• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Konflik Peran Terhadap Kinerja Internal Auditor

Dalam dokumen PROFESI YANG MEMBANGGAKAN (Halaman 33-43)

Tema tentang independensi dalam profesi auditor memiliki pemahaman yang sangat

penting dan mendalam demi tercapainya tujuan organisasi. Sorotan masyarakat terhadap

profesi auditor sangatlah besar sebagai dampak beberapa skandal perusahaan besar dunia

seperti Enron dan WorldCom (Verrechia, 2003). Sorotan tajam diarahkan pada perilaku

auditor dalam berhadapan dengan klien yang dipersepsikan gagal dalam menjalankan

perannya sebagai auditor independen.

Independensi adalah cara pandang yang tidak memihak di dalam pelaksanaan pengujian,

evaluasi hasil pemeriksaan, dan penyusunan laporan audit perusahaan (Arens et al., 1996).

Dalam buku Standar Profesional Akuntan Publik (2001) seksi 220 PSA No 04 Alinea 02

disebutkan bahwa auditor harus bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi,

karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan dalam hal

berpraktik sebagai auditor intern). Dengan demikian, ia tidak dibenarkan memihak kepada

jika ia kehilangan sikap tidak memihak, maka ia tidak dapat mempertahankan kebebasan

pendapatnya.

Dalam lingkup Pemerintahan Daerah, independensi auditor internal sangat dibutuhkan

kecukupan dan efektivitas kerja sistem pengendalian manajemen yang diselenggarakan

Satuan Kerja Perangkat Daerah. Auditor internal bertanggung jawab untuk dapat

mempertahankan independensinya dalam kondisi apapun, sehingga pendapat, kesimpulan,

pertimbangan, serta rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilakukan tidak memihak

dan dipandang tidak memihak terhadap pihak manapun. Sebagaimana hasil penelitian

yang dilakukan Lubis (2004), disebutkan bahwa independensi akuntan sebagai perilaku

profesional berpengaruh terhadap kualitas opini audit yang diberikan oleh akuntan

tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Mautz dan Sharaf (1993, h.246) yang

mengatakan bahwa jika akuntan tidak independen terhadap kliennya, maka opininya tidak

akan memberikan tambahan apapun.

Kedudukan dasar dari peran auditor internal tersebut dapat menciptakan

sebuah tantangan bagi mereka untuk menjaga independensi (Ahmad dan Taylor,

2009). Pertama, adanya kondisi yang kompleks dan perubahan dalam lingkungan

operasional auditor internal, termasuk kompleksitas dan perubahan peraturan dan

teknologi, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya ambiguitas peran (Ahmad

dan Taylor, 2009). Kahn et al. (dalam Beauchamp et al., 2004) mendefinisikan

ambiguitas peran sebagai suatu keadaan di mana informasi yang berkaitan dengan

suatu peran tertentu kurang atau tidak jelas. Sawyer dan Dittenhofer (dalam

Ahmad dan Taylor, 2009) juga menjelaskan penyebab terjadinya ambiguitas peran

dalam lingkungan auditor internal adalah bahwa auditor internal mungkin

melakukan investigasi internal dengan kondisi proses operasional yang belum

pemeriksaan berbicara dalam bahasa dan menggunakan istilah yang asing bagi

pemahaman auditor internal.

Ambiguitas peran mengurangi tingkat kepastian apakah informasi yang

diperoleh dalam pemeriksaan telah objektif dan relevan. Ambiguitas peran dapat

menyebabkan auditor internal mengalami tekanan (Schuller et al. dalam

Koustelios, 2004) dan penurunan kepuasan kerja (Jackson dan Schuller, Perreault,

Beehr et al. dalam Koustelios, 2004). Maka dapat disimpulkan bahwa, ambiguitas

peran juga dapat mengurangi kemampuan auditor internal untuk tetap bersikap

independen (Ahmad dan Taylor, 2009).

Kedua, peran auditor internal mengandung konflik (Ahmad dan Taylor,

2009). Menurut Mohr dan Puck (2003) konflik peran merupakan suatu pikiran,

pengalaman, atau persepsi dari pemegang peran (role incumbent) yang

diakibatkan oleh terjadinya dua atau lebih harapan peran (role expectation) secara

bersamaan, sehingga timbul kesulitan untuk melakukan kedua peran tersebut

dengan baik dalam waktu yang bersamaan.

