditas karena adanya kebijakan pemerintah.

Tabel 17 menunjukkan SRP bernilai negatif sebesar 0.04. Hal ini berarti bahwa kebijakan pemerintah berpengaruh negatif terhadap struktur biaya produksi, karena biaya yang diinvestasikan lebih besar daripada nilai tambah (keuntungan) yang diterima oleh petani rumput laut di Kepulauan Tanakeke. Petani rumput laut di Kepulauan Tanakeke mengeluarkan biaya produksi sebesar 4 persen lebih besar dari opportunity cost untuk produksi sehingga terjadi pengurangan penerimaan.

Berdasarkan dampak pengaruh kebijakan pemerintah terhadap input output menunjukkan bahwa usahatani rumput laut dalam jangka panjang akan memberikan kerugian pada produsen akibat produsen mengeluarkan biaya yang sangat besar dari seharusnya dan teknologi yang digunakan sangat sederhana.

8.5. Analisis Sensitivitas Terhadap Keuntungan dan Daya Saing Rumput

Dokumen terkait