Konflik peran dalam lingkungan auditor internal dapat berasal dari

pertentangan yang berasal dari peran dalam melakukan audit dan peran dalam

memberikan jasa konsultasi. Dalam peran audit, auditor internal harus menjaga

independensi dengan tidak mendasarkan pertimbangan auditnya pada objek

pemeriksaan. Namun dalam peran konsultasi, auditor internal harus bekerja sama

Konflik peran yang dijumpai oleh auditor internal berhubungan dengan

demikian, konflik peran yang dialami oleh auditor internal mungkin mengakibatkan

auditor rentan terhadap tekanan dari objek pemeriksaan. Hal tersebut mengakibatkan

rusaknya independensi auditor internal (Koo dan Sim, 1999).

Penelitian mengenai pengaruh konflik peran dan ambiguitas peran

terhadap auditor internal pernah dilakukan sebelumnya oleh Ahmad dan Taylor

(2009). Penelitian tersebut menggunakan sampel auditor internal yang diperoleh

dari database Institute of Internal Auditors Malaysia. Tujuan dari penelitian

tersebut adalah untuk mengembangkan ukuran-ukuran konsep komitmen

independensi, konflik peran, dan ambiguitas peran dalam konteks lingkungan

kerja auditor internal, dengan maksud untuk memberikan bukti empiris mengenai

pengaruh konflik peran dan ambiguitas peran beserta dimensinya terhadap

komitmen independensi auditor internal. Skala yang digunakan merupakan skala

yang dikembangkan dari ukuran komitmen organisasi yang berasal dari literatur

perilaku organisasi. Instrumen pengukuran komitmen organisasi yang

dikembangkan oleh Porter et al. (1974, dalam Ahmad dan Taylor, 2009)

merupakan basis untuk pengembangan ukuran konsep komitmen independensi.

Sedangkan fokus penelitian sekarang adalah menguji kembali

variabel-variabel tersebut dengan menggunakan instrumen pengukuran komitmen

independensi yang sama, namun dalam lingkup kerja yang berbeda, yaitu auditor

internal Pemerintah Daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengembangkan ukuran-ukuran konsep komitmen independensi, konflik peran,

dengan maksud untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh konflik

peran dan ambiguitas peran beserta dimensinya terhadap komitmen independensi

auditor internal Pemerintah Daerah.

Banyaknya skandal akuntansi, seperti dalam kasus Enron, WorldCom, dan lain-lain,

disebabkan karena auditor internal hanya bertindak secara pasif dan berorientasi pada audit

kepatuhan sehingga kurang mempertimbangkan sistem pengendalian internal perusahaan.

Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu peran yang memungkinkan auditor dapat bertindak

sebagai konsultan bisnis yang berfungsi sebagai pemberi deteksi dini dalam

mengidentifikasi risiko usaha dan berorientasi pada kinerja perusahaan secara keseluruhan

(Sardjono, 2007). Peran tersebut dilakukan oleh suatu fungsi auditor internal yang

membantu pihak manajemen untuk memastikan bahwa sistem pengendalian internal

perusahaan telah dikembangkan dengan tepat dan seluruh operasi perusahaan telah

dilakukan secara efektif, efisien, dan ekonomis (Haron et al., 2004).

Akan tetapi, kedudukan mendasar dari peran auditor internal cenderung menimbulkan

suatu tantangan bagi mereka dalam menjaga komitmen untuk bersikap independen

(Ahmad dan Taylor, 2009). Pertama, peran auditor internal mengandung konflik. Konflik

peran dapat berasal dari pertentangan yang berasal dari peran mereka ketika melakukan

jasa audit dan jasa konsultasi manajemen yang keduanya mengandung perbedaan antara

peraturan yang berasal dari profesi auditor internal dan harapan dari manajemen

dapat disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara nilai-nilai personal yang diyakini

oleh auditor internal dan harapan yang berasal dari manajemen dan organisasi profesi.

Konflik peran dapat menimbulkan tekanan pada auditor, sehingga auditor cenderung

rentan terhadap tekanan dari klien.

Kedua, lingkungan perusahaan yang semakin kompleks dan meningkatnya perubahan

dalam lingkungan operasional auditor internal, termasuk kompleksitas dan perubahan

peraturan dan teknologi, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya ambiguitas peran

(Ahmad dan Taylor, 2009). Kompleksitas dan perubahan seperti itu dapat mengakibatkan

auditor internal kesulitan dalam melaksanakan tugas atau menerapkan standar profesi

dengan benar. Ambiguitas peran dapat menimbulkan ketegangan kerja yang dapat

mengurangi kemampuan auditor internal untuk tetap bersikap independen (Ahmad dan

Taylor, 2009). Dengan demikian, adanya konflik peran dan ambiguitas peran dapat

memperlemah komitmen auditor internal dalam menjaga independensi mereka.

Penelitian yang menghubungkan komitmen independensi auditor internal pemerintahan

dengan koflik peran dan ambiguitas peran belum banyak dilakukan, terutama di level

Pemerintah Daerah. Banyaknya tuduhan kasus kecurangan yang menimpa aparat

pemerintahan di Indonesia secara tidak langsung mengindikasikan rendahnya komitmen

independensi auditor internal pemerintahan dalam menjalankan perannya sebagai mitra

kerja Pemerintah Daerah yang memberikan pandangan atau rekomendasi secara obyektif

dan independen, serta memberikan jasa konsultasi untuk meningkatkan nilai dan kinerja

1

menemukan bukti empiris tentang pengaruh dari konflik peran dan ambiguitas peran

terhadap komitmen independensi auditor internal Pemerintah Daerah dengan melakukan

studi empiris pada Inspektorat Kota Bandung. Inspektorat Kota Bandung oleh Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) dijadikan sebagai percontohan di antara Inspektorat

Pemerintah Daerah lainnya terkait pengawasan dan peningkatan kualitas pelayanan

publik pemerintahan, hal ini dibuktikan dengan berbagai undangan yang diterima

Inspektorat Kota Bandung untuk memberikan paparan pada Rapat Evaluasi Supervisi

Peningkatan Pelayanan Publik dan Seminar Anti Korupsi yang diselenggarakan di

Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, serta Kalimantan Timur (Cahyo Bintarum

2011, komunikasi personal, 8 September). Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini

dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan sebagai beikut: (1)Apakah konflik peran

berpengaruh terhadap komitmen independensi aparat Inspekt, (2) Apakah ambiguitas

1

pelayanan pendidikan tinggi terbaik dengan biaya yang terjangkau. Pendidikan tinggi sebagai suatu industri, juga menarik minat dari para investor untuk ikut mendirikan perguruan tinggi baru dengan menggandeng mitra dari perguruan tinggi dalam maupun luar negeri.

Berkembangnya trend pendidikan jarak jauh, semakin mempersempit pasar dari pendidikan tinggi dan ikut memperbesar tingkat persaingan dalam industri. Hanya perguruan tinggi yang mampu untuk memberikan jasa pendidikan dengan kualitas premium saja yang dapat berkembang dan bertahan di pasar.

Wright et.al (1996:52) mengemukakan bahwa lingkungan internal perusahaan

merupakan sumber daya perusahaan (the firm's resources) yang akan menentukan

kekuatan dan kelemahan perusahaan. Sumber daya perusahaan ini meliputi : sumber

daya manusia (human resources) ; sumber daya organisasi (organizational

resources) ; dan sumber daya phisik (physical resources). Jika perusahaan dapat

mengoptimalkan penggunaan sumber daya tersebut maka, perusahaan akan dapat

mempertahankan keunggulan bersaing (sustained competitive advantage).

Audit internal merupakan kegiatan assurance dan konsultasi yang independen dan objektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Audit internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko, pengendalian, dan proses governance (SPAI, 2004: 9 )

Makalah ini bertujuan untuk menggambarkan pentingnya peran audit internal bagi institusi pendidikan tinggi swasta pada bidang keuangan dan pembelajaran, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, keunggulan bersaing, serta kepuasan konsumen sebagai upaya menjamin keberlangsungan hidup insitusi pendidikan tinggi swasta.

2

BAB VIII

Dalam dokumen PROFESI YANG MEMBANGGAKAN (Halaman 33-43)

Dokumen terkait